• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER Dewi Larasetiani

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang

dewilarasetiani@gmail.com Abstrak

Karya sastra merupakan salah satu produk seni yang memiliki kepentingan untuk menyampaikan pesan baik secara tersurat maupun tersirat. Sastra tidak lepas dengan nilai-nilai pendidikan karakter di dalamnya. Persoalan nilai-nilai pendidikan karakter menjadi salah satu menu utama yang dibutuhkan. Novel Cerita Calon Arang Karya Pramoedya Ananta Toer secara nyata mampu mengeksplorasi nilai-nilai pendidikan karakter yang ditunjukan melalui tokoh Raja Erlangga ketika memimpin Negara Daha yang menarik untuk dikaji Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) nilai pendidikan karakter bertanggung jawab Raja Erlanggga dan (2) nilai pendidikan karakter berbudi luhur Raja Erlangga dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian menggunakan pendekatan sosiologi sastra dengan prinsip-prinsip metode analisis isi kualitatif untuk memahami pesan teks secara deskriptif. Sumber data berupa novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer. Data penelitian ini berwujud sekuen cerita yang memiliki relevansi dengan nilai pendidikan karakter. Teknik analisis data yaitu menganalisis, menginterpretasi, dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian dapat disimpulkan (1) Raja Erlangga memiliki karakter bertanggung jawab membantu rakyatnya yang tertimpa kesulitan dan menumpas kejahatan di Negara Daha (2) Raja Erlangga memiliki jiwa berbudi luhur yakni menjalankan amanah sebagai pemimpin.

Kata kunci: pendidikan karakter, bertanggung jawab, berbudi luhur.

PENDAHULUAN

Sastra merupakan media untuk menggambarkan realita kehidupan. Sastra mampu mewakili kisah imajinasi menjadi seolah nyata. Kenyataan-kenyataan ini dibangun pada rentetan realita yang terjadi. Novel sebagai salah satu jenis karya sastra mempunyai peran untuk mengungkap segala bentuk peristiwa yang beragam di masyarakat. Hadirnya novel memberikan kontribusi pada masyarakat sebagai bahan bacaan yang berkualitas. Bacaan yang berkualitas akan berpengaruh pada pola pikir seseorang. Hakikat adalah sebuah akar (Emzir dan Rohman, 2015:4). Layaknya karya sastra juga memiliki hakikat yang mendasar. Pencairan sebuah kakikat harus dilakukan secara mendalam untuk menemukan dasarnya sebuah hakikat. Dasarnya sebuah hakikat ialah nilai. Dengan membaca novel, seseorang dapat mengambil dan mempelajari nilai-nilai yang terkandung baik secara tersirat maupun tersurat.

Salah satu unsur intrinsik novel yang menjadi ujung tombak sebuah penggambaran alur cerita yaitu tokoh. Tokoh yang mengemban tugas untuk mewujudkan proses kreatif pengarang yang menjadikannya sebagai media proses interaksi sosial. Tokoh pada imajinasi pengarang memiliki peran yang sama dengan realita kehidupan. Tokoh juga menjalankan peran menyesuaikan dengan peranannya di masyarakat. Penyesuaian terhadap peran inilah

54

yang mampu mewujudkan proses interaksi sosial. Abrams (dalam Emzir dan Rohman, 2015: 40) mengemukakan bahwa sebuah karya sastra adalah suatu model penulisan dengan pelbagai unsur yang terkandung di dalamnya. Penggambaran potret sosial masyarakat inilah yang telah disajikan pengarang melalui tulisan berbalut seni yang menghasilkan efek sastra. Melalui medium bahasa, pengarang mampu menyajikan fenomena-fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Hal inilah yang menjadi daya tarik sebuah karya sastra, sehingga seseorang dapat memaknai sebuah peristiwa.

Pengarang dalam menciptakan karya sastra dipengaruhi oleh latar belakang yang berbeda. Nilai merupakan wujud estetik yang diperoleh dari kebudayaan masyarakatnya. Nilai-nilai yang terdapat pada karya sastra terletak pada lapis-lapis norma yang berkaitan secara erat (Pradopo, 2011:62). Persoalan kebudayaan tidak lepas dari perkembangan ilmu dan pengetahuan. Pramoedya Ananta Toer sebagai pengarang mampu mengemas dongeng menjadi rentetan peristiwa dalam novel dengan penuh kebijaksanaan dan kreatifitasan. Dongeng Cerita Calon Arangyang mulai memudar pada masyarakatnya menjadikan inspirasi pengarang untuk menulis novel Cerita Calon Arang. Usaha ini dilakukan untuk menyelamatkan ingatan akan dongeng Cerita Calon Arang. Tradisi dongeng ini harus kembali berurat akar dalam kesadaran sebjek-subjek masyarakatnya.

