• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gabriella Verencia

Dalam dokumen e book LMC SD MI 2012 (Halaman 138-145)

T

ersebutlah seorang ibu bernama Idah dan anaknya yang baru lahir bernama Soleh. Mereka hidup sangat sederhana. Sehari- hari, Ibu Idah harus bekerja sebagai pengumpul kayu bakar dan sebagai pembantu rumah tangga. Bu Idah sangat menyayangi Soleh. Hanya Soleh lah satu-satunya harapan Bu Idah. Kelak, Bu Idah berharap Soleh akan menjadi orang yang sukses, baik, dan menyayangi Bu Idah seperti Bu Idah menyayangi Soleh.

Hari demi hari dilewati Bu Idah dengan sabar. Beliau tidak pernah patah semangat. Karena sekeras apapun hidup ini, akan tetap ia jalani demi anak yang sangat ia sayangi.

Suami Bu Idah meninggal beberapa bulan setelah Soleh lahir. Suaminya meninggal karena sebuah kecelakaan. Yakni pada suatu malam, ketika Bu Idah sedang dalam perjalanan pulang dengan membawa kayu bakar yang ia cari sepanjang hari. Saat sedang menyeberangi jalan, beberapa kayu bakarnya terjatuh. Bu Idah harus mengambilnya karena kayu bakar itu sangat berarti baginya. Di saat yang bersamaan, sebuah mobil dengan pengemudi yang mabuk sedang mengendarai mobil. Kebetulan saat itu suami Bu Idah sedang berada di pinggir jalan. Melihat keadaan itu, suami Bu Idah, Pak Jono, segera berlari mendorong Bu Idah. Saat itulah Pak Jono mengalami kecelakaan. Beliau tertabrak mobil.

Malam itu tidak ada kendaraan lewat dan rumah sakit pun cukup jauh dari tempat kejadiaan. Bu Idah dengan perasaan hancur membawa Pak Jono ke rumah sakit dengan berjalan kaki menopangnya. Sesampai di rumah sakit, perawat tidak segera menolong Pak Jono karena masalah administrasi. Bu Idah sama sekali tidak mempunyai uang. Bu Idah terus memohon kepada dokter agar menolong suaminya segera. Akhirnya dokter memutuskan untuk menolong Pak Jono tanpa biaya apapun. Tapi sayang sekali, nyawa Pak Jono sudah tidak tertolong.

Sebelum Pak Jono menghembuskan nafas terakhir, Pak Jono berpesan kepadanya, untuk selalu menjaga dan melindungi Soleh. Sejak saat itu, Bu Idah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia akan selalu melindungi keluarganya. Sejak saat itu jugalah Bu Idah bekerja lebih keras lagi.

Saat Bu Idah bekerja, ia selalu menitipkan Soleh kepada tetangga dekatnya, Bu Sarni. Beruntunglah ia memiliki orang sebaik Bu Sarni,

mau mengerti akan kesulitannya.. Usia Soleh ketika itu masih 2 tahun. Terlalu kecil untuk bisa diajak bekerja.

Hari demi hari berlalu. Soleh mulai bertambah usia. Ia mulai memasuki kelompok bermain. Tapi entah mengapa, nasib buruk selalu menghampiri mereka. Suatu ketika, saat Soleh sedang duduk di depan sekolah menunggu Bu Idah menjemput. Ada seorang lelaki pembawa serbuk gergaji tersandung. Butiran serbuk terlempar dan mengenai muka Soleh. Serpihan-serpihan kecil itu mengenai mata Soleh, hingga Soleh menangis. Dengan spontan ia menggaruk-garuk matanya hingga terluka.

Ketika kepala sekolah Soleh mendengar jeritan Soleh, ia langsung menghampiri. Tanpa berpikir panjang, beliau langsung membawa Soleh ke rumah sakit terdekat. Kepala sekolah pun segera menghubungi Bu Idah.

