• Tidak ada hasil yang ditemukan

77 Sumber : Data Primer, 2012

Dalam dokumen jilid3 komoditas peternakan lainnya (Halaman 93-98)

Keterangan : - Faktor konversi yang digunakan untuk ternak sapi berdasarkan hasil olahan data BPS Sumbar = 0.88

-Faktor konversi untuk ternak kambing kacang = 0.05 (Juarini dan Patheram (1983) dalam Sumanto dan Juarini (2006)).

No. KABUPATEN /KOTA jumlah SAPI PERAH SAPI POTONG KERBAU KAMBING DOMBA

(ekor) jumlah (ST) jumlah (ekor) jumlah (ST) jumlah (ekor) jumlah (ST) jumlah (ekor) jumlah (ST) jumlah (ekor) jumlah (ST) 1 kep.mentawai 0 0 1097 965.36 103 90.64 674 33.7 12 0.6 2 pesisir selatan 0 0 77383 68097.04 8019 7056.72 50007 2500.35 0 0 3 Solok 7 6.16 32891 28944.08 9398 8270.24 16561 828.05 0 0 4 Sijunjung 0 0 14726 12958.88 13550 11924 10220 511 1819 90.95 5 tanah datar 139 122.32 30443 26789.84 10959 9643.92 24421 1221.05 6 0.3 6 padang pariaman 0 0 34129 30033.52 13461 11845.68 31231 1561.55 0 0 7 Agam 39 34.32 28057 24690.16 17921 15770.48 11820 591 22 1.1 8 50 kota 10 8.8 33278 29284.64 13146 11568.48 27218 1360.9 13 0.65 9 Pasaman 0 0 6676 5874.88 3024 2661.12 6767 338.35 195 9.75 10 solok selatan 0 0 7663 6743.44 7000 6160 8378 418.9 0 0 11 Dharmasraya 0 0 26911 23681.68 3850 3388 12797 639.85 43 2.15 12 pasaman barat 0 0 12685 11162.8 1738 1529.44 14351 717.55 25 1.25 13 padang 28 24.64 14002 12321.76 672 591.36 18666 933.3 2519 125.95 14 Solok 0 0 1820 1601.6 37 32.56 2180 109 2 0.1 15 Sawahlunto 37 32.56 6373 5608.24 1780 1566.4 4290 214.5 0 0 16 padang panjang 287 252.56 377 331.76 134 117.92 649 32.45 0 0 17 Bukittinggi 3 2.64 428 376.64 112 98.56 328 16.4 0 0 18 Payakumbuh 0 0 4876 4290.88 356 313.28 5294 264.7 0 0 19 Pariaman 0 0 2991 2632.08 694 610.72 2230 111.5 0 0 550 484 336806 296389.28 105954 93239.52 248082 12404.1 4656 232.8

78

Jumlah populasi ternak ruminansia di Sumbar yaitu sebesar 402.749,7 Satuan Ternak (ST) yang terdiri dari ternak sapi potong dan sapi perah sebanyak 296.873,3 ST (73,71%), kerbau sebanyak 93.239,52 ST (23,15%), kambing sebanyak 12404.1 ST (3,07%) dan domba sebanyak 232,8 ST (0,05%). Kebutuhan hijauan berdasarkan jenis ternak ditampilkan pada Tabel 5 dibawah ini:

Tabel 5. Kebutuhan pakan ternak ruminansia di Prov. Sumbar.

