• Tidak ada hasil yang ditemukan

Devita Mayanda Heerlie

Dalam dokumen e book LMC SD MI 2012 (Halaman 128-138)

S

eperti biasanya, pagi ini saya dan adik berangkat ke sekolah. Kami berangkat sekolah dengan berjalan kaki, karena jarak rumah kami dengan sekolah cukup dekat. Ibu biasanya yang setia menemani kami berangkat sekolah.

Ibu saya seorang dosen. Entah kenapa, di sepanjang perjalanan, selalu saja ada bahan yang menarik untuk diobrolkan. Seperti pagi ini, adik saya tiba-tiba bertanya sambil menunjuk sekelompok orang yang tengah berkumpul dan memegang spanduk.

“Mereka sedang apa?” tanya adik. “Oh, mereka sedang demo,” jawab ibu. “Mereka itu siapa?” tanya adik kembali. “Mereka itu mahasiswa,” kata ibu. “Mahasiswa itu siapa?” tanya adik.

“Kalau kita disebut siswa. Kalau mereka disebut mahasiswa. Mahasiswa adalah orang yang sekolah di universitas,” saya membantu menjelaskan.

“Universitas? Apakah itu universitas?” tanya adik lagi, sambil menggeleng kebingungan.

“Kita kan masih SD, Dik, tingkat Sekolah Dasar. Nah, kalau sudah tamat SD nanti dilanjutkan ke SMP, lalu ke SMA. Setelah SMA, barulah masuk universitas dan jadi mahasiswa,” jelas saya memberi pemahaman.

“Apakah mereka sekarang tidak sekolah? Kenapa mereka ada di sana?” tanya adik lagi, sepertinya masih belum paham.

“Mereka tidak sekolah, Dik. Tapi mereka kuliah,” ibu membantu menjelaskan.

“Tapi kok mereka tidak kuliah? Apa mereka tidak dimarahi oleh mahaguru?” tanya adik.

“Bukan mahaguru, Dik. Tetapi dosen,” kata saya.

“Seperti Mama. Mama itu yang mengajar mahasiswa,” lanjut saya. “Heran, ya. Mahaguru tidak marah sama mereka. Adik saja yang terlambat masuk kelas, bisa dimarahi. Apalagi sampai tidak sekolah,” kata adik.

Ibu tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Adik memang selalu mempertanyakan segala hal. Tapi itu membuat perjalanan menyenangkan. Tidak terasa kami sudah sampai di sekolah.

“Belajar yang rajin. Jangan nakal, ya!” pesan ibu.

“Baik, Mama,” sahut kami berdua sambil berlari masuk ke kelas. Pelajaran hari ini sangat menyenangkan. Ada pelajaran IPS dan IPA. Ditambah hari ini adalah jadwal laboratorium IPA untuk belajar tentang makhluk hidup. Sungguh menyenangkan bisa mempelajari segala hal tentang mahluk hidup di laboratorium.

Pada jam istirahat, saya menemui adik di kelasnya. Adik sedang duduk dengan muka cemberut.

“Kenapa, Dik?” tanya saya. “Saya lapar, Kak.”

“Lho, bukannya sudah dibawakan enam buah pisang goreng?” saya mengingatkan.

“Iya, tapi tidak Adik makan semua,” sanggahnya.

“Apakah pisangnya jatuh dan kotor? Diambil paksa teman?” tanya saya. Sebab ada dua orang teman adik saya yang suka mengambil paksa bekal temannya. Walaupun adik saya tubuhnya lebih besar, tapi ia tidak berani melawan. Itu saya tahu dari ceriteranya minggu lalu.

“Tidak. Begini lho, tadi pagi kan di kelas Bu guru bilang ada teman yang sakit. Jadi, kita semua diharapkan menyumbang setengah atau semua yang kita punya. Adik kan tidak punya apa-apa selain pisang goreng. Jadi, ya Adik sumbangkan tiga buah pisang goreng,” kata adik.

“Hah! Adik masukkan tiga pisang goreng ke kotak amal?” tanya saya sambil tertawa.

“Iya. Makanya sekarang jadi lapar deh,” sahut adik.

“Maksud Bu guru itu, kita menyumbangkan sebagian uang jajan kita,” jelas saya.

