• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK KOLONIALISASI PADA KARAKTER TOKOH DALAM NOVEL CANTIK ITU LUKA KARYA EKA KURNIAWAN

Azrul Iziani Majid

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Malang zyanmj18@gmail.com

Abstrak

Karya sastra merupakan representasi dari kehidupan sosial. Novel Cantik itu Luka sangat menarik untuk dikaji karena di dalamnya bercerita tentang kehidupan masyarakat jajahan hingga pasca jajahan. Dalam setiap jajahan, pasti meninggalkan dampak tersendiri bagi masyarakat jajahan, sehingga dalam novel ini terdapat dampak jajahan atau dampak kolonialisasi terhadap karakter tokoh.Dampak tersebut berupa dampak negatif dan juga dampak positif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) Dampak positif kolonialisasi terhadap karakter tokoh dalam novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan, (2) Dampak negatif kolonialisasi terhadap karakter tokoh dalam novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data yang diambil berupa bagian paragraf, kalimat, dialog dan monolog yang menunjukkan karakter tokoh sebagai dampak dari kolonialisasi. Sumber data yakni novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode eksplorasi dengan langkah-langkah membaca, mencatat dan mengidentifikasi. Teknik analisis data dilakukan dengan cara interpretasi, analisis data dan menyimpulkan. Hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan (1) dampak positif dari kolonialisasi pada karakter tokoh dalam

Cantik itu Luka berupa karakter berani, rela berkorban dan gotong royong (2) dampak negatifnya berupa karakter semena-mena dan foya-foya.

Kata kunci: dampak, kolonialisasi, karakter

PENDAHULUAN

Sastra merupakan cerminan masyarakat.Di dalam semua genre sastra terdapat cerita kehidupan masyarakat, entah itu dalam prosa yang termasuk di dalamnya novel, puisi dan drama. Sastra tidak dapat dipisahkan dari realitas sosial seperti yang diungkapkan Sugiarti (2014b:302) bahwa sastra menyatu dengan realitas sosial sesuai dengan kehendak pengarang. Pengarang memiliki caranya sendiri dalam menggambarkan realita dalam karya sastra. Hal ini terkait dengan teori kreasinya Aristoteles bahwa mimesis yang dilakukan para seniman tidak berarti semata mata menjiplak kenyataan, melainkan merupakan sebuah proses kreatif (via Luxemburg dkk dalam Wiyatmi, 2013: 15).

Hal tersebut sejalan dengan Sugiarti (2016:101) yang menambahkan bahwa dalam proses kreatif pengarang selalumelihat realitas sosial sebagai sumberinspirasi yang cukup penting. Kepekaanpengarang dalam melihat realitas kehidupan sebagai bahan penciptaan karya sastramenjadikan karya tersebut hidup dan menyatu dengan realitas kehidupan yang sesungguhnya. Karya sastra merupakan hasil proses kreatif pengarang dalam merespon realitas kehidupan dalam rangkamenghadirkan dunia baru yang berbeda dengan dunia sebagaimana adanya. Pengarang memiliki cara tersendiri dalam menggambarkan realita dalam bentuk karya sastra. Pandangan atau pemikiran pengarang akan mewarnai realitas

32

peristiwa yang dihadirkan dalam karya. Demikian pula pengarang dalam melakukan proses kreatif akan dipengaruhi sesuatu yang mempribadi dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak salah jika pengarang dalam mengungkapkan proses kreatif dalam bentuk novel telah mampu menghasilkan sesuatu yang lengkap dan menyeluruh atas peristiwa yang terjadi dalam masyarakat (Sugiarti, 2014a: 303)

Pengarang sebagai penghasil karya sastra tentunya memiliki subjek kolektif dalam menyampaikan pesan melalui karya sastra.Di samping harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan serta bertendensi. Oleh karena karya sastra dibangun atas dasar rekaan, dienergisasikan oleh imajinasi sehingga berhasil untuk mengevokasi kenyataan-kenyataan (Ratna dalam Sugiarti, 2014c: 103).

