A Logframe Matrix
NO BADAN/DINAS 2001 2002 2003 2004 2005 2006 TOTAL
B. Deksripsi Kinerja Batam Sebelum Pemberlakuan KPBPB (Periode 2003 ‐ 2007)
Realisasi penyediaan sarana dan prasarana belum mencapai kapasitas optimal, namun rekatif telah mencukupi kebutuhan
Berdasarkan capaian realisasi pembangunan sarana dan prasarana hingga tahun 2007, terlihat bahwa Batam telah membangun sarana dan prasarana dalam jumlah yang relatif memadai. Sarana dan prasarana sebagian besar sudah terbangun dalam jumlah yang memadai sesuai kebutuhan seperti jalan dan jembatan, listrik, air bersih, dan bandara. Sebagian capaian pembangunan infrastruktur telah mencapai 100 persen, misalnya runway di bandara, dan sebagian lagi masih belum mencapai kapasitas optimalnya. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Batam masih berpotensi untuk terus dikembangkan sejalan dengan optimalisasi pengembangan sarana dan prasarana. Secara
7
34 Bab VI
umum, berdasarkan hasil realisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi Otorita Batam dalam pembangunan sarana dan prasarana telah berjalan rekatif baik.
Tabel 6.26 Capaian Pembangunan Sarana dan Prasarana wilayah di Batam
Sarana dan Prasarana Rencana Realisasi Capaian (%)
Jalan ‐ arteri ‐ Kolektor ‐ Lokal ‐ ‐ ‐ 177 Km 245 km 71.84 km ‐ ‐ ‐ Jembatan 6 unit ‐ Kapasitas listrik 705 MW (2008‐2017) 303,43 MW 43.03
Kapasitas air bersih 4,102 l/detik 2,127 l/det 51.85
Bandara ‐ Apron ‐ Terminal ‐ Jembatan boarding ‐ Runway ‐ Pesawat ‐ kapasitas terminal
‐ kapasitas penyimpanan barang ‐ kapasitas penyimpanan bahan bakar
170.000 m2 88.000 m2 12 unit 4,025 x 45 Tipe B‐747 8,3 juta 700,000 ton 52,000 110.541 m2 34.750 m2 4 unit 4,025 x 45 Tipe B‐747 3,3 juta 16,230 ton 52,000 65.02 39.48 33.33 100 100 39.75 2.31 ‐
Sumber : Development progress of Batam 2nd Semester of 2007
Realisasi penyediaan sarana dan prasarana pelabuhan belum mencapai kapasitas optimal
Terdapat beberapa pelabuhan laut yang selama ini menunjang pengembangan Batam sebagai kawasan industri dan daerah tujuan wisata. Terdapat 3 pelabuhan kargo internasional yaitu Pelabuhan Batu Ampar, Kabil, Sekupang. Sedangkan pelabuhan penumpang internasional yaitu Sekupang, Batam Centre, Nongsa, dan Harbour Bay. Beberapa tabel di bawah ini menunjukkan realisasi penyediaan sarana dan prasarana pelabuhan kargo serta penumpang. Berdasarkan capaian realisasi pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan hingga tahun 2007, terlihat bahwa saranma dan prasarana pelabuhan di Batam pada umumnya belum sesuai dengan yang telah direncanakan. Kapasitas sandar kapal di Pelabuhan Sekupang, Batu Ampar, dan Kabil misalnya realisasinya masih jauh dari rencana. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan kepelabuhanan di Batam belum berjalan optimal karena keterbatasan sarana dan prasarana. Di sisi lain, perekonomian Batam ke depan masih berpotensi untuk terus dikembangkan sejalan dengan optimalisasi pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan.
