• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN Analisis Kontekstual

BAGI PEMBINAAN KARAKTER BANGSA Didi Yulistio

HASIL PENELITIAN Analisis Kontekstual

Analisis kontekstual syair lagu daerah Bengkulu merupakan bentuk analisis wacana yang bertumpu pada teks berupa syair lagu atau mengkaji unsur pembangun teks/wacana yang berasal dari luar (eksternal). Analisis kontekstual, mencakup konteks kultural dan konteks situasi. Konteks kultural sebagai dasar pemahaman makna teks melalui prinsip interpretasi (penafsiran) dan prinsip analogi. Prinsip penafsiran, meliputi (a) penafsiran personal, (b) penafsiran lokasional dan (c) penafsiran temporal serta (d) prinsip analogi. Pada konteks situasi (pemakaian bahasa) terdapat empat jenis, yakni (a) konteks fisik, (b) konteks epistemis, (c) konteks linguistik, dan (d) konteks sosial. Untuk keperluan analisis, digunakan pengkodean terhadap judul lagu (kode A) Bekatak kurak kariak dan untuk menyatakan baris syair lagu dengan kode 01 (baris pertama), 02 (baris kedua), dan seterusnya sampai dengan baris terakhir tiap lagu. Untuk itu, berikut ini disajikan teks atau syair lagu kode A (Bekatak kurak kariak) secara utuh dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia agar memudahkan pembaca dalam memahaminya.

78

02. Nyemuni di ghupun seghai (Sembunyi di rumpun serai) 03. Katau kakak ai mela baliak (Kata kakak ayo, mari kita pulang) 04. Katau ading kelau kudai (Kata adik nanti dulu)

05. Bekatak kurak karik (Suara kata kurak karik)

06. Melumpat ke dalam payau (Melompat ke dalam kubangan air) 07. Ulam pepat kakak ngajak baliak (Berulang kali kakak mengajak pulang) 08. Tapi ading lum nyerilau (Tetapi adik belum juga mau beranjak) 09. Kurak karik, kurak kariak (Kurak karik, kurak karik)

10. Luluak itu muni bekatak (Seperti itu bunyi katak) 11. Mela baliak, mela baliak (Mari pulang, mari pulang)

12. Tapi ading lum kila galak (Tetapi adik belum juga mau pulang) 13. Bekatak kurak kariak (Kurak karik suara katak)

14. Nyemuni di ghupun seghai (Sembunyi di rumpun serai) 15. Katau ading lum ndak baliak (kata adik belum mau pulang juga) 16. Ndak nunggu cecirut kudai (Mau menunggu bunyi yang lain)

Konteks Kultural Lagu

Lagu Bekatak Kurak Kariak merupakan salah satu lagu unggulan, sebagai judul album dalam lagu daerah Bengkulu versi melayu bernuansa dangdut. Lagu yang diciptakan oleh Razie Jahja ini dipopulerkan oleh dua orang penyanyi yakni seorang penyanyi daerah (wanita) dan seorang penyanyi dangdut kenamaan pada tahun 90-an bernama Ice Trisnawati yang terkenal dengan lagunya berjudul ‘duh engkang’. Sehingga lagu ini pada saat awal diciptakan sangat sangat terkenal dan banyak digemari masyarakatnya. Hal ini berarti masyarakat sangat mendukung dan memberi dorongan untuk munculnya lagu bernuasa budaya daerah. Disamping, karena dibawakan oleh penyanyi yang terkenal. Ketika diproduksi masih dalam bentuk kaset (cassette) untuk tape recorder karena ketika itu belum masuk pada era kaset bentuk CD atau bahkan era flashdisk.

Lagu Bekatak kurak kariak ini menggunakan lirik berbahasa daerah Bengkulu Selatan (berbahasa Serawai). Hal ini sesuai dengan penciptanya yang berbahasa ibu (B1) bahasa Serawai atau putra kelahiran Kabupaten Bengkulu Selatan. Walaupun lagu ini tidak terkenal hingga sekarang tetapi dalam acara-acara lokal daerah masih dinyanyikan penggemarnya. Di era digital dan semakin berkualitasnya teknologi informasi (ICT) lagu ini ada di website

media sosial yang bisa kita unduh gratis.

