• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN A.Sifat Fisik Kompos

Dalam dokumen jilid3 komoditas peternakan lainnya (Halaman 155-161)

139 Prosedur Pengkajian

HASIL DAN PEMBAHASAN A.Sifat Fisik Kompos

Sifat-sifat fisik bahan kompos diamati selama proses pengomposan. Pengamatan dilakukan setiap minggu, dimulai dari minggu pertama sampai minggu ke empat. Pengamatan sifat-sifat fisik kompos meliputi suhu, bau, warna, struktur bahan dan hifa mikroba, disajikan dalam Tabel 1.

Suhu

Pada minggu 1, suhu kompos jerami dengan Trichoderma sp teraba sangat panas dan berasap. Sedangkan kompos dengan mol hanya panas dan berasap. Pada minggu 2 semua bahan kompos menunjukan peningkatan suhu. Suhu turun pada minggu 3, dan semua bahan kompos sudah stabil dan dingin pada minggu 4.

Peningkatan suhu pada proses pengomposan merupakan hasil aktifitas mikrobiologi dekomposer dalam proses dekomposisi yang menghasilkan energi dalam bentuk panas. Panas yang

140

dihasilkan sebagai hasil proses dekomposisi perlu dikendalikan supaya tidak melebihi 50ºC yang dapat mengakibatkan penurunan aktifitas biologi dekomposer dengan cara pembalikan bahan kompos (Suyanto and Irianti, 2015).

Bau

Pada minggu 1 awal pengomposan, bahan kompos mengalami proses dekomposisi anaerob, akibat kadar air yang sangat tinggi. Kondisi ini menyebabkan aerasi bahan kompos menjadi tidak baik dan kompos sangat berair. Bahan kompos dari 5 dekomposer Mol mengeluarkan bau menyengat, sedangkan bahan kompos dengan Trichoderma sp mengeluarkan bau sangat menyengat.

Pembalikan dilakukan untuk menurunkan kadar air dan bau menyengat, dan juga untuk merubah dekomposisi secara anaerob menjadi aerob. Bahan kompos dengan Trichoderma sp sudah tidak mengeluarkan bau pada minggu ke-3, sedangkan bahan kompos dengan Mol lainnya tidak mengeluarkan bau pada minggu ke-4.

141

Jenis MOL Suhu Bau Warna

1 msp 2 msp 3 msp 4 msp 1 msp 2 msp 3 msp 4 msp 1 msp 2 msp 3 msp 4 msp

Mol rumen Panas dan berasap Sangat Panas dan berasap agak Panas dingin Bau menyengat Bau menyengat Agak

Bau Tidak Bau

Kuning

kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan

Hitam kecoklatan

Mol keong Panas dan berasap Sangat Panas dan berasap agak Panas dingin Bau menyengat Bau menyengat Agak

Bau Tidak Bau

Kuning

kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan

Hitam kecoklatan

Mol buah Panas dan berasap Sangat Panas dan berasap Agak Panas dingin Bau menyengat Bau menyengat Agak

Bau Tidak Bau

Kuning

kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan

Hitam kecoklatan

Mol rebung Panas dan berasap Sangat Panas dan berasap Agak Panas dingin Bau menyengat Bau menyengat Agak

Bau Tidak Bau

Kuning

kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan

Hitam kecoklatan Mol mikroba 2 Panas dan berasap Sangat Panas dan berasap Agak Panas dingin Bau menyengat Bau menyengat Agak

Bau Tidak Bau

Kuning

kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan

Hitam kecoklatan Trichoderm a sp sp Sangat Panas dan berasap Sangat Panas dan berasap Agak Panas dingin Bau sangat menyengat Bau menyengat Tidak

Bau Tidak Bau

Kuning

kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan

Hitam kecoklatan

142

Jenis MOL Struktur bahan Hifa mikroba

1 msp 2 msp 3 msp 4 msp 1 msp 2 msp 3 msp 4 msp

Mol rumen Belum lapuk Belum lapuk Lapuk di tarik Lunak, Putus-putus di tarik mulai tumbuh di tengah tumpukan Tumbuh banyak di tengah tumpukan Tumbuh banyak di

tengah tumpukan Mulai buram

Mol keong Belum lapuk Belum lapuk Lapuk di tarik Lunak, Putus-putus di tarik mulai tumbuh di tengah tumpukan tumbuh banyak di tengah tumpukan tumbuh banyak di

tengah tumpukan Mulai buram

Mol buah Belum lapuk Belum lapuk Lapuk di tarik Lunak, Putus-putus di tarik mulai tumbuh di tengah tumpukan tumbuh banyak di tengah tumpukan tumbuh banyak di

