• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA IWAN SIMATUPANG DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA

Haryadi

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Palembang

[email protected] Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang ketaatan dan penyimpangan tokoh utama dalam novel Kooong karya Iwan Simatupang terhadap nilai-nilai religius. Penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi. Desain penelitian berupa pengajuan pertanyaan, pengumpulan data, dan penginterpretasian data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat ketaatan dan penyimpangan tokoh utama. Bentuk ketaatan adalah akidah sebanyak 12 kali, syariah 8 kali, dan akhlak sebanyak 6 kali. Sedangkan bentuk penyimpangan yang dilakukan tokoh utama adalah akidah sebanyak 3 kali, syariah sebanyak 1 kali, dan tidak ada penyimpangan akhlak. Ketaatan tokoh utama terhadap pokok-pokok ajaran Islam dalam novel tersebut menunjukkan bahwa tokoh tersebut seorang muslim yang baik, yang selalu mentaati dan mengamalkan ajaran Islam, sehingga dalam hidupnya selalu diwarnai tindakan-tindakan Islami. Penyimpangan terhadap pokok-pokok ajaran Islam yang dilakukan tokoh utama dalam novel tersebut menggambarkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim tidak akan lepas dari kekilafan dan kesalahan terhadap ketentuan-ketentuan ajaran agama. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bagi seorang muslim yang taat beribadah sekalipun dapat terjerumus ke dalam lembah dosa. Lebih-lebih seorang muslim yang taraf keimanannya masih rendah akan mudah terjerumus ke dalam masalah-masalah yang dilarang agama. Dengan demikian, nilai-nali religius yang terdapat dalam novel tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa di SMA dalam menunjang pembelajaran apresiasi sastra Indonesia.

Kata kunci: nilai-nilai religius, tokoh utama, novel, pembelajaran sastra

PENDAHULUAN

Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang digemari oleh masyarakat, khususnya para siswa. Novel disukai oleh para siswa karena hasil kreativitas pengarang yang bersumber dari kehidupan manusia. Novel mengisahkan kehidupan manusia dengan berbagai masalah dan konflik di dalamnya (Wellek dan Austin Warren, 2014:275). Tokoh dalam novel yang hidup di tengah-tengah masyarakat mengalami berbagai peristiwa dan liku-liku kehidupan yang menggambarkan kehidupan nyata (Minderop, 2011:5).

Novel sebagai cerita yang bersumber pada kehidupan manusia akan mengenalkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku serta dijunjung tinggi oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembaca akan mengenal, menghayati, dan memahami nilia-nilai positif yang dapat memberikan pendidikan moral. Salah satu nilai-nilai yang dapat memberikan pendidikan moral pada pembaca yaitu nilai religius. Pengenalan dan pemahaman nilai-nilai ketuhanan, baik yang berupa ketaatan maupun penyimpangan. Secara tidak langsung nilai-nilai yang terkandung dalam novel akan menumbuhkan sikap dan budi pekerti siswa

142

yang utuh dan harmonis. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nurgiyantoro (2007:21), novel sastra menuntut aktivitas pembaca secara lebih serius, menuntut pembaca untuk “mengoperasikan” daya intelektualnya. Pembaca dituntut untuk ikut merekontruksikan duduk persoalan masalah dan hubungan antartokoh.

Untuk memahami nilai-nilai religius dalam karya novel dapat dipelajari melaui pembelajaran apresiasi sastra. Hal ini selaras dengan tujuan pembelajaran apresiasi sastra adalah mengembangkan dan menumbuhkan jiwa, sikap, dan kepribadian yang utuh dan harmonis. Dengan mempelajari apresiasi sastra, siswa juga dapat memahami nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai ketuhanan sebagai pembentuk kepribadian yang utuh. Di samping itu, menurut Tri Priyatni (2010:163), membaca novel dengan ancangan literasi kritis akan membangun kesadaran kritis pembelajar bahwa materi dan pesan-pesan dalam teks novel yang dibaca mengandung makna yang mencerminkan adanya hubungan antara kebaikan dan keburukan. Nilai-nilai ini merupakan gagasan dan ide-ide pengarang yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, sebagai pendidikan moral. Untuk mencapai tujuan ini dalam pembelajaran apresiasi sastra, guru berfungsi sebagai mediator dan fasilitator harus mampu mengupas unsur-unsur yang membangun karya sastra secara utuh dan terpadu. Maksudnya, guru dapat memadukan antara unsur intriksik dan unsur ekstrinsik, serta hubungannya dengan komponen-komponen yang lain seperti kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan, termasuk penghargaan terhadap karya sastra. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Layun Rampan (2013:vi), bahwa apresiasi sastra dapat disebutkan sebagai kemampuan menikmati, menghargai, dan menilai suatu karya sastra.

