• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Penelitian

3. Informan BS

BS (21) adalah seorang anak perempuan bungsu dari dua bersaudara. Orang tuanya yang sudah meninggal adalah ayahnya. Almarhum meninggal saat BS (21) duduk di bangku kelas 2 SMA. BS (21) mengatakan bahwa tidak ada komunikasi yang baik antara ayah dan BS (21), sebab ternyata sudah tiga kali ayah opname di rumah sakit namun tidak ada pihak keluarga yang mengetahui. Pada opname yang ketigalah

pihak keluarga baru dihubungi oleh pihak rumah sakit. BS (21) sampai tidak tahu kalau ayahnya pernah beberapa kali opname karena memang pekerjaan ayah menggelar wayangan yang jarang pulang ke rumah. BS (21) mengira ayah tidak pulang ke rumah karena pekerjaan tersebut tapi ternyata juga sempat opname yang tidak diketahuinya. Setelah opname yang ketiga tersebut, bapak BS (21) diperbolehkan pulang ke rumah namun harus tetap menjalani rawat jalan karena kondisinya tidak bisa prima seperti semula. Hingga akhirnya ayah BS (21) harus kembali lagi ke rumah sakit untuk dirawat di ICU.

Ketika berada di ICU, BS (21) sangat ingin bisa selalu menemani ayahnya, namun ibunya menganjurkan untuk tetap masuk sekolah karena saat itu menjelang ujian. BS (21) merasa sangat kasihan dengan ayahnya karena kondisinya yang semakin menurun dan banyak selang yang dimasukkan kedalam tubuhnya. Namun karena ibunya meyakinkan bahwa ayah akan sembuh kembali, maka ia pun tetap pergi ke sekolah. Walaupun berangkat ke sekolah dalam kondisi tidak tenang, BS (21) tetap berusaha menampilkan wajah ceria kepada teman-temannya. Saat itu BS (21) sedang latihan menari untuk ujian di sekolah. BS (21) pun dijemput oleh saudaranya dan temannya. Ketika dijemput, BS (21) merasa ada yang aneh dengan kehadiran mereka karena tidak biasanya BS (21) dijemput seperti saat itu. BS (21) sudah memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang terjadi dengan ayahnya, BS (21) merasa bahwa ayahnya sudah meninggal. Munculnya perasaan tersebut karena ada hal yang tidak biasa dilakukan

padanya yaitu dijemput di sekolah. Sejak kecil BS (21) sudah dibiasakan untuk mandiri. Dahulu BS (21) pernah memiliki pengalaman ketika neneknya meninggal, ia hanya diberi kabar melalui telpon. Namun sore itu tidak, ia dijemput, dan ia tetap meyakinkan diri bahwa ayahnya masih hidup. Ternyata ketika sampai di rumah sakit ia mendapati bahwa ayahnya sudah meninggal. Suasana di rumah sakit saat itu penuh dengan tangis. BS (21) belum percaya bahwa ayahnya sudah meninggal. Ia masuk ke ruang ICU dan mendapati ayahnya sudah kaku dan sudah ditutup kain. BS (21) menjadi sangat lemas dan hanya bisa memeluk ayahnya. Kemudian ia diberi semangat oleh teman-teman sekolahnya yang ada disitu.

BS (21) merasa sangat sedih mendapati ayahnya sudah meninggal. Ia meluapkan kesedihannya dengan menangis, namun ia masih tetap bisa mengontrol tangisannya. BS (21) menyadari bahwa apabila ia terus berlarut dalam tangisan, maka tidak ada yang membantu mengurus persiapan pemakaman dan sebagainya. Ia juga tidak ingin menjadi beban bagi ibu dan kakaknya ketika hanya bersedih dan menangis. BS (21) berpikiran bahwa 2 orang keluarga intinya sudah tumbang, maka ia tidak boleh ikut tumbang juga, ia harus menjaga mereka. Oleh karena itu BS (21) berupaya untuk tegar disaat ibunya pingsan dan kakaknya masih menangis. Bahkan ketika bertemu dengan tamu yang melayat, BS tidak menunjukkan raut kesedihan dengan menangis. Ia menangis hanya saat berjumpa dengan sahabat-sahabatnya dan ketika mandi saja. Kendati masih shock atas peristiwa tersebut, BS (21) tidak ingin terlihat rapuh

dihadapan ibu dan kakaknya. Ia menyadari bahwa dahulu dirinya memang tertutup, maka ia tidak ingin terlihat bersedih.