Bu Idah langsung berlari ke rumah sakit. Sesampainya disana, Bu Idah meminta penjelasan dokter mengenai Soleh. Dokter pun menjelaskan keadaan Soleh secara rinci. Dokter hanya menjelaskan bahwa Soleh mengalami luka pada mata yang cukup parah. Soleh dihawatirkan akan mengalami kebutaan. Untuk menolongnya, harus ada yang rela menjadi donor. Donor mata yang tepat, agar Soleh bisa melihat lagi.

Semua kenangan buruk pun kembali terlintas di pikiran Bu Idah. Beliau terus menyalahkan dirinya sendiri atas semua kejadian yang telah terjadi. Perasaan hancur telah terulang kembali. Sekarang ia harus mencari donor mata yang tepat untuk anaknya. Tanpa berpikir panjang, ia berkata kepada dokter bahwa ia ingin mendonorkan sebelah matanya untuk anaknya.

Awalnya, dokter pun tidak menyetujui keputusan Bu Idah. Tetapi melihat Bu Idah yang terus memohon, akhirnya dokter menyetujui permintaanya. Semua ini dilakukan Bu Idah demi anaknya. Ia ingin anaknya bisa melihat, agar kelak ia bisa menjadi sukses.

Soleh adalah segalanya baginya. Apa pun akan ia lakukan demi kebahagiaan anaknya.

Operasi pun selesai dijalankan. Sekarang Soleh dapat melihat lagi dengan sempurna. Akan tetapi Bu Idah hanya bisa melihat dengan sebelah matanya. Sekarang ini pun isiknya terlihat buruk karena hanya

memiliki satu mata. Dalam kejadiaan ini, Soleh tidak akan mengingatnya, karena ia masih terlalu kecil. Bu Idah pun memutuskan untuk tidak memberitahu Soleh tentang masalah ini sampai waktunya tepat.

Waktu berjalan dengan cepat. Sudah 5 tahun berlalu sejak kecelakaan yang menimpa Soleh. Saat ini Soleh sudah memasuki sekolah dasar. Setiap hari, Bu Idah selalu mengantar dan menjemput Soleh dari sekolah. Saat di sekolah, Soleh sering dihina temannya karena memiliki ibu yang cacat, dan memiliki wajah yang seram. Temannya selalu berkata “Ibunya Soleh seram seperti monster!”

Soleh pun merasa malu mempunyai ibu seperti Bu Idah. Sampai- sampai ia tidak mau mengakui Bu Idah di depan semua teman-temannya. Setiap ibunya menunggu Soleh di depan gerbang sekolah, Soleh selalu menolak jika diajak pulang. Soleh selalu menganggap bahwa lebih baik ia tidak punya siapa-siapa dibandingkan ibu cacat yang hanya memiliki satu mata. Soleh selalu membentak ibunya. Ia meminta ibunya agar tidak usah mengantar dan menjemput Soleh dari sekolah.

Bu Idah pun menurutinya. Karena Bu Idah tahu perasaan malu yang ditanggung anaknya. Bu Idah hanya ingin Soleh hidup bahagia.

Bu Idah dan Soleh jarang berkomunikasi. Setiap ditanya, Soleh tidak pernah menjawab. Malah seringkali hanya membentak Bu Idah untuk diam. Karena keadaan ini, Soleh tumbuh menjadi anak yang keras dan durhaka. Semakin dewasa, Soleh semakin membenci ibunya dan semakin kurang ajar. Bu Idah hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan Soleh. Ia juga berharap, suatu saat nanti, Soleh bisa sadar bahwa Bu Idah menyayangi dia lebih dari apa pun di dunia ini.

Mulai dari sekolah menengah atas, Soleh memilih untuk meninggalkan ibunya. Ia berpikir bahwa hidup bersama ibunya hanyalah sebuah bencana yang membawa kesialan dalam hidup. Ia meninggalkan ibunya begitu saja. Berkali-kali Bu Idah membujuk Soleh untuk tidak pergi. Tapi Soleh hanya mengabaikannya, dan hanya mengambil uang Bu Idah. Kemudian ia pun segera pergi meninggalkan ibunya.