Mengkaji karya sastra dengan new historicisim yang menekankan pada dua aspek yaitu teks dan konteks. Teks tidak dapat dilepaskan pada unsur di luarnya. Pengarang mampu menciptakan hubungan yang harmonis antara teks dan konteksnya. Teks dan konteks dapat diibaratkan bacaan dan nilai yang terkandung. Novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer secara cermat mengungkap kepemimpinan Raja Erlangga yang bertanggung jawab dan berbudi luhur. Kepemimpinan Raja Erlangga yang tersohor pada seluruh antero negara Daha. Raja Erlangga sebagai pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah yang terjadi di negaranya.

Karya sastra dapat menggambarkan objek dan gerak berbeda dari objek dan gerak dalam dunia pengalaman langsung (Faruk, 2013: 51). Maksudnya adalah pengarang mampu menciptakan rentetan peristiwa imajinasi menjadi nyata melalui gambaran fiksi. Hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya mungkin dapat terjadi melalui proses kreatif seorang pengarang. Pengarang mampu mengemas nilai-nilai yang terdapat pada karya sastra menggunakan bingkai imajinasi. Nilai-nilai yang diperoleh seseorang dari aktifitas membaca novel dapat menjadikan hal yang bermanfaat bagi karakter seseorang.

Bahan bacaan hendaknya mencerminkan berbagai nilai-nilai baik (Abidin, 2012:51). Sudah tentu bahan bacaan yang dimaksud termasuk ke dalam bahan bacaan yang mampu menyajikan nilai karakter di dalamnya. Perbincangan mengenai pendidikan karakter ini tengah gencar dilakukan sebagai upaya penanaman nilai moral pada seseorang. Penanaman nilai ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan membaca. Ketika seseorang membaca pada hakikatnya berusaha untuk menyelam pada dasar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Proses membaca segaligus dilakukan dengan proses berpikir.

Menurut Darmiyati Zuchdi (dalam Adisusilo, 2012: 77) karakter sebagai seperangkat sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral. Karakter bagi seseorag sangat penting artinya. Karakter menentukan bagaimana cara seseorang berpikir. Cerminan berkarakter ini ditunjukan oleh cara seseorang bertindak dan mengambil keputusan. Pada karya sastra hal ini dapat dilihat pada peran yang dijalankan oleh tokoh. Tokoh memiliki peran untuk mengembangkan karakternnya pada alur cerita. Hidup tidaknya seorang tokoh dalam karya sastra bergantung pada pengemasan karakter tokoh.

Pendidikan karakter ditentukan oleh konsistensi perilaku seseorang (Fitri, 2012:21). Konsistensi pada perilaku seseorang dapat dibangun oleh latar belakang yang berbeda.

55

Perbedaan latar belakang ini mampu mencerminkan perilaku seseorang. Karakter seseorang tidak hanya dibentuk pada dunia pendidikan saja, melainkan ditanamkan pada seluruh aspek kehidupan. Karakter tidak hanya ditanamkan oleh seorang guru melainkan masyarakat luas juga ikut andil dalam hal tersebut. Semua pihak mengemban tugas yang sama yaitu untuk saling belajar dan menanamkan nilai-nilai pada diri seseorang.

Nilai-nilai yang terdapat pada karya sastra mampu membangun paradigma pada pembaca sehingga memperoleh nilai yang dimaksud. Karakter yang dibangun tokoh akan diselami oleh pembaca agar dapat memahami peristiwa yang terjadi. Pembaca akan mencari dan memahami inti sari alur cerita untuk menentukan garis besar suatu peristiwa. Pada proses inilah nilai-nilai dapat diperoleh. Menurut (Abidin, 2012: 33) pendidikan karakter harus menjadi jiwa dalam seluruh proses pendidikan, bukan menjadi benalu bagi proses pendidikan. Membangun karakter bukanlah hal yang mudah, tetapi bukan berarti hal tersebut tidak dilakukan. Banayak hal yang dapat digunakan untuk mendapatkan dan mengimplementasikan hal tersebut. Karakter positif harus dimiliki oleh seseorang, hal ini sangat membantu untuk menentukan arah dan tujuan yang diinginkan oleh seseorang.