No. Jenis Ternak

Jumlah (ekor) Jumlah (ST) Rata-rata Kebutuhan Pakan (Ton BKC/ST/th) Kebutuhan Pakan (Ton BKC/th) 1 2 3 4 5 Sapi Potong Kerbau Kambing Domba 337.356 105.954 248.082 4.656 296.873,3 93.239,52 12.404,1 232,8 1,14 1,14 1,14 1,14 338.435,56 106.293,05 14.140,67 265,39 Total 359.029,4 402749,7 459.134,68

Sumber : Data Primer, 2011

Kebutuhan pakan hijauan minimum dari hewan ternak pemakan hijauan per satu satuan ternak (ST) di Prov. Sumbar yaitu sebesar 1,14 Ton BKC/ST/th, sehingga dengan jumlah populasi yang ada total kebutuhan pakan hijuan di Prov. Sumbar sebesar 459.134,68 Ton BCK/th. Menurut Sugeng (2003), pakan sapi yang dipelihara secara intensif pada umumnya terdiri dari pakan hijauan dan pakan penguat seperti dedak halus, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, tetes tebu, jagung giling dan lain-lain. Bahan pakan berupa hijauan diberikan sebanyak 10 % dari berat badan dan pakan penguat sebanyak 1 % dari berat badan.

D. Kapasitas Penambahan Ternak

Dilakukan perincian mengenai kapasitas penambahan ternak berdasarkan total kebutuhan pakan ternak ruminansia dan total kemampuan produksi pakan dari limbah tanaman pangan seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kapasitas penambahan ternak.

Populasi Ternak Rumunansia (ST) Total Kebutuhan Pakan Ruminansia (Ton BKC) Total Kemampuan Produksi Pakan (Ton BKC) Kapasitas Penambahan Ternak (Ton BKC) Kapasitas Penambahan Ternak (ST) 402.749,70 459.134,66 479.698,71 20.564,05 18.034,25 Sumber : Data Primer, 2012

Dari Tabel 6 terlihat total kemampuan produksi pakan (Ton BKC) asal limbah tanaman pangan Provinsi Sumbar 479.698,71 Ton BKC/th, sementara total kebutuhan pakan ruminansianya saat ini 459.134,66 Ton BKC/th sehingga dapat diketahui kapasitas penambahan ternak (Ton BKC) 20.564,05 Ton BKC/Th atau 18.034,25 ST. Data ini mencerminkan bahwa kemampuan limbah dari tanaman pangan mampu menampung kebutuhan pakan ternak ruminansia, hal ini menunjukan bahwa limbah tanaman pangan dapat menjadi solusi dalam keterbatasan hijauan untuk pengembangan peternakan sapi potong kedepannya.

79

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan total kemampuan produksi pakan (Ton BKC) asal limbah tanaman pangan Provinsi Sumbar 479.698,71 Ton BKC/th, sementara total kebutuhan pakan ruminansianya saat ini 459.134,66 Ton BKC/th sehingga dapat diketahui kapasitas penambahan ternak (Ton BKC) 20.564,05 Ton BKC/Th atau 18.034,25 ST. Data ini mencerminkan bahwa kemampuan limbah dari tanaman pangan mampu menampung kebutuhan pakan ternak ruminansia, hal ini menunjukan bahwa limbah tanaman pangan dapat menjadi solusi dalam keterbatasan hijauan untuk pengembangan peternakan sapi potong kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. 2012. Sumatera Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat, Padang.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. 2014. Berita Resmi Statistik BPS Sumatera Barat. http://sumbar.bps.go.id/sumbar/?r=artikel/cat&id=31. Diakses 15 April 2014.

Dinas Peternakan Kabupaten Pesisir Selatan. 2007. Statistik Peternakan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2007. Dinas Peternakan Kabupaten Pesisir Selatan, Painan.

Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. 2014. Sumbar Akan Impor 60.000 Sapi dari Australia. http://disnak.sumbarprov.go.id/index.php?disnak=berita&j=1&id=458. Diakses 15 April 2014.

Makka, J. 2004. Prospek Pengembangan Sistem Integrasi Peternakan yang Berdaya Saing. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Denpasar, Bali.

Liana dan Febriana. 2011. Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ruminansia pada Peternak Rakyat di Kec. Rengat Barat Kab. Inragiri Hulu. Fakultas Pertanian Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (28-37). Siregar, S. B., Soedirman dan T. Manurung. 1981. Budidaya Ternak dalam Usahatani Ternak dalam

Usahatani Terpadu di Daerah Penelitian Peternakan 23-26 Maret 1981, Ilmu Usaha Tani Terpadu dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Indonesia University Press, Jakarta.