“Mana adik tahu. Adik kan tidak dapat uang jajan. Jadi, yang adik punya hanya pisang goreng. Ya sudah. Berikan pisang goreng saja. Katanya kita harus menolong orang yang susah,” gerutu adik.

“Ya, sudah. Kakak belikan makanan di kantin saja. Adik tunggu sebentar,” sambung saya.

Saya pun pergi ke kantin. Saya melewati kantor guru. Ternyata di kantor guru sedang heboh, karena ada tiga buah pisang goreng di kotak amal. Saya berjalan sambil tersenyum kecil. Adik saya ini membuat heboh seisi kantor guru. Tapi saya tidak boleh menceritakannya kepada orang lain. Nanti bisa-bisa adik yang kena hukum. Padahal dia belum mengerti.

Pulang sekolah, seperti biasa kami berdua berjalan kaki pulang ke rumah. Ibu dan ayah tak bisa menjemput karena masih kerja. Di tengah perjalanan, saya melihat seekor kucing yang diam tak bergerak di tepi jalan.

“Kasihan ya, Dik. Kucing ini sepertinya mati,” kata saya. “Iya. Kenapa dia bisa mati?” tanya adik.

“Mungkin karena kelaparan atau ditabrak,” jawab saya.

Kami berlalu saja tanpa menghiraukan dan melewati kucing itu. Walaupun sudah agak jauh, adik menoleh ke belakang terus.

“Sudahlah, Dik. Jangan dipikirkan,” kata saya.

Kami langsung melanjutkan perjalanan pulang. Seperti biasanya, kami segera mandi dan makan. Saya mengerjakan PR dan adik tidur siang.

“Dik, kamu tidur siang, ya,” kata saya.

“Iya, Kak,” kata adik. Adik segera masuk ke kamarnya.

“Tumben Adik langsung masuk kamar. Biasanya dia tak mau tidur siang,” kataku dalam hati. “Sudah jadi anak baik dia hari ini.”

Saya pun pergi melihat adik di kamarnya. Ternyata, adik masih main-main di kamar. Jadi, saya menemani adik tidur. Beberapa saat kemudian, saya melihat adik sudah tertidur. Saya pun keluar dari kamar adik dan melanjutkan mengerjakan PR. Satu setengah jam kemudian saya pun selesai mengerjakan PR dan belajar.

“Lho kok Adik belum bangun? Biasanya dia cuma tidur satu jam saja,” tanya saya dalam hati.

Saya pun pergi mencari adik di kamarnya. Ternyata, adik sudah tidak ada di kamar. Saya panik. Secepatnya saya mencari. Hampir seluruh ruangan saya telusuri, tapi tidak ketemu.

“Adik! Adik!” saya berteriak memanggil dengan suara lantang. “Kak, Adik di halaman belakang,” sahut adik.

Saya pun pergi ke halaman belakang rumah.

“Mengapa kamu di sini, Dik? Bukankah kamu tidur siang?” saya mulai jengkel.

Adik hanya diam dan menunduk saja. Tiba-tiba saya melihat ada gundukan tanah persis di depan tempat ia jongkok.

“Apa itu, Dik?” tanya saya penasaran. “Ini, ini...” kata adik terbata-bata.

“Ada apa di dalam gundukan tanah itu? Jangan-jangan Adik dapat nilai jelek. Jadi, Adik mengubur kertas ulangannya, biar tak dimarahi Ibu?” tanya saya dengan suara yang keras.

“Bukan, Kak. Tapi, ini kucing yang kita temukan di jalan tadi. Adik merasa kasihan jika kucing ini tidak dikuburkan dan didoakan. Lihat saja, Kak. Manusia saja kalau mati dikuburkan dan didoakan. Masa kucing ini tidak ada yang peduli sih? Jadi, Adik sengaja menguburkan dan mendoakannya,” kata adik.

“Ada apa ini. Kok ribut-ribut sih?” tanya ibu yang tiba-tiba muncul. Ternyata ibu dan ayah sudah pulang ke rumah. Mereka mendengar suara kami dan menghampiri kami.

“Ini lho Bu, Adik,” kata saya.

“Memang Adik kenapa?” tanya ayah.

