• Tidak ada hasil yang ditemukan

UTILIZATION OF COCOA SILAGE USE SKIN FOR LIVESTOCK DEVELOPMENT SUPPORT ANIMAL FEED THE GOAT IN THE PROVINCE OF LAMPUNG

Dalam dokumen jilid3 komoditas peternakan lainnya (Halaman 147-155)

Program KRPL merupakan wujud dari pembangunan yang bersifat partisipatif dikarenakan masyarakat diikutsertakan dalam proses pembangunan sehingga masyarakat

UTILIZATION OF COCOA SILAGE USE SKIN FOR LIVESTOCK DEVELOPMENT SUPPORT ANIMAL FEED THE GOAT IN THE PROVINCE OF LAMPUNG

Elma Basri dan Suryani

Balai PengkajianTeknologi Pertanian Lampung Jl.Hi. Z.APagar AlamNo.1A, Raja Basa, BandarLampung

e-mail :basrielma@yahoo.co.id ABSTRAK

Kulit buah kakao (KBK) adalah pakan potensial yang mudah tersedia sepanjang tahun dan mengandung nilaigizi tinggi.Pengkajian tentangPemanfaatan silase kulit kakao untuk pakan ternak mendukung pengembangan ternak kambing di Propinsi Lampung dilaksanakan di Desa Sinar Harapan Harapan, Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung. Tujuan penelitian : untuk mengetahui peningkatan berat badan kambing.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-November 2014.Sebanyak10 ekor kambing Peranakan Etawa dengan berat badan rata-rata 30kg – 45kg, umur kambing berkisar antara 1,5 hingga 2,0 tahun, dengan perlakuan terdiri dari dua perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah: P0=hijauan segar (cara petani); P1=hijauan segar + silase limbah kulit buah kakao. Kambing ditimbang setiap 4 minggu menggunakan timbangan digital. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap(CRD). Data dianalisis dengan uji T, Hijauan segar diberikan secara adlibitum, silase limbah kulit kakao diberikan sekitar 2 kg / ekor / hr. Parameter yang diukur adalah pertambahan berat badan hidup harian(PBBH) dan konversi pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan silase limbah kulit buah kakao dapat meningkatan pertambahan berat badan harian 100g / ekor / hr (P1) dibandingkan dengan kontrol (P0) 69 g / ekor/hari. Konversi pakan dari ternak yang diberi silase limbah kulit kakao lebih baik 6,0 dibandingkan dengan tanpa pemberian silase limbah kulit kakao 8,69.

Kata kunci : Pemanfaatan, kulit kakao, pakan ternak, kambing

ABSTRACT

Pod husks (CBC) is a potential feed is readily available throughout the year and contains high nutritional value. Assessment of Pemanfaatan cocoa skin silage for animal feed to support the development of goats in Lampung Province was held in the village of Sinar Harapan Harapan, District Kedondong, Pesawaran District, Lampung Province. Objective: to determine the weight gain of goats. This study was conducted in August-November 2014. A total of 10 goats Etawa breed with an average weight of 30 kg - 45 kg, aged goat ranged from 1.5 to 2.0 years, with treatment consisting of two treatments and five replications.The treatments were: P0 = fresh forage (the farmers'); + P1 = fresh forage silage waste pod husks. Goats were weighed every 4 weeks using digital scales. This study uses a completely randomized design (CRD). Data were analyzed by T- test, green fodder provided ad libitum, waste silage cocoa skin given about 2 kg / head / hr. Parameters measured were weight gain daily living (PBBH) and feed conversion. The results showed that the use of waste silage pod husks can increase daily weight gain of 100g / head / hr (P1) compared with controls (P0) 69 g / head / day. Feed conversion of animal waste by silage 6.0 cocoa skin better than without giving cocoa shell waste silage 8.69.