tengah tumpukan Mulai buram

Mol rebung Belum lapuk Belum lapuk Lapuk ditarik Lunak, Putus-putus ditarik mulai tumbuh di tengah tumpukan Tumbuh banyak di tengah tumpukan Tumbuh banyak di

tengah tumpukan Mulai buram

Mol mikroba 2 Belum lapuk Belum lapuk Lapuk di tarik Lunak, Putus-putus di tarik mulai tumbuh di tengah tumpukan mulai tumbuh di tengah tumpukan tumbuh banyak di

tengah tumpukan Mulai buram

Trichoderma sp sp Belum lapuk Lapuk di tarik Putus-putus ditarik

Lunak sekali Putus-putus

ditarik

Agak banyak di tengah tumpukan

Hifa membalut bahan kompos

Hifa membalut bahan kompos

Kurang terlihat

141

Warna

Pada pengamatan minggu pertama, warna kompos dari semua dekomposer mulai berubah dari kuning ke kuning kecoklatan dan akhirnya menjadi hitam kecoklatan pada minggu ke-4.

Struktur bahan

Pada minggu pertama proses pengomposan, struktur bahan belum lapuk sama sekali. Di minggu 2, bahan kompos dengan dekomposer Trichoderma sp mulai lapuk ditarik, sedangkan bahan kompos dengan dekomposer mol masih belum lapuk. Bahan kompos dengan mol mulai lapuk di tarik pada minggu 3, dan minggu ke 4 sudah lunak, dan putus-putus ditarik. Sedangkan Trichoderma sp pada minggu ke 3 sudah putus-putus ditarik dan minggu 4 sudah lunak sekali dan putus-putus ditarik.Struktur bahan sangat lunak dan sudah hancur, bila ditarik sedikit saja putus-putus, artinya kompos jerami padi terurai secara sempurna.

Hifa mikroba

Hasil pengamatan bahan kompos minggu 1, bahan kompos dengan dekomposer Trichoderma sp pada tengah tumpukan saat pembalikan hifa mikroba sudah mulai tumbuh agak banyak terutama di tengah tumpukan.Pada minggu 2 dan 3, hifa sudah membalut bahan kompos. Pada minggu 4, hifa sudah kurang terlihat hal ini dikarenakan sebagian sudah membentuk spora, karena bahan yang akan dilapuk sudah hampir habis.

Hifa mikroba pada bahan kompos dengan dekomposer mol, pada minggu 1 mulai tumbuh ditengah tumpukan. Pada minggu 2 dan 3 mulai tumbuh banyak ditengah tumpukan. Dari pengamatan ini dapat disimpulkan sementara bahwa, pada semua jenis mol yang diuji mengandung mikroba fungi yang terlihat dari hifanya berwarna putih disela-sela helaian jerami padi di tengah tumpukan.

Proses dekomposisi akan mengalami peristiwa secara biologi, fisika,dan kimia, di mana pada proses pembusukan sampah secara aerobik memerlukan mikroba pengurai seperti fungi, yeast, dan actinomycetes sp(Rinrin, 2002)

Hasil pengomposan berbahan baku sampah dinyatakan aman untuk digunakan bila sampah organik telah dikomposkan dengan sempurna. Salah satu indikasinya terlihat dari kematangan kompos yang meliputi karakteristik fisik (bau, warna, dan tekstur yang telah menyerupai tanah, pH netral, suhu stabil). (Endah, N Mashita, Devi N, 2007).

B. Sifat Kimia Kompos

Tabel 2.Analisis Kimia Kompos Jerami Padi, 2011

No. Nama pH H20 Unsur Makro (%)

N P K C C/N Ca Mg

1 Jerami.mol rumen sapi 8,82 1,68 0,41 2,42 22,88 13,62 0,37 0,39 2 Jerami. Trichoderma sp 8,74 1,09 0,35 1,51 20,06 18,40 0,42 0,46 3 Jerami. Mol buah 8,93 0,87 0,40 1,67 32,42 37,26 0,45 0,42 4 Jerami. Mol keong 8,87 1,34 0,36 1,67 23,30 17,38 0,40 0,44 5 Jerami. Mol rebung 9,22 1,43 0,38 2,01 32,78 22,92 0,44 0,43 6 Jerami. Mikroba II 8,75 1,15 0,33 1,28 19,94 17,34 0,57 0,57

Sumber : Data Primer, 2011 pH

Berdasarkan hasil analisis Laboratorium (Tabel 2) diketahui bahwa pH kompos yang menggunakan dekomposer asal Trichoderma sp dan MOL memiliki pH alkalis (>8,5). Penelitian Palupi (2005), menggunakan dekomposter MOL asal limbah sayuran dalam pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit juga menunjukan pH >8,5 yaitu 8.59. Nilai pH yang lebih dari 8,0 juga dijumpai pada kompos matang seperti hasil penelitian (Husen and Irawan, 2010) yang bervariasi dari 8,2-8,6.

