Gambar 2.4 Logical Framework Approach
D. Tujuan dan Sasaran Pengembangan KPBPB
2. FTZ tradisional yang dikelola oleh pemerintah (bukan dibiayai oleh sektor swasta murni), memiliki
kelemahan kurangnya perhatian dari pemerintah lokal, banyaknya pungutan liar, dan adanya korupsi. Namun di Taiwan dan Korea, FTZ yang dikelola oleh pemerintah relatif sukses.
3. Buruknya iklim investasi yang disebabkan oleh tingginya berbagai pungutan liar, minimnya jumlah tenaga kerja, rendahnya skill dan produktivitas tenaga kerja, kakunya lingkungan pasar tenaga kerja, tidak tersedianya kepastian lahan dan standar sewa lahan, tingginya biaya transportasi dan biaya jasa publik lainnya, menyebabkan FTZ tidak berkembang.
4. Tidak berkembangnya sektor produksi ekonomi kerakyatan (pelaku usaha domestik), akibat industri manufaktur yang berbahan baku impor. Padahal FTZ akan bermanfaat dalam pengembangan perekonomian domestik apabila terjadi peningkatan industri domestik dalam penyediaan bahan baku bagi kawasan industri di FTZ.
5. Tidak berkembangnya eksportir domestik, karena posisi tawar sangat lemah terhadap pengekspor dari investor asing yaitu perusahaan multinasional (MNC) yang telah menguasai jaringan pasar global. Negara investor seringkali bertindak sebagai sub‐kontraktor pengekspor produk dari FTZ ke berbagai negara, sehingga keuntungan berlipat‐lipat lebih dinikmati oleh investor asing.
6. Jumlah lapangan kerja yang tidak sebanding dengan pertumbuhan populasi dan pertambahan angkatan kerja baru.
7. Tingkat upah buruh relatif masih rendah, sehingga keberadaan FTZ (kawasan bebas) belum mampu memberikan kesejahteraan bagi pekerja.
8. Investor asing lebih mendominasi aktifitas bisnis dan sangat jeli memanfaatkan berbagai peluang bisnis di negara pengembang FTZ untuk maksimisasi keuntungannya, namun sebaliknya pengusaha domestik di FTZ tidak banyak terlibat.
D.
Tujuan dan Sasaran Pengembangan KPBPB
Tujuan utama banyak negara memutuskan pentingnya membangun FTZ adalah untuk menciptakan pengembangan lapangan kerja dan devisa negara melalui peningkatan investasi untuk sektor produktif yang berorientasi ekspor. Investasi yang ditarik berorientasi PMA sehingga membawa penambahan modal bagi suatu negara.
Menciptakan pengembangan lapangan pekerjaan. Penciptaan dan pengembangan lapangan pekerjaan merupakan tujuan utama dari pendirian suatu FTZ. Di beberapa negara, pendirian FTZ dapat menyerap tenaga kerja secara optimum, sementara di beberapa negara lainnya peran FTZ dalam penyerapan tenaga kerja kurang signifikan. Dampak FTZ akan kurang signifikan disebabkan jumlah lapangan kerja yang tidak sebanding pertumbuhan populasi dan pertambahan angkatan kerja.
Di Mexico, tahun 1966, terdapat 24 perusahaan di FTZ menyerap 6.107 tenaga kerja. Tahun 1994, jumlah perusahaan berkembang hingga 2000 unit dengan tenaga kerja sekitar 600.000 orang.
Di Mauritius, pada tahun 1971, sembilan EPZ yang didirikan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 600 orang, dan berkembang menjadi 91.000 orang pada tahun 1991 atau satu pertiga dari jumlah total tenaga kerja nasional dan 80 persen tenaga kerja industri. Di Filipina, jumlah tenaga kerja dari empat kawasan pada tahun 1986 23,651 orang, dan pada tahun 1994 jumlahnya bertambah mencapai 70,000 orang.
Di Malaysia, jumlah tenaga kerja dari tujuh kawasan tahun 1994 meningkat menjadi 123,000 orang. Pada umumnya di negara‐negara berkembang kondisi tenaga kerja umumnya bergerak di sektor pertanian dengan tingkat pendapatan rendah, dan ingin berpindah ke sektor industri pengolahan yang memberikan pendapatan lebih besar.