Keywords:Utilization, cocoa skin, fodder, goat

PENDAHULUAN

Potensi kakao di Lampung pada tahun 2013 sebanyak 27.846 ton (Lampung dalam angka, 2014).Kulit buah kakao merupakan limbah dengan proporsi paling besar dihasilkan. Kulit biji diperoleh dari pengolahan biji yang besarnya sekitar 10% dari berat buah kakao. Buah kakao terdiri dari tiga bagian yaitu kulit buah kasar 74% , plasenta 2% dan biji 24% (Harsini dan Susilowati, 2010). Kulit buah kakao yang begitu banyak bila tidak ditangani dengan baik akan menjadi masalah yang cukup serius bagi lingkungan, padahal ditinjau dari komposisisnya limbah tersebut nutrien sangat dibutuhkan ternak ruminansia. Kulit buah kakao mempunyai komposisi gizi setara dengan komposisi

132

gizi rumput sehingga biomasa KBK sangat potensial sebagai pakan alternatif untuk menggantikan rumput (Puastuti dan Yulistiani, 2011).

Limbah kulit buah kakao(KBK) adalah pakan potensial karena tersedia sepanjang tahun, mudah tersedia dan tinggi nutrisi. Kakao (Quanto) terdiri 70-80% dari kulit dan plasenta, sisanya adalah biji. Dalam satu hektar perkebunan kakao produktif dapat menghasilkan limbah kulitbuahsegarsebanyak 5ton/ ha/tahun, atau setara dengan812kgtepung.Limbah kulit buah kakao ini memiliki peranan yang cukup penting dan cukup berpotensi dalam penyediaan bahan pakan untuk ternak ruminansia, apalagi pada saat musim kemarau.Pada musim kemarau pertumbuhan rumput terhambat, sehinga ketersediaan bahan pakan hijauan kurang dan kualitasnya rendah. Akibatnya timbul kekurangan hijauan pakan, mengingat ketersediaan hijauan yang terbatas, maka langkah yang strategis yang diambil adalah memanfaatkan limbah kulit buah kakao sebagai pakan ternak.

Kulit buah kakao (cangkang/pod), daun pangkasan tanaman serta hijauan tanaman pelindung/naungan yaitu gamal (Gliricidia sepium) dan lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan limbah agroindustri yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia khususnya kambing terutama pada musim kemarau. Kandungan nutrisi pada bahan pakan tersebut dapat dikatakan sebagai bahan pakan berkualitas tinggi. Dimana kandungan protein kasar kulit buah kakao berkisar 10 persen, sedangkan untuk tanaman hijau dari gamal dan lamtoro lebih dari 20 persen. Limbah kulit kakao memiliki kandungan gizi yang terdiri dari 88% BK, 8% CP, CF 40%, 50,8% TDN, dan penggunaannya oleh ruminansia 30-40% (Sunanto, 1994). Buah kakao yang diberikan langsung kepada hewan akan menurun kualitasnya. Sebelum menggunakan sebagai pakan ternak, limbah kulit buah kakao harus difermentasi terlebih dahulu karena mengandung senyawa anti-gizi.

Pemanfaatan KBK sebagai pakan pengganti rumput ataupun pakan tambahan mampu mendukung produktivitas ternak ruminansia terutama kambing (Suparjo et al., 2011).

Hijauan adalah pakan utama untuk kambing perah. Namun, pakan penguat (konsentrat) diperlukan agar ternak dapat berproduksi secara optimal. Pakan yang diberikan harus minimal memiliki tiga jenis hijauan; jenis rumput, legum (biji) dan daun. Jenis pakan penguatadalah campuran dari beberapa limbah produk pertanian, seperti dedak padi, dedak gandum (pollard), bungkil inti sawit, bungkil kelapa, molasses, mineral dan vitamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan berat badan kambing dengan memanfaatkan silase limbah kulit buah kakao.

METODE PENELITIAN

Kegiatan penelitian yang dilakukan di Desa Sinar Harapanan, Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran. Desa ini merupakan wilayah yang cukup luas perkebunan kakao. Jumlah petani yang terlibatdalam pengkajian ini berjumlah 10 orang dengan jumlah ternak kambing sebanyak 10 ekor berjenis Peranakan Etawa berusia 1,5 – 2 tahun. Kambing dipelihara dalam sistem kandang panggung secara acak sebanyak 10 ekor kambing.

Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: Po=perlakuan dengan rumput segar (cara petani),

P1=perlakuan dengan pemberian silase limbah kulit buah kakao + rumput segar, sebanyak 2 kg Penimbangan dilakukan setiap 4 minggu dengan menggunakan timbangan digital. Sebelum penelitian semua ternak kambing perlakuan diberikan obat cacing. Jenis,komposisi pakan ternak kambing yang biasanya diberikan pada ternak kambing dari bulan Januari - Juli 2012 (tabel 1).

133

Tabel 1.Jenis dan komposisi pakan segar yang biasanya diberikan pada ternak Kambing.

Deskripsi Kemarau Hujan

Komposisi(%) Jenis

-Rumput Alam(6 jenis) -Rumput gajah/Rumput raja

-Leguminosa herba -Daun gamal -Daun Lamtoro -Jerami kacang tanah -Kulit buah kakao

32,5 5 5 10 5 5 37,5 (20-55) 45 - 5 25 - - 25 (15-35) Sumber: Prabowo, 2012.

Selain menanam kakao, peternak memiliki usaha sampingan budidaya ternak kambing. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan limbah kulit buah kakao dibuat menjadi silase untuk hijauan pakan kambing di lokasi kegiatan. Pada tahap awal, pembuatan silase yang terbuat dari limbah kulit kakao dicampur dengan dedak padi. Limbah kulit kakao dipotong dengan ukuran 2 cm dan diangin-anginkan dan ditumpuk di terpal, kemudian dicampur dengan dedak padi. Membuat silase sangat mudah, karena mudah mendapatkan bahan baku dari bahan lokal yang tersedia, seperti KBK, dedak padi, dan lain-lain. Silase dari KBK dapat disimpan selama 2-3 bulan dalam kondisi kedap udara.

Proses pembuatan silase limbah kulit buah kakao :

1. Kulit buah kakao segar dicincang dengan ukuran 1-2 cm atau dengan mesin pencacah/ cowper 2. Kulit buah kakao diangin-anginkan dengan sinar matahari sehingga kadar airnya turun menjadi 70

%.

3. Timbang kulit kakao sebanyak 20 kg.

4. Tambahkan dedak padi sebanyak 10-20% dari kulit buah kakao atau 2 kg - 4 kg. 5. Semua bahan diaduk sampai rata.

6. Bahan yang sudah dicampur disimpan dalam kantong plastik yang diikat (dalam Keadaan kedapudara).

7. Disimpan selama 21 hari atau 3 minggu pada suhu kamar. 8. Penyimpanan dalam kondisi anaerob sebagai cadangan makanan.

Pakan, segar yang merupakan campuran dari hijauan segar dan rumput serta airminum,diberikan secaraadlibitum. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dan menggunakan 10 kandang (1 kambing per kandang sebagai ulangan). Dibandingkan dengan perlakuan Po (tanpa memberikan silase limbah kulit kakao).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penimbangan rata-rata berat badan awal pada perlakuan P1 adalah 31,22kg, dan rata-rata berat badan akhir adalah 43,2kg. Pertambahan berat badan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 dengan penambahan silase limbah kulit kakao adalah 12,00 kg, bila dibandingkan perlakuan P0 dengan pemberian pakan rumput segar/cara petani adalah 8,28 kg. Pertambahan berat badan harian/PBHH selama kegiatan penelitian120 hari adalah 69 g/ ekor /hr ( perlakuan P0), tidak berbeda nyata(P>0,05) dengan perlakuan P1) 100 gr//ekor/hari.Pertambahan berat badan rata-rata perlakuan P1 disebabkan pakan yang dikonsumsi ternak kambing lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan P0 (kontrol), serta kandungan protein yang dikandung oleh perlakuan P1 dengan penambahan silase limbah kulit buah kakao (Tabel 2). Menurut Khastrad (2003) dan Chobtang et al(2009) konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat.

Hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa olahan KBK dengan tambahan dedak padi melalui proses silase mampu menggantikan 100% rumput di dalam ransum kambing Peranakan Etawah (Puastuti et al., 2009). Silase KBK yang dikombinasikan dengan hijauan leguminosa mengandung protein antara 11,9 – 12,8% lebih tinggi dibandingkan silase KBK tanpa hijauan sebesar 9,2% (Puastuti et al ., 2011).

