• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Wilayah

Dalam dokumen jilid3 komoditas peternakan lainnya (Halaman 122-127)

Keywords: Beef cattle, Lokal Feed, palm kernel cake (PKC)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Wilayah

Konsumsi BK (kg) - BK feses (kg)

x 100% KBK (kg)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Wilayah

Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Subang (Kecamatan Cipunagara dan Cisalak) dan Kabupaten Sumedang (Tanjungmedar dan Conggeang) meliputi 4 Kelompok tani ternak.

a. Kabupaten Subang

Topografi di Kecamatan Cipunagara merupakan dataran dan berada pada ketinggian 70 mdpl, dengan luas pesawahan 459 ha dan lahan kering 833,430. Potensi limbah pertanian di Kecamatan Cipunagara berupa daun dan pucuk tebu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sedangkan toprografi di Kecamatan Cisalak merupakan dataran dan berbukit, pada ketinggian 700 mdpl, dengan luas pesawahan 242 ha dan lahan kering 153,017 ha.

b. Kabupaten Sumedang

Topografi di Kecamatan Tanjungmedar merupakan dataran dan berada pada ketinggian 700 mdpl, dengan luas pesawahan 203,750 dan lahan kering 90,21 ha. Kecamatan Conggeang berada pada ketinggian 700 mdpl dengan luas pesawahan 116 ha dan lahan kering 50 ha. Wilayah ini memiliki

107

luas areal pesawahan yang lebih besar dibandingkan dengan lahan kering sehingga potensi limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pakan ternak adalah jerami padi.

Pakan Lengkap (Complette Feed) dan Kandungan Nutrisinya

Pakan Lengkap merupakan metode atau teknik pembuatan pakan dimana hijauan (sumber serat kasar) dan konsentrat (sumber protein dan energi) dicampur menjadi homogen melalui proses perlakuan fisik dan suplementasi yang dikemas dalam bentuk tertentu agar pemberian kepada ternak efektif dan memudahkan dalam penyimpanan. Pemberian pakan ternak dalam bentuk pakan lengkap memiliki keuntungan antara lain dapat menghemat tenaga kerja, dan bila ditinjau dari aspek nutrisi merupakan program yang sangat baik karena partikel yang dikonsumsi oleh ternak dalam kondisi nutrisi yang seimbang artinya pakan tersebut memiliki kualitas nutrisi yang tinggi (Dhalika., et al., 2010). Pembuatan pakan lengkap sebaiknya menggunakan bahan pakan lokal yang tersedia di wilayah setempat karena dapat menekan biaya pembuatan dan pembelian bahan penyusun pakan.

Kebutuhan nutrisi pedet sangat beragam mulai dari kebutuhan untuk hidup pokok sampai memperoleh pertambahan bobot maksimal yang berasal dari deposit protein dan mineral. Fungsi pakan bagi ternak adalah menyediakan energi untuk produksi panas dan deposit lemak, memelihara sel-sel tubuh, mengatur beberapa fungsi dan aktivitas di dalam tubuh. Pakan dengan kandungan protein yang cukup dapat memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme untuk energi, dan berfungsi sebagai penyusun hormon. Sedangkan pakan dengan kualitas gizi yang rendah dapat mengganggu perkembangan pedet sehingga potensi genetik yang unggul tidak dapat muncul (Hidajati, 1998)

Dalam pengkajian ini pakan yang diberikan untuk ternak berasal dari bahan baku lokal yang tersedia dilapangan yang dicampur sedemikian rupa antara sumber serat kasar dan konsentrat sehingga menjadi pakan lengkap. Kandungan nutrisi pakan lengkap yang berbahan baku serat kasar jerami padi (A) dan berbahan baku serat kasar jerami padi dan daun + pucuk tebu (B) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pakan Lengkap (Complete Feed) yang Diberikan Terhadap Pedet

Kembar Prasapih

Pakan

Perlakuan BK (%) PK (%) Abu (%) Lemak (%) Serat (%)