Salah satu realitas kehidupan yang pernah terjadi di Indonesia yakni penjajahan.Tidak tanggung-tanggung Indonesia pernah dijajah selama tiga setengah abad atau sekitar 350 tahun (Ratna, 2008: 16).Secara historis kolonialisme di Indonesia, sekaligus dengan hegemoni politik dan ekonomi beserta sistem eksploitasinya telah terjadi sejak awal abad ke-17. Hegemoni dan sistem tersebut membawa perubahan dalam berbagai bidang, seperti: sistem birokrasi, industrialisasi, transportasi, edukasi, komunikasi dan berbagai bentuk hubungan sosial lainya. Perubahan inilah yang membawa dampak psikologis berupa kesadaran berbangsa dan bertanah air, yaitu nasionalisme itu sendiri (Ratna, 2008: 10).Selain itu Ratna juga menambahkan bahwa Nasionalisme itu dapat diwujudkan melalui berbagai cara, salah satunya pengarang yang menyajikannya dalam bentuk genre sastra(Ratna, 2008:12). Dari situ kemudian pengarang mulai memunculkan karangan-karangan yang berlatar sejarah Indonesia, khususnya masa penjajahan atau kolonialisme

Kolonialisme, berasal dari kata colonia (Latin/Romawi), yang berarti kumpulan, perkampungan, masyarakat di perantauan. Jadi, secara etimologis kolonial tidak mengandung arti penjajahan, melainkan hanya semacam wilayah, namun konotasi negatif timbul sesudah terjadi hegemoni, sekaligus eksploitasi salah satu negara terhadaap wilayah lainnya. Kolonialisme yang demikian menyangkut berbagai masalah, berkaitan dengan dominasi yang dilakukan oleh suatu negara terhadap wilayah lain yang lebih lemah (Ratna, 2008: 20). Selaras dengan pernyataan bahwa kolonialisme dalam penjelasan istilahnya dihubungkan denganpenaklukan dan penguasan wilayah dari penduduk asli oleh pendatang (Loomba dalam Machmudah, 2015: 11).

Kolonialisme juga perlu dipahami sebagai sebuah penataan dalam bentukseparasi ras dan etnis (Bosma dan Raben dalam Machmudah, 2015:11).Seperti yang diungkap olehFanon, kolonialisme merupakan suatu promosi dan usaha-usaha untukmenegaskan adanya nilai dominasi dari jenis budaya tertentu (Fanon dalam Machmudah,2015: 11). Nilai dominan ini secara langsung diambil berdasarkan pelapisan komposisiras dan etnis, serta umumnya diukur berdasarkan cara pandang Barat (Eropa) sebagai nilai yang paling luhur

Penjajahan yang begitu lama dilakukan pasti akan berdampak sangat besar kepada masyarakat jajahannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak tersebut dapat terjadi ketika penjajahan berlangsung maupun pascajajahan hingga sudah merdeka sekalipun. Dampak jajahan tersebut dapat menyerang berbagai aspek baik pendidikan, sosial, ekonomi budaya bahkan kepada karakter pribadi sesorang.

Karakter berasal dari kata dalam bahasa Latin, yaitu“kharakter,” “kharassein,” dan “kharax,” yang memiliki makna “tool formarking,” “to engrave,” dan “pointed stake.”Pada abad ke-14 kata ini mulaibanyak digunakan ke dalam bahasa Prancis sebagai

“caractere”.Ketika masuknke dalam bahasa Inggris, kata “caractere” berubah menjadi

“character.”Selanjutnya, dalam bahasa Indonesia kata “character” ini menjadi “karakter” (Fitriah, 2013: 19-20). Hal ini dipertegas dengan pernyataan Zuhry bahwa makna karakter itu

33

sendiri berarti to mark atau menandai dan memfokuskan pada aplikasi nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidakjujur, kejam, rakus dan berperilaku jelek dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek. Sebaliknya orang yang berperilaku sesuai dengan kaidahmoral dinamakan berkarakter mulia (Zuhry, 2011:292).

Hal tersebut dipertegas dengan pernyataan Lickona bahwa “Character ishaving the right stuff” (Lickona dalam Masruri, 2016: 18).Karakter terdiri atas nilai-nilai kebajikanyang digunakan sebagai pedoman dalamberperilaku.Karakter sebagai kepribadianyang terbentukdarikebajikan digunakansebagai landasan dalam berpikir, bersikap,dan bertindak. Apabila kebajikan digunakan dalam segala hal, maka tindakan tidakakan melanggar norma atau aturan. Sebaliknya, penyimpangan kebajikan akanmemunculkan tindakan yang cenderungmelanggar aturan sehingga mengantarkanpada kehidupan yang tidak tertib dantidak terkendali.

Di dalam sebuah novel pasti salah satu unsur pembangunnya terdapat tokoh, dan setiap tokoh akan mempunyai karakter atau watak seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Karakter tokoh merupakan sikap paratokoh yang digambarkan oleh pengarangdalam suatu hasil karya sastra.Karakter tokoh merupakan halyang tidak boleh lepas dari sebuah hasilkarya, karena tanpa ada penggambarantentang karakter tokoh sebuah hasil karyatidak akan diminati pembaca (Septia, 2014: 1).

Novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan merupakan salah novel yang berlatar sejarah kolonialisasi di Indonesia.Di dalamnya bercerita tentang kehidupan masyarakat saat penjajahan maupun pascajajahan.Dalam novel tersebut karakter tokoh-tokohnya sangat dipengaruhi oleh penjajah yang telah lama menjajah tanah mereka.Hal ini seperti yang diungkapkan Zuhry bahwa karakter dianggap sama dengan kepribadian, yang mana kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang, yangbersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungannya, misalnya pengaruh keluarga pada masa kecil dan bawan seseorang sejak lahir (Zuhry, 2011:292). Dalam hal ini karakter tokoh dalam novel Cantik itu Lukamerupakan bentukan dari kolonialisme. Dengan kata lain karakter-karakter tersebut merupakan salah satu wujud dampak dari kolonialisme.

Dampak dari kolonialisme biasanya tidak begitu baik. Hal itu bisa dilihat dari dampak kolonialisasi di Indonesia terhadap berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan yang sangat dibatasi karena mereka tahu pemberontakan atau perlawanan berawal dari tahu dan tahu berasal dari pendidikan, yang mengakibatkan hampir 93% dari 60 juta penduduk masih buta huruf (Ratna, 2008: 14). Selain dalam bidang pendidikan juga dalam bidang ekonomi dan kehidupan sehari-hari. Dalam bidang ekonomi tentu penjajah mendudukkan posisinya lebih tinggi dari pribumi yang implikasinya pada perbedaan gaji, jangankan perbedaan gaji, ada tanam paksa, romusa dan lain sebagainya yang membuat pribumi bekerja tanpa diberi upah baik makan atau apapun. Kehidupan sehari-hari yang membedakan kulit hitam dan putih, pembunuhan dan pengasingan ribuan pejuang, ikut campur dalam berbagai urusan politik dan lain sebagainya (Ratna, 2008: 12, 14 dan 15).

Dari sekian dampak negatif kolonialisme dalam berbagai aspek kehidupan tersebut, akan berbeda dalam aspek karakter. Tidak selamanya dampak kolonialisme negatif, namun juga ada dampak positifnya.Selanjutnya, yang diperlukan untuk mengungkap akibat kolonialisme seperti yang terdapat dalam novel sejarah yang fokus pada isu kolonial, adalah dengan menganalisisnya menggunakan teori postkolonial.Teori postkolonial dapat didefinisikan sebagai teori kritis yang mencoba mengungkapkan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kolonialisme (Ratna dalam Hidayati, 2008).

34

Postkolonialisme, dari akar kata “post” + kolonial + “isme,” secara harfiah berarti paham mengenai teori yang lahir sesudah zaman kolonial (Ratna, 2008: 83). Dasar semantik istilah ”postkolonial” tampaknya hanya berkaitan dengan kebudayaan-kebudayaan nasional setelah runtuhnya kekuasaan imperial. Dalam karya-karya sebelumnya, istilah postkolonial ini tak jarang juga digunakan untuk membedakan masa sebelum dan sesudah kemerdekaan (‘masa kolonial dan postkolonial’). Misalnya saja, dalam merekonstruksi sejarah-sejarah kesusastraan nasional atau memaparkan kajian-kajian perbandingan antar tahapan-tahapan dalam sejarah-sejarah tersebut. Secara umum, meski istilah ‘kolonial’ telah digunakan untuk menyebut masa prakemerdekaan dan sebagai istilah untuk menggambarkan karya-karya nasional, seperti ‘tulisan Kanada modern’ atau kesusastraan India Barat kontemporer, istilah tersebut juga dipakai untuk menyebut masa setelah kemerdekaan (Hidayati, 2008)

