• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Partai Politik Pascakongres

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 50-55)

51 SUARA KARYA, 24 Mai 2005

Sejumlah partai politik telah sukses melaksanakan kongres atau pertemuan tingkat nasional untuk memilih dan membentuk kepengurusan baru. Partai-partai tersebut, antara lain Partai Golkar, PDIP, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan terakhir Partai Demokrat (PD). Terlepas dengan masih adanya kemelut intern di tubuh parpol-parpol tertentu yang hingga kini masih tak terselesaikan, sejumlah parpol toh berhasil memilih pemimpin dan pengurus baru untuk masa pengabdian lima tahun mendatang.

Sebagai institusi tertinggi untuk mengambil keputusan, termasuk keputusan tentang siapa figur yang layak memimpin partai, parpol-parpol akhirnya sukses melaksanakan perhelatan kongres ataupun muktamar kendati masih adanya gejolak perpecahan di sana-sini. Namun ada suatu hal yang menarik untuk dicermati dalam pertumbuhan partai. Enam tahun setelah reformasi digulirkan, belum banyak kemajuan berarti yang dicapai partai-partai politik.

Bahkan sering kita lihat adanya perpecahan dalam tubuh sejumlah partai. Hal ini menyebabkan logika politik yang demokratis seakan tidak berjalan sebagaimana tuntutan ideal yang dikehendaki oleh rakyat. Lihat saja, proses politik berubah menjadi arena adu urat leher, arena saling menjatuhkan. Bahkan banyak pengurus partai yang tidak terpilih, lantas membuat partai tandingan. Kondisi tersebut tentu saja semakin memperlihatkan kepada kita bahwa partai politik telah gagal menghadirkan kehidupan yang demokratisasi di tengah rakyat.

Gagalnya partai politik membangun kehidupan yang demokratis merupakan tindak lanjut dari gagalnya partai memberikan jaminan terciptanya kehidupan rakyat yang lebih baik selama ini. Ini akibat ulah elite sejumlah partai yang tampaknya masih disibukkan dengan ambisinya untuk mengapai kekuasaan, baik di kepengurusan partai maupun di legislatif. Gagalnya partai politik

52

memenuhi tuntutan demokrasi tersebut juga terlihat dengan sering terjadinya kekerasan dalam tubuh partai, baik ketika melaksanakan kongres, munas atau pada saat orang partai melaksanakan rapat-rapat di gedung dewan yang terhormat. Kondisi ini oleh sebagian kalangan bahkan sudah dianggap lazim, sebab tradisi kepartaian di negara kita memang masih belum bisa dilepaskan dari tradisi kekerasan, saling hujat, dan saling jatuh-menjatuhkan. Yang jelas, kejadian-kejadian tersebut tentu saja patut disayangkan, karena elite partai adalah orang-orang pintar yang terpelajar, dan bukan para 'preman'. Jadi, sudah seharusnyalah peristiwa-peristiwa macam itu perlu dihindari.

Kongres dan Aspirasi Rakyat

Menyimak berakhirnya pelaksanaan kongres beberapa partai belakangan ini, maka terlihat, terlalu sedikit partai politik yang membicarakan konsep, platform ataupun, sosialisasi program-program serta konsolidasi partai dalam menjalin komunikasi politik dengan massa pendukungnya. Padahal, bukankah akan lebih baik bila setelah kongres, partai-partai selain membicarakan masalah kepengurusan partai, juga sepantasnya mencermati aspirasi rakyat dan mengambil sebuah keputusan yang nantinya benar-benar bermanfaat bagi kehidupan rakyat? Sebut saja, misalnya, mengupayakan bantuan sosial untuk membantu meringankan penderitaan rakyat yang terkena musibah bencana alam pasca gempa bumi dan gelombang tsunami Aceh dan P Nias. Saat ini tidak dapat dipungkiri masih banyak rakyat yang terkena bencana alam hidup dalam penderitaan, sementara elite partai hanya diam saja, cenderung tidak berupaya mengatasi persoalan ini. Aneh memang, padahal kalau kita mau jujur, sebetulnya rakyat sangat menaruh harapan yang cukup besar terhadap kehadiran partai politik, terutama sekali setelah sebuah partai melakukan pembaruan atau perubahan kepengurusan.