A 85,16 9,92 23,76 0,54 10,17

B 87,41 8,22 15,14 2,58 13,09

Sumber : Analisa Proksimat Laboratorium Fisiologi Hasil Balitsa, Lembang. 2014

Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa Kandungan Protein Kasar pakan perlakuan A adalah 9,92% dan pakan perlakuan B adalah 8,22%. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan teknik formulasi ransum dengan metode pearson square, dimana protein kasar (PK) yang diharapkan terkandung dalam pakan lengkap kegiatan pengkajian sebesar ± 10,98%. Hal tersebut dapat terjadi karena jenis-jenis bahan pakan yang digunakan di lapangan memiliki level PK yang berbeda-beda tergantung pada kondisi pertanaman dan kondisi tanahnya. Disisi lain, kadar Serat Kasar pakan perlakuan B relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pakan perlakuan A, yaitu berturut-turut 13,09% dan 10,17%. Hal ini diduga karena sumber serat kasar pakan perlakuan B berasal dari daun dan pucuk tebu yang pada dasarnya memiliki kandungan serat kasar lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi. Pucuk tebu dapat menggantikan peran rumput gajah tanpa memberikan efek negative pada ternak sapi. Kandungan dinding sel yang tinggi menyebabkan rendahnya kecernaan (Kuswandi, 2007). Namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pakan yang digunakan pada penelitian Dhalika et all (2010) yang mengandung serat kasar sebesar 15,80 – 25,31%. Hal ini disebabkan karena daun dan pucuk tebu pada pengkajian ini telah mengalami pengolahan terlebih dahulu melalui proses fermentasi.

Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Pakan

Konsumsi merupakan faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi, beberapa faktor yang menentukan tingkat konsumsi adalah hewan ternak, makanan yang diberikan (palatabilitas), daya cerna, bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak. Palatabilitas merupakan gambaran sifat bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptik seperti penampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya sehingga timbulnya rangsangan dan daya tarik ternak untuk mengkonsumsi bahan pakan tersebut (Yusmadi et al., 2008).

108

Palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu sendiri.

Pemberian pakan konsentrat dapat meningkatkan daya cerna pakan secara keseluruhan. Meningkatnya kecernaan ransum menyebabkan meningkatnya konsumsi, sehingga laju pengosongan rumen meningkat dan menimbulkan rasa lapar pada ternak untuk menambah konsumsi pakan (Prasetiyono et all., 2007). Rata-rata nilai konsumsi dan kecernaan BK pakan pada pedet kembar prasapih dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Nilai Konsumsi Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Kering Pakan pada Pedet Kembar Prasapih

Kelompok Pakan Perlakuan Parameter

Konsumsi BK (g) Kecernaan BK (%)

A 2.341,90 88,10

B 2.185,25 84,52

Sumber : Data Primer Tahun 2014

Nilai rata-rata konsumsi BK pada pakan perlakuan A memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata konsumsi BK pada perlakuan B yaitu berturut-turut 2.341,90 g dan 2.185,25 g. Dari faktor yang mempengaruhi konsumsi, hal yang dapat mempengaruhi tingginya konsumsi pada pakan perlakuan A antara lain disebabkan karena pakan perlakuan A memiliki nilai kecernaan BK yang lebih tinggi daripada pakan perlakuan B. Bahan penyusun pakan perlakuan B antara lain daun dan pucuk tebu. Salah satu keterbatasan dari serat limbah tebu dan industri gula adalah daya kecernaan dan konsumsinya yang rendah. MenurutRetnani (2009), rendahnya kadar protein dan kecernaan bahan kering pucuk dan ampas tebu merupakan faktor pembatas penggunaannya.

Pertambahan Bobot Badan Harian, Konversi dan Efisiensi Penggunaan Pakan

Pertambahan berat badan adalah aktifitas fisiologi yang dapat dinyatakan dengan kenaikan berat badan rata-rata persatuan waktu. Respon berat badan merupakan hasil yang diperoleh dari kenaikan berat badan yang diketahui melalui penimbangan secara berulang-ulang selama pengamatan yang berasal dari penimbangan berat badan akhir dikurangi berat badan awal dibagi dengan waktu pengamatan. Rata-rata pertambahan bobot badan harian (PBBH) pedet kembar prasapih yang diberikan pakan lengkap serta konversi dan efisiensi penggunaan pakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pertambahan Bobot Badan Harian Pedet Kembar Prasapih yang Diberikan Pakan Lengkap serta Konversi dan Efisiensi Penggunaan Pakan

Kelompok Pakan Perlakuan

Parameter

Konsumsi BK (g) PBBH (g/hari) Konversi Pakan (gBK/gPBBH)

Efisiensi Pakan (%)

A 2.341,90 957,50 2,45 41,02

B 2.185,25 662,50 3,15 31,94

Sumber : Data Primer Tahun 2014

Tabel 4 menunjukkan bahwa pedet kembar prasapih yang diberi pakan perlakuan A memiliki PBBH yang lebih tinggi (957,50 g/ekor/hari) dibandingkan dengan PBBH pedet kembar prasapih yang diberi perlakukan B (662,50 g/ekor/hari). Hasil ini sejalan dengan nilai konsumsi dan kecernaan bahan kering pakan oleh ternak, dimana ternak pada kelompok pakan perlakuan A mengkonsumsi lebih banyak bahan kering dengan daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan ternak pada kelompok pakan perlakuan B. Selain itu diduga bahwa pakan perlakuan A memiliki tingkat palatabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan perlakuan B. Kurihara, et al. (1999) melaporkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam konsumsi bahan kering dan PBBH pada ternak yang mengkonsumsi pakan berkualitas baik dibandingkan dengan ternak yang mengkonsumsi pakan berkualitas sedang.