Kemasaman kompos akan mempengaruhi kemasaman tanah yang akan diberi aplikasi kompos. Dengan kondisi kompos yang tidak masam, akan mengurangi kemungkinan penambahan kemasaman tanah. Menurut kemasaman tanah akan mempengaruhi serapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman (Soepardi, 1983)

142

pH optimum berkisar antara 5,5-8,0. Bakteri lebih menyukai pH netral, sedangkan fungi aktif pada pH agak masam. Pada pH yang tinggi, terjadi kehilangan nitrogen akibat volatilisasi (Setyorini et al., 2006). Tapi menurut (Yang, 1996 dalam Setyorini et al. 2006) Indikator kematangan kompos adalah pH alkalis.

Kandungan bahan organik

Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanamankarena perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah. Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan nitrogen (N). Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan tanaman.Rasio C/N jerami tergolong tinggi yakni mencapai 50-70. Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan(Setyorini et al., 2006).

Dalam proses dekomposisi bahan organik, C digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumberenergi dan bersama N digunakan sebagai penyusun selnya. Oleh karena itu hasil analisis C, N,menunjukkan terjadinya penurunan kadar C dan peningkatan kadar N selama proses pengomposan. Kadar C terbesar terdapat pada kompos jerami dengan mol rebung, sedangkan hara N terbesarterdapat pada kompos jerami dengan mol rumen sapi.

Penurunan kadar C dan peningkatan kadar N pada proses pengomposanmenyebabkan terjadi penurunan nisbah C/N.Kompos yang matang selain ditandai oleh warna kompos yang coklat kehitaman danstabilnya suhu, kematangan kompos juga ditandai dengan rendahnya nisbah C/N(Suyanto and Irianti, 2015).

Kandungan C-Organik dalam kompos menunjukkan banyaknya bahan organik yang terdapat dalam kompos selama proses pelapukan berlangsung. Semakin intensif pelapukan bahan organik berlangsung, maka akan semakin sedikit keberadaan karbon organik dalam suatu bahan(Suyanto and Irianti, 2015). Bahan organik tertinggi pada kompos jerami dengan dekomposer Rebung yakni 56,51% sedangkan terendah pada Trichoderma sp yakni 34,58%.

Kandungan N total

Secara kimiawi, bahan organik pada kompos akan terdekomposisi melalui proses mineralisasi dan akan menjadi penyumbang ion-ion hara tersedia seperti Nitrogen. Kandungan N total pada kompos jerami dengan menggunakan MOL rumen sapi sebesar 1,68%, sedangkan pada Trichoderma sp hanya sebesar 1,09%.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktifitas bioaktivator MOL asal rumen sapi yang banyak mengandung bakteri yang mampu mensintesis senyawa nitrogen, gula dan substrat bioaktif lainnya. Bakteri tersebut juga mampu membentuk zat-zat yang bermanfaat antara lain asam amino, asam nukleat, zat-zat bioaktif dan gula. Asam amino tersebut merupakan salah satu sumber nitrogen bagi tanah (Yuwono, 2005).

C/N rasio

Besar kecilnya nilai C/N rasio sangat bergantung pada besarnya aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Pada proses pelapukan yang intensif, terjadi perubahan yang terjadi secara cepat di dalam tanah. Flora heterotropik-bakteri, jamur dan actinomycetes, menjadi aktif dan berkembang biak dengan pesat dan menghasilkan banyak CO2. Dalam keadaaan demikian, nitrat menghilang dari tanah disebabkan perkembangan jasad nitro menkonsumsi banyak nitrogen untuk pembentukan tubuhnya(Soepardi, 1983). Keadaan tersebut di atas menjelaskan bahwa semakin rendah C/N rasio berarti semakin intensif terjadi pelapukan.

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kompos dengan menggunakan MOL asal rumen sapi C/N nya 14,81% mol mikroba II 17,34%, mol keong 17,38%, Trichoderma sp 18,40%, mol rebung 22,92% dan mol buah 37,26. Keadaan ini dapat dinyatakan bahwa dengan menggunakan dekomposter MOL asal rumen sapi maka pelapukan yang terjadi semakin intensif dibandingkan dengan pelakuan Trichoderma sp.

Semakin besar kecepatan penurunan rasio C/N, maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk mencapai C/N lebih kecil dari 20 yang disebut sebagai waktu pengomposan(Yuniwati et al., 2012). Mutu kompos selain dilihat dari sifat fisik sering dilihat hanya dari nilai C/N ratio dan kandungan unsur hara. Kompos dengan C/N rendah dan memiliki unsur hara yang tinggi, dianggap sebagai ciri kompos yang baik.

143

Dalam dokumen jilid3 komoditas peternakan lainnya (Halaman 155-161)