• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN Pendidikan Karakter

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI LITERASI KARYA SASTRA

PEMBAHASAN Pendidikan Karakter

Indonesia saat ini akan menghadapi tantangan besar, yaitu desentralisasi atau otonomi daerah yang saat ini sudah dimulai, dan era globalisasi total yang akan terjadi pada tahun 2020 yang harus dilalui dan dipersiapkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Sumber daya manusia yang handal dan berkarakter merupakan akses dalam menghadapi tantangan berat itu. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas SDM harus dipikirkan secara sungguh-sungguh sejak dini. Pembangunan karakter harus di persiapkan demi moral bangsa dalam menghadapi arus globalisasi. Mengingat banyak fenomena sosial yang mengabaikan aspek moral seperti kasus korupsi, narkoba, pembunuhan, tawuran dan sebagainya yang sering dijumpai di negara Indonesia tercinta.

Menanggapi hal tersebut timbul berbagai pertanyaan yaitu; bagaimana karakter bangsa ini? Bagaimana masa depan bangsa Indonesia jika generasi penerusnya tidak memiliki karakter dan jati diri yang kuat? Bagaimana peran dan fungsi pendidikan dalam membangun karakter? Seolah-olah kejujuran telah menjadi barang langka, karakter dan jati diri telah tergadaikan. Mungkin pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan selalu muncul seiring perkembangan negara ini sebelum memiliki karakter yang kuat. Sehingga tidak menutup kemungkinan timbul kecurigaan, ketidakpercayaan, dan krisis sosial di negara ini.

Keprihatinan ini telah menjadi keprihatinan Nasional seperti pidato presiden Republik Indonesia yang disampaikan pada beberapa tahun yang lalu di Jakarta. Pembangunan karakter

(character building) amat penting. Membangun Indonesia yang berakhlak, budi pekerti dan berperilaku baik dan harus menjadi bangsa yang unggul dan memiliki peradaban yang mulia. Pemerintah juga menggalakkan pendidikan karakter dalam pembelajaran dalam tingkat pendidikan formal dan seminar-seminar seperti yang telah di lakukan kaum akademisi seperti sekarang sebagai wujud nyata dalam upaya pembangunan karakter bangsa. Dalam situasi ini pendidikan literasi karya sastra akan diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam membangun karakter bangsa.

153

Samani dan hariyanto (2013:44) pendidikan karakter didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan tuhan. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan berpikir dan kebiasaan berbuat yang dapat membantu orang-orang hidup dan bekerja sama sebagai sahabat, anggota keluarga, tetangga, masyarakat, dan bangsa berlandasan nilai-nilai etik dan ketuhanan.

Pendidikan karakter pada saat ini menjadi salah satu perhatian pemerintah, harus disambut baik dan dirumuskan secara sistematik dan komprehensif. Pendidikan karakter harus dikembangkan dalam bingkai utuh Sistem Pendidikan Nasional sebagai rujukan normatif, dirumuskan dalam sebuah kerangka pikir utuh serta berkesinambungan melibatkan aspek knowlege, feeling, loving and action. Burke (2001) pendidikan karakter merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang baik. Pendidikan karakter merupakan keniscayaan karena hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu mencapai puncak peradaban dunia. Oleh karena itu pendidikan karakter harus ditanam sejak usia kanak-kanak atau biasa yang disebut usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya.

Thomas Lickona dalam muslich (2011:36) mengungkapkan bahwa orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya. Pengertian tersebut mirip apa yang diungkapkan aristoteles bahwa karakter itu erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan, sehingga tujuan pendidikan karakter untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang bisa tercapai.

Literasi Sastra

Kebiasaan literasi merupakan kebiasaan yang dapat memperkuat generasi suatu bangsa menuju zamannya di masa depan. Kebiasaan ini sangat diperlukan untuk menumbuh kembangkan sikap apresiatif, kritis, dan solutif menghadapi segala permasalahan dan tantangan masa depan. Generasi muda perlu dibiasakan memiliki kebiasaan literasi untuk tetap melanjutkan sebuah peradaban. Literasi merupakan hal yang kompleks digunakan dalam situasi sosial, sejarah, dan kebiasaan dalam menginterpretasikan makna melalui teks.

Kegiatan literasi akan menuntut penafsiran dan interpretasi dari setiap individu. Kaitan literasi dalam bidang sastra dapat dikatakan sebagai salah satu bidang yang dapat membangun kebiasaan literasi. Dengan sastra, pengarang dapat mengungkapkan berbagai ide gagasan dan pesan moral melalui bahasa tulis. Dengan sastra, seseorang pun mampu menangkap makna melalui teks-teks sastra yang terkandung didalamnya. Hal ini telah terbukti, sudah banyak para penulis sastra (baik prosa, puisi, naskah drama) yang telah menuangkan ide, gagasan, imajinasi yang dapat dibaca dan dinikmati oleh siapapun.