Munculnya rasa sedih yang dirasakan BS (21) disebabkan karena ia kehilangan afeksi dari seorang lelaki. Anggota keluarga besar BS (21) didominasi oleh perempuan, oleh karena itu afeksi dari lelaki yang utama hanya ia dapatkan dari ayah dan sepupu laki-lakinya. Kemudian BS (21) juga terpikirkan tentang biaya pendidikannya yang mahal di SMA. BS (21) bahkan sampai mengatakan kepada ibunya bahwa ia tidak ingin kuliah agar tidak membebani ibunya, ia ingin bekerja terlebih dahulu. Pikiran tersebut muncul karena BS (21) mengetahui bahwa yang selalu mencari nafkah adalah ayahnya, ibunya tidak bekerja, oleh karena itu ia tidak ingin menjadi beban. Walau demikian, ibunya tidak mengijinkan BS (21) untuk tidak kuliah, ia tetap kuliah dengan biaya dari kakaknya.

Pasca kepergian ayah, BS (21) merasakan kesepian ketika berada di rumah. Tidak ada lagi sosok yang suka menjahili dirinya sampai menangis. Ia teringat ketika hari Minggu tiba, dan BS (21) belum bangun hingga siang hari maka ayahnya akan membangunkannya sampai bangun, bahkan sampai BS (21) menangis barulah ayahnya berhenti membangunkannya.

BS (21) menyadari bahwa ayahnya sudah tiada, namun hingga saat ini ia masih mencari sosok yang mampu memberikan afeksi kepadanya. Ia merasa bahwa afeksi yang diberikan almarhum ayah kepadanya sangatlah spesial. BS (21) membutuhkan perhatian dan kasih sayang seperti yang

pernah diberikan almarhum kepadanya. Misalnya ketika BS (21) sakit, almarhum ayahnya benar-benar merawatnya menggunakan obat-obatan herbal dan menungguinya hingga sembuh. Hal-hal seperti itu yang masih dicari BS (21) hingga saat ini. BS (21) mengatakan bahwa sebenarnya bukan berarti ia tidak mendapatkan afeksi sama sekali, ia tetap mendapatkan afeksi dari teman-temannya, namun yang seperti ayahnya lah yang belum ia dapatkan.

Pasca kepergian ayah BS (21) merasa kesepian. Dalam rasa sepi itu BS (21) berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan menangis di hadapan ibu dan kakaknya. Hal tersebut sudah menjadi prinsipnya dan berlangsung hingga sekarang. Sikap tersebut muncul karena BS (21) tidak ingin merepotkan dan menjadi beban yang menambah kesedihan mereka. Kemudian terkait dengan perekonomian, BS (21) memilih untuk hidup sederhana tanpa harus meminta ibunya. Ia mengatakan bahwa kalau ia diberi sesuatu ya akan diterima tapi kalau tidak ya tidak akan meminta. Seperti halnya berpakaian, BS (21) kerap memakai pakaian lungsuran dari kakaknya. Sejak dahulu BS (21) sudah dibiasakan untuk hidup sederhana seperti itu, jadi tidak ada masalah untuk meneruskannya.