Lagu yang menggunakan lambang acuan nama binatang “Katak” lengkapnya bunyi katak ini bernuansa cerita kocak, canda ria muda-mudi, lelaki dan perempuan yang digambarkan berada pada suatu tempat (di pinggiran kampung) yang indah, tenang, dan hanya ada suara ‘nyanyian’ katak. Suasana tenang di pinggiran kolam kecil, empang atau kubangan air yang sangat nyaman untuk beristirahat dan perenungan. Pengarang sedikit mengurai isi lagu dengan gambaran suasana kemesraan yang terjadi pada sepasang muda-mudi yang mungkin sedang memadu kasih dengan memasukkan unsur binatang katak yang berada (bersembunyi atau bermain dengan sesama katak) di rumpun serai. Sehingga ketika hari sudah petang pun terasa baru sebentar, yang digambarkan ketika si kakak (gambaran seorang lelaki yang baik) mengajak untuk pulang kepada si ading (adik sebagai gambaran seorang gadis belia) tetapi si wanita ini belum ingin beranjak dari tempatnya. Pencipta lagu juga memberikan nuansa kenyamanan, jauh dari kebisingan kota, dan sesekali hanya

79

terdengar suara katak yang sedang bermain-main dan bersuara merdu seperti halnya sebuah lagu yang sedang didendangkan. Hal ini ditegaskan pengarang pada baris terakhir syair lagu bahwa suasana yang menentramkan hati mereka itu membuat si adik masih ingin mendengarkan suara teman-teman kodok yang lainnya.

Prinsip Penafsiran (Personal, Lokasional, Temporal)

Prinsip ini berkaitan dengan partisipan siapa penutur dan mitra tutur yang tergambar dalam wacana syair lagu. Partisipan dalam wacana biasanya menunjuk pada orang yang mengambil peran dalam tuturan, kedudukannya, jenis hubungan, karakteristik, dan emosinya. Untuk mengetahui pelibatan personal, lokasional, dan temporal serta analogi dapat kita lihat dalam beberapa baris syair lagu dimaksud.

1) Prinsip Penafsiran Personal

Berdasarkan gramatikalnya, terdapat unsur personal kata sapaan orang pada lagu A (bekatak kurak kariak), baris 03, 04, 07, 08, 12, dan 15, yaitu:

03. Katau kakak ai mela baliak (Kata kakak mari kita pulang) 04. Katau ading kelau kudai (Kata adik nanti dulu)

07. Ulam pepat kakak ngajak baliak (Berulang kali kakak mengajak pulang) 08. Tapi ading lum nyerilau (Tetapi adik belum juga mau beranjak) 12. Tapi ading lum kila galak (Tetapi adik belum juga mau pulang) 15. Katau ading lum ndak baliak (kata adik belum mau pulang juga)

Bentuk personal sapaan ‘kakak’, merupakan panggilan untuk orang yang lebih tua dan sapaan ‘ading,’ adik merupakan panggilan untuk orang yang lebih muda. Interpretasi dari pesona pada kedua kata yang turut serta dalam baris-baris syair lagu itu bahwa bentuk sapaan itu digunakan oleh dua orang muda mudi. Kata kakak sebagai sapaan pada seorang lelaki dan adik sebagai sapaan pada seroang perempuan yang lebih mudah dari si kakak. Keduanya digambarkan sedang berada di suatu tempat, seperti di pinggiran kolam, empang, atau bahkan kubangan air, yang hanya berdua (bisa berarti memadu kasih). Sapaan ‘kakak’ untuk si lelaki yang merasa sudah lelah dan sore mengajak pulang si ‘ading’ (adik), sapaan untuk teman wanitanya, tetapi belum mau beranjak dari tempatnya untuk pulang karena belum puas. Pada baris akhir lagu itu (baris ke-16) digambarkan pengarang dengan kalimat “Ndak nunggu cecirut kudai” (Mau menunggu bunyi yang lain). Karena suasana yang menentramkan hati membuat si adik belum mau pulang dan masih ingin mendengarkan suara teman-teman kodok yang lainnya. Lagu ini menjadi hidup karena pengarang menggambarkan suasana isi cerita syair lagu itu dengan menggunakan personal sapaan tokoh kakak dan adik sebagai dua tokoh utama dalam ceritanya. Sapaan kakak dan adik jelas sekali bukan menggambarkan persona dua ekor katak karena kalimat akhir (baris 16) dari syair lagu tersebut.