“Kan tadi siang kami berdua pulang sekolah. Kami bertemu kucing yang mati di jalan. Sewaktu sampai di rumah saya pun menyuruh Adik tidur siang. Tapi adik malah kembali mengambil kucing yang mati itu, dan menguburkannya. Sampai-sampai didoakan pula,” kata saya.

“Sebenarnya, perbuatan Adik itu bagus. Kita harus menyayangi binatang,” kata ayah tersenyum bangga. Saya tersenyum kecut. Seharusnya ayah marahi adik yang tidak tidur siang. Huh….

“Apakah Adik memakai kantong plastik waktu mengambil kucing itu?” tanya ibu.

“Tidak, Bu. Adik menggendongnya ke halaman belakang pakai tangan,” kata adik.

“Kalau begitu, kotor dong tangan Adik,” kata ayah. “Adik harus cepat cuci tangan.”

“Begini, binatang yang sudah mati mempunyai banyak kuman. Kalau kita pegang pakai tangan, tangan kita juga akan banyak kuman. Kumannya bisa menempel di tangan dan kuku. Kalau termakan, Adik bisa sakit,” ibu berusaha memberi penjelasan. Supaya tidak banyak lagi bertanya.

“Lagi pula, binatang yang sudah mati dapat mengeluarkan bau busuk. Tidak bagus untuk kesehatan,” ayah mencoba membantu memberi penjelasan.

“Ya sudah. Cepat cuci tangan dulu,” lanjut ibu.

“Tapi kucingnya bagaimana?” tanya saya.

“Oh, kucingnya biar Mama dan Papa yang urus,” kata ibu.

Kami semua mencuci tangan. Saya tak tahu apa yang dilakukan ayah di belakang rumah. Kami cuma disuruh mandi dan menonton televisi. Bau harum memenuhi rumah ketika ibu memasak untuk menyiapkan makan malam. Kami selalu makan malam bersama.

“Anak-anak, masakan sudah siap,” kata ibu.

“Ya, Mam,” sahut kami serempak. Secepatnya kami segera ke meja makan.

“Wah, makanannya enak-enak nih,” kata ayah.

“Yang penting empat sehat lima sempurna,” kata adik. “Adik sudah tahu empat sehat lima sempurna?” tanya ayah. “Ya dong,” jawab adik.

“Wah, ternyata hebat anak Papa!” kata ayah sambil menepuk bahu adik.

“Ih, Papa. Begitu saja dibilang hebat,” sahut saya ketus.

“Kakak jangan begitu dong. Memang Adik hebat. Apa yang sudah dipelajari di sekolah diterapkan di rumah,” kata ibu.

Malam ini, semua memuji adik. Tapi, tak apalah. Saya juga senang sebenarnya mempunyai adik yang hebat.

“Bu, tadi di sekolah kan ada teman yang sakit. Saya menyumbang sebagian uang jajan. Tapi adik menyumbang tiga buah pisang goreng,” kata saya.

“Benarkah itu?” tanya ayah sambil menoleh ke arah adik.

“Kok Adik menyumbangkan tiga buah pisang goreng?” tanya ibu. “Iya, Bu. Sebab kata Bu guru boleh sumbangkan setengah atau semua yang kita punya. Adik kan hanya punya enam buah pisang goreng. Jadi Adik sumbangkan tiga,” kata adik.

Ayah dan ibu pun tertawa terbahak-bahak. Saya pun ikut tertawa mengingat kehebohan di sekolah tadi pagi.

“Dik, memang menyumbang untuk membantu orang lain adalah bagus. Tapi cara adik saja yang salah,” kata ibu.

“Adik bisa juga mengunjungi teman yang sakit. Itu juga salah satu cara menyayangi teman. Bukan dengan sumbangan saja,” kata ayah.

“Tapi Adik kan tak salah. Bu guru yang salah,” sahut adik. “Dik, tak baik menyalahkan orang,” kata saya.

“Sudahlah, kita makan saja. Makanannya keburu dingin,” kata ibu. Kami sekeluarga makan dengan lahap. Hari ini betul-betul hari yang penuh dengan kegembiraan dan kehebohan. Saya tersenyum sendiri. Permasalahan mahasiswa, pisang goreng, dan juga kucing, benar- benar menjadi pelajaran hari ini. Alangkah indah dan menyenangkan kehangatan keluarga. Sesuatu yang tak pernah saya lupakan sampai nanti. [*]

Mengenal Lebih Dekat

Devita Mayanda Heerlie

Halo, perkenalkan nama saya Devita Mayanda Heerlie. Saya lahir di Pontianak, 25 Mei 2003. Saya suka melukis, menulis, dan juga sains serta matematika. Saya senang menguji kemampuan saya lewat berbagai ajang lomba, baik tingkat nasional maupun internasional. Beberapa penghargaan telah berhasil saya raih, yang tentu membuat saya sangat bahagia.