Tabel 6.27 Realisasi Penyediaan Sarana dan Prasarana Pelabuhan Kargo Hingga Tahun 2007
Indikator Rencana Realisasi Capaian (%)
Kapasitas Sandar Kapal (DWT)
‐ Sekupang ‐ Batu Ampar ‐ Kabil 15,000 150,000 150,000 10,000 35,000 35,000 66.67 23.33 23.33 Panjang Dermaga (m) ‐ Sekupang ‐ Batu Ampar ‐ Kabil 1,200 1,800 5,500 177 600 420 14.75 33.33 7.64 Kedalaman Pada Sisi Dermaga
LWS (m) ‐ Sekupang ‐ Batu Ampar ‐ Kabil 12 17 18 9 6‐12 12 75.00 70.59 66.67
Bab VI 35
Indikator Rencana Realisasi Capaian (%)
Gudang terbuka (m3) ‐ Sekupang ‐ Batu Ampar ‐ Kabil 143,600 650,950 ‐ 116,100 214,000 100,000 80.85 32.88 ‐ Gudang tertutup (m3) ‐ Sekupang ‐ Batu Ampar ‐ Kabil 92,000 208,950 ‐ 42,240 19,500 1,890 45.91 9.33 ‐
Sumber : Development progress of Batam 2nd Semester of 2007
Tabel 6.28 Realisasi Penyediaan Sarana dan Prasarana Pelabuhan Penumpang Hingga Tahun 2007
Indikator Realisasi
Batam Center Port International ferry Terminal
‐Kapasitas Darmaga ‐Kedalaman Sisi Dermaga
‐Luas Ponton A ‐Luas Ponton B 4 kapal 6 m 6 x 12 m 8 x 15 m Sekupang Port ‐Kapasitas Darmaga ‐Kedalaman Sisi Dermaga
‐Luas Ponton A ‐Luas Ponton B 4 kapal 6 m 9,07 x 18,14 m 9,07 x 18.14 m Sumber : Development progress of Batam 2nd Semester of 2007
Konflik ketenagakerjaan relatif masih sering terjadi
Berdasarkan wawancara dengan responden, konflik antara buruh dengan perusahaan di Batam masih cukup sering terjadi. Hal ini bersumber dari Undang Undang No. 13/2003 mengenai ketenagakerjaan yang memiliki semangat pro‐buruh. Meskipun baik untuk kesejahteraan buruh, namun dari sisi pengusaha kondisi ini kurang menguntungkan. Misalnya, pengusaha harus membayar pesangon yang tinggi ketika melakukan pemecatan tenaga kerja yang disebabkan oleh rendahnya produktivitas. Untuk mengembangan KPBPB yang sukses, iklim ketenagakerjaan ini perlu dirubah agar tercipta suasana yang lebih seimbang, antara lain dengan cara meningkatkan keterampilan dan produktivitas tenaga kerja agar dapat bekerja dengan sebaik‐baiknya.
Pelayanan perizinan usaha terpadu belum berjalan secara efisien dan efektif
Sistem pelayanan peizinan terpadu telah beroperasi di Batam, yaitu sejak tanggal 29 September 2001. Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan One Stop Service di Batam belum berjalan secara optimal. Idealnya, one stop service dimulai dari satu pintu dan berakhir di satu pintu, dalam arti apabila masyarakat ingin mengurus beberapa izin yang berhubungan dengan beberapa dinas dapat hanya melalui satu pintu masuk dan keluar. Namun yang terjadi di Batam pelayanan yang berjalan masih dikatakan one roof service, dalam arti pelayanannya belum terintegrasi, dimana dinas‐dinas yang terkait hanya ditempatkan dalam satu atap saja. Hal ini menyebabkan pelaku usaha dalam mengurus setiap perizinan masih harus melalui loket masing‐masing dinas yang terkait
Jumlah UKM/IKM relatif menurun
Jumlah UKM/IKM di Kota Batam pada periode 2003‐2007 relatif stabil, namun mengalami sedikit penurunan dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2003 jumlah UKM sebesar 9,886 unit dan meningkat menjadi 10,020 unit pada tahun 2005. Jumlah ini menurun pada tahun 2006 dan 2007
36 Bab VI
dimana jumlah UKM menjadi sebesar 9.900 unit. Kondisi ini menunjukkan belum optimalnya iklim yang kondusif bagi pengembangan UKM/IKM sebagai supporting industries.
Frekuensi kasus penyelundupan masih relatif tinggi
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, penyelundupan di Kota Batam relatif masih marak. Hal ini disebabkan banyaknya pelabuhan yang menjadi pintu keluar masuk, dan di sisi lain kemampuan pengawasan aparat terhadap pintu‐pintu tersebut terbatas.
