• Tidak ada hasil yang ditemukan

Megawati dan Kepemimpinan Nasional Harian Umum Pelita, 17 Juli 2001

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 139-146)

Bagaimana nasib Republik Indonesia seandainya terjadi pergantian pimpinan nasional. Bila Megawati diperkirakan menjadi Presiden kelima RI, apakah artinya bagi seluruh rakyat Indonesia. Sungguh pertanyaan ini layak diajukan dan dicari jawabannya.

Kepemimpinan nasional telah menjadi perbincangan yang melelahkan dalam wacana politik nasional dewasa ini. Kita semua tentu menyadari kepemimpinan merupakan fenomena kemasyarakatan yang berpegaruh terhadap perkem-bangan corak dan arah kehidupan masyarakat, sehingga nantinya akan terujud aspirasi, cita-cita dan nilai-nilai demi kemajuan di masa mendatang.

140

Gus Dur terpilih dengan alasan "asal bukan Mega", ditambah dengan arogansi pendukung Mega yang menyulitkan terbentuknya koalisi, dan terjadilah hal yang diluar dugaan, yaitu terpilihnya Gus Dur yang hanya memperoleh 11 persen kursi di DPR. Padahal Mega memperoleh 34 persen kursi, perbedaan yang cukup mencolok: sekali. Akibat kejadian ini timbuI berbagai pendapat dari pengamat yang kesemuanya berdampak pada sisi-sisi kehidupan, dan sekali lagi "isu kcpemirripinan nasional" menjadi cerita menarik yang tak berkesudahan. Kemudian setelah Gus Dur terpilih semua masalah yang begitu besar melanda negeri ini tidak juga "terselesaikan", kenyataannya, di sana-sini masyarakat terus saja bergejolak, bahkan situasi politik yang masih panas dan semrawutnya hukum membuat kekalutan yang mengerikan. Sekali lagi masalah kepemimpinan nasional dibawah kendali Gus Dur tak kunjung habis dan selesai dipersoalkan.

Sekarang, jika tidak ada halangan, MPR akan menggelar sidang istimewa untuk meminta pertanggung-jawaban Presiden Abdurrahman Wahid, itu berarti soal kepemimpinan nasional kembali menjadi perbincangan di kalangan elite politik. Kesepakatan yang telah dicapai pimpinan MPR bersama pimpinan 11 fraksi tentang sidang istimewa tersebut disepakati sesuai dengan konstitusi, bahwa sidang istimewa diselenggarakan dua bulan setelah rekomendasi DPR, tapi bisa dipercepat kalau kondisi negara tidak menentu.

Sidang dengan agenda utama meminta pertanggung-jawaban tersebut menggunakan ketentuan pasal 5 ayat 2 dan pasal 7 ayat 4 TAP MPR Nomor 111/ 1978 dan pasal 50 tata tertib MPR. Melihat perkembangan tentang kepe-mimpinan Gus Dur selama menjalankan roda pemerintahan dan adanya tuntutan dari berbagai kalangan agar Gus Dur mengundurkan diri dari kursi kepemimpinan nasional, maka dapat diperkirakan bahwa MPR akan menolak pertanggungjawaban Gus Dur. Seandainya hal ini teijadi, dan sesuai dengan konstitusi, Megawati akan naik ke puncak kekuasaan sebagai pimpinan nasional, peluang Megawati untuk naik menjadi Presiden semakin besar, hal ini terlihat

141

dengan dukungan kepada Megawati terus mengalir. Bahkan dari mereka yang dulunya menentang dengan alasan "agama" atau persoalan "gender".

Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia memang luar biasa parahnya, disamping situasi politik yang masih "carut-marut" juga belum terciptanya supermasi hukum yang cukup signifikan, membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah, sebab selama ini pemerintah belum mampu membawa perubahan yang berarti, baik dalam bidang politik, ekonomi dan hukum. Lantas benarkah kunci dari solusi penyelesaian krisis ini ada pada Megawati atau apakah Megawati mampu menjawab persoalan yang "sangat komplik ini", tidak mudah menjawab pertanyaan ini dengan "iya atau tidak", dan semuanya masih "serba teka-teki".

Sebagai Wapres, putri Bung Karno tersebut memang dianggap paling "sah" menurrat "konstitusi" untuk naik menjacli orang nomor satu di negeri ini. Hal ini masih ditambah dengan posisi PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu 1999. Akan tetapi masih banyak yang menyangsikan kemampuan dan kapabilitas Megawati sebagai seorang politikus yang pada dasarnya belum teruji. Bahkan Gus Dur pun pernah meragukan kemampuan Mega untuk menjalanan pemerin-tahan sehari-hari. Pernyataan Gus Dur tersebut menunjuk cara Megawati dalam menangani Kepres No. 121 tentang pemberian tugas teknis sehari-hari, menurut Gus Dur, Mega selalu mengembalikan hal tersebut pada dirirya, hal inilah yang dianggap sebagai bukti "ketidakmampuan" Megawati memimpin negara.