Bagi bangsa yang cerdas, literasi sastra adalah sumber daya untuk mengembangkan kreasi, inovasi, dan keunggulan peradaban bangsa. Banyak nilai yang terkandung dalam karya sastra yaitu, nilai hedonik, nilai artistik, nilai etis, moral, agama, dan nilai praktis. Sehingga, sangat beralasan apabila sastra dijadikan sebagai media yang tepat untuk membangun karakter bangsa. Sastra menawarkan ruang apresiasi, ekspresi, dan kreasi dengan berbagai kemungkinan penafsiran, perenungan, dan pemaknaan. Oleh karena itu literasi sastra perlu dilakukan sejak dini sebagai upaya membangun karakter bangsa, agar kelak

154

generasi bangsa menjadi sosok yang memiliki karakter dan kepribadian yang kuat, sehingga mampu mengatasi arus global, berbagai persoalan hidup dan kehidupan dengan cara yang arif, bijaksana, matang, dan dewasa. Oleh karena itu (Sugiarti, 2011) Karakter bangsa harus diperkuat antara lain dengan bahasa dan sastra sebagai pilar penting kehidupan.

Esten (1978: 9) sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. Melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan). Karya sastra merupakan ciptaan pengarang yang ingin menyampaikan maksud untuk tujuan estetika. Sastra memiliki nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan, hingga mampu menumbuhkan kepekaan nurani pembacanya. Semakin sering membaca karya sastra, pengalaman-pengalaman baru dan unik yang belum tentu didapatkan dalam kehidupan nyata akan tersedia dalam karya sastra. Kegiatan tersebut merupakan salah satu kebiasaan literasi yang baik untuk terus dikembangkan karena akan menambah khazanah ilmu, mengembangkan wawasan, meningkatkan pengetahuan serta harkat dan martabat sebagai manusia yang berilmu dan berbudaya.

Sastra selain menciptakan budaya literasi, juga dimaksudkan untuk membangun karakter. Sastra dapat membina manusia untuk mengenal kehidupan yang bersifat multidimensi dan juga mampu membina kesanggupan rohani manusia untuk dapat mengendalikan segala segi kehidupan dan tata nilainya (Suyitno, 1986: 11).Dari sastra mereka akan belajar memahami kehidupan secara menyeluruh. Menganalisa setiap peristiwa dari sudut pandang yang berbeda-beda dan bijak dalam menyikapinya. Esensi sastra adalah kebenaran, setidaknya kejujuran. Dunia imajinasi yang ada dalam karya sastra berisi olah rasa dan olah grahita yang berasal dari realita yang di padukan dengan imajinasi yang selalu menyuarakan kebenaran. Nilai sastra tersebut dipandang mampu mengoptimalkan peran sastra dalam pembentukan karakter bangsa. Oleh karena itu literasi sastra sangat di perlukan sebagai sarana pembangun karakter bangsa dikarenakan selain menyajikan hiburan dan kesenangan, karya sastra juga memiliki misi dan maksud tersembunyi di balik peristiwa, sehingga perlu adanya penafsiran secara mendalam dalam mendapatkan maksud dan tujuan yang dibangun oleh pengarang.

Peran Sastra dalam Pembentuk Karakter

Peran sastra dalam membentuk generasi yang akan datang harus mendapat apresiasi positif dunia serta perlu di realisasikan. Peran orang tua dan guru wajib membimbing perkembangan anak ke arah yang positif agar mereka kelak menjadi anggota masyarakat yang sopan, berbudi luhur, berguna bagi kehidupan nusa dan bangsa dan kompeten. Pendidikan karakter bisa dibangun orang tua melalui dongeng dan cerita. Selanjutnya disekolah anak bisa diajarkan berbagai macam karya sastra. Salah satu untuk mencapai tujuan tersebut adalah sastra yang sesuai dengan perkembangan anak. Nilai-nilai yang terkandung didalam karya sastra akan dicerna dan diresepsi oleh anak secara tidak sadar merekonstruksi sikap dan kepribadian mereka. Selain itu karya sastra dapat merangsang kreativitas dan imajinasi serta merangsang anak berpikir kritis akan kejadian yang ada didalam karya sastra.

Sastra anak harus memperhatikan aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf sensorik, maupun pengalaman moral, dan di ekspresikan dalam bentuk bahasa dan kebahasaan yang dapat dijangkau dan dipahami oleh pembaca anak-anak. Sehingga pesan yang ada dalam sebuah karya sastra bisa di tangkap oleh pembaca anak-anak. Citraan dan metafora kehidupan yang dikisahkan harus baik dalam hal isi (emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, dan moral) maupun bentuk (kebahasaan dan cara-ara pengekspresian) dapat ditangkap dan dijangkau

155

oleh anak sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya. Dengan kata lain sastra anak adalah buku yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat penceritaan.

Menurut Noor (2011:38) sastra anak dapat menunjang perkembangan bahasa, kognitif, personalitas dan sosial anak. Sastra anak dinilai dapat membentuk karakter dengan efektif karena nilai-nilai dan moral yang terdapat dalam karya sastra tidak disampaikan secara langsung, tetapi melalui cerita dan metafora-metafora sehingga proses pendidikan berlangsung menyenangkan dan tidak menggurui. Tetapi dalam memahami makna yang tersirat dalam karya sastra, guru harus mengarahkannya dalam hal yang positif. Jangan membiarkan peserta didik bebas menafsirkan sendiri.