Novel Kooong karya Iwan Simatupang merupakan salah satu hasil karya fiksi yang dapat dijadikan alternatif materi ajar dalam pembelajaran apresiasi sastra, khususnya nilai-nilai religius yang terkandung dalam novel tersebut. Hal ini didasarkan pada gagasan pengarang tentang kandungan nilai-nilai Islam dan mudah dipahami. Nilai religius Islam yang terkadung dalam novel ini adalah penggambaran tokoh bernama Pak Sastro sebagai tokoh yang dihormati dan dihargai oleh sahabat dan seluruh warga di desanya. Pak Sastro telah berhasil membangun desanya menjadi desa yang subur dan makmur, serta gemar beribadah. Namun, dibalik itu, Pak Sastro telah kehilangan keyakinannya ketika tiba-tiba burung peliharannya hilang dari sangkarnya. Hal ini membuat Pak Sastro menutup diri di rumahnya dan tidak mau bergaul dengan masyarakat. Ketika Pak Sastro meninggalkan rumah dan desanya dianggap sinting. Diungkapkan oleh Mangunwijaya (1982:125) bahwa Pak Sastro menjadi manusia yang kesepian, kesunyian, terasing dari diri sendiri dan orang lain. Orang yang merasa seluruh kehidupan sebagai serba nisbi, tanpa pegangan, amoral yang tidak berarti antimoral, areligios yang tidak harus berarti antireligio. Ia muak, merasa absurd dan takut dalam kesadaran. Tuhan telah mati. Paling sedikit Tuhan yang tanpa daya, yang Cuma diam saja kalau ada musibah di kalangan para makhluk: “sesuatu” yang acuh tak acuh, semua tanpa arti, termasuk kemerdekaan yang ternyata kosong saja: serba menunggu.

METODE

Penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi. Desain penelitian berupa penentuan fokus, pengajuan pertanyaan penelitian, pengumpulan data, dan penginterpretasian data. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan struktural dan pendekatan religiusitas. Pendekatan struktural diperuntukkan untuk menganalisis alur, tema, penokohan, dan latar. Pendekatan religiusitas adalah adanya keyakinan bahwa pada umumnya manusia memiliki keyakinan berupa akidah yang lurus, hukum Islam, dan perilaku yang baik atau akhlak mulia. Dalam pendekatan religiusitas dan pendekatan struktural diperlukan teknik interpretasi yang merupakan cara untuk menjelaskan

143

teks secara sistematis dan lengkap. Interpretasi membantu pembaca untuk dapat memahami apa yang tertulis dalam teks sastra dengan sebaik-baiknya. Keharusan menggunakan interpretasi karena teks sastra tidak bisa dipahami hanya dengan sekadar membaca, tetapi mengingat bahasanya yang unik, imajinatif, bermakna ganda, dan lain-lain. Interpretasi dapat membawa pembaca untuk mengarungi dunia lain, yaitu dunia sastra yang kadangkala tak tertangkap oleh dunia nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara garis besar menurut Jauhari (2010:35—41), nilai religius Islam adalah keimanan (tauhid), norma kehidupan (fikih/syariah), dan sikap perilaku (akhlak). Berdasarkan pendapat tersebut, hasil nilai-nilai religius Islam dirangkum menjadi dua bentuk, yaitu bentuk ketaatan dan bentuk penyimpangan terhadap nilai-nilai religius Islam. Untuk lebih jelasnya tentang kedua bentuk tersebut, akan diuraikan satu per satu sebagai berikut.