Terlepas dari pernyataan Gus Dur tersebut yang jelas semua itu tidak akan mempunyai "implikasi" apapun terhadap konstalasi politik nasional, sebab nasib Presiden Gus Dur apakah akan terus bertahan atau harus diberhentikan di tengah jalan, semuanya ada di tangan MPR.

142 Lankah-Langkah Kedepan

Melimpahnya dukungan pada Megawati untuk menjadi Presiden perlu ditelaah dengan "pengalaman dari pemimpin sebelumnya", du-kungan dari berbagai pihak tidak akan abadi dan lestari jika Megawati tidak melakukan langkah-langkah yang signifikan bagi terciptanya stabilitas politik yang lebih kondusif. Berkaitan dengan ini semuanya tentu tidak terlepas dari pada "misi dan visi" yang akan dikedepankan oleh Megawati. Selama ini visi dan misi Mega dianggap kurang jelas dan ini masih menjadi pertanyaan banyak orang. Jika Megawati tidak melihat sejarah kepemimpinan yang terdahulu dan tidak mau memperbaiki kelemahannyai bukan tidak mungkin perjalanannya sebagai pemimpin negara akan digoyang lawan politiknya. Sebab perlu diingat, politik tetaplah politik dimana masalah "kepentingan" dan "kekuasaan" menjadi faktor dominan. Bahkan temanpun bisa jadi lawan.

Sebagai pemimpin "kharismatik" Megawati memang memiliki sisi positif sebab mempunyai "legitimasi" yang lebih kuat, namun perlu juga diperhittingkan sisi negatifnya, karena kalau Mega digoyang oleh lawan politiknya, massa PDIP kemungkinan besar tidak akan menerima. Ini dikarenakan masih kuatnya pengkultusan individu yang dilakukan massanya. Kalau massanya (PDIP) marah keadaan ini diperkirakan akan menimbulkan kekalutan bahkan bisa mengarah pada perusakan pada fasilitas umum dan tempat-tempat lainnya. Jika hal ini terjadi maka wibawa pemerintahan Mega akan luntur. Masih jelas dalam ingatan kita bagaimana pendukung Presiden Gus Dur berusaha mempertahankan posisi kepemimpinan Gus Dur dengan cara dan upaya apapun. Kejadian tersebut sem-pat membuat panik warga terutama di Jakarta dan Jawa Timur. Kenapa pendu-kung Gus Dur berusaha membela mati-matian, tidak lain disebabkan karena ku-atnya pengaruh Gus Dur sebagai seorang pemimpin °kharismatik" terutama di kalangan warga NU.

Pendukung Gus Dur tidak ingin Gus Dur digoyang terus apalagi mengarah untuk diturunkan. Belajar dari pengalaman tersebut dan untuk menghindari agar

143

kepemimpinan Mega tidak digoyang oleh lawan-lawan politiknya, sehingga dapat berjalan mulus, menurut penulis, Megawati perlu melakukan langkah-langkah yang cermat. Pertama, Mega harus bisa memperhitungkan seluruh "kekuatan politik" yang ada. Karena apa yang tengah dialami negara ini adalah "krisis berat" di segala bidang. Sejarah mencatat pada pemilu 1999 harusnya Mega menjadi Presiden, karena kurang membangun kebersamaan antara kekuatan politik mengakibatkan posisi Presiden gagal diduduki Mega. Membangun kekuatan politik yang etis dan berbudaya serta bermoral harus diciptakan oleh Mega. Kalau Megawati dapat membentuk tim ekonomi, hukurn, dan politik yang solid dengan kekuatan yang ada dapat dipastikan akan tercipta "team work" yang baik pada pemerintahannya.

Kedua, Megawati harus berani mengambil sikap tegas untuk menghambat dwifungsi TNI, ini sesuai dengan tuntutan reformasi yang tidak membolehkan TNI untuk berpolitik, jika Mega tidak bisa "merespon" tuntutan ini dikhawatirkan akan datang demo-demo menentang kehadiran TNI dalam kancah politik nasional. Dan ini berdampak pada kinerja pemerintahannya. Ketiga,

Megawati tentu memaharni bahwa tanpa stabilitas politik dan keamanan, usaha apapun akan sia-sia, sehingga perlu kondisi yang kondusif untuk mulai mem-bangun Indonesia agar keluar dari krisis ini. Agar semuanya dapat, terwujud Megawati harus menumbuhkan kepercayaan di tingkat elite politik serta masyarakat secara umum. Sudah menjadi rahasia umum bahwa politik adalah kepentingan. Bertarung di arena politik sama saja dengan bertarung untuk mewujudkan kepentingan, jadi mengutamakan kepentingan publik hendaknya menjadi tujuan utama.