Beberapa hal yang dapat diambil nilai pendidikan karakter bijaksana yaitu bertanggung jawab dan berbudi luhur. Salah satu indikator keberhasilan sikap bijaksana yaitu tanggung jawab terhadap setiap perbuatan (Fitri, 2012: 43). Bertanggung jawab ialah melakukan peran sesuai dengan tugasnya. Bertanggung jawab erat juga hubungannnya dengan berbudi luhur. Budi pekerti merupakan “roh” dari tata krama pergaulan (Endraswara, 2006: 9). Berbudi luhur ialah budi yang berkaitan dengan perilaku.

Nilai pendidikan karakter dalam karya sastra (novel) diungkap pengarang secara kritis bagaimana kepemipinan sebenarnya itu dijalankan. Novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer mengeksplorasi kepemimpinan yang mencakup(1) Raja Erlangga yang bertanggung jawab membantu rakyatnya yang tertimpa kesulitan dan menumpas kejahatan di Negara Daha dan (2) Raja Erlangga memiliki jiwa berbudi luhur yakni menjalankan amanah sebagai pemimpin. Kedua hal ini penting karena nilai pendidikan karakter pada tokoh Raja Erlangga akan dapat diungkap secara jelas.

METODE

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan sosiologi yang lebih memfokuskan bagaimana kepemimpinan tokoh Raja Erlangga diungkapkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi kualitatif sebagai upaya untuk menjelaskan bahwa kepemimpinan tokoh Raja Erlangga dalam novel Cerita Calon Arang

karya Pramoedya Ananta Toer mampu menggambarkan realita kehidupan pemimpin sebagaimana mestinya dengan muatan kreasi dan imajinasi pengarang. Selanjutnya, permasalahan yang dideskripsikan dalam penelitian ini meliputi (1) nilai pendidikan karakter bertanggung jawab Raja Erlanggga dan (2) nilai pendidikan karakter berbudi luhur Raja Erlangga dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer. Sumber data yaitu berupa novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer. Teknik analisis data yang digunakan yaitu menganalisis, menginterpretasi, dan menarik kesimpulan terkait dengan kepemimpinan tokoh Raja Erlangga dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer. Dengan tahapan seperti ini maka persoalan kepemimpinan tokoh Raja Erlangga dalam novel Cerita Calon Arang dapat diungkap secara jelas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sastra merupakan wujud dari realita sosial. Pada novel Cerita Calon Arang pengarang berupaya untuk menyampaikan nilai-nilai di dalamanya. Keseluruhannya disusun secara padu

56

untuk menghadirkan teks yang berkualitas. Teks yang dihadirkan memiliki kekuatan untuk menimbulkan daya tarik pembaca. Pada pembahasan ini akan mengungkap kepemimpinan tokoh Raja Erlangga yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer. Hal ini penting mengingat persolan nilai karakter merupakan bagian yang tak terpisahkan bagi kehidupan manusia. Dengan demikian nilai-nilai yang dihadirkan melalui karya sastra layak dikaji dan didalami sehingga dapat digunakan sebagai acuan seseorang untuk berperilaku.

Nilai Pendidikan Karakter Bertanggung Jawab Raja Erlanggga dalam Novel Cerita Calon ArangKarya Pramoedya Ananta Toer

Setiap orang memiliki tugas yang berbeda. Hal itu menyesuaikan dengan pran yang diembannya. Bertanggung jawab ialah salah satu peran yang harus dilakukan seseorang. Bertanggung jawab ialah memiliki kesadaran penuh akan tugas atau peran yang harus dijalankan seseorang, tak terkecuali pemimpin. Seorang pemimpin harus memiliki karakter tersebut untuk menjalankan sistem pemerintahan yang tepat. Pada keadaan yang sulit sekalipun, pemimpin pun harus tetap bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya. Hal itu sebagaimana kutipan berikut.

Tiap-tiap sore anak-anak muda berlatih keprajuritan di alun-alun. Dan ada kalanya diadakan pertandingan anatar seorang bakal perwira dengan seekor banteng yang digalakkan. Ribuan rakyat menonton pertandingan itu. Kalau bakal perwira yang menang diangkatlah ia menjadi perwira (Toer, 2003: 11).