Tingginya harapan rakyat tersebut tentu saja bertujuan sebagai wahana untuk mengartikulasikan kepentingan rakyat. Karena, partailah yang dapat

53

menyalurkan aspirasi rakyat untuk melakukan perubahan-perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik. Di samping itu, selama ini keberadaan partai politik juga masih disibukkan dengan fenomena saling memperebutkan kepentingan politik kelompok dan golongan masing-masing. Elite partai kurang memperhatikan kepentingan rakyat yang sesungguhnya. Pertanyaan pun menggelitik, buat apa semua klaim para tokoh partai yang menyatakan bahwa kehadiran partai sebagai penyambung suara rakyat? Sementara faktanya para elite parpol tidak pernah mempraktikkan mekanisme penyaluran aspirasi rakyat secara lebih terukur, terarah dan jelas.

Belum terpenuhinya segenap aspirasi rakyat oleh partai politik sesungguhnya sangat mudah dilihat. Lihat saja, wakil-wakil rakyat dari berbagai partai politik mengalami berbagai kesulitan dalam menuntaskan benang kusut seluruh persoalan bangsa. Bukankah, masalah yang sangat serius seperti masalah disintegrasi bangsa, pengangguran, kemiskinan, pendidikan, dan bahkan masalah korupsi seharusnya menjadi "pekerjaan rumah" (PR) bagi para wakil rakyat dari berbagai partai politik tersebut?

Seharusnya partai politik bersama dengan pemerintah berupaya keras mencarikan solusi yang baik dan jitu untuk mengatasi seluruh persoalan bangsa tersebut. Harus dihindari partai-partai politik tertentu terjebak dengan politik yang cenderung mengarah kepada perebutan kekuasaan semata.

Untuk dapat merealisasikan bagi terwujudnya cita-cita di atas, sudah saatnya perhatian tentang aspirasi rakyat sesudah penyelenggaraan kongres, muktamar ataupun munas dapat dijadikan agenda penting. Ini mengingat bahwa masalah kemiskinan, pengangguran, disintegrasi bangsa merupakan masalah utama yang selalu saja menjadi tuntutan rakyat agar secepatnya dapat diselesaikan oleh partai dan pemerintah. Dari situlah, keberadaan sebuah partai sebagai instrumen politik semakin dituntut untuk memberikan konstribusi konkret pada masalah-masalah nasional yang semakin kompleks dan beragam, dewasa ini.

54

Dalam konteks ini, partai-partai politik dituntut untuk menjadi penyalur aspirasi rakyat secara maksimal. Ke depan, hendaknya putusan-putusan yang telah dihasilkan dalam kongres, muktamar atau munas harus dapat memberikan dampak yang positif bagi kelangsungan hidup rakyat. Sejatinya, partai sebagai salah satu pilar aspirasi rakyat hendaknya mampu menjadi tumpuan harapan bagi rakyat terutama rakyat menengah ke bawah untuk bisa lepas dari penderitaan.

Catatan Penutup

Mencermati hal di atas, maka salah satu bahan evaluasi yang penting dalam konteks ini adalah sejauh mana berbagai partai politik mampu melakukan kontak atau komunikasi politik dengan rakyat setelah kongres, muktamar atau munas berlangsung. Harus dihindari, partai-partai terlalu memfokuskan diri terus pada masalah kekuasaan dengan meributkan hal-hal yang sepele. Sudah saatnya partai perlu memikirkan nasib rakyat secara serius. Sudah saatnya partai-partai benar-benar memperhatikan aspirasi sesuai harapan rakyat. Untuk itulah, peran partai sebagai wahana untuk memperjuangkan tercapainya kesejahteraan rakyat harus dapat dimainkan dengan cepat dan tepat sasaran. Partai harus memiliki kejelian terhadap apa yang dirasakan rakyat di dimana pun rakyat berada.

Jika hal ini benar-benar dapat diagendakan maka keberadaan sebuah partai dapat memberikan arti yang positif bagi pembangunan kehidupan rakyat. Dan, hal itu bisa berimbas bagi terciptanya stabilitas politik ataupun ekonomi yang kondusif. Namun jika hal ini tidak dikedepankan, bukan tidak mungkin, sebuah partai akan tinggal nama karena akan ditinggal pergi oleh para pendukungnya. Kita tentu tidak menginginkan hal itu terjadi, bukan? Bagaimanapun kehadiran sebuah partai politik sangat dibutuhkan dalam sebuah negara demokrasi demi terciptanya kehidupan politik yang lebih baik. Semoga. ***

55

6

Menunggu Aksi Partai Pascakongres

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 50-55)