Menurut Sardar dan Loondalam (Ratna, 2008: 90-91), bahwa prefiks ”post” dalam postkolonialisme tidak secara langsung menunjuk pada pengertian ”sesudah”. Sasarannya juga bukan negara bekas jajahannya melainkan kondisi-kondisi yang ditinggalkannya (Slemon dalam Ratna, 2008: 90).Sesuai dengan pendapat Keith Foulcher dan Tony Daydalam Hidayati (2008), postkolonial mengacu pada kehidupan masyarakat pascakolonial tetapi dalam pengertian lebih luas. Sasaran postkolonialisme adalah masyarakat yang dibayang-bayangi oleh pengalaman kolonialisme. Dalam penjajahan di Indonesia misalnya, dijajah jepang 3,5 tahun saja meninggalkan bekas yang luar biasa, apalagi dijajah belanda selama 350 tahun, maka bagaimana dalam bekas itu. Oleh karena itu, peninggalan-peninggalan semacam itulah yang harus dipecahkan dalam teori postkolonialisme.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka bekas atau peninggalan kolonialisme bukan hanya dalam bentuk fisik melainkan juga dalam bentuk psikis. Dampak yang membekas pada psikis seseorang akan menjadikannya sebuah karakter baru, karakter yang terbentuk dari lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini akan mengkaji tentang Dampak Kolonialisasi Pada Karakter Tokoh dalam Novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan (Tinjauan Postkolonialisme). Dalam penelitian tersebut ditemukan dampak positif dan negatif kolonialisme pada karakter tokoh. Dampak positif berupa karakter berani, rela berkorban dan gotong royong. Sedang karakter negatifnya berupa karakter semena-mena, suka foya-foya dan egois.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode ini menggambarkan secara detail tentang hasil penelitian. Data yang diambil berupa bagian paragraf, kalimat, dialog dan monolog yang menunjukkan karakter tokoh sebagai dampak dari kolonialisasi. Sumber data yakni novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode eksplorasi dengan langkah-langkah membaca, mencatat dan mengidentifikasi. Teknik analisis data dilakukan dengan cara interpretasi, analisis data dan menyimpulkan.Pendekatan yang digunakan yakni postkolonialisme, yaitu teori yang mengkaji tentang kolonialisasi.Peneliti menggunakan pendekatan ini dikarenakan setting cerita dalam novel Cantik itu Lukaberupa kolonialisme.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam novel Cantik Itu Luka, pengarang tidak mengungkapkan secara gamblang dampak kolonialisme terhadap karakter tokoh. Namun ada, sehingga peneliti harus teliti dalam meneliti hal tersebut. Dalam hal ini peneliti menemukan dampak positif maupun

35

negatif. Dampak positif dapat berupa karakter berani, rela berkorban dan gotong royong. Sedang dampak negatif dapat berupa karakter semena-mena dan suka foya-foya.

Dampak Positif Kolonialisasi terhadap Karakter Tokoh dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan

Pada masa penjajahan, masyarakat tertindas baik lahir maupun batin. Dengan segala kesewenang-wenangan penjajah yang unggul dalam hal apapun dan membuat masyarakat tidak berdaya. Namun hal itu tidak akan berlangsung tanpa gangguan karena kemudian muncul masyarakat jajahan yang bersatu melawan penjajah. Mereka sudah tidak peduli lagi ketika mereka harus mengorbankan nyawa mereka.Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Itu waktu ketika ia masih sungguh-sungguh seorang Shodanco di daidan halimunda, di masa jepang masih menduduki pulau jawa dengan tentara keenam belasnya. Waktu ia berumur dua puluh tahun, dan sebuah ide cemerlang tiba-tiba muncul di otaknya: memberontak (Kurniawan, 2015: 135).

Salah satu tokoh yang mempunyai sikap berani tersebut yakni Shodanco, yang dengan keberaniannya ia memimpin pemberontakan terbesar di Halimunda yang saat itu masih dikuasai oleh Jepang.

Ia Shodanco paling muda di halimunda, dengan perawakan yang paling kurus. Namun hanya ia sendiri yang memperoleh panggilan shodanco dan ketika rencana pemberontakan akhirnya ditetapkan, ia memimpin sendiri gerakan tersebut (Kurniawan, 2015: 135-136).

Mereka menurunkan Hinomaru bendera Jepang dan menggantinya dengan bendera mereka sendiri (Kurniawan, 2015: 137).

”Setelah segalanya,” kata Sang Shodanco,” kita harus meninggalkan Halimunda sampai jepang kalah” (Kurniawan, 2015: 137).

Walaupun akhirnya kalah dan prajurit yang tersisa terpaksa harus bersembunyi, namun aksi Shodanco tersebut memberikan motivasi kepada masyarakat pibumi yang lain untuk berani melawan penjajah. Akhirnya bersatulah mereka yang kemudian biasa disebut sebagai gerilyawan. Gerilyawan tersebut memulai aksinya dengan menyerang secara tiba-tiba di sebuah tempat pelacuran orang belanda.