2) Prinsip Penafsiran Lokasional

Prinsip lokasional berkaitan dengan penggunaan tempat atau lokasi yang digambarkan dalam peristiwa, kejadian, dan situasi keadaan penceritaannya. Penafsiran lokasional ini dapat menggunakan media nyata atau perangkat yang bersifat kebendaan untuk menandai atau penggambaran peristiwanya. Di dalam syair lagu ini ditemukan secara tersurat dan tersirat unsur pronomina. Secara tersurat terlihat dalam kalimat, baris 02 atau 14 dan baris 06, yakni Nyemuni di ghupun seghai (sembunyi di rumpun serai) dan Melumpat ke dalam payau

(melompat ke dalam air atau kubangan air) yang dapat ditafsirkan bahwa peristiwanya terjadi di dekat air dan dekat dengan serumpun tanaman serai yang di situ tempat katak sembunyi

80

sambil berbunyi dan bermain. Sepasang muda-mudi (si kakak dan si adik) yang duduk di dekat kolam air juga sedang bermain, bercanda, dan menikmati indahnya isi kolam air yang ada kataknya itu. Sapaan kakak dan adik bukan menggambarkan sepasang katak tetapi menggambarkan hubungan sepasang muda-mudi yang sedang bermain-main di dekat payau

(bisa kolam air, atau kubangan air) yang ada kataknya.

Bukti lain secara tersurat, terlihat pada baris 03, 07, 11, 15 dari percakapan si kakak

dan si adik, melalui beberapa kata seperti mela baliak (mari pulang), ngajak baliak (ngajak pulang), dan lum ndak baliak (belum mau pulang). Permintaan ini menunjukkan, mereka berdua sedang berada di suatu tempat yang bukan tempat tinggalnya (maksudnya bukan di rumah). Kata melumpat dan nyemuni menunjukkan secara tersirat bahwa situasinya berada pada suatu tempat yang bukan di rumah tetapi di tepian kolam air yang ada kataknya.

3) Prinsip Penafsiran Temporal

Prinsip penafsiran temporal ditandai dengan lama waktu atau kapan suatu peristiwa atau situasi keadaan itu terjadi (pemahaman mengenai waktu kejadian, peristiwa, atau proses suatu keadaan). Pada baris 01, 05, 13, dan 09, 10, serta baris 07 dari syair lagu ‘Bekatak kurak karik,’ secara tersirat tergambar prinsip temporal sedangkan secara tersurat tidak ditemukan ketegasannya, sebagaimana kalimat berikut ini.

Bekatak kurak kariak (kurak karik suara katak) (baris 01, 05, 13)

Kurak karik, kurak kariak (Kurak karik, kurak karik) (baris 09)

Luluak itu muni bekatak (Seperti itu bunyi katak) (baris 10)

Pada baris-baris di atas secara tersirat dapat ditafsirkan kapan peristiwa itu dilakukan. Pada saat katak berbunyi tentu memiliki waktu dan situasi yang khusus, misalnya pagi hari dengan suasana yang dingin, siang hari cuaca mendung agak gelap, dan kemungkinan sore hari menjelang malam (senja) di saat matahari sudah tidak menampakkan sinarnya atau ketika akan tenggelam serta secara filosofis bahkan dikatakan bahwa katak akan berbunyi karena memanggil-manggil hujan. Sedangkan jika dikaitkan juga dengan makna baris 07 dan 08 serta 16, yakni kalimat Ulam pepat kakak ngajak baliak (berulang kali kakak mengajak pulang) dan kalimat Tapi ading lum nyerilau (Tetapi adik belum juga mau) serta kalimat