Nilai realisasi proyek investasi PMA dan PMDN fluktuatif
Nilai investasi swasta domestik yang masuk ke Batam setiap tahunnya cenderung fluktuatif. Pada tahun 2003, nilai investasi swasta domestik mencapai US$ 400 juta, kemudian meningkat menjadi US$ 980 juta pada tahun selanjutnya. Pada tahun 2005, nilai investasi swasta domestik yang masuk menurun drastis menjadi hanya US$ 30 juta, demikian pula pada pada tahun 2007 hanya sebesar US$ 37 juta. Pada tahun 2007, nilai investasi meningkat signifikan sebesar US$ 203 juta. Jika dihitung secara akumulatif, hingga tahun 2007, nilai investasi swasta domestik yang masuk ke Batam mencapai US$ 5,710 juta. Adapu nilai investasi swasta asing yang masuk ke Batam setiap tahunnya cenderung semakin menigkat, meskipun di akhir periode sedikit mengalami penurunan. Pada tahun 2003, nilai invetasi swasta asing mencapai US$ 149 juta. Nilai investasi terus meningkat pada tahun‐ tahun selanjutnya, antara lain sebesar US$ 183 juta pada tahun 2004, US$ 266 juta pada tahun 2005, dan US$ 387 juta pada tahun 2006. Namun pada tahun 2007, nilai investasi swasta asing menurun menjadi US$ 289 juta. Secara akumulatif, nilai investasi asing yang masuk ke Batam hingga tahun 2007 tyelah mencapai US$ 4,765 juta, lebih kecil dari nilai akumulatif nilai investasi swasta domestik.
Jumlah kunjungan kapal penumpang antar negara menurun, Jumlah kunjungan kapal barang kargo dan kapal peti kemas meningkat
Kunjungan kapal penumpang antar negara mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, kunjungan kapal penumpang tercatat sebesar 80.991 call, namun terus mengalami penurunan hingga mencapai 66,914 call pada tahun 2007. Kondisi sebaliknya terjadi pada kunjungan kapal barag kargo dan peti kemas antar negara yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, kunjungan kapal barang kargo dan peti kemas tercatat sebesar 22,628 call dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 23,354 call pada tahun 2007.
Volume bongkar muat peti kemas fluktuatif, barang kargo meningkat
Data volume bongkar muat peti kemas dan kargo impor maupun ekspor menunjukkan perkembangan yang cenderung fluktuatif. Volume bongkar muat peti kemas impor pada tahun 2003 tercatat sebesar 72,071 TEUs dan terus mengalami peningkatan hingga 88,102 TEUs pada tahun 2006, namun menurun cukup signifikan menjadi 78,719 TEUs pada tahun 2007. Demikian pula volume bongkar muat peti kemas ekspor, setelah mengalami peningkatan hingga 82,699 TEUs pada tahun 2006, pada tahun 2007 jumlahnya menurun menjadi 77,553 TEUs. Kondisi ini menunjukkan kegiatan perdagangan internasional di Kawasan Batam masih belum stabil. Hal sebaliknya terjadi pada data bongkar muat barang kargo antar negara. Kargo yang diimpor mengalami trend yang meningkat. Pada tahun 2003 kargo impor melalui pelabuhan Batam tercata sebesar 1,677,934 ton dan meningkat menjadi 1,879,361 ton pada tahun 2007. Demikian kargo ekspor, trendnya meningkat dari 1,012,093 ton pada tahun 2003 menjadi 1,406,191 pada tahun 2007,
Bab VI 37
Jumlah kedatangan/keberangkatan penumpang cenderung menurun
Data volume jumlah penumpang antar negara, baik kedatangan maupun keberangkan, menunjukkan perkembangan yang semakin menurun. Jumlah kedatangan penumpang terus mengalami penurunan dari sebesar 2.,31 juta orang pada tahun 2003 menjadi 1,60 juta orang pada tahun 2007. Demikian pula dengan jumlah keberangkatan penumpang, dari semula 2,33 juta orang pada tahun 2003 menjadi 2,75 juta orang pada tahun 2007. Hal ini mengindikasikan adanya perkembangan yang kurang kondusif baik disebabkan faktor internal dalam perekonomian Kota Batam maupun faktor eksternal yang menyebabkan menurunnya jumlah penumpang antarnegara ke Kota Batam.