Di antara beberapa prestasi yang pernah saya raih di bidang menulis adalah, Top 50 Lomba Tupperware Children Helping Children 2012 tingkat SD, dan International Essay Contest for Young People oleh The Goi Peace Foundation and UNESCO (United Nations Educational, Scientiic and Cultural Organization) 2012.

Sedangkan di bidang seni melukis, beberapa penghargaan itu antara lain: Lima Besar Finalis Kategori A (SD kelas 1-6) The Ary Suta Center, Children & Youth Painting Competition Award 2011 di Jakarta, Finalist (sepuluh besar) European Commision Gender Drawing Competition “International Women’s Day 2011”, Moonlight Prize (juara 5) Nambook International Painting 5th Nami Island International Children’s Book

Festival Korea, 2010, Sepuluh Besar Winners of the 2011 Summer Tuxpaint Contest (menggambar dengan menggunakan computer), Eco Friend Prize (juara 3), Planet Earth Grand Prix, 2nd KAO International Environment

Painting Contest for Children by KAO Coorporation Japan, 2011, 2nd Prize

of MAP (Mangrove Action Projet) 2012 Children Art Calender Contest, 11th

International Children Contest (dijadikan kalender untuk bulan November 2012), Winner of the Youth for Human Right International Art Illustration Contest 2011, serta Special Acknowledgement XIV International Drawing and Painting Competition “Joy of Europe”, 2012.

Untuk bidang sains dan matematika, saya pernah meraih penghargaan sebagai Juara 1 (2009), Harapan 2 (2010), Harapan 1 (2011) dalam Lomba Matematika Sakamoto se-kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya, serta Semiinalis Lomba Sains Kuark (2011 dan 2012) tingkat Propinsi Kalimantan Barat.

Saya sekarang tinggal di dekat Untan (Universitas Tanjungpura), satu-satunya universitas negeri yang ada di Pontianak.

Sekolah saya tidak terlalu jauh dari rumah. Di sekolah ada banyak fasilitas. Ada tempat untuk bermain basket dan badminton, kolam renang, laboratorium IPA, laboratorium kimia, laboratorium isika, laboratorium biologi, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, bioskop mini, dan masih banyak lagi. Tapi dari semua fasilitas-fasilitas yang ada, yang paling saya suka adalah perpustakaan.

Sekolah saya terdiri dari empat unit, yaitu: TK, SD, SMP, dan SMA. Kelas saya berada di lantai dua. Teman sekelas saya ada dua puluh lima orang. Kami dibimbing wali kelas yang baik dan sayang kepada kami. Beliau lebih akrab dipanggil Bu Wiwik.

Di rumah saya tidak punya teman bermain, karena saya tidak punya adik ataupun kakak. Kadang-kadang saudara sepupu saya datang bermain ke rumah. Kalau dengan teman-teman sekolah, cuma bisa waktu istirahat saja. Yang paling saya senangi adalah bermain dengan teman les bahasa Inggris. Saya meminta mama untuk lebih lambat menjemput dari jadwal. Jadi, sesudah les masih bisa bermain dengan mereka, yang kebanyakan anak perempuan. Teman les bahasa Inggris saya dari sekolah yang berbeda-beda, sehingga bisa bertukar informasi.

Saya bersekolah dari hari Senin sampai dengan hari Jumat. Setiap istirahat pertama, saya makan bekal dari rumah. Kalau ada waktu saya biasanya main bersama teman-teman sekelas. Pada jam istirahat kedua, setiap hari, saya pasti ke perpustakaan untuk membaca, meminjam,

dan mengembalikan buku. Saya biasanya meminjam dua buah buku untuk dibaca di rumah. Kalau ada ulangan atau ada PR, saya tidak ke perpustakaan sekolah. Sore hari saya mengikuti les.

