• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe kelahiran dan litter size

Dalam dokumen jilid3 komoditas peternakan lainnya (Halaman 66-69)

Bagian kabel yang dikupas (sensor), 5 cm

HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe kelahiran dan litter size

Kebuntingan pada ternak kambing dapat diketahui jika ternak betina tidak menunjukkan gejala berahi kembali pada bulan setelah terjadi proses perkawinan. Pada kelompok betina yang dikawinkan dengan pejantan PE (perlakuan A) didapatkan rataan lamanya kebuntingan 153 ± 1.2 hari, sementara pada perlakuan B, lamanya kebuntingan tercatat 154 ±1.0. Sementara tipe kelahiran dari kedua kelompok perlakuan tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi tipe kelahiran (%) dan rataan jumlah anak sekelahiran (ekor/kelahiran)

Perlakuan Tipe kelahiran (%) Jumlah anak sekelahiran Tunggal Kembar dua Kembar tiga

A 22 78 - 1.80

B - 75 25 2.3

Pada Tabel 1. terlihat bahwa persentase kelahiran kembar dua pada perlakuan A maupun B cukup tinggi yaitu masing-masing 78% dan 75 %. Bahkan pada perlakuan B terdapat kelahiran kembar 3 sebesar 25%. Sementara kelahiran tunggal didapatkan hanya pada perlakuan A sebesar 22%. Kelahiran kembar pada kambing menunjukkan bahwa secara genetik induk yang digunakan berasal dari turunan kembar. induk yang berasal dari kelahiran kembar akan menurunkan anak kembar lebih banyak dibandingkan dengan induk yang berasal dari kelahiran tunggal, demikian juga pejantan yang berasal dari kelahiran kembar akan menurunkan anak kembar yang lebih banyak dibandingkan dengan pejantan yang berasal dari kelahiran tunggal (Bennet et al., 1991). Litter size menunjukkannya jumlah anak yang dilahirkan dibandingkan jumlah induk yang beranak. Semakin tinggi nilai litter size, semakin baik, artinya lebih banyak anak yang dilahirkan pada satu kelahiran. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sarwono (2010), bahwa keunggulan dari kambing lokal yaitu mempunyai sifat yang prolific dan mempunyai kelahiran yang pendek

Bobot Lahir

Bobot lahir anak kambing pada kegiatan ini ditimbang sesaat setelah anak kambing tersebut dilahirkan. Hasil penimbanan bobot lahir anak kambing disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan bobot lahir anak kambing pada kelahiran tunggal dan kembar

Perlakuan Tipe kelahiran

Tunggal Kembar dua Kembar tiga

A 2.45 ± 0.35 1.90±0.14 -

B - 1.35±0.47 1.0±0.2

Pada Tabel 2. terlihat bahwa rataan kelahiran tunggal menghasilkan bobot lahir yang lebih tinggi dibandingkan kelahiran kembar. Terdapat kecenderungan dengan semakin banyaknya anak yang dikandung akan mengahasilkan bobot lahir yang semakin rendah. Pada tabel diatas terlihat rataan bobot lahir pada kembar tiga menghasilkan nilai terendah. Tipe kelahiran berpengaruh terhadap bobot lahir baik jantan maupun betina, bobot lahir pada tipe kelahiran tunggal baik jantan maupun betina lebih tinggi bila dibandingkan dengan bobot lahir pada tipe kelahiran kembar (Rahmad D, et al., 2006) . Makin banyak anak yang dilahirkan makin ringan rata-rata bobot lahir anak yang dicapai (Ramsay et al. 2000). Keadaan tersebut terjadi karena volume uterus induk terbatas, sehingga bila di dalam uterus terdapat lebih dari satu fetus, maka pertumbuhannya akan terganggu karena keterbatasan jumlah makanan dan ruang yang tersedia.

51

Pada kelahiran kembar dua, perlakuan A menghasilkan rataan bobot lahir anak yang lebih tinggi sebesar 41% dibandingkan perlakuan B. Hal ini menunjukkan adanya efek heterosis pada perkawinan silang, sehingga bobot lahir persilangan lebih tinggi dari perkawinan antar ternak lokal. Dalam kegiatan peternakan, bobot lahir anak merupakan faktor yang sangat menentukan bagi kelangsungan usaha peternakan tersebut, karena bobot lahir berkorelasi positif yang nyata dengan pertumbuhan dan perkembangan ternak setelah lahir (Rahmad D, et al., 2006).