Meningkatan devisa. Banyak negara, terutama negara berpendapatan rendah, devisa luar negeri merupakan salah satu sumber untuk membiayai impor dan membangun perekonomian lokal. Pengembangan ekspor yang modern akan memberikan dampak secara langsung pada : a)
8 Bab IV
peningkatan pendapatan ekspor, dimana pendapatan ekspor akan berdampak positif pada nilai tukar suatu negara dan PDB, b) biaya impor lebih rendah bagi pembeli di dalam negeri. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa FTZ dapat menjadi instrumen untuk memperoleh devisa luar negeri. Di Mauritius, penerimaan ekspor bersih dari FTZ tahun 1971 dari 3 persen meningkat pesat menjadi 68.7 persen dari ekspor nasional tahun 1994. Sementara kawasan‐kawasan khusus seperti Kawasan Berikat dan EPZ di Indonesia, Korea, dan Taiwan, menyumbangkan ratio of net to gross exports dari 49 persen menjadi 63 persen pada pertengahan tahun 1980‐an.
Untuk mencapai kedua tujuan tersebut, maka sasaran FTZ diantaranya :
1. Menarik investasi berorientasi PMA terkait dengan upaya peningkatan tambahan modal di suatu negara terkait dengan pengembangan sektor produktif (industri dan jasa).
2. Peningkatan kinerja ekspor. FTZ memiliki peranan penting untuk meningkatkan kinerja ekspor di banyak negara. Di Taiwan, Korea, dan Dominika seluruh ekspor produksi manufaktur dihasilkan dari FTZ. Sementara di Mauritius, Kenya, dan Mexico, masing‐masing FTZ‐nya memiliki kontribusi terhadap ekspor nasional sebesar 95 persen, 75 persen, dan 50 persen.
3. Pengembangan keterkaitan ke belakang (backward linkages). Perusahaan‐perusahaan di dalam FTZ melakukan outsourcing atau melakukan subkontrak bahan baku dan input kepada perusahaan domestik. Banyaknya kegagalan dalam membangun keterkaitan FTZ dengan dengan perusahaan‐prusahaan domestik seringkali karena ketidaksesuaian antara jenis bahan baku yang diminta, kelangkaan input/bahan baku, kualitas dan harga produk, dan lambatnya pengiriman. Salah satu contoh FTZ yang berhasil membangun keterkaitan ke belakang adalah FTZ Masan di Korea. Pada tahun 1988, dari 79 perusahaan yang ada di dalam kawasan, 56 perusahaan diantaranya melakukan kemitraan dan kerjasama dengan 525 perusahaan domestik dalam bentuk proses outsourcing. Perusahaan‐perusahaan domestik memperkerjakan 16.686 pekerja, setara dengan setengah dari tenaga kerja Kawasan Masan. Berbeda dengan Di Mexico, FTZ‐nya sukses meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan namun tidak berhasil menciptakan keterkaitan ke belakang dengan perusahaan domestik karena sebagian besar inputnya diimpor dari Amerika Serikat.
4. Peningkatan kualitas infrastruktur. FTZ dapat mendorong peningkatan kualitas infrastruktur nasional. Kawasan yang sukses adalah kawasan dimana pemerintahnya dapat menyediakan sarana dan prasarana transportasi maupun logistik yang efisien sehingga kompetitif.
5. Meningkatkan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan yang memberikan dampak luas bagi suatu negara, akan menjadikan pelaku usaha lokal banyak terlibat dalam proses produksi secara modern, sehingga keuntungan pelaku usaha di FTZ akan sangat besar karena mampu memproduksi produk olahan sesuai standar kualitas internasional didukung pelatihan keterampilan tenaga kerja, staf dan pihak pengelola secara intensif. Namun perlu hati‐hati bahwa di sisi lain, jenis transfer teknologi ini juga dapat berdampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja. Contoh di Malaysia, pangsa pekerja per perusahaan terhadap total pekerja di FTZ terus menurun selama periode 1990‐1997, yang menunjukan adanya perubahan dari industri intensif tenaga kerja kepada industri intensif modal, sebagai indikasi terjadinya transfer teknologi.
Negara yang sukses menerapkan FTZ diantaranya Singapura dan Korea. FTZ dipandang sebagai suatu instrumen untuk memperluas dan memodernisasi perekonomian dengan menarik investasi luar negeri sebesar‐besarnya, mengupayakan transfer teknologi dan penciptaan lapangan pekerjaan. FTZ di berbagai negara mampu berperan sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi berorientasi keluar, dan memiliki dampak signifikan bagi pengembangan industrinya.
Berbagai hasil penelitian di banyak negara sebelumnya telah menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara pendirian FTZ dengan upaya peningkatan kinerja ekspor suatu negara. Kawasan perdagangan bebas (FTZ) mengalami perubahan substansial dan beradaptasi sebagai respon terhadap pertumbuhan perdagangan dunia yang cepat, peningkatan efisiensi transportasi terutama
Bab IV 9 kepelabuhanan. Sebagai suatu instrumen dari kebijakan perdagangan dan pembangunan, konsep FTZ mengalami adaptasi dengan kondisi lokal dari setiap negara. Konsep tersebut akan berubah setiap saat, menyesuaikan dengan tuntutan sektor pemerintah maupun sektor swasta.