Setiap hari Jumat, saya mengikuti kegiatan akhir pekan dan saya juga mengikuti ekskul origami. Kegiatan akhir pekan bisa berupa kegiatan di saat kami sekelas harus bersih-bersih kelas dan mempercantik kelas, atau membuat kegiatan bersama di kelas, pergi menonton di bioskop mini di sekolah, dan pergi ke luar sekolah untuk pengenalan lingkungan menggunakan bus sekolah. Saya suka sekali ekskul origami karena saya senang melipat-lipat kertas menjadi berbagai bentuk dan hasilnya bisa digunakan atau dipajang.

Setiap hari Sabtu pagi saya juga mengikuti ekskul paskibra. Setelah itu, pergi ke perpustakaan daerah bersama bibi dan adik sepupu saya. Mulai tahun ini, perpustakaan daerah juga dibuka pada hari Minggu. Sabtu sore, saya ada les menggambar. Biasanya, saya bermain bersama adik sepupu saya yang mengikuti les menggambar juga.

Pada hari Minggu, kalau ada lomba menggambar, saya ikut. Biasanya adik sepupu datang ke rumah untuk bermain. Kalau tidak datang, saya pergi ke mall. Biasanya, saya ke mall itu untuk nonton di bioskop, beli buku, dan makan.

Setiap malam sebelum tidur mama suka bercerita. Mama membeli buku dongeng untuk bisa bercerita. Kalau sudah kehabisan ide, biasanya cerita pengalaman mama sendiri. Bahkan mama pernah bilang mendapat ceritanya dari internet. Biasanya mama bercerita menggunakan boneka tangan. Makin seru kalau ada papa. Papa saya biasanya suka bikin gaya-gaya yang lucu. Makanya saya jadi terinspirasi dari cerita mama dan papa.

Papa saya suka sekali membaca buku. Papa suka membaca buku tentang hewan dan tumbuhan. Papa juga sering menerapkan isi buku yang dibaca. Misalnya menanam buah naga, memelihara ikan lele, dan membuat rumah walet.

Papa, mama, dan saya langganan majalah. Papa langganan Trubus yaitu majalah tentang hewan dan tumbuhan. Mama langganan Prajna yaitu majalah mengenai pengalaman hidup dan agama. Saya langganan Kuark yaitu majalah tentang sains. Jadi, kita bisa bagi-bagi cerita yang kita baca waktu menjelang tidur.

Saya mulai menulis cerita karena di sekolah ada pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Kami belajar tentang Microsoft Word. Kami diminta untuk belajar mengetik. Supaya lancar, saya belajar mengetik di rumah. Saya tak punya bahan untuk mengetik. Saran mama, bagaimana kalau saya membuat karangan saja. Menuangkan ide sekalian belajar mengetik.

Karangan “Satu Hari Bersama Adikku” adalah karangan saya yang kedua. Saya sebenarnya tidak menyangka kalau bisa terpilih sebagai inalis karena saya menulis baru saja tahun ini. Jumlah karangan saya juga baru empat karangan. Karangan pertama bercerita tentang menghemat kertas untuk mengurangi pemanasan global. Karangan pertama yang berjudul “Kertasku Sayang” masuk top 50 nasional. Karangan ketiga menggunakan bahasa Inggris dengan judul “A Message to All My Friend in the Whole World” yang bercerita tentang cita-cita saya menciptakan mobil terbang, membuat satu kota yang isinya hanya anak-anak dan mainan yang terbuat dari alam, dan ajakan kepada teman-teman sedunia untuk menanam pohon. Yang keempat saya mengarang tentang peranan kelapa sawit untuk masyarakat Kalimantan Barat dengan judul “Teman Sawitku”.

Dari kelas dua, saya sebenarnya sudah menulis. Tapi yang ditulis adalah narasi gambar. Setiap saya lomba menggambar internasional, seringkali harus dibuat narasinya. Saya membuat narasi dalam bahasa Indonesia yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dibantu guru les bahasa Inggris.

Saya tak pernah menghitung jumlah buku yang pernah saya baca. Tapi perkiraan, kira-kira saya telah membaca 250 judul buku dalam setahun, dan kebanyakan berupa buku cerita serta komik.

Sepucuk Surat

Dalam dokumen e book LMC SD MI 2012 (Halaman 128-138)