• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Demokrasi Lokal dalam Pilkada

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 185-189)

Bisnis Indonesia, 21 Mai 2005

Pesta demokrasi lokal bernama pemilihan kepala daerah langsung (pilkada) sudah semakin dekat. Berbagai persiapan untuk menyambut pesta tersebut terus dilakukan. Namun, ditengah semaraknya penyambutan pesta demokrasi lokal tersebut, masih banyak kalangan yang meragukan pelaksanaan pilkada nanti akan berjalan dengan baik jauh dari berbagai kecurangan.

Bertolak pada keraguan masyarakat di atas, tentu saja pihak-pihak yang berkepentingan seperti Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), panitia pengawas pemilu (panwaslu), partai politik dan aparat keamanan, untuk berusaha mencegah terjadinya berbagai kecurangan tersebut. Pendeknya, seluruh elemen masyarakat agar berupaya dan bekerja keras menjunjung tinggi 'makna kejujuran' dan 'makna keadilan' dalam mengikuti aturan main yang telah ditetapkan. Kecurangan-kecurangan dalam

186 pilkada harus dihindari secermat mungkin. Jika tidak, proses demokrasi lokal di berbagai daerah tidak akan dapat di capai.

Dan itu berarti apa yang kita dambakan akan datangnya suatu perubahan, baik perubahan perjalanan nasib maupun perubahan akan hari depan yang lebih cerah dan lebih baik hanya akan menjadi angan-angan belaka. Dan pada akhirnya akan mengancam seluruh proses demokrasi baik politik, ekonomi dan hukum.

Lalu apakah yang dimaksud dengan 'makna jujur dan adil' terutama jika dikaitkan dengan pelaksanaan pilkada nantinya? Jika kita lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai pustaka tahun 1995. Kata jujur berarti; Pertama, lurus hati, tidak berbohong atau berkata apa adanya. Kedua, tidak curang atau mengikuti aturan yang berlaku. Ketiga, tulus, iklas. Sedangkan kata adil dapat diartikan; Pertama, tidak berat sebelah, tidak memihak. Kedua, berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran. Ketiga, sepatutnya dan tidak sewenang-wenang.

Jika pelaksanaan pilkada yang 'jujur dan adil' dapat dilakukan maka empat (4) asas resmi yang berlaku dalam pesta politik lokal akan semakin dapat dipenuhi. Asas tersebut yaitu; Pertama, 'langsung' yang berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya, menurut hati nuraninya tanpa perantara dan tanpa tingkatan. Kedua, 'umum' yang berarti semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal sudah berusia 17 tahun atau lebih atau belum berumur 17 tahun tapi sudah/pernah menikah berhak ikut memilih dalam pemilihan, dan yang telah berumur 21 tahun berhak dipilih, dengan tidak dibeda-bedakan.

Ketiga, 'bebas' yang berarti bahwa setiap warga negara yang berhak memilih dalam menggunakan haknya dijamin keamanannya untuk melakukan pemilihan sesuai dengan hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun. Keempat, 'rahasia' yang berarti bahwa pemilih dijamin oleh peraturan dan tidak akan diketahui oleh pihak manapun.

187 Jangan terulang

Berbicara tentang pesta politik yang jujur dan adil memang bukan topik yang baru dalam kehidupan sosial politik di Indonesia. Karena dalam setiap pesta politik seperti pemilu misalnya, baik menjelang atau pada saat pesta pemilu dilakukan. Kata-kata jujur dan adil begitu gampang diucapakan namun sangat sulit dilaksanakan. Ini dapat kita lihat pada pelaksanaan pesta politik bernama pemilu di zaman Orde Baru.

Saat itu pelaksanaan pemilu sering diwarnai dengan prilaku curang, tekanan, intimidasi yang dilakukan oleh Golkar, aparat keamanan serta birokrasi dari pusat hingga daerah kepada masyarakat, aktivis dan kelompok-kelompok yang dianggap menentang upaya pemerintah untuk memenangkan Golkar dalam pemilu. Pengalaman buruk pemilu seperti dicontohkan di atas, juga terjadi pada pemilu tahun 1999 dan 2004.

Perilaku curang tersebut juga sering mewarnai perjalanan pesta politik saat itu. Berkaca pada pengalaman tersebut maka permasalahan di atas hendaknya dapat dijadikan pelajaran pada pesta politik pilkada nanti. Semua pihak harus menyadari bahwa proses politik yang diselenggarakan atas dasar aspirasi politik yang tidak jujur dan adil bukanlah tujuan yang dikehendaki. Pada pilkada nanti partisipasi politik masyarakat daerah yang jauh dari kecurangan dan ketidakadilan adalah sebuah proses politik lokal yang harus dilaksanakan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Masyarakat harus diberikan peran yang aktif untuk menentukan sikap politiknya yang jauh dari segala kecurangan, intimidasi dan tekanan. Dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk bersikap itulah kita akan bisa melaksanakan proses pilkada yang jujur dan adil. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat untuk menjaga dan memelihara pesta pilkada yang demokratis.

188 Manuver politik

Manuver-manuver politik yang menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan hanya akan menghasilkan kepala daerah yang tidak kapabel dan berintegritas jelek. Lalu apakah pilkada Juni 2005 ini akan dapat dilaksanakan dengan jujur dan adil serta jauh dari berbagai kecurangan? Mengingat selama ini pada setiap pesta politik di negeri ini hampir selalu diwarnai berbagai kecurangan yang justru dilakukan oleh elite politik negeri ini.

Misalnya mencuri star kampanye oleh partai politik, banyaknya praktik-praktik money politic dan yang tak kalah pentingnya konflik internal partai politik sering terjadi akibat ketidakpuasan masa pendukung terhadap politisi yang tidak lolos seleksi, baik menjadi caleg ataupun menjadi anggota parlemen. Keadaan tersebut berakibat terjadinya bentrokan-bentrokan di sejumlah daerah.

Untuk menjawab pertanyaan terebut, maka sebagai bangsa yang menjunjung tinggi sikap demokrasi dan kejujuran sudah saatnya kita mendukung upaya-upaya dalam menyukseskan pilkada yang jujur, adil dan demokratis. Karena bagaimanapun Pilkada 2005 memiliki makna yang sangat strategis untuk menciptakan pemimpin-pemimpin daerah yang jujur, bersih dan amanah.

Sehingga tatanan kehidupan yang lebih baik akan tercipta bagi masyarakat di berbagai daerah. Untuk itu seluruh komponen bangsa, baik itu pemerintah, NGO, LSM, tokoh agama, tokoh partai politik, tokoh masyarakat, para akademisi, mahasiswa harus bergandengan tangan melawan seluruh kecurangan-kecurangan pada pelaksanaan pilkada. Kehendak agar tercapainya kesepakatan nasional untuk menciptakan pilkada jujur dan adil harus ditegaskan. Tanpa itu jangan harap di masa-masa mendatang stabilitas politik khususnya di daerah akan tercapai. Harapan kita semoga pesta politik daerah bernama pilkada akan menghasilkan putra-putra daerah terbaik untuk memimpin daerahnya dalam masa lima tahun kedepan. Kita juga berharap semoga dengan proses pilkada yang jujur, bersih dan demokratis kita bisa menghasilkan pemimpin-pemimpin daerah yang dicintai rakyatnya.

189

7

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 185-189)