134

Selain pengolahan dengan penambahan starter mikroba, proses fermentasi dapat terjadi dengan menambahkan sumber energi seperti dedak padi, tepung jagung, tepung singkong atau onggok. Proses fermentasi seperti ini dikenal dengan teknik silase dengan memanfaatkan mikroba indigenous pada KBK, terutama bakteri Lactobacillus sp. Metode silase ini lebih aplikatif di lapang, karena semua bahan tersedia di lokasi dan tidak diperlukan pengeringan maupun penggilingan. KBK yang disilase dapat diberikan padaternak dalam bentuk segar dan memiliki palatabilitas yang tinggi (Puastuti dan Yulistiani, 2011).

Tanaman kakao (Theobroma cacao L), pada perkebunan rakyat menghasilkan limbah kulit buah kakao (cangkang) yang cukup melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak serta selalu tersedia sepanjang tahun. Buah Kakao terdiri dari kulit buah/cangkang (75,65%), biji (21,74%), plasenta (2,59%). Keberadaan limbah kulit buah kakao belum banyak dimanfaatkan, padahal memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan pakan ternak alternatif, Kementerian Pertanian (2012).

Kandungan gizi kulit buah kakao yaituBahan Kering 88%, Protein Kasar 8%, Serat Kasar 40,1%, Total DegrestibleNutrient (TDN) 50,8% dan Lemak 0,90%, Sedangkan Menurut Laconiet al (1998) dalam Merdekawani dan Kaswiran (2013) kandungan gizi kulit buahkakao yaitu Bahan Kering 17,0%, Protein Kasar 7,17%, Serat Kasar 32,5%, Abu12,2%, Total Degrestible Nutrient (TDN) 53,0%, Lemak 0,80% , Kalsium 0,12%,Protein 0,05%, dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 32,1%.

Pakan yang dikonsumsi pada perlakuan P1dengan penambahan silase limbah kulit buah kakao sebanyak 6 kg/ekor/hari lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol (P0) rata-rata 5,5 kg/ekor/hari. Sehingga konversi pakan Perlakuan P1 lebih rendah 6,0 bila dibandingkan dengan perlakuan P0 7,97.

Penggunaan kulit buah kakao yang difermentasi dengan kapang P.chrysosporium dapat digunakan sebagai pakan alternatif pengganti rumputgajah bagi ternak kambing tanpa memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadapkonsumsi bahan organik dan pertambahan bobot badan (Murni dkk., 2012).

Tabel2.Data berat badan kambing di Desa Sinar Harapan, Kedondong Kecamatan, Pesawaran

Deskripsi Berat badan (kg / ekor)

P0 P1

Berat badankambing

Berat badan awal(kg) 33,00 31,22

Berat badan akhir(kg) 41,28 43,2

Pertambahan Berat badan(kg) 8,28 12,00

Pertambahan bobot badan harian(g) Konsumsi pakan (kg) 69a 5.5 100b 6,0 Konversi pakan 7,97b 6,0a

Tabel 3.Hasil analisis kimia pakan kambing ternak selama musim hujan dan musim kemarau, yaitu kandungan protein pakan di musim hujan 10,02%, yang lebih rendah dari pada musim kemarau yaitu 12,44%, sementara pakan serat kasar yang diberikan di musim kemarau lebih tinggi 30,75%sedangkan pada pada musim kemarau hanya 27,25%. Pada musim hujan lemak dalam pakan ternak 2.93%. Hal ini lebih rendah daripada di musim kemarau, yaitu 3,69%. Tabel 3.

Tabel3. Analisis kimia bahan pakan ternak kambing PE petani kakao di Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran, pada musim hujan dan musim kemarau.