Soleh menghidupi kehidupannya sendiri. Ia merantau ke Jakarta, dan berharap akan mendapat kehidupan yang lebih layak. Awalnya ia hanya bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan. Dari situ, ia bisa membiayai sekolahnya di bangku SMA.

hidup jauh lebih baik. Ia sama sekali tidak pernah memikirkan keadaan Bu Idah yang semakin bertambah usia.

Saat ini Bu Idah sudah memasuki usia yang cukup tua, sehingga kesehatannya pun semakin menurun. Soleh tidak pernah mencoba untuk menghubungi atau kembali kepada ibunya.

Di Jakarta, Soleh menemukan seorang sahabat yang menurut dia tepat untuk menjadi pasangan hidupnya nanti, yaitu Sella. Mereka berada pada satu sekolah. Sella sering berkunjung ke rumah Soleh untuk mengerjakan tugas bersama. Mereka pun sering bercerita tentang kehidupan mereka masing-masing. Soleh mengatakan kepada Sella bahwa orang tuanya meninggal sejak ia masih kecil, dan ia hidup di panti asuhan. Soleh tidak pernah bercerita kepada siapa-siapa bahwa sebenarnya ia masih memiliki ibu. Sella pun percaya kepada Soleh.

Hingga suatu sore, ketika Soleh sedang belajar bersama Sella di teras depan rumahnya. Tiba-tiba Soleh melihat seorang perempuan tua yang buruk rupa mendatanginya. Ia sangat terkejut dan malu. Karena perempuan tua itu adalah ibunya. Ia berkata kepada Sella, bahwa ibu ini adalah orang gila yang kehilangan anaknya. Soleh mengusir perempuan tua itu untuk segera pergi.

Saat itu juga, Bu Idah duduk termenung dan menangis. Ia tidak percaya bahwa anaknya menjadi seperti ini. Dengan perasaan hancur karena kecewa, Bu Idah pulang dengan tangan kosong. Bu Idah selalu berdoa, berharap suatu hari nanti anaknya akan kembali kepadanya. Dengan usianya yang sekarang, ia tidak dapat berbuat banyak. Sekarang ini setidaknya ia cukup tenang karena tahu bahwa anaknya baik-baik saja, dan sudah memiliki wanita yang tepat untuk hidupnya.

Tak lama setelah kejadiaan itu, hari pengumuman kelulusan pun tiba. Kebetulan Soleh dan Sella mendapat peringkat tertinggi, sehingga mereka mendapat beasiswa untuk kuliah di Singapura.

Setelah semua urusan di Jakarta selesai, mereka segera berangkat ke Singapura. Di sana mereka bertambah dewasa dan bertambah dekat. Saat ini status Sella adalah sahabat paling dekat dengan Soleh. Soleh pun semakin menyayangi Sella, dan berencana untuk segera melamar Sella.

Di Singapura, Soleh mendapat pekerjaan yang cukup baik. Dia menjadi pegawai swasta. Kehidupannya sangat tercukupi. Ia tidak perlu

kerja dari pagi sampai malam seperti dulu lagi untuk mendapatkan uang.

Waktu berjalan sangat cepat. Soleh dan Sella akhirnya menyelesaikan perguruan tinggi mereka. Sekarang ini Soleh menjabat sebagai manajer di suatu perusahaan ternama di Singapura. Sementara Sella menjadi salah satu pengacara handal di sana.

Soleh pun segera melamar Sella dan menikahinya. Mereka tidak berencana untuk kembali ke Jakarta lagi. Bagi mereka, kehidupan di Singapura jauh lebih baik.

Selang beberapa tahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak. Mereka hidup semakin bahagia. Hingga suatu hari, ada seseorang datang mengetuk pintu rumah.

Pintu dibuka oleh anaknya. Ia berteriak memanggil ayahnya. Mendengar teriakan tersebut, Soleh langsung menghampiri. Soleh cukup terkejut beberapa saat. Ia hanya menatap seorang pengemis perempuan yang mengingatkan Soleh pada ibunya.

Tak lama setelah kejadian ini, terlintas tiba-tiba di pikiran Soleh mengenai Bu Idah. Soleh berencana untuk mengunjungi dan hanya melihat ibunya dari jauh. Soleh pun kembali ke rumah asalnya.