PDB sektor industri manufaktur cenderung meningkat
Nilai PDB sektor industri manufaktur di dalam KPBPB Batam semakin meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun 2003 nilai PDB sektor industri tercatat sebesar Rp. 10,97 triliun dan meningkat menjadi Rp. 13,66 triliun pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian Batam yang cukup kondusif bagi kegiatan industri manufaktur.
PDB sektor angkutan laut cenderung fluktuatif, sektor jasa penunjang cenderung meningkat.
Meskipun mengalami peningkatan di akhir periode, Nilai PDB sektor angkutan laut di dalam KPBPB Batam secara umum cenderung fluktuasi. Pada tahun 2003, nilai PDB sektor angkutan laut tercatat sebesar Rp. 53.01 miliar. Nilai ini meningkat pada tahun 2004 menjadi Rp. 60.32 miliar, namun kembali menurun menjadi Rp. 57.20 miliar pada tahun 2005. Pada tahun 2006, nilai PDB sektor angkutan laut kembali meningkat cukup signifikan menjadi Rp. 74.87 Miliar. Fluktuasi ini menunjukkan kondisi yang belum stabil dalam kegiatan angkutan laut di Batam baik disebabkan faktor internal maupun eksternal.
Adapun nilai PDB jasa penunjang sektor angkutan menunjukkan trend yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 nilai PDB sektor penunjang tercatat sebesar Rp. 34.42 miliar dan pada tahun 2006 nilainya meningkat menjadi Rp. 40.77 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian Batam cukup kondusif bagi kegiatan jasa penunjang angkutan laut.
Nilai ekspor non‐migas cenderung fluktuatif
Meskipun mengalami peningkatan drastis pada tahun 2007, namun secara umum kinerja ekspor non migas Batam cenderung fluktuatif. Pada tahun 2003, nilai ekspor non migas mencapai US$ 3.91 miliar. Nilai ini semakin meningkat pada dua tahun berikutnya menjadi sebesar US$ 4.07 miliar dan US$ 5.24. Tahun berikutnya, nilai ekspor non‐migas menurun drastis menjadi hanya sebesar 3.86 miliar US$, lebih rendah dibandingkan tahun 2003. Pada tahun 2007, nilai ekspor non‐migas mengalami peningkatan tertinggi dalam lima tahun terakhir menjadi sebesar US$ 6.06 miliar. Fluktuasi ini menunjukkan kondisi yang belum stabil dalam kegiatan eskpor di Batam baik yang disebabkan faktor internal maupun eksternal.
Jumlah tenaga kerja asing dan domestik cenderung fluktuatif
Perkembangan jumlah tenaga kerja asing cenderung fluktuatif pada periode 2003‐2007. Jumlah tenaga kerja asing pada tahun 2003 sebesar 2,747 orang meningkat menjadi 3,097 orang pada tahun 2004, dan menurun menjadi 2,988 orang pada tahun 2005. Pada tahun 2006, jumlahnya kembali meningkat menjadi 3.464 orang, dan kembali menurun menjadi 3,348 orang pada tahun 2007.
38 Bab VI
Sedangkan jumlah tenaga kerja domestik menunjukkan kecenderungan selalu meningkat pada empat tahun pertama. Pada tahun 2003 jumlah tenaga kerja domestik sebesar 185,095 orang, meningkat terus hingga sebesat pada tahun 2003 menjadi 252,3667 orang pada tahun 2006. Namun jumlah ini menurun menjadi 240,509 pada tahun 2007. Flukutasi ini menunjukkan iklim yang kurang kondusif bagi ketenagakerjaan di Batam.
Meningkatnya penerimaan pajak pemerintah pusat dari KPBPB
Kontribusi pajak dari Kota Batam kepada pemerintah pusat pada tahun 2005 mencapai Rp. 1,23 triliun, meningkat dari tahun 2003 sebesar Rp. 923.01 miliar.
Meningkatnya penerimaan pajak daerah, menurunnya penerimaan retribusi
Perkembangan penerimaan pajak daerah Kota Batam meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, penerimaan pajak daerah mencapai Rp. 54.10 miliar, meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2003 sebesar Rp. 28.93 miliar. Hal ini menunjukkan iklim perekonomian yang cukup kondusif. Namun kondisi sebaliknya terjadi pada penerimaan retribusi daerah yang cenderung mengalami penurunan, dari sebesar Rp. 20.86 miliar pada tahun 2003 menjadi sebesar Rp. 18.96 Miliar pada tahun 2006.