Ndak nunggu cecirut kudai (Mau menunggu bunyi yang lain), maka dapat diinterpretasikan bahwa waktunya menjelang senja atau bahkan menjelang malam. Karena sudah sore atau menjelang malam, tentu sebagai kakak yang melindungi adiknya yang sedang rekreasi atau bermain di suatu tempat akan mengajak pulang bersama-sama. Walaupun ajakannya tidak langsung direspon oleh si adik tetapi mereka akan pulang bersama. Pada baris terakhir syair lagu ini dapat ditafsirkan bahwa mereka akan pulang bersama setelah si adik mendengarkan bunyi selain bunyi katak, seperti jangkrik, orong-orong, dan tenggerek.

Prinsip Analogi

Berdasarkan konteksnya dapat ditafsirkan bahwa syair lagu Bekatak kurak karik sebagimana tersurat pada baris 01, 05, 09, dan 13 di atas mengandung penanda kebendaan yakni katak, bekatak (suara katak), dan ading (adik). Makna yang dimiliki ketiga unsur itu mengindikasikan waktu kejadiannya pada sore hari. Sedangkan kata ading sebagai penanda personal mengakibatkan si kakak mengajak pulang karena anak perempuan (adik sapaan sayang untuk hubungan muda-mudi yang lebih halus dari memanggil nama) tidak baik bermain hingga lewat magrib atau bahkan larut malam.

81

Secara analogi bahwa katak merupakan binatang yang selalu mengeluarkan bunyi, bermain di air, dan naik lagi di atas dahan atau di rumpun serai menunjukkan itu sebagai binatang yang memiliki siklus kehidupan harus dekat dengan air. Analogi lainnya bahwa jika katak sudah berbunyi maka itu pertanda udara dingin, gelap, hari sudah sore, dan bahkan menjelang malam. Analoginya, bahwa katak bukan merupakan hewan yang menakutkan, tetapi hewan kecil yang lucu, suka bernyanyi, dan bunyinya terkadang menghibur orang yang sedang galau. Sehingga si adik merasa nyaman berada di dekat katak. Interpretasi lainnya bahwa bunyi kata memungkin si adik menjadi tenang jiwanya dan bahkan menimbulkan inspirasi baru. Namun, katak akan berbunyi yang secara filosofis dapat mendatangkan hujan (walaupun yang sebenarnya hujan datang bukan karena panggilan si katak). Artinya, kita harus siap dalam menghadapi situasi apa saja dengan tetap berbuat baik (makna lainya dari istilah sedia payung sebelum hujan).

Konteks Situasi Lagu

Pada konteks situasi (pemakaian bahasa) terdapat empat jenis, yakni (a) konteks fisik, (b) konteks epistemis, (c) konteks linguistik, dan (d) konteks sosial. Keempat macam deskripsi pemakaian bahasa (konteks situasi) tersebut juga merupakan suatu bentuk inferensi dari sebuah bahasa berdasarkan konteks yang menyertainya. Dalam syair lagu A (Bekatak kurak karik) dapat dideskripsikan sebagai berikut ini.

Konteks Fisik (Physical Context)

Konteks fisik berkaitan dengan tempat, objek, dan tindakan atau perilaku pemeran yang terjadinya dalam pemakaian bahasa pada peristiwa komunikasi itu. Dari kenyataan situasi maka peristiwa konteks fisik dapat ditafsirkan pada adanya rumpun batang serai, kolam air (payau) tentu peristiwanya terjadi di luar rumah, jauh dari rumah, di sekitar kolam air. Keadaan adik yang belum mau pulang bukan menggambarkan tidak senang dengan kakak tetapi ada ketenangan yang diperoleh di tempat itu ketika mendengarkan suara dan perilaku katak. Makna fisik bagi si adik bahwa nanti kalau pulang tidak bersama kakak lagi karena si kakak akan pulang ke rumahnya sendiri.