Peningkatan bobot badan erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering. Bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi memiliki ikatan lignoselulosa yang dapat menghambat kecernaan bahan pakan tersebut. Perlakuan fermentasi dapat melonggarkan ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa sehingga selulosa dan hemiselulosa lebih tersedia sebagai sumber energi, juga terdapat peningkatan protein. Pakan perlakuan yang diberikan, baik jerami padi maupun daun dan pucuk tebu telah mengalami proses fermentasi terlebih dahulu, sehingga terjadi penurunan kadar

109

hemiselulosa, selulosa dan lignin. Penurunan kadar hemiselulosa, selulosa dan lignin akan berpengaruh terhadap penurunan kadar ADF dan NDF sehingga dapat meningkatkan kecernaan pakan. Proses fermentasi bahan organik oleh bakteri dapat terjadi karena adanya aktivitas enzim (Khuluq, A.D., 2012). Degradasi selulosa dan hemiselulosa disebabkan karena aktifnya enzim endoglukonase dan silanase (Tarmidi dan Hidayat, 2004). Degradasi selulosa menghasilkan karbohidrat sederhana yang mudah dicerna dalam sistem pencernaan hewan

Pertambahan bobot badan harian pedet kembar prasapih pada pakan perlakuan A ini sesuai harapan Puslitbang Peternakan (2010), yaitu pertambahan bobot badan harian pedet prasapih pada sapi silangan > 0,8 kg/ekor/hari dan hasil pengkajian Eriawan, dkk. (2013) mengatakan bahwa PBBH yang diperoleh pedet kembar prasapih sebesar 0,93 kg/ekor/hari. Siregar (2008) mengungkapkan bahwa pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode lahir hingga usia penyapihan dan pubertas, namun setelah usia pubertas hingga usia dewasa, laju pertumbuhan mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa. Sejak sapi dilahirkan sampai dengan usia pubertas (sekitar umur 8-10 bulan) merupakan fase hidup sapi yang laju pertumbuhannya sangat cepat. Pertambahan bobot badan sapi ditentukan oleh berbagai faktor, terutama jenis sapi, jenis kelamin, umur, ransum, dan teknik pengelolaannya.

Konversi pakan adalah perbandingan atau rasio antar jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak dengan produk yang dihasilkan oleh ternak tersebut. Konversi pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin, bangsa, kualiltas dan kuantitas pakan, juga faktor lingkungan. Selain itu, dipengaruhi juga oleh ketersediaan zat-zat gizi dalam ransum dan kesehatan ternak, semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk menaikkan bobot badan per satuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan rendah. Berdasarkan Tabel 4, konversi pakan kelompok ternak pakan perlakuan A lebih rendah dibandingkan kelompok ternak pakan perlakuan B yaitu masing-masing sebesar 2,45 dan 3,15. Konversi pakan ini berhubungan erat dan berbanding terbalik dengan efisiensi pakan.

Efisiensi pakan didefinisikan sebagai perbandingan jumlah unit produk yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dengan jumlah unit konsumsi pakan dalam satuan waktu yang sama.Efisiensi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, pertumbuhan dan fungsi tubuh serta jenis pakan yang digunakan. Semakin baik kualitas pakan semakin baik pula efisiensi pembentukan energi dan produksi . Sejalan dengan nilai konversi pakan, kelompok ternak yang diberi pakan perlakuan A memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan pakan perlakuan B berturut-turut sebesar 41,02% dan 31,94%. Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diperlukan untuk menaikkan bobot badan ternak pada pakan perlakuan A lebih sedikit atau lebih efisien dibandingkan dengan pakan perlakuan B.

Ternak yang mengkonsumsi pakan dengan nilai gizi dan jumlah yang cukup serta ditunjang oleh faktor lingkungan dan manajemen pemeliharaan yang tepat akan mengalami pertumbuhan yang optimal. Pedet khususnya pedet kembar perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat tingkat kematian dan daya tahan tubuhnya terhadap penyakit. Pemberian pakan bergizi tinggi pada pedet prasapih diharapkan akan memberikan nilai positif saat lepas sapih, dara, dan siap jadi bibit yang prima sehingga produktivitas yang optimal dapat dicapai (Muchamad dan Affandhy, 2013).