Dalam hal ini Mega dituntut segera berbuat sesuatu yang memberikan keuntungan nyata bagi masyarakat. Sebab dimata masyarakat ada yang lebih "berharga" dan "berarti" yailu perbaikan ekonomi, serta masalah lainnya. Khusus masalah ekonomi kelihatanya cukup mempunyai pengaruh besar dalam ke-langsungan hidup rakyat banyak. Seandainya Mega mampu mempertahankan

144

dan memperbaiki itu semua mudah-mudahan masyarakal tidak akan resah terus dan ini akan mengurangi kekerasan dalam masyarakat, akhirnva tercipta situasi yang kondusif, dan Mega pun dapat bekerja dengan baik.

Keempat, berkaca pada kasus-kasus yang dialami pemimpin nasional terdahulu atau melihat kegagalan pemimpin dunia lainnya. Maka Mega harus bertekad dan bertaruh untuh tidak melibatkan bisnis keluarga dalam pengelolaan pemerintahannya. Sebagai contoh mantan Presiden HM Soeharto yang cenderung melibatkan bisnis keluarganya ke dalam pemerintahan dengan modal kekuasaan yang dimilikinya. Akhirnya beliau diturunkan dan sampai sekarang tetap dikecam. Lalu kepemimpinan Gus Dur. Sebelum menjadi Presiden, Gus Dur memperoleh dukungan yang sangat besar, berbagai kelompok menganggap ialah tokoh pemersatu. Tapi kenyataan yang ada sekarang, Gus Dur malah mengalami masalah yang diluar dugaan banyak orang, bahkan dihakimi telah terlibat kasus Buloggate dan Bruneigate. melalui keputusan politik bukan keputusan hukum. Contoh lain di negara Pakistan, kasus korupsi yang menimpa mantan PM Pakistan' Benazir Buto, dua kali ia naik menjadi PM Pakistan dua kali pula is dituduh terlibat korupsi sampai akhirnya ia diturunkan, dan tuduhan tersebut bukan saja diarahkan pada dirinya tapi juga pada suaminya Asif Zardari, karena sebagai anggota parlemen yang berpengaruh, suaminya sering menjadi jembatan memuluskan bisnis konglomerat dan investor asing, dalam hal ini Be-nazir tidak mampu menahan sepak terjang bisnis suaminya sehingga is terpaksa diturunkan.

Sebagai pernimpin negeri dengan berbagai corak perbedaan yang ada, Mega akan menghadapi persoalan yang serius pada pemerintahannya nanti. Seandainya kinerja pemerintahan Mega nanti tidak lebih baik dari pemerintahan Gus Dur. Tidak mustahil Mega juga akan diturunkan di tengah jalan, perlu di ingat! yang menilai kinerja Mega bukan hanya DPR tapi juga para politikus. mahasiswa, LSM-LSM yang ada serta masyarakat secara keseluruhan.

145

Apakah nanti Mega bakal jadi menduduki kursi Presiden! Atau apakah akan terjadi bola liar yang bisa menghambatnya seperti tahun 1999, serta bagaimana komitmen partai-partai politik untuk mendukung kepemimpinan Mega sampai 2004, dan bagaimana meredam kemarahan pendukung Gus Dur. Sekali lagi, semuanya masih dalam ketidakpastian.

Ke mana kita harus mengadu untuk memecahkan kemelut yang ada ini, sudah terlalu banyak waktu, tenaga, pikiran, biaya yang terkuras hanya untuk mengurus hal-hal sepele yang sebenarnya tidak perlu dipersoalkan. Kita berharap stigma bahwa negara ini tidak "aman dan nyaman" akan hilang di bawah kepemimpinan berikut. Dan kita tidak ingin berandai-andai, tapi seandainya waktu bisa ditarik kebelakang di masa negeri ini bagaikan "ratna mutu manikam" tentu negeri ini tidak akan "sekacau" ini. Dan bangsa Indonesia akan mempunyai masa depan yang lebih cerah dengan kehidupan rakyatnya yang damai. Seandainya Megawati jadi pemimpin nasional, tangan lbu kami berharap tercipta kedamaian di negeri ini. Dan apa yang dijanjikan Wapres Me-gawati tentang kemelut politik akan aman di Indonesia terhitung sejak tanggal 17 Agustus 2001 akan segera terwujud.'**

146

BAB KELIMA

BIROKRASI

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 139-146)