Konteks Epistemis (Epistemic Context)

Konteks epistemis berkaitan dengan latar belakang kesamaan pemilikan pengetahuan yang sama-sama diketahui pembicara/penulis dan pembaca/pendengar. Dari konteks ini pencipta lagu lebih mengekspresikan perasaan ketenangan (nyaman) terhadap situasi dan kondisi pada waktu dan lokasi di sekitar payau (kolam air) tempat katak bernyanyi dan bertingkah laku. Pembaca juga mendapatkan makna tersirat yang sama, bahwa si adik merasa mendapatkan ketenangan, nyaman ketika bersama si kakak, sehingga belum mau pulang cepat. Walaupun si katak sudah berbunyi dan masuk ke air. Katak berbunyi sebagai penanda hari sudah senja, yang tidak lama lagi matahari akan tenggelam, dan malam menjelang tetapi

si adik masih beralasan mau menunggu (cicurut) bunyi teman-teman katak yang lain dahulu. Kondisi ini pun dipahami si kakak yang sabar memenuhi permintaan si adik.

Konteks Linguistik (Linguistics Context)

Konteks linguistik merupakan kalimat atau tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan berikutnya dilihat dari penjelasan isi dan makna dalam peristiwa komunikasi. Konteks penjelasan bahasa ini pada syair lagu A (Bekatak kurak karik) dapat dilihat pada pasangan kalimat baris 02 yang menjelaskan baris 01 bahwa katak hanya terdengar suaranya saja tetapi

82

kataknya sendiri tidak tampak dengan kalimatnya bekatak kurak kariak (suara katak kurak karik) yang dijelaskan dengan kalimat nyemuni di ghumpun seghai (bersembunyi di rumpun serai) bahwa kataknya bersembunyi di rumpun batang serai. Begitu juga pada baris 04 menjelaskan baris 03 dan pada baris 16 yang menjelaskan baris 15, bahwa si adik belum mau pulang juga karena masih mau menunggu bunyi yang lain.

Konteks Sosial (Social Context)

Konteks sosial berkaitan dengan adanya relasi sosial dan latar belakang setting yang melengkapi hubungan antara pencipta lagu yang berperan sebagai penutur dengan pendengar lagu. Peristiwa hubungan muda-mudi antara si kakak dengan si adik sebagai suatu peristiwa biasa yang ada dalam kehidupan. Tindakan si kakak yang mau menunggu si adik yang belum mau pulang dapat dipahami sebagai bentuk toleransi dan kesabaran sosial serta rasa tanggung jawab seorang lelaki yang pergi bersama maka pulang juga harus bersama. Walaupun dari segi waktu yang sudah mulai senja (karena katak-katak sudah berbunyi dan kembali ke air) dan tempat yang sudah tidak baik untuk berdua karena sudah mulai gelap, di sekitar kolam air yang jauh dari rumah. Tetapi masih ditoleransi (ditunggu dengan kesabaran) karena si adik masih menginginkan mendengarkan bunyi-bunyi hewan yang lain selain bunyi katak.

Inferensi umum, yang dapat dipetik dari keempat konteks situasi pemakaian bahasa di atas, bahwa (1) alam yang tenang, nyaman akan memberikan kenyaman bagi manusia yang sedang galau atau memerlukan ketenangan jiwa, (2) dalam berhubungan dengan sesama manusia harus saling menghargai dan tepo seliro memahami keinginan orang lain yang mungkin berbeda dengan keinginan kita, (3) kebersamaan dengan teman perlu memperhatikan lingkungan sosial masyarakat agar tidak memandang rendah perilakunya sehingga tidak boleh berlama-lama berdua di tempat sepi bagi sepasang muda-mudi yang belum terikat tali perkawinan resmi, dan (4) bagi diri si kakak, telah menunjukkan kehati-hatian, bertanggung jawab, dan bahkan dapat ditafsirkan takut berdosa (sebagai bentuk hubungan jiwanya dengan Tuhan) jika berada di tempat itu hingga larut malam.