Deskripsi Kemarau Hujan

Komposisi % Analisis kimia - Bahan kering , % - Protein - Serat Kasar - Lemak - Abu - TDN3 38,40 46,82 % Bahan kering 10,02 30,75 2,93 8,66 58,85 12,44 27,25 3,69 6,93 65,80 Sumber: Prabowo (2012)

135

Sianipar (2007), menyatakan pada pengelolaan limbah kulit buah kakao menjadi silase dapat meningkatan kecernaan dan kandungan protein, dan penyimpananya juga dapat relative lama yaitu 2-3 bulan. Dan penggunaan optimalnya sebesar 20% bahan kering dalam ransum atau sebesar 60% dalam pakan penguat sebagai pakan kambing lokal yang sedang tumbuh. Menurut penelitian hasil Balitnak Bogor, 2013 Silase Kulit buah kakao BK 22,1 , protein 10,1, lemak 7,9, abu 9,1 , dan 52,2 % NDF. Tabel 4. Hasil analisis proksimat Silase Kulit Buah Kakao di Desa Sinar Harapan,Kecamatan

Kedondong, Kabupaten Pesawaran.

Jenis bahan pakan Air Abu Protein Lemak

Serat

Kasar Karbohidrat %

Silase limbah kulit kakao 75.10 2.73 6.53 0.44 8.49 6.03 *Hasil analisa Laboratorium Politeknik Negeri Lampung, 2015.

Hasil analisis silase limbah kulit kakao dengan kadar protein 6,53, lemak 0,44, serat kasar 8,49, dan karbohidrat 6,03. Rendahnya hasil analisis silase limbah kulit kakao karena waktu pembuatan silase limbahkulit kakao kadar airnya terlalu tinggi sehingga kadar proteinnya terlihat lebih rendah (Tabel 4).Untuk menurunkan kadar air sebaiknya setelah kulit kakao dicacah kemudian dikeringkan dikeringkan dengan sinar matahari selama 6 jam penyinaran.

Tabel 5. Analisis usahatani ternak kambing di Desa Sinar Harapan, Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran

No. Parameter Fisik Biaya (RP)

A.

B.

C.

Investasi

Pembuatan kandang Pembelian kambing dara Jumlah A Operasional - Pakan/konsentrat - Obat-obatan - Tenaga kerja 0,5 j - Hijauan Jumlah B Total biaya (A+B) Hasil

- Penjualan kambing induk

- Penjualan kambing anak

- Penjualan pupuk kandang Total hasil Keuntungan R/C ratio 10 Unit @ Rp. 500.000,- 10 ekor @ Rp. 1.000.000 200 kg @ Rp. 2.500 2 paket 360 hr @ Rp. 10.000 15 ekor @ Rp. 1.500.000,- 16 ekor @ Rp. 800.000,- 6.480 kg @ Rp. 500,- 5.000.000,- 10.000.000,- 15.000.000,- 500.000,- 578.000,- 3.600.000,- 4.464.000,- 9.142.000,- 24.142.000,- 22.500.000,- 12.800.000,- 3.240.000,- 38.540.000,- 14.398.000,- 1,59

Analisa pendapatan dari pemeliharaan ternak kambing selama 1 tahun memperoleh tambahan pendapatan sebesar Rp. 14. 398.000,- dari usaha ternak kambing skala usaha 10 ekor. Tingkat efisiensi usaha ternak kambing dihitung dari penerimaan R/C sebesar 1,59. Dengan demikian usaha peternakan kambing dapat memberikan keuntungan bagi peternak dan layak untuk diusahakan (tabel 5).

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penambahan silase limbah kulit kakao untuk ternak kambing dapat meningkatkanpertambahan berat badan harian ( PBBH ) 100 g / ekor / hari, masa pemeliharaan selama120 hari.Pendapatan usahatani dari pemeliharaan selama 1 tahun memperoleh tambahan pendapatan sebesar Rp. 14.398.000,- dengan R/C ratio sebesar 1,59.

136

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada Ir. Firdausil A.B. M.Si ataspartisipasi, bimbingan, bantuan dan kerjasamanya selama pengkajian ini dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pakan Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. 2012. Limbah Kakao Sebagai Alternatif Pakan Ternak. Hal: 1-2.

Harsini T. Dan Susilowati. 2010. Pemanfaatan kulit buah kakao dari limbah Sebagai bahan baku pulp dengan proses organosol V. Jurnal Ilmiah.

Khastrad, 2006. Pertumbuhan, konsumsi, dan konversi ransum sapi pesisir yang digemukkan dengan tingkat pemberian ransum dan lama penggemukan berbeda. Jurnal ilmiahilmu-ilmu Peternakan . 9(3):215-223.