Bobot lahir anak kambing hasil persilangan kambing lokal dengan kambing PE pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan bobot lahir kambing persilangan kambing Kacang yang dikawin silang dengan pejantan Boer seperti yang dilaporkan oleh Mahmilia, et. al (2004) yaitu sebesar sebesar 1,85 ± 0,153 kg. Sementara Pamungkas et al. (2007) mendapatkan Rataan bobot lahir anak hasil persilangan kambing kacang dengan kambing Boer sebesar 2,08 ± 0,53 Kg.

KESIMPULAN

Perkawinan silang antara ternak kambing lokal dengan pejantan PE menghasilkan performa anak persilangan yang lebih baik dibandingkan jika ternak lokal dikawinkan dengan sesamanya. Keunggulan hasil persilangan tersebut pada penelitian ini adalah bobot lahir yang lebih tinggi sebesar 41%. Bobot lahir yang tinggi berkorelasi positif pada bobot sapih dan perkembangan ternak selanjutnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih disampaikan kepada tim kegiatan kajian peningkatan produktivitas kambing lokal Povinsi Kepulauan Riau atas kerjasamanya dalam kegiatan lapangan. Penelitian ini didanai dari DIPA LPTP Kepri Tahun Anggaran 2016.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau. 2015. Kepulauan Riau Dalam Angka 2015. Bappeda Provinsi Kepulauan Riau.

Bennett GL, AH Kirton, DL Johnson, H Carter. 1991. Genetic and environmental effect on carcass characteristic of Southdown x Romney lambs: (1) Growth rate, sex, rearing effects. J. Anim Sci 69:1858-1863

Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Bina Produksi Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

Leymaster, K.A. 2003. Fundamental Aspects of Cross Breeding of Sheep. Use of Breed Efficiency of Meat Production. J. Sheep and Goat Vol 17 No 3.

Magdalena, S. 2009. Pemanfaatan Limbah dan Hasil Ikutan Perkebunan Kelapa Sawit untuk Pakan Kambing Kacang. Pusat Kajian Peternakan, Perikanan Sumberdaya Pesisir dan Laut. Fakultas Peternakan. Univ. HKBP Nommensen medan.

Mahmalia, F. 2007. Penampilan Reproduksi Kambing Induk: Boer, Kacang dan Kacang yang disilangkan dengan Pejantan Boer. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007: 485-490.

Pamungkas, A. F., Fera Mahmilia. 2007. Fluktuasi Bobot Hidup Kambing Kacang Induk yang dikawinkan dengan pejantan boer dari kawin sampai anak lepas sapih. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007: 481-484.

Rahmat, D., Tidi Dhalika, Dudi. 2006. Evaluasi Performa Domba Persilangan Barbados dengan Domba Priangan sebagai Sumber bibit Unggul. J. Ilmu Ternak vol 6 no 2: 96-101.

Ramsay K, D Swart, B Oliver and G Hallowell. 2000. An Evaluation of The Breeding Strategies used in The Development of the Dorper Sheep and The Improved Boer goat of South Africa. Di dalam: Galal S, Boyazoglu J, Hammond K, editor. Proceedings of theWorkshop on Developing BreedingStrategies for Lower Input AnimalProduction Environments; Bella, Italy, 22-25 September 1999. Hal 339-345.

Rusdiana, S., L.Praharani, U. Adiati. 2014. Prospek dan Strategi Perdagangan Ternak Kambing dalam Merebut Peluang Pasar Dunia. J. Agriekonomika. vol. 3 no 2: 204-223.

52

Subandriyo, 2005. Strategi Pemanfaatan Plasma Nutfah Kambing Lokal Dan Peningkatan Mutu Genetik Kambing di Indonesia. Balai Penelitian Ternak,Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Hal 39-50. Steel GD, Torrie JH. 2001. Principles and Procedure of Statistics. A Biometrical Approach, Mc

53

Dalam dokumen jilid3 komoditas peternakan lainnya (Halaman 66-69)