Soetirto, U. 1997. Pemberdayaan petrnakan rakyat dan industri peternakan menuju pasar bebas pokok bahasan ternak potong. Proseding Seminar Nasional Peternakan dan Veterinir. Lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sumanto dan E. Juarini. 2006. Pedoman Identifikasi Potensi Wilayah. Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor, Bogor.

Sugeng, Y. B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tressia. 2008. Analisis potensi wilayah untuk pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Lubuk Alung. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.

80

PRODUKSI DAN ANALISA EKONOMI SAPI SIMENTAL DENGAN PEMBERIAN PAKAN KULIT BUAH COKLAT

PRODUCTION AND ECONOMIC ANALYSIS OF SIMENTAL CATTLE BY FEEDING OF COCOA PODS

Ratna AD, Rahmi W dan Yanovi Hendri Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat

Jl. Raya Padang – Solok km. 40 Sukarami, Kec. Gng. Talang Kab. Solok sumbar yanovihendri@yahoo.com

ABSTRAK

Manajemen peternakan dengan pemberian pakan kulit buah coklat mendekatkan ternak sapi dengan sumber pakan, menekan tingkat pencemaran lingkungan sekaligus mempercepat tercapainya bio-industri pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan melakukan ekonomi sapi simental dengan pemberian pakan kulit buah coklat yang mensubstitusi rumput di musim kemarau. Penelitian menggunakan 18 ekor sapi Simental dengan kisaran umur antara 2-3 tahun dengan bobot badan rata-rata 350 kg. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan ransum (R) dan masing-masing 6 kali ulangan. Perlakuan adalah ransum R1 (tanpa kulit buah coklat), ransum R2 (dengan kulit buah coklat 5 kg) dan ransum R3 (dengan kulit buah coklat 8 kg). Parameter yang diukur meliputi pertambahan bobot badan harian (PBBH), return over cost ratio (R/C), nilai keuntungan bersih (NKB) dan analisis kelayakan usaha. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ransum memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan sapi. Ransum dengan kulit buah kakao fermentasi (R2 dan R3) menghasilkan pertambahan bobot badan lebih tinggi dari ransum R1. Ransum R2 menghasilkan pertambahan bobot badan lebih tinggi dari ransum R3 dan memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dengan nilai B/C ratio 0,54. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai komponen ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak sekaligus pendapatan peternak.

Kata kunci: Kulit kakao fermentasi,pertambahan berat badan,sapi,pakan

ABSTRACT

Utilization offermented cocoa pods as cattle feed component efforts toget the low-cost feeding with an in-situ available raw material. This studv aimed to observe the effect of fermented cacao pods utilization on cows weight gain and to assess economic analysis of feed components. The studyused 18 simental cows aged 2-3 years with maintenance period of 4 months. The research was arranged in a randomized block design(RBD), consisted of 3-treatment feeds (R), each treatment was repeated 6 times. Treatment R1 was without fermented cocoa pods, R2 was with 8 kg fermented cacao pods and R3 was with 5 kg fermented cocoa pods. The parameters measured were body weight gained and economic analysis. The results showed that the feed influenced on body weight gainof cows. Feed with fermented cacao pods (R2 and R3) resulted in higher body weight gain compared tothe feed in R1, feed R2 produced body weight higher than feed R3 and also provideshigher level of benefit to the value of B/C ratio of 0.54. This study concluded that the utilization of cocoa pods as ransom component scan increase body weight gainas well asthe income of livestock farmers.

81

PENDAHULUAN

Sapi potong merupakan komoditas peternakan yang memiliki peran strategis dalam aspek ketahanan pangan sebagai penghasil protein hewani terutama daging. Perbaikan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan bergizi meningkatkan kebutuhan daging sebesar 7% (Pasandaran dkk., 2006). Hingga saat ini produsen lokal belum mampu memenuhi permintaan dan pemerintah Indonesia melakukan importasi sebanyak 800 ribu ekor sapi dari Australia dan New Zealand (Ditjennak, 2008). Importasi ternak sapi tersebut meliputi 42% konsumsi daging domestik serta menguras devisa negara (Inounu., dkk. 2008).