Meningkatnya perekonomian wilayah Batam
PDRB Kota Batam mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, nilai PDRB Kota Batam mencapai Rp. 33.02 triliun, meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2003 sebesar Rp. 19.85 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Kota Batam pad atahun 2007 mengalami perkembangan yang cukup persat dibandingkan lima tahun sebelumnya.
6.2.3. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja Batam lima tahun sebelum pemberlakukan KPBPB (2003‐2007) dengan menggunakan instrumen indikator yang telah disusun, terlihat bahwa beberapa indikator dampak yang diharapkan dari pengembangan bonded zone di Batam pada periode 2003‐2007 relatif tercapai antara lain meningkatnya kinerja ekspor, meningkatnya penciptaan lapangan kerja, meningkatnya pendapatan domestik, dan meningkatnya kinerja perekonomian wilayah, meskipun nilai ekspor dan penciptaan tenaga kerja yang terjadi masih cenderung fluktuatif. Demikian pula dengan beberapa indikator tujuan menunjukkan perkembangan positif, ditunjukan dengan PDB sektor industri manufaktur yang cenderung meningkat. PDB sektor angkutan laut sebagai salah satu sektor yang diharapkan menjadi salah satu pilar pengembangan KPBPB perkembangnnya cenderung fluktuatif, namun nilai PDB sektor penunjang angkutan laut terus meningkat. Jika ditinjau indikator sasaran, terlihat beberapa gejala yang menunjukkan permasalahan dalam pengembangan industri dan kepelabuhanan di Batam, misalnya nilai realisasi investasi tahunan yang fluktuatif serta jumlah kunjungan kapal dan penumpang dari luar negeri yang semakin menurun. Hal ini menunjukkan pengembangan Batam yang belum sepenuhnya stabil. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya iklim investasi yang masih beklum sepnuhnya kondusif.
Kondisi diatas dapat dijelaskan dari hasil pengukuran indikator output. Dari indikator output, terlihat bahwa pengembangan Batam selama ini menunjukkan kendala internal yang menyebabkan kinerja perekonomian eksisting belum mencapai kapasitas optimal dan masih dapat ditingkatkan pertumbuhannya , misalnya ditemukan pelayanan perizinan yang belum sepenuhnya efisien dan
Bab VI 39 efektif, iklim ketenagakerjaan yang masih kurang kondusif, serta sarana dan prasarana wilayah maupun kepelabuhanan yang belum dikembangkan hingga kapasitas yang optimal.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kinerja Batam pasca pemberlakuan KPBPB (2007‐2008) terlihat bahwa hingga pertengahan tahun 2008 sebagian regulasi yang diperlukan sebagai prasyarat pengembangan KPBPB yang sukses telah tersedia untuk mendukung operasionalisasi KPBPB Batamm, namun belum mencukupi karena masih terdapat beberapa regulasi terkait lainnya (indikator 1, 2, dan 4) yang belum sepenuhnya terselesaikan atau bahkan belum tersedia. Untuk itu beberapa rekomendasi dalam aspek regulasi, perencanaan, maupun kelembagaan ke depan yang memerlukan penyesuaian adalah :
(1) Penyelesaian regulasi mengenai pelimpahan kewenangan perizinan kepada Badan Pengusahaan serta regulasi mengenai penetapan jenis dan volume barang yang diberikan fasilitas
(2) Penyelesaian aspek legal dokumen perencanaan, antara lain penataan ruang KPBPB, masterplan, business plan, dan port masterplan
(3) Penyelesaian revisi UU Ketenagakerjaan yang mengakomodasi kepentingan pengusaha dan buruh secara seimbang untuk menciptakan iklim yang kondusif
Tabel 6.29 Kesimpulan Kinerja KPBPB Batam
Indikator Nama Indikator Deskripsi
1 Tersedianya payung hukum
pembentukan KPBPB beserta peraturan pelaksanaannya.