Ketaatan Nilai-nilai Religius Islam

Hasil analisis bentuk ketaatan nilai-nilai religius Islam dalam novel Kooong karya Iwan Simatupang adalah sebagai berikut. Novel Kooong Karya Iwan Simatupang terdapat 26 informasi yang menunjukkan ketaatan tokoh terhadap pokok-pokok ajaran Islam. Kedua puluh enam informasi yang menunjukkan ketaatan terhadap pokok-pokok ajaran Islam itu meliputi 12 menunjukkan ketaatan terhadap akidah Islam, 8 informasi menunjukkan ketaatan terhadap syariat Islam, dan 6 informasi menunjukkan ketataan terhadap akhlak Islam.

Ketaatan tokoh terhadap pokok-pokok ajaran Islam dalam novel tersebut menunjukkan bahwa tokoh tersebut seorang muslim yang baik, yang selalu mentaati dan mengamalkan ajaran Islam, sehingga dalam hidupnya selalu diwarnai tindakan-tindakan Islami. Bentuk ketaatan tokoh dalam novel ini terlihat dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan tokoh seperti ucapan, pikiran, dan tindakan. Untuk lebih jelasnya disajikan contoh-contoh bentuk ketaatan pokok-pokok ajaran Islam di bawah ini.

Ketaatan melalui Pikiran Tokoh Utama

Ketaatan tokoh utama dalam novel Kooong karya Iwan Simatupang dalam pikiran tokoh, seperti kutipan bawah ini.

Dan sebagai manusia-manusia beragama. Tapi, dia tak dapat menanggung perasaannya, karena melihat betapa semangat beragama yang meluap-luap itu terutama disebabkan penderitaanya karena kepada Tuhan. Langgar di desa itu, tiap malam penuh. Mereka mengaji. Mendengarkan fatwa-fatwa Pak Kiai. Sesudah itu, mereka sembahyang dan berdoa bersama (Simatupang, hlm 24)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa setiap muslim mempunyai keyakinan bahwa orang yang menghidupkan langgar dan masjid untuk mengaji dan mendengarkan ceramah, maka kehidupannya akan dinaungi kebahagiaan dan ketentraman.

Ketaatan melalui Tindakan Tokoh Utama

Ketaatan melalui tindakan tokoh utama dalam novel Kooong karya Iwan Simatupang dalam pikiran tokoh, seperti kutipan bawah ini.

SETELAH selesai penguburan sederhana di pekuburan karet—yang hadir Cuma Pak Sastro, beberapa kuli kuburan—dan setelah Pak Sastro membayar upah kuli-kuli dan

144

bapak pembaca doa-doa seperlunya, dia mau jalan-jalan dan melihat-lihat Pasar Senin (Simatupang, hlm10)

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa tindakan Pak Sastro adalah melakukan kewajibannya sebagai umat Islam dan sekaligus sebagai ayah. Hal yang dilakukan adalah menguburkan anaknya. Di samping itu, Pak Sastro memberi upah bagi para penggalai kubur sebagai jasa. Selanjutnya, Pak Sastro juga memberi imbalan kepada orang yang telah memimpin doa-doa terhadap anaknya.

Ketaatan melalui Ucapan Tokoh Utama

Ketaatan melalui ucapan tokoh utama dalam novel Kooong karya Iwan Simatupang dalam pikiran tokoh, seperti kutipan bawah ini.

Ah! Barangkali dewa-dewa telah mentakdirkan dia memelihara perkutut gule ini. Bukankah dia makhluk Tuhan juga, sekalipun dia tidak mau lagi Kooong.

(Simatupang, hlm 15)

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Pak Sastro menyadari bahwa burung juga makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan dihargai keberadaannya.

Tapi, Pak Sastro tetap menolak. Katanya, supaya mereka jangan terlalu memikirkan masa datang hartanya, bila dia sudah tak ada lagi nanti. “Ajal adalah wewenang Tuhan. Jangan kuatir, juga hartaku ini nanti pasti akan dirawat Tuhan. Untuk tiap soah, Tuhan telah menyediakan jawabnya,” katanya. (Simatupang, hlm17)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Pak Sastro tidak sedikitpun khawatir tentang masa depan hartanya. Pak Sastro yakin bahwa rezeki, maut, dan ajal adalah urusan Allah, sebagai manusia sekadar menjalankan perintahnya.