Secara umum, peternakan sapi potong di Indonesia berupa peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan konvensional yakni mengandalkan rumput alam di padang penggembalaan sebagai sumber hijauan (Wirdahayati dan Bamualim, 2007). Kondisi musim mempengaruhi produksi rumput demikian juga produktifitas ternak, kekurangan produksi rumput pada musim kemarau mengakibatkan pertambahan bobot badan ternak menurun sekitar 0,1–0,3 kg/hari (Disnak Sumbar, 2008). Selain itu, alih fungsi lahan menjadi areal pertanian dan pemukiman penduduk menyebabkan kapasitas tampung padang penggembalaan tidak lagi seimbang dengan kebutuhan hijauan per satuan ternak (ST). Keterbatasan lahan penggembalaan menjadi faktor penghambat kecukupan hijauan makanan ternak. Oleh karena itu, Buharman (2011) menyatakan peternak sapi perlu mengupayakan pakan pengganti rumput terutama di musim kemarau.

Kulit buah coklat merupakan limbah pertanian potensial dan bisa dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak pengganti rumput. Ismartoyo (2000) menyatakan kulit buah coklat masih mengandung zat-zat makanan dengan kandungan nutrisi terdiri dari protein 8%, serat kasar 40,1% dan TDN 50,8%. Kandungan protein kulit buah coklat kaya asam-asam amino essensial. Zain. (2008) menyatakan penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan dapat menggantikan fungsi rumput sebesar 5 – 15%. Hendri.,dkk. (2011) melaporkan pemberian kulit buah coklat terhadap sapi simental meningkatkan produktifitas. Pemberian kulit buah coklat selama 90 hari sebanyak 3 kg/hari menghasilkan pertambahan berat badan sebesar 92,5 kg dan pertambahan berat badan harian sebesar 1,05 kg/hari.

Propinsi Sumatera Barat merupakan sentra produksi coklat di Kawasan Indonesia Barat (KIB). Kawasan pengembangan coklat terdapat di kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Padang Pariaman, Agam, Lima Puluh Kota dan kota Sawahlunto (Anonim, 2009). Pada tahun 2010luas areal pertanaman coklat di Sumatera Barat mencapai 98.706,60 ha dengan kapasitas produksi sebesar 42.606,11 ton (BPS Sumbar, 2010). Dari luasan perkebunan dan produksi coklat tersebut akan menghasilkan kulit buah coklat sekitar 30 ribu ton. Apabila satu ekor ternak sapi mengkonsumsi 3 kg kulit buah coklat per hari, maka sumbangan kulit buah coklat terhadap daya tampung ternak di Sumatera Barat sebesar 30 ribu ekor sapi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa ekonomi sapi yang diberi pakan kulit buah coklat untuk mensubstitusi rumput yang bisa dimanfaatkan terutama pada musim kemarau.

METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelompok Sarjana Membangun Desa (SMD) di Desa Rambatan, Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Sapi dipelihara pada kandang kelompok yang berkapasitas 18 ekor sapi.

Ternak dan Perlakuan Pakan

Penelitian menggunakan 18 ekor sapi Simental jantan berumur 1,5-2 tahun yang memiliki berat rata-rata 300 kg. Pemeliharaan ternak dilakukan selama 4 (empat) bulan dan lama masa adaptasi ternak terhadap pakan yang diperlakukan selama 1 (satu) bulan. Selama penelitian, penimbangan berat badan dilakukan setiap bulan menggunakan timbangan digital. Penggemukan sapi dilakukan selama 4 bulan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan masing-masing terdiri dari 6 ulangan. Perlakuan ransum terlihat pada Tabel 1.

82

Dalam dokumen jilid3 komoditas peternakan lainnya (Halaman 93-98)