Analisis Nilai-Nilai Budaya

Analisis nilai-nilai budaya syair lagu daerah Bengkulu merupakan analisis yang didasarkan pada makna sebuah teks (internal). Analisis nilai budaya syair lagu ini mencakup lima kategori, yakni hubungan manusia dengan (1) Tuhan, (2) alam, (3) masyarakat, (4) manusia lain (sesama manusia), dan (5) dirinya sendiri. Kelima kategori hubungan ini melahirkan berbagai nilai karakter yang penting bagi manusia.

Nilai Hubungan Manusia dengan Tuhan

Nilai hubungan manusia dengan Tuhan yang terdapat dalam syair lagu Bekatak Kurak Karik digambarkan penciptanya dalam beberapa peristiwa tuturan secara tersirat. Dalam hal ini diciptakan bentuk hubungan antarkalimat yang menggambarkan hubungan antara si kakak dengan si adik. Hubungan ini, seperti adanya keterkaitan kalimat pada baris 02 dengan 03, ditegaskan lagi dalam rangkaian kalimat pada baris 07 dengan 08, dan keterkaitan kalimat baris 11 dengan baris 12. Adanya pengulangan itu dapat ditafsirkan bahwa si kakak masih memiliki rasa malu dan tanggung jawab dengan diri sendiri, dengan orang lain, masyarakat, dan takut dengan Sang Pencipta jika terjadi hal yang tidak baik. Sehingga dengan kalimat yang diucapkan berulang, tidak cukup sekali dia mengajak pulang si adik. Dia, si Kakak, tidak mau berlama-lama hanya berdua, apalagi hingga larut malam. Artinya, si kakak berkeyakinan walaupun tidak ada orang lain, bahwa kedatangannya di kolam air bersama si adik tetap ada yang memperhatikan, yakni Tuhan. Hal ini sebagai bukti bahwa si kakak

83

berpegang pada nilai-nilai karakter mulia, yakni ketakwaan atau tawakal dan selalu berserah diri kepada kekuasaan Tuhan.

Nilai Hubungan Manusia dengan Alam

Hubungan manusia dengan alam dapat dilihat pada perilaku kedua muda-mudi (adik dan kakak) yang secara langsung dan tidak langsung menggambarkan (a) pemanfaatan isi alam dan (b) mencari keselarasan dengan alam. Hal ini sebagaimana deskripsi hubungan perilaku kakak dan adik yang merasa nyaman berada di dekat kolam air, memperhatikan katak yang bernyanyi (gambaran bunyi suara katak) dengan sembunyi di batang serai, katak yang melompat ke dalam kolam air, menunjukkan bahwa manusia memanfaatkan alam dan isinya. Khususnya, ading (adik) yang ingin berlama-lama di dekat kolam karena ingin mendapatkan ketenangan jiwa. Ternyata, si adik mendapatkan kenyamanan berada di lingkungan ini. Hal ini dibuktikan dengan kalimat baris ke-16 sebagai jawaban baris ke-15 bahwa adik sangat senang dan nyaman berada di lingkungan kolam air yang di dalamnya ada katak yang bernyanyi dengan suaranya yang khas. Bahkan, si adik belum mau pulang karena masih menunggu suara yang lain (maksudnya suara hewan kecil teman katak, seperti jangkrik, tenggerek, dan orong-orong) yang sering berbunyi bersamaan. Hal ini memberi gambaran bahwa pencipta lagu ini melalui perilaku si adik sangat menjunjung nilai keselarasandengan alam untuk mendapatkan ketenangan dalam kehidupan.