Sampai di tempat asalnya, Soleh hanya melihat kekosongan pada rumah itu. Soleh bertanya kepada tetangganya. Soleh terkejut dan terdiam mendengar jawaban dari para tetangga. Ternyata Bu Idah sudah meninggal beberapa minggu yang lalu.

Kemudian Soleh pergi mengunjungi tetangga lamanya, yaitu Bu Sarni. Soleh bertanya-tanya mengapa ibunya meninggal. Bu Sarni hanya diam saja. Ia hanya menyampaikan sepucuk surat dari Bu Idah untuk Soleh. Soleh bertanya kepada Bu Sarni tentang isi surat tersebut, tetapi Bu Sarni tidak menjawab. Ia hanya berkata, “Bukalah dan bacalah surat ini. Mungkin kamu akan tahu apa alasannya nanti.”

Mendengar hal itu, Soleh semakin penasaran. Ia tidak mau membuka surat itu di depan Bu Sarni. Akhirnya Soleh pergi ke rumah lamanya, dan membaca surat itu secara perlahan. Dari situlah air mata Soleh menetes tanpa henti. Perasaan menyesal yang sangat dalam pun keluar. Ia menyesal akan segala hal yang ia lakukan pada ibunya. Di surat itu, ibunya menulis:

“Nak, mungkin ketika kamu membaca surat ini, Ibu sudah meninggal. Ibu hanya ingin kamu hidup bahagia dan berkecukupan. Ibu tahu, mungkin kamu merasa bahwa Ibu adalah beban hidup kamu. Karena selalu merepotkanmu dan membuatmu malu. Tapi kamu harus tahu, bahwa Ibu sangat menyayangi kamu. Sewaktu kamu kecil, kamu mengalami kecelakaan. Kecelakaan itu membuat kamu kehilangan sebelah mata kamu. Sebagai seorang Ibu, Ibu tidak mungkin membiarkan anak ibu sendiri hidup dengan sebelah mata. Karena itu, Ibu memberikan sebelah mata Ibu agar kamu bisa melihat keindahan dunia sewaktu kamu dewasa nanti. Mungkin kamu tidak bisa mengingat kejadian ini, karena usiamu masih terlalu kecil. Ibu juga ingin mengucapkan selamat kepada kamu, karena kamu sudah berkeluarga. Membayangkan keadaanmu baik-baik saja, Ibu sudah tenang. Sekali lagi, Ibu minta maaf, Nak.”

Berminggu-minggu Soleh merenungkan kejadiaan ini. Ia tidak tahu harus bagaimana. Semuanya sudah terlambat. Ia hanya dapat menahan perasaan sesal seumur hidup. [*]

Mengenal Lebih Dekat

Gabriella Verencia

Halo, nama saya Gabriella Verencia, lahir di Jakarta, 15 Februari 2003. Saya bersekolah di SDK 6 BPK Penabur.

Terus terang, saya tidak suka lingkungan sekitar tempat saya tinggal. Udaranya kurang baik, banyak polusi akibat pembakaran sampah yang semena-mena. Saya lebih suka lingkungan sekolah. Keadaan di lingkungan sekolah saya sangat bersih, nyaman, serta terdapat banyak pohon sehingga udaranya menjadi sejuk.

Teman-teman bermain saya semuanya baik, tidak sombong, dan menyenangkan. Kebiasaan sehari-hari saya adalah belajar di sekolah, kecuali hari Sabtu dan Minggu, maka saya pergunakan waktu untuk membaca buku, jalan-jalan ke mall, dan bermain.

Ayah saya adalah seorang wiraswasta. Sedangkan ibu menjalankan kewajiban sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Saya memiliki dua kakak. Kakak yang pertama sudah kuliah, sedangkan yang kedua masih sekolah di tingkat menengah.

Saya menulis sejak kelas 3 SD. Saya sangat suka membaca, terutama komik dan buku cerita.

Dalam dokumen e book LMC SD MI 2012 (Halaman 138-145)