PAK SASTRO juga beragama. Tapi, dia tidak dapat menanggung perasaanya, karena melihat betapa semangat beragama yang meluap-luap itu terutama disebabkan penderitaanya karena kehilangan perkutut. “Ya Allah! Alangkah besarnya percobaan yang Engkau timpakan atas pundakku ini,” katanya berkai-kali dalam hati. “Mudah-mudahan aku berhasil mengatasinya. Mudah-“Mudah-mudahan kawan-kawanku sedesa terhindar selanjutnya dari cedera.” (Simatupang, hlm 24)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Pak Sastro adalah orang yang beragama.Ketika ditimpa musibah bertambah keyakinannya. Musibah yang dialaminya adalah kehilangan seekor burung yang sangat dicintainya. Pak Sastro terus-menerus meningkatkan keinaman dan ketakwaannya dengan banyak berdoa. Bahkan kawan-kawan sedesanya didoakannya semoga musibah tidak menimpa kawan-kawannya itu.

Ah! Walaupun bagaimana, keadaan ini tidak boleh berlangsung lebih lama lagi. Dia tidak dapat membiarkan mereka nanti kecewa di dalam langgar, lalu mengambil kesimpulan yang bukan-bukan. Sedang dia, seperti juga kawan-kawan sedesanya yang lain, tahu betul Tuhan benar-benar Maha Pengasih dan Penyayang. Harapan atau doa yang tidak segera dikabulkan, tidak boleh disalahkan lempang-lempang kepada Tuhan. Bukan begitu caranya menggapai soal itu secara agama. Bila ada doa belum

145

terkabul, yang pasti adalah: Tuhan tetap Maha Pengasih dan Penyayang! Cuma saja, belum waktunya Dia meluluskan doa itu. Mengapa belum waktunya? Tentulah ada amanatNya tertentu untuk itu. Amanat, yang harus dikaji dan dihayati lebih dalam lagi oleh yang percaya dan taqwa padaNya. (Simatupang, hlm 24).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Pak Sastro dan kawan-kawannya di desa tidak pernah berputus asa walaupun doa-doanya belum dikabulkan oleh Allah SWT. Hal ini justru membuat Pak Sastro dan kawan-kawannya mengintropesksi diri barangkali masih banyak dosa-dosa yang selama ini dilakukan sehingga doa-doanya belum dikabulkan. Oleh karena itu, Pak Sastro dan kawan-kawan terus-menrus melakukan ibadah sampai doa-doanya dapat dikabulkan. Demikan pula yang telah dilakukan Pak Sastro terhadap perkututnya.

Dia tahu, perkututnya tidak apa-apa. Tapi, tak sampai hati dia membuangnya. Sebagai seorang beragama, dia lihat pada perkutut ini alasan untuk mengamalkan firman Tuhan: Kasihanilah sesamamu, terlebih yang kecil dan yang lemah.

Perkutut mahluk Tuhan juga. Di alam bebas, tentu dia lebih senang. Tapi, kemungkinan dia sewaktu-waktu bakal kena jerat.

Hidup bersama rukun dan damai, bukankah ini hikmah jagat yang diciptakan Tuhan? (Simatupang, hlm 28)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Pak Sastro selalu memohon kepada Allah SWT tercapai perdamaian dengan saling menyayangi sesama makhluk, baik kepada yang besar maupunyang kecil dan lemah. Dengan saling menyayangi sesama makhluk, maka akan terjalin kehidupan yang damai dan tenteram.

“Alangkah besar dosaku terhadap Pak Sastro!” Pikir Pak Lurah. Dan dia memeras otaknya mencari akal, bagaimana memulihkan keadaan itu. Bila tidak, dalam waktu yang tak terlalu lama, bukan saja semua harta yang dititipkan Pak Sastro akan amblas, tapi seluruh desa akan berantakan (Simatupang, hlm 38).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Pak Lurah mengakui telah berbuat dosa kepada Pak Sastro. Hal ini terjadi karena ketika Pak Sastro meninggalkan desa telah terjadi penyelewengan para warganya terhadap aset yang dititipakan kepadanya.

Manusia bercocok tanam yang tidak banyak omong, yang mengamalkan amanat nenek-moyang petani kita dengan kerja tekun, hidup jujur, jatmika dan bertaqwa kepada Tuhan Seru Sekalian Alam (Simatupang, hlm 44).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa seharusnya warga desa tetap menjalankan amanat yang ditipkan oleh Pak Sastro. Yaitu dengan kerja keras, tekun, dan jujur, serta bertakwa kepada Allah SWT agar hidupnya lebih baik.