Nilai Hubungan Manusia dengan Masyarakat

Hubungan manusia dengan masyarakat secara tersirat tergambar dalam perlakuan

kakak kepada adik yang selalu mengajak pulang dan tidak berlama-lama di dekat kolam air agar tidak pulang melewati waktu yang semestinya. Sebab, hal ini merupakan norma yang tidak boleh dilanggar dalam budaya masyarakat lokal. Harus segera pulang jika sudah senja sebab ada mitos atau filosofi bahwa binatang piaraan pun pulang ke kandangnya ketika menjelang malam. Hubungan kalimat baris 03 dengan 04, 07 dengan 08, 11 dengan 12, dan 15 dengan 15 menunjukkan bahwa si kakak menjunjung tinggi nilai kepatuhan pada adat

dengan menunjukkan tidak mau berbuat yang melanggar budaya walaupun hanya berdua sedangkan nilai kearifan lokalitas, bahwa keduanya tidak merusak alam yang ada di tempat mereka bermain. Hal ini ditunjukkan oleh keduanya ketika berada di lingkungan sekitar kolam air baik secara tersurat maupun tersirat, tidak digambarkan merusak tanamam, air, dan hewan yang ada di sana tetapi sebaliknya mereka berdua menjaganya dan memanfaatkannya sebagai tempat yang dapat menenangkan hati dan mencari inspirasi.

Nilai Hubungan Manusia dengan Manusia Lain

Hubungan manusia dengan sesamanya tergambar secara tersurat dan tersirat. Pencipta lagu sengaja menonjolkan peran kakak dalam syair lagu lebih jelas dibandingkan peran adik

yang hanya bersifat menunggu dan menguji nilai karakter mulia si kakak. Hubungan bernilai bijaksana dan kesabaran antara keduanya terlihat secara tersurat pada diri kakak ketika si kakak berulang kali meminta kepada adik untuk segera pulang tetapi respon yang muncul dari

adik tetap belum mau pulang. Namun, pada kalimat baris ke-16 ternyata adik memberi jawaban (yang digambarkan pengarang lagu) melalui kalimat Ndak nunggu cecirut kudai

(masih mau menunggu cecirut dulu), yang diartikan sebagai bunyi suara yang lain selain suara katak. Kenyataan, secara tersurat tidak menimbulkan jawaban dari kakak sehingga dapat dimaknai bahwa keinginan adik dipenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa seorang kakak harus bijaksana kepada adik dan sabar menghadapi perilakunya.

84

Kalimat baris ke-16 syair lagu A merupakan baris terakhir dan tidak ada lanjutannya. Hal ini menunjukkan bahwa pengarang lagu menggambarkan isi ceritanya melalui perilaku

kakak sebagai seseorang yang menjunjung nilai kesetiaann dan nilai kasih sayang. Tidak ada respon tersurat dari kakak menunjukkan bahwa ia menyetujui dan merupakan pengungkapan nilai kesetiaan yang mendalam kepada adik. Gambaran secara tersirat bahwa si kakak menyukai adik walaupun itu dirasakan menyita perhatian. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya rasa (tersurat atau tersirat) yang menyatakan tidak suka, marah, atau memaksa untuk segera pulang walaupun telah berulang kali mengajak pulang, seperti kalimat baris ke-07 dari syair lagu ini Ulam pepat kakak ngajak baliak (Berulang kali kakak mengajak pulang). Hal itu sebagai bukti bahwa kakak memiliki nilai kasih sayang yang juga mendalam kepada adik yang ditunjukkan dari perilakunya untuk menunggu hingga batas waktunya. Nilai kesopanan

digambarkan penulis lagu dengan tidak menonjolkan hal yang tidak baik dalam berkata dan berperilaku dari keduanya. Perbuatan mereka secara tersirat digambarkan berhubungan secara santun dan bahkan tidak ada perlakuan tidak baik seperti “berpegangan tangan” dan lainnya. Hal ini sebagai contoh nilai teladan karakter yang baik yakni kesopanan.

Nilai Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri

Menghadapi situasi apa saja harus dilakukan dengan percaya diri, hati-hati, dan tidak sembarangan. Dalam menghadapi si adik yang agak susah, tidak mau mengikuti kehendak kakak, atau ‘jinak-jinak merpati’ tetapi si kakak tetap sabar dan memandang hidup ini sebagai ujian. Dalam hal ini si adik digambarkan sebagai wanita yang bersifat meminta perhatian dan