Suatu malam, Mr. Willie dan tiga orang prajurit lain memperoleh giliran untuk menjaga rumah tersebut, ketika satu serangan gerilya tentara pribumi menyerang mereka. Mereka bersenjatakan senjata rampasan dari tentara jepang, golok dan pisau dan granat tangan. Serangan mereka yang mendadak bekerja sangat efektif, mereka membunuh keempat tentara belanda itu. Mr. Willie di pancung dari belakang saat tengah berbincang dengan dewi ayu di ruang tamu, hingga kepalanya terlempar ke arah meja dan darahnya membasahi si kecil Alamanda. Satu prajurit lain ditembak di toilet saat sedang buang air, dan dua yang lainnya terbunuh di halaman (CIL, 2015: 95).

36

Jumlahnya lebih dari sepuuluh orang, dan kini mereka mengumpulkan semua tawanan tersebut. Ketika diketahui semua perempuan dan semua orang-orang belanda, mereka bertambah beringas. Beberapa di antara mereka diikat di dapur dan sebagian lagi diseret ke kamar tidur untuk diperkosa (Kurniawan, 2015: 96).

Di dalam kutipan tersebut dapat kita ketahui bagaimana gerilyawan dalam menyerang penjajah dengan sangat berani dan sadis namun dengan alat apa adanya mereka berhasil membunuh beberapa orang belanda yang bertugas dan memperkosa pelacurnya.

Selanjutnya keberanian itu muncul kembali dari tokoh yang bernama Kamerad Kliwon.Dia merupakan tokoh yang selalu berpikir tentang revolusi.Pemikirannnya tersebut sesuai dengan pemikiran Partai Komunis Indonesia, sehingga membuatnya menjadi bagian dari partai tersebut dan mulai melakukan propaganda-propaganda.Banyak hal yang dilakukan oleh Kliwon dan partainya untuk mewujudkan cita-citanya tersebut.Mulai dari mendoktrin pemikiran Marxisme ke sekolah-sekolah, menjebloskan anak-anak yang menyanyikan lagu rock dan menyita piringan hitam lagu barat yang katanya mempengaruhi mental bangsa.Semua kegiatan tersebut membuatpemerintah mulai gerah sehingga mulai menangkap, memenjarakan dan menghukum mati PKI dengan mengeksekusi mereka di depan regu tembak. Namun mereka tidak menyerah, justru melakukan perlawanan yang disebut pemberontakan PKI.Namun walaupun begitu akhirnya ia tertangkap di gubuknya setelah lama ia hanya duduk menunggu koran yang tak kunjung datang pada pemberontakan itu.

Rapat darurat memutuskan bahwa mereka akan memobilisasi massa dan melakukan demonstrasi besar-besaran. Jika pemimpin-pemimpin partai di Jakarta sunggguh-sungguh telah ditangkap, mereka akan menuntut pembebasan orang-orang itu tanpa syarat (Kurniawan, 2015: 295).

Bentrokan pertama akhirnya terjadi pada pukul satu.Lemparan batu berubah menjadi perkelahian hebat dengan senjata di tangan. Orang-orang itu, dari kedua belah pihak, membawa golok, arit, belati, pedang, samurai dan apapun yang bisa melukai serta membunuh bahkan (Kurniawan, 2015: 305).

Tapi akhirnya ia tertangkap juga. Sang shodanco yang mulai putus asa membawa pasukannya kembali ke markas partai di ujung jalan belanda itu, untuk menyisir jejaknya sedikit demi sedikit dan tiba-tiba ia melihatnya masih duduk di beranda ditemani adik iparnya sendiri, persisi sebagaimana dikatakan orang-orang yang baru saja dieksekusinya, tengah menunggu Koran (Kurniawan, 2015: 315).

“Kau ditangkap, Kamerad,” kata Sang Shodanco, “dan adik iparku yang baik, sebaiknya kau pulang,” ia melanjutkan untuk adinda (Kurniawan, 2015: 315).

“Atas dasar apa aku ditangkap?” Tanya Kamerad Kliwon (Kurniawan, 2015: 315). “Disebabkan kau menunggu koran yang tak akan pernah datang,” kata Shodanco, mencoba selera humornya yang pahit,”itu kejahatan paling berat di kota ini” (Kurniawan, 2015: 315).