KESIMPULAN

1. Pedet kembar prasapih yang diberi pakan perlakuan A memiliki PBBH yang lebih tinggi (957,50 g/ekor/hari) dibandingkan dengan PBBH pedet kembar prasapih yang diberi perlakukan B (662,50 g/ekor/hari).

2. Nilai rata-rata konsumsi BK pada pakan perlakuan A memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata konsumsi BK pada perlakuan B yaitu berturut-turut 2.341,90 g dan 2.185,25 g.

3. Faktor yang dapat mempengaruhi tingginya konsumsi pada pakan perlakuan A antara lain disebabkan karena pakan perlakuan A memiliki nilai kecernaan BK yang lebih tinggi (88,10%) daripada pakan perlakuan B (84,52%).

4. perlakuan B (masing-masing sebesar 2,45 gBK/gPBBH dan 3,15 gBK/gPBBH) artinya pakan perlakuan A lebih efisien.

110

DAFTAR PUSTAKA

Dhalika, T, Endang Yuni Setyowati, Siti Nurachma dan Yuli Astuti Hidayati. 2010. Nilai Nutrisi Ransum Lengkap Mengandung Berbagai Taraf Hay Pucuk Tebu (Saccharum Officianarum) pada Domba Jantan yang Digemukkan. Jurnal Ilmu Ternak. Vol 10 No2 Hal 79-84

Echternkamp, S. E., R. M. Thallman, R. A. Cushman, M.F. Allan and K. E. Gregory. 2007. Increased Calf Production in Cattle Selected for Twin Ovulations. J. Anim. Sci. 85: 3239 – 3248. Eriawan, B., Y. Rismayanti, dan N. Sunandar. 2013. Pengkajian Pemanfaatan dan Peningkatan

Produksi Anak Sapi yang Dilahirkan Kembar untuk Memperbaiki Berat Badan (PBBH > 0,4 kg) dan Peluang Beranak Kembar > 50%. Laporan Akhir Pengkajian Tahun 2013. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat

Hidajati N. 1998. Pembesaran pedet betina sapi perah guna menunjang peningkatan produksi susu. Wartazoa. 7:1-3

Khuluq, A.D. 2012. Potensi Pemanfaatan Limbah Tebu Sebagai Pakan Fermentasi Probiotik. Buletin Tanaman Tembakau, Serat dan Minyak Industri 4(1). Hal 37-45

Kurihara, M., T. Magner, R. A. Hunter and G.J. MCCRABB. 1999. Methane Production and Energy Partition of Cattle in the Tropics. British J. Nutrition. 81: 263 – 272.

Kuswandi. 2007. Teknologi Pakan Untuk Limbah Tebu (Fraksi Serat) Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa Volume 17 No 2 Tahun 2007

Muchamad Luthfi dan Affandhy L. 2013. Pertambahan Bobot Badan Harian dan Skor Kondisi Tubuh Pedet Silangan Pra Sapih dengan Teknologi Creep Feeding di Peternakan Rakyat. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hlm. 122-127.

Nusi, Musrifah. 2011. Penggunaan Tongkol Jagung Dalam Complete Feed dan Undegraded Protein Terhadap Konsumsi Nutrien, Pertambahan Bobot Badan, dan Kualitas Daging Sapi Peranakan Ongole. Tesis. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.

Prasetiyono, B.W.H.E., Suryahadi, T. Torahmat, dan R. Syarief. 2007. Strategi Suplementasi Protein Ransum Sapi Potong Berbasis Jerami dan Dedak Padi. Media Peternakan. Journal of Animal Science and Technology. Vol 30 (3): 207−217.

Puslitbang Peternakan. 2010. Rekomendasi Teknologi Peternakan dan Veteriner mendukung Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) Tahun 2014. Badan Litbang Pertanian.

Retnani, Y., W. Widiarti, I. Amiroh, L. Herawati dan K.B. Satoto. 2009. Daya Simpan dan Palatabilitas Wafer Ransum Komplit Pucuk dan Ampas Tebu Untuk Sapi Pedet. Media Peternakan Volume 32 No 2. Hal 130-136

Siregar, S.B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tarmidi, A.R dan R. Hidayat. 2004. Peningkatan kualitas pakan serat ampas tebu melalui fermentasi dengan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Bionatura 6 (2): 197–204

Yusmadi, Nahrowi, dan M. Ridla. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas silase dan hay ransum komplit berbasis sampah organik primer pada kambing peranakan etawah. Jurnal Agripet 8 (1):31-38.

111

ANALISIS PENDAPATAN MELALUI PENDAMPINGAN KAWASAN RUMAH PANGAN

Dalam dokumen jilid3 komoditas peternakan lainnya (Halaman 122-127)