BS (21) mengatakan bahwa ia mengetahui suatu hal tentang almarhum ayahnya pasca kepergiannya. Pada saat itu ibunya memberitahu bahwa almarhum telah memiliki anak dari wanita lain di mana anak itu saat ini sudah seusia BS (21). Pernyataan tersebut sontak membuat BS (21) sangat tercengang. BS (21) seolah-olah langsung mengetahui alasan mengapa

almarhum ayahnya sangat menyayangi BS (21), dan mengapa kakaknya sangat membenci almarhum. BS (21) belum mendapatkan cerita tersebut dengan lengkap, namun hal tersebut cukup membuat BS mengalami keterpurukan. BS (21) merasa seperti tidak punya tujuan hidup, ia menjadi pendiam, ketika selesai kuliah ia langsung pulang ke rumah. Bahkan ia sempat merasa tidak percaya pada lelaki, khususnya lelaki yang sedang dekat dengannya. Ia mengatakan bahwa menjalin pertemanan dengan lelaki tidak masalah, tapi kalau sampai pada hubungan romantis ia belum bisa. BS (21) sangat menyayangi keluarganya, namun ketika ada permasalahan seperti itu ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia melihat sosok kakaknya menjadi sangat hebat karena bisa bertahan dalam realitas yang sudah diketahuinya sejak lama, sedangkan BS (21) baru mengetahui pasca kematian almarhum. BS (21) telah menjadikan almarhum sebagai poros terkait cara kerja, cara memberikan afeksi, dan cara mengurus keluarga. Ketika mendapatkan cerita secara baik-baik, tidak bisa dipungkiri bahwa BS (21) tidak bisa menerima realita tersebut.

BS (21) merasa beruntung memiliki teman-teman yang bisa menjadi tempatnya berkeluh kesah, sehingga ia mendapatkan dukungan untuk menata tujuan hidupnya kembali. Caranya untuk mengolah perasaannya adalah dengan mencari energi positif dari orang-orang di sekitarnya dan lebih menyibukkan diri dalam kegiatan. BS (21) merasakan ketika berjumpa dengan banyak orang, ia merasa dirinya menyerap energy positif sehingga ia menjadi menyenangkan. Berbekalkan energy positif tersebut,

BS (21) dapat pulang ke rumah dan mendengarkan cerita-cerita kembali. Ketika ia merasa tidak memiliki energy positif setelah berkegiatan, ia lebih memilih untuk menyendiri di dalam kamar untuk menenangkan dirinya. Dalam momen menyendiri itu BS (21) juga kerap menangis karena rindu akan almarhum dan menyadari bahwa dirinya sudah tidak ada lagi, lalu ia mendengarkan lagu-lagu untuk menenangkan dirinya.

Dalam menjalani misa peringatan akan almarhum, BS (21) mengatakan bahwa dirinya bingung harus bersikap seperti apa. Ia melihat ibu dan kakaknya menangis dalam peringatan-peringatan tersebut, namun dirinya tidak mau menangis. Ia sebenarnya bersedih namun tetap tersenyum dalam peringatan-peringatan tersebut. Namun ketika ada yang bertanya secara personal kepadanya, BS (21) lalu terbawa dalam suasana duka dan menangis. Selebihnya BS (21) selalu memasang wajah tersenyum pada tamu yang hadir saat itu.

Pasca ayah meninggal, BS (21) banyak memanfaatkan waktu untuk berkegiatan. Selain untuk mereduksi rasa sedihnya, ia juga melakukan kegiatan yang memang benar-benar bisa mengembangkan dirinya. BS (21) meyakini bahwa setiap kegiatan yang ia ikuti akan memberikan pelajaran dan pemaknaan baru. Ia mengatakan bahwa dulu dirinya seperti robot yang tak kenal lelah untuk berkegiatan hingga dirinya jatuh sakit. Pada momen tersebut BS (21) diberitahu oleh temannya bahwa ia tidak perlu terlalu sibuk berkegiatan, harus tetap memerhatikan kondisi fisik untuk istirahat. BS (21) juga bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhannya.