Pengarang mampu menggambarkan suatu negara dengan keadaan sebagaimana mestinya seorang pemimpin bertindak. Menurut Luxemburg (dalam Emzir dan Rohman, 2015: 9) bahwa karya seni adalah sebuah media yang dipergunakan manusia untuk menjalin hubungan dengan dunia sekitarnya. Hubungan di masyarakat akan saling mempengaruhi. Di Negara Daha semua orang berbahagia atas kehidupannya. Negara Daha adalah negara yang damai. Hubungan tiap masyarakatnya dibangun secara kekeluargaan. Negara ini dapat sejahtera karena Raja Erlangga dapat menjadi pemimpin yang bijaksana dalam menjalankan sistem pemerintahan. Raja mampu mengelola negaranya dan mampu mensejahterakan rakyatnya. Negara mampu dikelola dengan baik. Keadaan damai negara itu mulai terusik setelah adanya teluh dari Calon Arang. Calon Arang ialah janda sakti dari dusun Girah. Melihat keadaan itu Raja tak tinggal diam. Dengan kebijaksanaannnya ia mampu mengambil sikap sebagai pemimpi yang bijaksana. Hal itu sebagaiman kutipan berikut.

Itu bukanah alasan untuk membunuh begitu banyak orang. Sedangkan membunuh seorang saja ada hukumannya, apalagi ribuan, bahkan puluhan ribu (Toer, 2003: 32). Seorang pemimpin tepatlah bersikap bijaksana dalam keadaan apapun. Salah satu indikator keberhasilan sikap bijaksana yaitu tanggung jawab terhadap setiap perbuatan (Fitri, 2012: 43). Termasuk pengambilan keputusan. Pemimpin harus mengerti apa yang terbaik untuk rakyatnya. Pemimpin harus mampu mempertimbangkan hal yang akan dia pitahkan pada rakyatnya. Raja Erlangga selalu mempertimbangkan hal yang akan dia lakukan dengan penuh pemikiran. Kemudian Raja memberi pitah pada pada prajuritnya untuk segera menindaklanjuti kejaahatan Calon Arang. Hal itu sebagaimana kutipan berikut.

57

Hari itu juga ratusan prajurit berbaris di alun-alun. Mereka ini diperintahkan pergi ke dusun Girah untuk menangkap Calon Arang (Toer, 2003: 32).

Pemimpin yang bijaksana akan dipatuhi oleh rakyatnya. Sebagaimana keputusan yang telah diambil oleh Raja Erlangga, pasukannya telah bersiap untuk menjalankan perintah. Perintah yang diberikan oleh Raja Erlangga untuk segera menumpas kejahatan Calon Arang. Kejahatan yang dilakukan Calon Arang harus ditumpaskan. Sri Baginda mengusahakan hal tersebut. Salah satu indikator keberhasilan sikap bijaksana yaitu dapat diandalkan atas suatu tindakan (Fitri, 2012: 43). Karena hal itu tidak berhasil, maka Raja Erlangga segera meminta bantuan pada Dewanya. Sri Baginda segera pergi untuk semedi. Hal itu sebagaimana kutipan berikut.

Setelah sidang dibubarkan, segera Sri Baginda Erlangga masuk ke sanggar pemujaan. Di sana baginda memuja pada dewanya agar diberi petunjuk untuk memberantas penyakit yang telah begitu banyak membunuh rakyat kerajaannya (Toer, 2003: 37). Ketika seorang pemimpin berusaha untuk menumpas kejahatan, tetapi hal itu belum berhasil. Raja Erlangga tetap berusaha untuk menyelesaikan masalah di negaranya. Sudah sepatutnya seorang pemimpin tidak mudah menyerah pada musibah yang menimpanya. Fakta kemanusiaan dapat berwujud aktivitas sosial dan politik (Faruk, 2013: 57). Aktivitas sosial itu dilakukan Raja Erlangga. Raja Erlangga memohon bantuan pada dewanya agar dapat membantunya. Usaha ini dilakukan Raja agar masalahnya segera selesai. Raja mulai gusar dengan keadaan itu. Ia tidak bisa tinggal diam dengan hal yang terus terjadi di negaranya. Hal itu sebagaimana kutipan berikut.

Dengan hati sedih ditinggalkan sanggar pemujaan itu dan seorang diri berjalan-jalan di taman. Tetapi keindahan taman itu tak menarik lagi. Lama Sri Baginda duduk diam-diam di bangku dalam taman. Kepalanya tunduk di bawah. Diatasnya burung bernyayi-nyanyi girang di dahan-dahan. Itu pun tak menarik perhatiannya lagi.