Sastra anak adalah sastra yang di baca atau dikonsumsi anak-anak dengan bimbingan orang tua atau guru. Sastra anak harus dirancang berdasarkan umur tertentu dan konsep yang sesuai dengan kebutuhannya. Melalui sastra, anak-anak dapat menemukan kemampuan yang mereka miliki. Glazer dalam Noor (2011: 39) peran sastra dalam membantu perkembangan sosialisasi, yaitu (1) sastra memperlihatkan pada anak-anak bahwa banyak perasaan mereka dialami oleh anak-anak yang lainnya semua itu wajar secara ilmiah; (2) sastra menjelajahi serta meneliti dari berbagai sudut pandang memberikan suatu gambaran yang lebih utuh dan bulat, memberikan dasar penanaman emosi tersebut; (3) perilaku para tokoh memperlihatkan berbagai pikiran mengenai cara-cara menggarap emosi; (4) sastra turut memperjelas bahwa seorang manusia mengalami berbagai perasaan meskipun terkadang bertentangan serta memperlihatkan konflik.

Karya sastra mengemban peran bagi kehidupan manusia, khususnya dalam masyarakat. Wibowo (2013: 38-39) mengungkapkan bahwa misi sastra meliputi: (a) karya sastra sebagai alat untuk menggerakkan pemikiran pembaca kepada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan bila ia menghadapi masalah; (b) karya sastra menjadikan dirinya sebagai suatu tempat dimana nilai kemanusiaan mendapat tempat sewajarnya dan disebarluaskan, terutama dalam kehidupan modern dan berfungsi menjadi pengimbang sains dan teknologi; (c) karya sastra sebagai penerus tradisi suatu bangsa kepada masyarakat sezamannya. Misi sastra tersebut amat penting karena dalam sastra banyak mengandung nilai, norma hidup dan kehidupan serta keindahan.

Pemanfaat secara ekspresif karya sastra sebagai media pendidikan karakter dapat ditempuh melalui jalan mengelola emosi, perasaan, semangat, pemikiran, ide, gagasan dan pandangan siswa ke dalam bentuk kreativitas menulis karya sastra dan bermain drama. Karya sastra yang dipilih sebagai bahan ajar adalah karya sastra yang berkualitas, yakni karya sastra yang baik secara estetis dan etis, sehingga karya sastra tersebut bisa mendidik dan memberikan nilai-nilai moral, etika, sosial yang baik dan berguna sebagai fondasi sebelum terjun dalam masyarakat. Oleh karena itu, karya sastra dapat dijadikan sarana strategis untuk menanam, memupuk, dan mengembangkan nilai yang ingin diwariskan kepada anak yang bertujuan untuk membentuk karakter.

KESIMPULAN

Pendidikan karakter merupakan usaha untuk menciptakan peserta didik memiliki kepribadian yang luhur, kepribadian yang tinggi dan mempunyai identitas diri sebagai manusia yang terdidik yang harus secepatnya terealiasasi. Dalam membangun pendidikan karakter diperlukan kebiasaan literasi yang tekun karena kebiasaan literasi dapat memperkuat generasi suatu bangsa menuju dunia yang mulai di jajah globalisasi dan multidimensi di masa depan. Kebiasaan ini sangat diperlukan untuk menumbuh kembangkan sikap apresiatif, kritis, dan solutif menghadapi segala permasalahan dan tantangan masa depan.

156

Literasi sastra adalah sumber daya yang memberikan manfaat ganda, yaitu untuk mengembangkan kreasi, inovasi, dan keunggulan peradaban bangsa selain itu dalam karya sastra banyak nilai yang terkandung yaitu, nilai hedonik, nilai artistik, nilai etis, moral, agama, dan nilai praktis yang bisa diserap. Sehingga, sangat beralasan apabila sastra dijadikan sebagai media yang tepat untuk membangun karakter bangsa. Sastra menawarkan ruang apresiasi, ekspresi, dan kreasi dengan berbagai kemungkinan penafsiran, perenungan, dan pemaknaan. Oleh karena itu literasi sastra perlu dilakukan sejak dini sebagai upaya membangun karakter bangsa, agar kelak generasi bangsa menjadi tonggak penopang yang memiliki karakter dan kepribadian yang tangguh, sehingga mampu mengatasi arus global, berbagai persoalan hidup dan kehidupan dengan cara yang arif, bijaksana, matang, dan dewasa. Sehingga tercipta bangsa yang harmoni antara manusia dengan sesama, manusia dengan alam, dengan dirinya sendiri dan hubungan manusia dengan Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: PT Angkasa. Fananie, Zainuddin. (2000). Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Noor M. Rohiman. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Jogjakarta: Arruz Media. Ratna, I Nyoman Kutha. 2006. Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan

Fakta.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiarti, 2011. Kontribusi Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa. Didaktik. Majalah Mahasiswa FKIP UMM.

Suyitno. 1986. Sastra Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: PT Hanindita.

157