Pernah suatu ketika ia ingin membeli celana jeans baru karena miliknya yang lama sudah sobek. Ia tidak ingin meminta uang kepada ibunya karena ibunya tidak memiliki uang saat itu, sehingga ia harus bekerja serabutan agar memiliki uang untuk membeli celana. Walaupun ia menyadari bahwa dirinya masih menjadi tanggung jawab ibunya, ia mencoba untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

BS (21) mengatakan bahwa dahulu dirinya jarang bercerita dengan ayah, namun ada satu pengalaman di mana BS (21) akhirnya mau bercerita dengan ayahnya. Saat itu BS (21) akan mengadakan pameran bersama teman-temannya. Ada kebingungan yang mereka alami dalam membuat pameran tersebut. Akhirnya BS (21) menceritakan segala permasalahan yang sedang dialami kepada ayahnya. Seketika itu juga ayahnya langsung memberikan berbagai macam saran dan referensi orang untuk didatangi. Akhirnya BS (21) menemukan jalan keluar dalam kondisinya yang sedang sulit pada saat itu. Sebenarnya saat itu BS (21) hanya ingin membagikan keluh kesahnya saja kepada ayahnya, namun tak disangka-sangka bahwa ayahnya langsung memberikan solusi. Kini, BS (21) hanya bisa bersedih ketika ia menghadapi permasalahan dalam kegiatannya. Tidak ada lagi tempat untuk berkeluh kesah yang bisa memberikan solusi seperti ayahnya dahulu. BS (21) pernah berkeluh kesah kepada kekasihnya, namun ia tidak mendapatkan respon yang diharapkan, ia tidak menemukan solusi atas permasalahannya. Pada momen itulah kemudian ia teringat almarhum ayah, atau misalnya pada momen di mana BS sakit, ia juga teringat papa

yang selalu memberikan perhatiannya. Sebenarnya ibu juga memberi perhatian, namun hal-hal kecil yang dilakukan ayah akan selalu teringat. Dalam hal memberikan solusi atas kegiatan, sebenarnya ibu juga bisa memberikan karena ibu pernah bergabung dalam organisasi, namun BS (21) mengatakan bahwa pengalaman yang dimiliki ayah jauh lebih banyak. BS (21) mengatakan bahwa ia tetap ingin berkegiatan dan ikut organisasi karena ingin menjadi seperti ayahnya. Ia ingin membantu dan membahagiakan orang lain tanpa memikirkan diri sendiri. BS (21) mengatakan bahwa ketika ayahnya ikut dalam suatu kegiatan, maka ia akan terus bertanggung jawab dengan pilihannya dan tidak akan meninggalkan begitu saja. Selain itu, sebenarnya BS (21) juga iri dengan kakaknya yang lebih pintar dan lebih aktif daripada dirinya. Sejak kecil BS (21) mengidap penyakit toksoplasma yang menyerang mata sebelah kanannya. Hal tersebut membuatnya mengalami kesulitan kalau membaca tulisan, sehingga untuk memahami suatu materi butuh waktu yang lama. Ia bahkan pernah tidak naik kelas sewaktu SD karena penyakit yang dideritanya membuatnya harus rajin berobat ke rumah sakit dan membuatnya ketinggalan pelajaran. Hingga BS (21) duduk di bangku SMP, barulah ia tidak lagi sering berobat ke rumah sakit. Hal tersebut membuat ibu dan kakaknya memandang bahwa fisik BS (21) lemah dan rentan. BS mengatakan bahwa mamanya memposisikan BS (21) sebagai sosok yang lemah hingga saat ini. Oleh karena itu BS (21) tetap ingin berkegiatan karena dia ingin membuktikan bahwa dirinya mampu.

Porosnya adalah ayahnya. BS (21) memang memiliki penyakit, namun ia tidak lemah, ia ingin membuktikan bahwa ia bisa menyeimbangkan kegiatan dan pendidikannya. Hal tersebut tentu membuat ibunya sangat bersyukur, terlebih ketika BS (21) dapat naik kelas, dapat masuk SMA yang diinginkan, dapat bergabung dengan organisasi, dan mengikuti banyak kegiatan.

Saat ini BS (21) belum benar-benar bisa mengikhlaskan kepergian almarhum ayahnya. Ia mengatakan bahwa apabila tidak ada masalah yang baru saja diketahuinya, mungkin sudah sejak lama ia mengikhlaskan. BS (21) berharap ketika ia bisa memahami apa yang terjadi dahulu dengan almarhum ayahnya dan bisa menerimanya, disitulah rasa mengikhlaskan itu bisa terwujud.