Ia berjalan lagi. Tak tahulah bahwa ia sudah berpuluh-puluh kali taman itu diedarinya. Tahu-tahu matahari sudah senyap dibalik gunung. Dengan sedihnya ia kembali masuk sanggar pemujaan. Seorang dayang menyalakan pedupaan. Bau harum ratus dan rupa memenuh ruangan. Segera sang Baginda sujud di depan Arca dewa guru. Diucapkan beberapa mantra. Tetapi dewa itu tak juga datang. Dua kali ia mencoba. Tiga kali. Empat kali. Lima kali. Tak juga berhasil (Toer, 2003: 37).

Raja Erlangga terus berusaha untuk memohon bantuan pada Dewa. Ia tak mudah menyerah terus bersujud pada dewa agar dewa dapat membantunya. Usaha yang diunjukan Raja Erlangga memperlihatnyakan sifat bijaksananya. Menurut Goldmann (dalam Faruk, 2013: 68) kesadaran yang nyata adalah kesadaran yang dimiliki individu yang ada di masyarakat. Kesadaran itu ditunjukan Raja Erlangga. Meskipun seorang pemimpin, Raja Erlangga tidak lupa bahwa Dewa selalu bersamanya. Dewa ialah penguasa alam tertinggi. Raja Erlangga terus bersujud pada Dewa, tak lelah ia melakukannya. Hal itu sebagaiman kutipan berikut.

Dengan tak setahu baginda, sudah berpuluh-puluh kali pula ia mengedari taman itu. Dana matahari pun terbit kembali di ufuk timur. Lambat-lambat ia pun menitahkan agar diadakan sidang lagi hari itu (Toer, 2003: 38).

58

Meskipun Dewa belum dapat membantu Raja Erlangga, tetapi ia tak menyerah. Semakin sedikit orang yang mempercayai Tuhan, maka semakin bebas orang mengeksplorasi dunia (Bruce, 2003: 32). Raja Erlangga tetap berharap penuh pada Dewa Agung. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalahnya di negara Daha. Dengan diadakannya sidang lagi, Raja Erlangga berharap dapat membahas masalah terkait Calon Arang bersama anggota kerajaan lainnya. Raja akan mengadakan sidang lanjutan. Hal itu sebagaiman kutipan berikut.

Pada suatu hari Sri Baginda mengadakan sidang lagi. Penuhlah bangsal persidangan. Penyakit ini disebabkan karena mantra. Karena itu balatentara tak bisa menumpaskannya. Kalau balatentara dikerahkan juga, akan buruklah akibatnya, kata Sri Baginda. Karena itu mantra harus dilawan dengan mantra. Tak ada jalan lain. Hadirin membenarkan pendapat sang Baginda. Karena itu pula, Baginda meneruskan, kami perintahkan pada semua pendeta di seluruh negara untuk turut mencari jalan yang baik (Toer, 2003: 57).

Keadaan negara Daha semakin parah. Main banyak rakyat yang meninggal dunia. Sawah dan ladang yang terbengkalai. Semak dan rumput tak terawat. Semakin banyak penyakit bertebaran. Raja Erlangga tidak tinggal diam atas hal tersebut. Setelah Raja Erlanga mengetahi penyebab ini semua, ia langsung mengambil tindakan untuk segera menumpas kejahatan teluh Calon Arang. Menurut Suseno (dalam sugiarti 2014) etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Realitas ini ditunjukan melalui perilaku tokoh Raja Erlangga. Hal itu sebagaimana kutipan berikut.

Kami perintahkan sekarang, semua pendeta yang menghadap memuja ke candi, memohon petunjuk dari dewa Agung guna mendapat obat mujarab untuk memberantas penyakit ini.

Setelah persidangan bubar, semua pendeta yang hadir pergi berbareng ke candi. Di sana mereka berbareng memohon Dewa Agung agar diberi petunjuk bagaimana cara memberantas penyakit. Juga mereka memohon agar keamanan, kesehatan, dan kemakmuran seluruh rakyat negara Daha dikembalikan sebagaimana tadi-tadinya (Toer, 2003: 57).

Pada kutipan diatas menunjukan bahwa Raja Erlangga memohon bantuan pada Pendeta-pendeta sakti untuk membantu menyelesaikan masalah di negaranya. Akhlak ppada dasarnya mengajarkan bagaimana seseorang berhubungan dengan Tuhan dan manusia (Adisusilo, 2012: 55). Raja Erlangga mimiliki sikap yang baik tidak hanya pada Dewa, tetapi juga pada manusia meskipun ia seorang Raja yang termahsyur. Raja Erlangga tidak segan untuk memohon bantuan pada Pendeta untuk memohon pada Dewa Agung. Cerminan sikap seperti inilah kebijaksanaan yang ditunjukan Raja Erlangga. Hal ini sebagai kutipan berikut.

