• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jadi Reputasi KPK Bongkar Korupsi Bisnis Indonesia, Selasa 19 April 2005

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 161-166)

Kembali masyarakat di sentakkan oleh kasus korupsi. Kali ini kasus tersebut menimpa anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mulyana W Kusumah. Mulyana diduga terlibat melakukan penyuapan kepada anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berkaitan dengan audit lembaga tersebut terhadap proyek-proyek KPU. Berkaitan dengan hal tersebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menetapkan Mulyana sebagai tersangka sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31/1999.

Publikpun langsung terkejut mendengar kasus ini. Betapa tidak, Mulyana W Kusuma merupakan publik figur yang selama ini banyak memberikan opini tentang berbagai masalah yang sedang dihadapi bangsa. Baik masalah-masalah yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, penegakan nilai-nilai demokrasi maupun masalah-masalah tentang penegakan hukum. Melihat rekam jejak dan jam terbangnya tersebut, rasanya tidak mungkin seorang Mulyana melakukan perbuatan keji tersebut. Berbicara tentang kejahatan korupsi di

162

Indonesia, memang bukan persoalan baru bagi masyarakat kita. Baik kejahatan korupsi yang dilakukan oleh pejabat, mantan pejabat, ataupun para pengusaha yang dekat dengan pejabat. Tingginya kejahatan korupsi menunjukkan bahwa

orang Indonesia sangat “gemar” untuk melakukan kejahatan tersebut. Apalagi

163

Banyak pejabat, mantan pejabat ataupun pengusaha diduga atau terlibat melakukan korupsi. Namun sayang proses hukum bagi mereka banyak yang tidak memuaskan rasa keadilan masyarakat. Kondisi ini tentu saja sangat mengenaskan bukan? Rasa keadilan terurik. Mereka yang seharusnya dapat menjadi contoh dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran ataupun hukum dalam masyarakat, malah ikut bermain dalam sebuah kejahatan bernama korupsi.

Gembar-gembor pemberantasan korupsi yang selalu dikumandangkan seolah lips services belaka. Lalu buat apa semua peraturan/UU ataupun badan-badan dan komisi pemberantasan korupsi dibentuk? Sungguh pertanyaan ini layak diajukan dan dicermati.

Pasalnya kejahatan korupsi memberikan gambaran kepada publik bahwa busuk tersebut memang sudah menjadi budaya di negeri ini. Lemahnya penegakan hukum semakin memberikan peluang bagi pelaku korupsi. Akibatnya pelakunya permisif terhadap tindakan moral. Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan terjadi berlarut-larut. Bangsa ini bisa hancur lebar akibat digerogoti korupsi.

Lihat saaja banyak negara jatuh miskin karena korupsi merajalela, seperti Meksiko, Brasil, Rusia Cina dan sebagainya. Namun demikian negara-negara tersebut mampu bangkit dengan menghukum koruptor dengan hukuman yang tegas.

Dinegara manapun, tentu saja kejahatan korupsi ini amat menakutkan, mengingat praktek bisnis kotor itu mengambil hak-hak rakyat. Negara pun sangat dirugikan. Dalam masyarakat yang tingkat korupsinya sudah parah seperti Indonesia, hukuman yang setengah-tengah jelas sudah tidak mempan lagi untuk memberantas korupsi.

164 Menjadi Sia-Sia

Kedepan hendaknya upaya-upaya hukum bagi pelaku korupsi dibatasi sedemikian rupa. Sehingga hukuman pengadilan tingkat pertama tidak menjadi sia-sia di keluarkan. Selama ini banyak pelaku korupsi yang telah dijatuhi hukuman oleh hakim pengadilan tingkat pertama, namun hukuman tersebut dapat berubah pada pengadilan tingkat banding dengan pembebasan para terdakwanya.

Karena itu, pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan menjatuhkan

hukuman yang “ekstra keras” kepada para sang koruptor. Bila perlu dengan

hukuman mati. Ini harus dilakukan. Mengingat di Indonesia, naluri manusianya untuk mengumpulkan harta kekayaan dengan cara yang tidak wajar semakin meningkat. Bahkan dari waktu-kewaktu jumlah pelakunya semakin banyak.

Mereka para koruptor tetap saja bersemangat untuk melakukan korupsi. Kenapa hal ini terus saja terjadi? Karena mereka pelaku korupsi tidak disentuh dengan hukum yang tegas. Kalaupun di ajukan kemeja hijau paling-paling hukumannya beberapa bulan atau beberapa tahun saja, bahkan ada yang bebas sama sekali, baik pada pengadilan pertama atau pada pengadilan banding. Penjatuhan hukuman seperti ini membuat rakyat muak terhadap penegakan hukum kejahatan korupsi.

Agar kedepan penegakan hukum kasus korupsi benar-benar dapat memenuhi rasa keadilan publik, maka, pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan sikap tegas. Ini hanya bisa dilakukan apabila orang yang memberantasnya tidak terlibat atau memiliki kecendrungan untuk melakukan korupsi. Selain itu, pemberantasan korupsi hanya akan bisa dilakukan apabila pemerintah khususnya aparat hukum mempunyai mental yang tangguh dan kebaranian. Tidak gampang disogok dan di iming-imingi dengan berapapun banyaknya uang yang ditawarkan.

165

Mencermati kasus Mulyana W Kusumah saat ini, kita masyarakat tentu berharap bahwa proses hukum dapat berjalan dengan jujur dan fair sesuai dengan yang sebenarnya. Jika Mulyana benar terbukti menyuap anggota BPK maka hukum bagi Mulyana harus ditegakkan. Namun jika Mulyana tidak terbukti melakukan penyuapan maka nama baiknya harus dipulihkan dan proses hukum bagi yang menyebarkan fitnah bagi Mulyana harus dilakukan.

Bagi anggota KPU yang lain. KPK hendaknya juga harus lebih bekerja keras untuk memeriksa. KPK tentu tidak perlu takut, sebab KPK memiliki wewenang yang sangat luar biasa disamping institusi-institusi penegak hukum lainnya dalam melakukan penyelidikan maupun penyidikan. Kasus Mulyana seharusnya menjadi ujung tombak bagi KPK untuk membongkar dugaan korupsi yang ada di KPU. Jika memang ada anggota KPU lain yang terlibat, mereka harus diberhentikan dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Dan kedepan sungguh sangat perlu dipertanyakan, masihkah keberadaan KPU diperlukan?

Yang jelas, korupsi di Indonesia memang “bukan dongeng” melainkan

adalah “fakta” yang ada di depan mata. Korupsi menjadi kegemaran mutlak

hampir setiap orang. Apakah Mulyana benar-benar akan terbukti melakukan penyuapan. Atau apakah ia hanya korban jebakan atau konspirasi orang-orang yang tidak bertanggung jawab sebagaimana yang di tudingkan banyak kalangan selama ini? Semua ini akan terjawab dengan proses hukum yang benar dan bersih.

166

BAB KEENAM

DINAMIKA PELAKSANAAN

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 161-166)