Belum tersedia regulasi penetapan jumlah dan jenis barang yang diberikan
fasilitas serta pelimpahan kewenangan perizinan Æ Belum memenuhi persyaratan indikator
2 Tersedianya dokumen perencanaan pengembangan dan pengusahaan KPBPB
Masterplan dan businessplan masih dalam proses review, RTR kawasan belum diperpres‐kan, Baru 2Port Masterplan yang disusun Æ Belum memenuhi persyaratan indikator
3 Tersedianya pembebasan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai
Telah tersedia PP No. 2/2009 sebagai pengganti PP 63/2007Æ memenuhi persyaratan indikator
4 Tersedianya kebijakan ketenagakerjaan yang fleksibel
belum ada titik kesepakatan antara pengusaha dengan kalangan pekerja/buruh mengenai revisi UU Ketenagakerjaan (UU 13/2003) yang berimpllikasi pada belum baiknya iklim investasi di Indonesia Æ Belum memenuhi persyaratan indikator
5 Tersedianya kebijakan
penyederhanaan pelayanan perijinan investasi
Tersedia Keputusan Walikota Batam Nomor Kpts.315/HK/IX/2001 tentang
Pembentukan Pusat Pelayanan Perizinan Usaha (One Stop Service) Kota Batam Æ memenuhi persyaratan indikator.
6 Tersedianya kebijakan untuk mempercepat lalu lintas kapal/barang di pelabuhan
Penerapan pilot‐project Portal Single Window di Batam Æ memenuhi
persyaratan indikator
7 Kebijakan penghapusan
pengenaan biaya jasa kepelabuhanan bagi kegiatan
yang tidak ada jasa
pelayanannya sesuai peraturan
perundang‐undangan
Tersedia Surat Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri
Pulau Batam No. 20/KPTS/KA/IV/2004 tanggal 2 April 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Operasional Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan
Batam‐Rempang‐Galang (Barelang) yang mengatur pengenaan biaya jasa navigasi dan kepelabuhanan di Pelabuhan Batam Æ memenuhi
persyaratan indikator
8 Adanya kebijakan
pemberdayaan UKM/IKM sebagai supporting industrie
Tersedia upaya pemberdayan UKM di Batam berdasarkan Inpres No. 6
Tahun 2007 tentang kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM Æ memenuhi
persyaratan indikator
9 Tersedianya penetapan
pelabuhan bebas yang menjadi exit‐entry point
Tersedianya SK Menteri Perhubungan no. 25 tahun 2009, yakni tiga
pelabuhan FTZ ada di Batam, yakni Pelabuhan Batu Ampar, Sekupang, dan Kabil Æ memenuhi persyaratan indikator
10 Adanya koordinasi antar
instansi penegakkan hukum di laut
Tersedianya mekanisme koordinasi aparat penegakan hukum laut dalam
tim Korkamla Æ memenuhi persyaratan indikator
Bab VII 1
BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1. KESIMPULAN
1. Beberapa indikator utama yang membedakan berbagai konsep KSN Ekonomi (KEK, KPBPB, KAPET) antara lain terletak pada tujuan pengembangan; fasilitas dan kemudahan yang diberikan, serta kriteria lokasi.
2. Berdasarkan hasil analisis tipologi terhadap konsep pendekatan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (FTZ) dan Kawasan Ekonomi Khusus (SEZ) di beberapa negara yang relatif sukses menerapkan KPBPB dapat disimpulkan bahwa tipologi pendekatan kawasan KPBPB (FTZ) secara umum memiliki kesamaan tipe antar satu negara dengan yang lainnya, meskipun pada aspek tertentu terdapat perbedaan. Demikian juga dengan tipologi konsep pendekatan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di beberapa negara yang relatif sukses menerapkan KEK dapat disimpulkan bahwa tipologi pendekatan kawasan KEK (SEZ) secara umum memiliki kesamaan tipe antar satu negara dengan yang lainnya, meskipun pada aspek tertentu terdapat perbedaan.
3. Hasil perbandingan antara konsep pendekatan pengembangan KPBPB dan KEK di beberapa negara yang relatif sukses dengan konsep KPBPB, KEK, dan KAPET yang dikembangkan di Indonesia, memperlihatkan perlunya penyempurnaan dan pengadaptasian konsep pengembangan kawasan strategis ekonomi sesuai dengan kebutuhan pemerintah, serta karakteristik lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.
4. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pengembangan KAPET terdiri dari 18
indikator.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja proses pengembangan KAPET antara lain : (1) Tersedianya insentif fiskal yang menarik investor; (2) Tersedianya rencana pengembangan prasarana dan sarana; (3) Tersedianya kebijakan penyederhanaan proses perijinan; (4) Tersedianya dokumen rencana induk, rencana bisnis, dan rencana aksi tahunan pengembangan KAPET; (5) Integrasi perencanaan KAPET dengan rencana jangka menengah
2 Bab VII
dan tahunan pemerintah dan pemda; dan (6) Tersedianya dukungan dan koordinasi antara Badan Pengelola KAPET, Badan Pengembangan KAPET, dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, serta swasta dan masyarakat.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja output pengembangan KAPET antara lain : (1) Tersedianya prasarana dan sarana yang sesuai dengan kebutuhan; (2) Tersedianya one stop service (OSS); (3) Proses pengurusan perijinan yang lebih cepat dan murah; dan (4) Persentase realisasi rencana induk/rencana bisnis/rencana aksi tahunan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja sasaran pengembangkan KAPET antara lain (1) Peningkatan nilai investasi; (2) Peningkatan indeks keterkaitan hulu hilir dari sektor/komoditi unggulan lokal.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja tujuan pengembangan KAPET antara lain : (1) Peningkatan indeks tenaga kerja; (2) Peningkatan indeks pendapatan masyarakat; dan (3) Peningkatan indeks ekspor dan indeks impor;
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja dampak pengembangan KAPET antara lain : (1) Pertumbuhan ekonomi daerah di wilayah KAPET; (2) Kontribusi PDRB KAPET terhadap kontribusi PDRB Provinsi; dan (3) Pertumbuhan ekonomi daerah di wilayah sekitar. 5. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pengembangan KPBPB terdiri dari 32
indikator.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja proses pengembangan KPBPB antara lain : (1) Tersedianya payung hukum pembentukan KPBPB beserta peraturan pelaksanaannya; (2) Tersedianya dokumen perencanaan pengembangan dan pengusahaan KPBPB; (3) Tersedianya pembebasan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai; (4) Tersedianya kebijakan ketenagakerjaan yang fleksibel; (5) Tersedianya kebijakan penyederhanaan pelayanan perijinan investasi; (6) Tersedianya kebijakan untuk mempercepat lalu lintas kapal/barang di pelabuhan; (7) Tersedianya kebijakan penghapusan pengenaan biaya jasa kepelabuhanan bagi kegiatan yang tidak sesuai peraturan perundang‐undangan; (8) Tersedianya kebijakan pemberdayaan UKM/IKM sebagai supporting industries; (9) Tersedianya kebijakan penetapan pelabuhan yang menjadi exit entry point; dan (10) Adanya mekanisme koordinasi antar instansi penegakkan hukum di laut.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja output pengembangan KPBPB antara lain : (1) Persentase realisasi kegiatan rencana induk dan rencana bisnis setiap tahun; (2) Persentase realisasi kegiatan penyediaan sarana dan prasarana kawasan industri setiap tahun sesuai rencana induk dan rencana bisnis serta kualitasnya; (3) Persentase realisasi penyediaan sarana dan prasarana pelabuhan setiap tahun sesuai masterplan pelabuhan serta kualitasnya; (4) Menurunnya frekuensi konflik ketenagakerjaan; (5) Pelayanan perizinan usaha secara cepat dengan biaya yang wajar; (6) Tercapainya rasio penggunaan tambatan kapal (berth occupancy rate/BOR) sesuai standar yang dapat diterima secara internasional; (7) Tercapainya waktu persiapan perjalanan pulang kapal (vessel turn‐around time/TRT) sesuai standar yang dapat diterima secara internasional; (8) Biaya pelayanan pelabuhan yang wajar sesuai peraturan; (9) Meningkatnya jumlah UKM/IKM yang melakukan kemitraan dengan usaha besar; dan (10) Menurunnya frekuensi kasus penyelundupan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja sasaran pengembangkan KPBPB antara lain : (1) Meningkatnya nilai realisasi proyek investasi PMA dan PMDN di dalam KPBPB; (2) Meningkatnya nilai PMTB sektor UMKM; (3) Meningkatnya jumlah kunjungan kapal penumpang, kapal barang kargo, dan kapal peti kemas; (4) Meningkatnya volume bongkar muat peti kemas dan barang kargo; dan (5) Meningkatnya jumlah kedatangan/keberangkatan