Segera Sri Baginda Raja memerintahkan Kanduruhan. Banyak ia menasehati Kanduruan agar bersikap hormat pada Empuh Baradah dan menghadap benar-benar agar pendeta yang mulia itu segera turun tangan menghancurkan seluruh penyakit (Toer, 2003: 58).

59

Setelah semedi telah dilakukan oleh para pendeta. Munculah Dewa Guru yang memberikan petuahnya. Dewa Guru memberi petunjuk cara melawan kejahatan Calon Arang. menurut Raths (dalam Adisusilo, 2012: 58) indikator pencapaian nilai biasanya muncul dalam kesadaran, hati nurani ketika yang bersangkutan sedang menghadapi berbagai persoalan hidup. Kesadaran Raja tetap muncul pada keadaan apapun. Setelah itu Raja Erlangga tak lupa memberikan nasihat pada Kanduruhan agar menjaga sikapnya pada Empu Baradah. Raja Erlangga ialah seorang pemimpin, tapi ia tak menunjukan keangkuhan pada Empu Baradah. Raja Erlangga ialah sosok yang bijaksana, ia tak lupa memberikan petuah-petuah baik untuk prajuritnya agar negaranya aman dari kejahatan teluh Calon Arang. Setelah Kanduruhan dapat menemui Empu Baradah di Lemah Tulis, ia menceritakan keadaan negara Daha. Empu Baradah pun memberi cara untuk menumpas kejahatan Calon Arang. Cara yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu dengan menikahnya Ratu Manggali.Empu Bahulu adalah anak Empu Baradah yang akan menikahi Ratu Manggali. Empu Bahala pun bersedia melakukan hal tersebut. Hal itu sebagaimana kutipan berikut.

Sang Baginda Raja Erlangga sangat girang mendengar berita yang dilaporkan oleh Kanduruan padanya. Lenyap segala kerusuhan, kesedihan, kemarahan, dan kejengkelannya. Dengan tidak bertanguh-tangguh lagi ia memerintahkan pada Mpu Bahula untuk berangkat ke Dusun Girah melamar Ratna Manggali.

Setelah sang Baginda menghadiahkan barang-barang berharga dan uang untuk emas kawin serta upacara pernikahan, berangkatlah ke dusun Girah (Toer, 2003: 71).

Setelah itu, Baginda mempersiapkan semuanya. Salah satu indikator bertanggung jawab ialah mengerjakan tugas sesuai dengan hal yang seharusnya dilakukan (Fitri, 2012: 43).Baginda bertanggung jawab mempersiapkan kebutuhan Empu Bahula untuk segera melamar Ratna Manggali. Hal ini dilakukan agar Calon Arang mau menerima lamaran Empu Bahula untuk Ratu Manggali. Sesampainya di sana, Empu Bahulu mendapatkan sambutan yang baik oleh Calon Arang. Mereka pun menikah. Hal itu sebagaimana kutipan berikut.

Kemudian Sri Baginda Erlangga memerintahkan Perdana Menteri menyiapkan upacara untuk besok hari. Baginda akan menghadap Sang Pendeta Baradah di dusun Girah. Perdana Menteri diperintakan menyiapkan pasukan yang lengkap bersenjata serta kendaraan-kendaraan lengkap dengan panji-panji dan alat-alat kebesaran (Toer, 2003: 88).

Setelah pernikahannya, Empu Bahula menjalankan perintah Empu Baradah ia ditugaskan untuk mmbujuk istrinya mengambil kitab sakti Calon Arang. Setelah berhasil membujuk istrinya dan mendapatkan kitab itu, Empu Bahula menyerahkan pada ayahnya Empu Baradah. Setelah diterima kitab itu, Empu Baradah langsung menyelamatkan dusun Girah serta korban-korban teluh Calon Arang. Salah satu indikator bertanggung jawab ialah mengerjakan tugas sesuai dengan baik (Fitri, 2012: 43). Empu Bahula juga menunjukan sikap bertanggung jawab. Empu Bahula kemudian membawa kabar yang menyenangkan, memberitahu bahwa Calon Arang telah mati. Hal itu sebagaimana kutipan berikut.