Isteri Si jangkung makin menjerit-jerit.

“Mereka pasti mau membunuh suami saya. Ya Allah! Tolong! Toloong!” (Simatupang, hlm 55).

146

Kutipan di atas menunjukkan bahwa salah satu warganya ketakutan karena khawatire suaminya akan dibunuh oleh preman. Oleh karena itu, hanya kepala Allah tempat meminta pertolongan.

“Kita orang beragama, kek! Putus asa, adalah pantang dan haram bagi kita. Selama masih bernafas, usaha apa pun harus kita lakukan. Jika belum mengetahui apa yang harus dilakukan, tidaklah berarti kita harus berpangku tangan saja. Mari kita peras otak kita. Mari mendoa, agar setidak-tidaknya kemungkinan baik ada bagi kita. Hanya ini, kek?” (Simatupang, hlm 60).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa salah satu warganya pantang meyerah dan pantang putus asa. Putus asa adalah dosa. Oleh karena itu, hanya dengan ikhtiar atau usaha dan doa, maka semua masalah akan teratasi.

“Ya Allah! Lindungilah desa kami ini. Memang sungguh banyak gelimang desa dosa kami. Dosa, disebabkan tamak dan kenes yang disebabkan karena tidak tahu dan belum banyak belajar.” (Simatupang, hlm 64).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa salah satu warga desa Pak Sastro selalu berdoa agar desanya terhindar dari mara bahaya dan bencana.

Terlebih wanita tua pemilik warung kecil di desa kecil itu, sangat gelisah. Tiap hari ia mendo’a kepada Tuhan, semoga Pak Sastro selamat. Semoga Si Amat Kalong yang lebih dulu menemukannya. Bila pria lain yang mendahului, celakalah Pak Sastro ... (Simatupang, hlm 84).

Kutipan di atas menunjukan bahwa warganya selalu mendoakan agar Pak Sastro selamat dari berbagai macam mencana.

Menerima berarti: menyerahkan diri penuh percaya padaNya, sambil melakukan usaha-usaha sebaik mungkin. Pasrah, sambil berusaha dalam batas-batas kemampuan diri. Dan untuk melambangkan tekadnya ini, ia mengambil Si Gatut Lemu untuk dipeliharanya. (Simatupang, hlm 85)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa sebagai umat selalu melakukan ikhtiar dan doa, maka semua akan tercapai apa yang diinginkannya.

Penyimpangan Nilai-nilai Religius Islam

Hasil analisis bentuk penyimpangan nilai-nilai religius Islam dalam novel Kooong

karya Iwan Simatupang adalah sebagai berikut. Novel Kooong Karya Iwan Simatupang terdapat 4 informasi yang menunjukkan penyimpangan terhadap poko-pokok ajaran Islam. Empat informasi itu meliputi 3 informasi menunjukkan penyimpangan terhadap akidah Islam, 1 informasi menunjukkan penyimpangan terhadap syariat Islam. Sedangkan tidak terdapat penyimpangan akhlak.

Penyimpangan-penyimpangan terhadap pokok-pokok ajaran Islam yang dilakukan tokoh dalam novel tersebut menggambarkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim tidak akan lepas dari kekilafan dan kesalahan terhadap ketentuan-ketentuan ajaran agama. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bagi seorang muslim yang taat

147

beribadah sekalipun dapat terjerumus ke dalam lembah dosa. Seorang muslim yang taraf keimanannya masih rendah akan mudah terjerumus ke dalam maslah-masalah yang dilarang agama.

Penyimpangan terhadap nilai-nilai religius Islam yang dilakukan tokoh dalam novel ini dapat berupa pikiran, ucapan, dan tindakan. Untuk lebih jelasnya, disajikan beberapa contoh penyimpangan yang dilakukan tokoh Islam novel tersebut, baik dalam bentuk ucapan, pikiran, dan tindakan seperti kutipan di bawah ini.

Penyimpangan melalui Pikiran Tokoh

Pak Sastro tiba-tiba kehilangan seleranya untuk mengikutinya. Terhoyong-hoyong dia asyik dengan pikiran-pikirannya sendiri.