37

Selain karakter berani juga terdapat karakter rela berkorban.Karakter tersebut muncul sebagai salah satu dampak dari kolonialisme tersebut. Rela berkorban ini dilakukan oleh Dewi Ayu yang merupakan orang belanda namun ia menjadi tahanan setelah kedudukan Belanda di geser oleh Jepang. Ketika itu ibu dari Olatemannya sedang sakit di penjara, dan membutuhkan obat dan juga dokter. Ketika Olameminta dokter dan obat ke kepala prajurit, dengan kurang ajar kepala prajurit meminta Ola untuk melayani nafsu bejatnya, namun Ola tidak mau. Dewi ayu sebagai teman Ola merasa tidak terima, sehinggaia mencoba kembali meminta ke prajurit itu obat dan juga dokter walaupun harus melayani nafsu bejat kepala prajurit tersebut.

“Biar kutemui sendiri,” katanya dengan geram (Kurniawan, 2015: 67).

“Aku gantikan gadis yang tadi, komandan kau tiduri aku tapi beri ibunya obat dan dokter.Dan dokter” (Kurniawan, 2015: 67).

“Obat dan dokter?” ia telah mengenal beberapa kalimat melayu. Kemarahannya menguap demi memperoleh anugerah luar biasa ini, di sore yang membosankan. Gadis ini sangat cantik, masih berumur tujuh atau delapan belas tahun, mungkin masih perawan, memberikan tubuhnya untuk seorang lelaki tua hanya untuk obat demam dan dokter (Kurniawan, 2015: 67).

Ia memperoleh obat dan dokter lima menit kemudian, seorang dokter pribumi dengan kaca mata bulat dan sikap yang lembut.ia membawanya ke sel tempat keluarga Van Rijk tinggal dan di pintu ia bertemu dengan Ola yang langsung bertanya kepadanya,” kau melakukan itu?” (Kurniawan, 2015: 68)

“Ya.”

“Oh, Tuhan”.pekik gadis itu, menangis kembali sejadi-jadinya. Dewi ayu mencoba menenangkan sementara si dokter segera masuk. “tak apa.” kata dewi ayu pada si gadis,” anggap saja aku buang tai lewat lubang depan.” Tapi masalahnya tidak sesederhana itu itu, ternyata.Si gadis Ola tak bisa mengatakannya dalam keadaan hati yang terguncang, tapi dokter segera memastikan.

“Perempuan ini sudah mati,” kata si dokter, pendek dan menyakitkan (Kurniawan, 2015: 69).

Dari kutipan di atas terihat pengorbanan yang sangat luar biasa dari seorang Dewi Ayu untuk meminta obat dan dokter saja sampai rela mengorbankan kehormatannya. Walaupun memang hasilnya sia-sia, yakni ibu dari Ola meninggal setelah ia berkorban sejauh itu.

Rela berkorban yang lain dilakukan oleh Ma Iyang. Dia rela berkorban untuk menjadi gundik orang belanda untuk meyelamatkan orang tuanya walaupun ia sudah punya kekasih yang bernama Ma Gedik.

“Kemana kau pergi?” “Kerumah tuan belanda.”

“Untuk apa? Kau tak perlu jadi jongos orang belanda.”

“Sebab jika tidak, bapak dan ibu akan jadi sarapan ajak-ajak.” “Tahukah kau bahwa akau mencintaimu?

38

Dampak positif yang ketiga yakni gotong royong atau bekerja sama. Dalam hal ini terdapat dalam kutipan dimana Dewi Ayu dan orang-orang belanda yang lain dipenjara di

Bloedenkamp. Di dalam penjara tersebut mereka harus bekerja sama agar dapat bertahan hidup, seperti membagi tugas untuk bersih-bersih tahanan, masak, guru, dokter dan sebagainya.

Untuk urusan sehari-hari, mereka mulai mengatur diri mereka dalam kelompok-kelompok kecil dengan memilih seorang kepala kelompok-kelompok.Mereka bekerja bergantian, sebab orang-orang jepang itu menuntut sel-sel harus bersih. Mereka membagi jadwal pekerjaan: memasakdi dapur umum, mengisi bak air, mencuci perkakas, membersihkan halaman, bahkan mengangkuti karung-karung beras dan ketela serta kayu bakar dan hal lainnya dari truk dalam gudang (Kurniawan, 2015: 65).

Dampak Negatif Kolonialisasi terhadap Karakter Tokoh dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan

Dampak negatif dari kolonialisasi yang pertama yakni sikap semena-mena.Dalam hal ini terdapat tokoh yang sangat semena-mena dalam melakukan sesuatu.Tokoh tersebut bernama Maman gendeng.Iamerupakan laki-laki yang pandai berkelahi dan kebal senjata.