Lampung dalam angka2014. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung.

Murni, R., Akmal dan Y. Okrisandi. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Yang difermentasi dengan Kapang Phaenerochaete chrysosporum sebagaipengganti hijauan dalam Ransum Ternak Kambing. AGRINAK. Vol.02 No. 1 Maret 2012:6-10.

Magistrelli, D., L.Malagutti, G. Galassi dan F. Rosi. 2014. Cocoa Husks In DietsOf Italian Heavy Pigs. Journal Of Animal Sciencedoi:10.2527/jas.53970 2012, 90:230-232. berbeda. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. 9(3):215-223.

Prabowo, A. Firdausil AB. 2012. Laporan Tahunan MP3I tahun 2012. BPTP Lampung, Bandar Lampung.

Puastuti W, Yulistiani D. 2011. Utilization of urea and fish meal in cocoa pod silage based rations to increase the growth of Etawah crossbred goats. In: Ali A, Kamil KA, Alimon AR, Orskov, Zentek J, Tanuwiria UH, editors. Proc 2nd Int Semin AINI Feed Saf Heal Food. Jatinangor, July 6-7, 2011. Bandung (Indonesia): Padjadjaran University. p. 463-469. Prabowo, A , dan S. Bahri 2002 . Studi Ternak Sistem Pertanian kambing di perkebunan kakao di

masyarakat Lampung .Hasil penilaian Laporan TA 2002. BPTP Lampung . Bandar Lampung 16 halaman

Statistik Provinsi Lampung. dalam angka Tahun 2012. Kerjasama Antara Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung Dengan Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Of halaman Lampung Province.586.

Suparjo, Wiryawan KG, Laconi EB, Mangunwidjaja D. 2011. Performans kambing yang diberi kulit buah kakao fermentasi.Media Peternakan. 34:35-41.

137

EFEKTIFITAS Trichoderma sp dan BEBERAPA MIKRO ORGANISME LOKAL (MOL) SEBAGAI DEKOMPOSER ALAMI PADA KOMPOS JERAMI

EFFECTIVENESS OF Trichoderma sp AND LOCAL MICRO ORGANISM (MOL) AS A NATURAL DECOMPOSERS ON STRAW COMPOST

Widia Siska1, Sumilah1 dan M. PramaYufdy2 1

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat

Jl. Raya Padang – Solok, KM.40 Sukarami Kab. Solok, Sumatera Barat 27365

2

BadanPenelitian dan PengembanganPertanian Jl. Ragunan 29 Pasar Minggu Jakarta 12540

E-mail : widiasiska82@gmail.com ABSTRAK

Pengomposan jerami padi merupakan salah satu cara untuk mengoptimalkan pemanfaatan jerami padi menjadi pupuk organik. Dalam mempercepat proses pengomposan diperlukan dekomposer. Meskipun Badan Litbang Pertanian sudah mendapatkan dekomposer jerami (PROMI dan M-Dec), namun belum banyak diadopsi petani karena sulit didapatkan di pasaran. Hal yang sama juga terjadi pada Trichoderma sp. Untuk itu, pemanfaatan sumberdaya lokal (MOL) bisa dimanfaatkan petani sebagai dekomposer alami dalam pembuatan kompos jerami. Penelitian bertujuan untuk melihat efektifitas Trichoderma sp dan beberapa mikro organisme lokal (MOL) sebagai dekomposer dalam pembuatan kompos jerami. Pengkajian dilaksanakan bulan September-Desember 2011di Kelompok Tani Fadhila, Taram, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Laboratorium Tanah BPTP Sumatera Barat. Rancangan Petak Terpisah (Split Plot), dengan tiga kali ulangan. Perlakuan Petak Utama adalah 5 jenis bahan decomposer dengan MOL yang didapat. Anak petak adalah dosis/kosentrasi MOL yaitu 400 ml; 300 ml; 200 ml; 100 ml per liter air. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari : Jerami padi, Trichoderma sp., mol rumen sapi, mol keong, mol rebung, mol buah-buahan, gula merah dan air kelapa. Parameter yang diamati : (1) suhu, bau, warna, struktur bahan dan hifa mikroba kompos yang diamati setiap minggu. (2) pH dan kadar hara C, N, P, K, Ca, Mg kompos sesudah dikomposkan. Data diolah secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahan kompos jerami padi dengan dekomposer Trichoderma sp lebih cepat mengalami perubahan sifat fisik dibandingkan Mol lainnya. Kompos jerami padi dengan dekomposer Mol rumen sapi menghasilkan C/N yang lebih rendah dan unsur hara N, P, dan K yang lebih tinggi dibandingkan Trichoderma sp dan mol dekomposer yang lainnya. Kata Kunci : Jerami padi, kompos, dekomposer, Trichoderma sp, mol

