• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Analisis Data

5. Terbangunnya kesadaran baru

Titik atau pengalaman apa yang membuatmu harus bisa memupus itu dan melangkah maju? “yo mungkin okeh sing

support aku yo koyo mbakku, kadang aku juga ngrasa kesepian ngono kan aku sok curhat karo mbakku, yo kui mungkin orang-orang sing nguatke aku. Ngono kui yo sing nggawe aku mikire yo maju” (PBP (21), 497-500)

5. Terbangunnya kesadaran baru

Pengolahan perasaan sedih dalam diri informan pasca kematian orang tua memunculkan suatu kesadaran dalam diri informan. Pasca pengolahan diri muncul kesadaran dari dalam diri informan TAD untuk melakukan

kewajiban-kewajiban yang dahulu dilakukan almarhum. Kesadaran tersebut muncul lantaran tidak ada lagi yang mengurus kewajiban-kewajiban seperti membayar pajak kendaraan, persoalan tanah waris, dan sebagainya.

Apa yang anda rasakan dan lakukan selama 3 tahun itu?

“jadi mulai belajar bayar pajak sendiri, pajak motor, ngurus SIM sendiri, ngurus KTP sendiri, dan itu udah mulai murni bergerak sendiri. Beberapa tanggung jawab yang kudune dilakukan bapakku semenjak itu ya jadi tanggung jawabku yang harus tak lakukan, udah gak ada orang lain lagi.” ;

Bagaimana munculnya kesadaran untuk bertindak seperti itu? “Ya karena udah gak ada orang lain yang bisa

diandalkan lagi, udah gak ada orang yang untuk ngurusi itu. Bahkan sampe sekarang pun kalo pulang ke Solo ee kadang yang ngurusi hasil warisan, tanah, malah aku bukan masku. Jadi tak sewain trus bagi hasil gitu-gitu. Malah jarang masku yang ngurusin.” ; Apa yang membuat anda berpikiran

bahwa kehidupan harus terus berjalan? “Nha setelah bapak

gak ada, hal-hal atau sesuatu yang ingin kulakukan itu muncul karena kondisiku sudah tidak bisa bergantung sama bapak. Aku juga harus bisa menjadi seperti bapakku. Dihadapkan dengan adek-adek pecinta alam, aku harus bisa membantu mereka.” (TAD (22), 132-136, 138-142, 260-264)

Kesadaran untuk menjadi lebih mandiri juga dialami oleh informan PBP. Informan PBP menceritakan bahwa kematian papanya sedikit memaksa dirinya untuk melakukan tugas-tugas yang biasanya dulu dikerjakan oleh ayahnya. Ia kemudian menyadari bahwa dirinya kini memiliki tanggung jawab baru dan harus terbiasa untuk hidup mandiri, tidak lagi tergantung pada orang tuanya.

Perasaanmu seperti apa sih ketika tau papa gak ada hingga dimakamkan? “ketika hal-hal sing biasane dilakokke

papaku, tugas e papa kui ki koyo dewe krasa kewirangan banget ngono kae lho,’“duh iki kan biasane papa, tapi saiki papa raono brati yo kudu dewe, kudu aku, mbak-mbakku, mamaku’.” ; Oooo..jadi prosesmu mengenal dunia yang

lebih luas, dapet banyak teman, berawal dari banyaknya kegiatan yang kamu ikuti ya? “karena juga mau gak mau

aku kudu iso nglakoni tanpa papa ngono lho. Koyo hal-hal sepele misal opo yo..lungo ning ndi ngono biasane kan aku kudu diterke papa, manja ngono to, iki aku kudu wani dewe, aku ngekol, yowis ngono kui, mau gak mau kudu iso dewe.” (PBP (21), 158-161, 320-324)

Selanjutnya, ketika hidupmu terus bergulir, harus menyelesaikan SMA lalu kuliah di Jogja hingga saat ini, apa yang kamu rasakan dalam menjalani kehidupan ini tanpa adanya papa? “Dadi ki aku ki dengan sendirinya

punya tanggung jawab sendiri aku kudu sinau, ora sing kudu dicereweti ngono kui lho, mamaku ki sama sekali ora tau ngono kui.” ; Keinginan itu muncul karna apa? “Pie yo, koe urip tapii raono sing nuntut koe, pie rasane?Ya ngono rasane, yo koyo pie yo? Angel le njelaske.” (PBP (21), 423-425, 445-447)

Kesadaran akan peran tersebut kemudian memicu terwujudnya kesadaran-kesadaran lainnya. Dalam kesendirian, PBP menyadari bahwa ia tidak ingin terus menerus terpuruk dalam kesedihan. Oleh karena itu ia meyakinkan dirinya untuk bangkit dari kesedihannya. PBP kemudian mulai memberanikan diri untuk berinteraksi dengan teman-teman di sekolahnya, mengenal mereka lebih jauh, dan berbagi cerita dengan mereka.

Apa yang kamu pikirkan selain kegiatan-kegiatan yang pernah kamu lakukan bersama papa? “Dadi koyo aku ono

pikiran “aku kudu ngadeg iki ki, aku ra entuk mung koyo ngene ki, toh nek aku koyo ngene ki terus, kepikiran, fisikku ambruk, mesakke mamah trus mesakke papa juga soale papa mesti yo bakal ngerti kok respone anake mung koyo ngene ki terus to, sedih-sedihan terus to.” ; “tapi kan aku mau gak mau harus berdiri” ; Prosesnya gimana itu? “trus yowis, awal mulane kui aku memberanikan diri sing awale mau aku isinan, ra gelem ngajak kenalan disikan, trus aku teko-teko maksa awakku dewe, aku mekso ngajak kenalan, misal maune aku ra kenal trus aku ngajak kenalan koncoku sing ora tak kenal, trus bar ngono aku mulai takon-takon, mulai memberanikan diri

ngono lho awale, walaupun yo aku isih sing ati-ati banget karo uwong pas gek perkenalan-perkenalan kui. TADi lama-lama kok asik, yowis nyemplung ngono lho kasarane, aku juga bisa membaur dengan yang lain lebih lagi.” (PBP (21), 256-260, 286-287, 288-296)

Selain itu, dalam prosesnya mengolah kesedihan bersama dengan teman-teman pecinta alamnya, informan TAD menemukan harapan untuk bangkit dan menyadari bahwa kehidupan harus terus berjalan dengan lebih baik. Senada dengan yang diungkapkan informan PBP, bahwa kesedihan harus dipupus. Apabila PBP hanya meratapi kesedihannya terus menerus, hal tersebut sama saja dengan ia menyalahkan kematian almarhum papanya. Oleh karena itu muncul kesadaran untuk tetap melanjutkan kehidupan dengan lebih baik.

Bagaimana proses yang kamu alami dalam mengolah perasaan sedih bersama teman-teman pecinta alam? “Yaa

kehidupan kudu terus mlaku lah.” (TAD (22), 236-237)

Titik atau pengalaman apa yang membuatmu harus bisa memupus itu dan melangkah maju? “Yang bisa membuatku

memupusnya ya keadaan saat ini. Keadaan yang..nek aku koyo ngene ki terus, nglokro, irenan, aku kan ndelok kabeh sisi kan kesane malah njuk dadi nyalahke papaku ketika papa gak ada ngono kui lho. Nah aku kudu mupus kui karena keadaan saat ini aku anak ragil mbakku kabeh wis mentas wis nikah kabeh, tinggal aku dan mama.” (PBP (21), 488-494)