“Hm! Jadi Si Amat nekad. Mengapa? Apa dia sudah tak ingat lagi pada ajaran-ajaran yang diperolehnya dari guru mengaji di desa dulu? Tidakkah dia tahu, Tuhan melarang perbuatan nekad? Putus asa? Bunuh diri? (Simatupang, hlm 12)

Seorang muslim dalam menjalankan ibadah harus mempunyai keyakinan bahwa ibadahnya diterima oleh Allah SWT. Dengan ibadah itu, seorang muslim sudah terlepas dari kewajiban dan setiap ibadah yang dilakukannya akan membawa dampak kebaikan, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Namun, tidak bagi anak tokoh, ia merasa hidupnya dan ibadahnya tidak berguna, yaitu melakukan bunuh diri. Hal ini, anak tokoh melanggar larangan agam seperti bunuh diri.

Penyimpangan melalui Tindakan Tokoh

Untuk memperoleh keyakinan bahwa ibadahnya diterima, maka di samping beribadah, seorang muslim harus menghindari perbuatan yang dilarang agama bukan justru melakukannya seperti kutipan berikut.

Ah! Saya kurang percaya pada tahayul mengenai khasiat itu. Yang jelas, Si Gatut Lemu ini benar-benar kawan yang baik (Simatupang, 32)

Kutipan di atas menggambarkan sahabat tokoh masih memiliki keyakinan di luar Allah SWT, yaitu percaya kepada hal-hal yang di luar nalar.

Penyimpangan melalui Ucapan Tokoh

Kesempurnaan seorang muslim bukan hanya berkeyakinan terhadap keberadaan Allah SWT dan menjalankan perintah-Nya saja. Namun, seorang muslim juga dituntut untuk berbuat baik, mengajarkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan kepada orang lain. Seorang muslim juga harus menanamkan nilai-nilai kebenaran itu kepada sahabatnya. Perhatikan kutipan berikut ini.

Tapi, Pak Sastro tetap menolak. Katanya, supaya mereka jangan terlalu memikirkan masa datang hartanya, bila dia sudah tak ada lagi nanti. “Ajal adalah wewenang Tuhan. Jangan kuatir, juga hartaku ini nanti pasti akan dirawat Tuhan. Untuk tiap soah, Tuhan telah menyediakan jawabnya,” katanya. (Simatupang, hlm 17)

148

Ucapan tokoh yang tergambar dalam kutipan di atas mengingatkan kepada sahabatnya bahwa rezeki, jodoh, dan maut adalah ketentuan Allah SWT. Jadi, tidak perlu mengkhawatirkan tentang hartanya.

Implikasi Pembelajaran Apresiasi Sastra

Implikasi pembelajaran apresiasi sastra mencakup nilai-nilai religius Islam. Hal ini akan bermanfaat, baik bagi guru dan siswa maupun penyusun buku teks dalam menunjang pembelajaran sastra. Dalam pembelajaran bahasa dan sastra, khususnya dalam pembelajaran nilai-nilai religius Islam. Nilai-nilai religius Islam dalam novel Kooong Karya Iwan Simatupang banyak yang bersentuhan langsung dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, dalam pembelajaran apresiasi sastra, novel ini dapat dijadikan alternatif sebagai materi ajar khususnya dalam pembahasan unsur-unsur yang membangun karya sastra, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Di samping itu, bagi guru bahasa dan sastra, novel ini dapat diambil sebagai materi ajar untuk menanamkan nilai-nilai moral pada siswa, yaitu dengan mengupas kandungan nilai-nilai religiusnya sebagai pendidikan moral bagi siswa. Untuk menunjang materi ajar dalam proses belajar dan pembelajaran sastra, khususnya di SMU, maka para penyusun buku teks diharapkan dapat mempertimbangkan untuk memasukkan novel Kooong

karya Iwan Simatupang ini dalam buku teks sebagai materi ajar. Hal ini penting, mengingat kandungan materi novel ini cukup baik, khususnya dari segi nilai-nilai religiusnya.

KESIMPULAN

Dalam Novel Kooong karya Iwan Simatupang terdapat nilai-nilai relegius, yaitu ketaatan dan penyimpangan nilai-nilai relegius Islam. Baik ketaatan maupun penyimpangan yang dilakukan tokoh utama adalah yang menyangkut akidah, syariah, dan akhlak. Akidah menyangkut keyakinan atau kepercayaan kepada Tuhan. Syariah berkaitan dengan