ABSTRACT

Decomposition of rice straw is one way to optimize the utilization of rice straw into organic fertilizer. In accelerating the composting process takes decomposers. Although IAARD already getting decomposers straw (Compromise and M-Dec), but has not been widely adopted by farmers because difficult to find in the market. The same thing happened in Trichoderma sp. To that end, the utilization of local resources (Local Microorganism/LM) can be used by farmers as a natural decomposer in composting straw. The study aims to look at the effectiveness of Trichoderma sp and several local micro-organisms as decomposers in composting straw. The assessment was conducted in September-December 2011 in FadhilaFarmers groups, Taram, District Fifty Cities and Soil Laboratory BPTP West Sumatra. Experimental design used were split plot design, with three replications. Treatment of main plots are 5 types of materials decomposer with LM acquired. The subplots were dose / concentration LM of 400 ml; 300 ml; 200 ml; 100 ml per liter of water. The materials used consisted of: rice straw, Trichoderma sp., Cow rumen LM, mol conch, bamboo shoots LM, LM fruits, brown sugar and coconut water. The parameters were observed: (1) the temperature, smell, color, structural materials and compost microbial hyphae were observed every week. (2) pH and nutrient levels of C, N, P, K, Ca, Mg compost after composted. The data were processed by descriptive qualitative. The results showed rice straw compost material by decomposers Trichoderma sp faster change physical properties compared to other Mol. Rice straw compost with decomposers Mol cow rumen to produce C / N lower and nutrients N, P, and K higher than Trichoderma sp and other decomposers mol.

138

PENDAHULUAN

Pupuk organik memiliki kelebihan dalam mengatasi defesiensi hara, menyediakan hara secara cepat, mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap meski dalam jumlah sedikit, memperbaiki struktur tanah, memiliki daya simpan air yang tinggi, memberi tanaman ketahanan terhadap serangan penyakit, serta dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah (Palupi, 2015).

Kurangnya pengembalian bahan organik kedalam tanah dan intensifnya penggunaan pupuk kimia menyebabkan mutu fisik dan kimia tanah menurun (Sisworo, 2006). Kondisi lahan pertanian di Indonesia saat ini sekitar ±73% memiliki kandungan C-organik tanah <2,00%. (Las and Setyorini, 2010). Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik lebih dari 2%(Sri Adiningsih et al., 1995). Oleh karena itu, pemberian pupuk organik mutlak dilakukan.

Salah satu bahan yang sangat berpotensi untuk diolah menjadi pupuk organik adalah jerami. Selama ini, jerami belum termanfaatkan secara optimal. Sebagian besar jerami padi masih dibakar pada areal persawahan. Hal ini akan meningkatkan polusi udara dan berdampak buruk bagikesehatan lingkungan.

Untuk menjadi bahan organik, jerami harus melalui proses pengomposan. Proses pengomposan dipercepat dengan dekomposer.Produk agen dekomposer bertujuan meningkatkan kecepatan dekomposisi, meningkatkan penguraian materi organik, dan meningkatkan kualitas produk akhir.

Meskipun Badan Litbang Pertanian sudah mendapatkan dekomposer yang mampu mempercepat proses pelapukan jerami (PROMI dan M-Dec), namun belum banyak diadopsi petani karena sulit didapatkan di pasaran. Hal yang sama juga terjadi pada Trichoderma sp.Padahal, saat ini

Dalam dokumen jilid3 komoditas peternakan lainnya (Halaman 147-155)