• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Analisis Data

4. Proses Reintegrasi ngudari reribet / Olah Rasa

Terkait dengan sejumlah permasalahan yang muncul dan karep yang tidak bisa terpenuhi pasca kematian orang tua, informan mencoba ngudari reribet atau mengolah permasalahan-permasalahan tersebut. Dalam kondisi demikian, diperlukan penyesuaian (reintegrasi) individu antara faktor protektif yang dimiliki dengan gangguan yang dialami (Richardson, 2002). Tujuan yang ingin dicapai tak lain ialah agar mampu mengurangi kondisi lingkungan yang menyakitkan, menyesuaikan dengan kenyataan-kenyataan yang negatif, mempertahankan keseimbangan emosi, mempertahankan self image yang positif, serta untuk meneruskan hubungan yang memuaskan dengan orang lain.

Dalam proses ngudari reribet atau reintegrasi, informan didorong oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah dorongan dari luar yang membantu informan untuk mengolah perasaan tidak berdaya setelah ditinggal oleh orang tuanya. Sementara faktor internal merupakan dorongan dari dalam diri informan sendiri untuk membebaskan dirinya dari perasaan tidak berdaya.

a) Faktor Eksternal

Berikut disampaikan bahwa informan TAD mampu mengolah perasaan sedihnya bersama dengan komunitas pecinta alamnya. Perjumpaan dengan komunitas tersebut dirasakan mampu memberikan penghiburan serta mereduksi rasa sedih yang dirasakannya.

Ketika tadi anda mengatakan sedih, bagaimana cara anda mengolah perasaan tersebut? “Kenapa aku malah seringnya

pergi ke pecinta alam, karena di pecinta alam mereka seringnya gak bahas itu. Malah kadang-kadang kematian bapakku ki dinggo gojekan, maksude bukan gojekan sing sarkas banget. Misalnya ee..kok yah mene lagi tangi e? eh ojo ngono, ngko diseneni bapake lho. Yaa mereka tau sih bapakku udah meninggal tapi gak yang dibikin sedih tapi dibikin gojekan yang gak parah-parah juga.” (TAD (22), 203-210)

Informan TAD memaknai bahwa perjumpaan dengan teman-teman pecinta alam serta saudara-saudaranya merupakan cara untuk beradaptasi atas perasaan dukanya sekaligus sebagai bentuk menghadapi realita bahwa ayahnya sudah tiada. Dukungan sosial yang diberikan oleh orang-orang di sekitar mampu membuatnya lebih kuat dan tenang dari hari ke hari.

“tapi kalau tak rasa-rasakan lagi itu adalah menghadapi sebuah realita, yowislah bapakku wis meninggal, orang yang bisa memberikan support saiki yo koncoku iki, konco-konco pecinta alam iki.”

“Perjumpaan dengan sodara juga membuatku kuat dari hari ke hari kok

Yo untunge teman-temanku yang lain istilahnya memberikan dukungan dengan ngajak ngobrol, gojekan biar aku ada temennya gitu sih, gak kesepian terus sedih terus.” (TAD, )

Bagaimana proses yang kamu alami dalam mengolah perasaan sedih bersama teman-teman pecinta alam? “…

secara keseluruhan aku jadi lebih tenang sih. Jadi pecinta alam e pangudi luhur itu koneksinya kuat. Bisa dikatakan solidaritas e tinggi, nganti aku pun sampe bisa mengenal alumni yang diatasku 10 tahun 15 tahun, sampe sekarang juga masih kontak-kontakkan entah itu cuma ngopi, minum, ato ngobrol-ngobrol bareng. Nha, semakin bertemu banyak orang, pikiranku bisa lebih meluas, jadi gak Cuma terfokus ke kepergiannya bapakku aja tap juga ke hal-hal yang lain, jadi aku juga gak Cuma sedih terus.” (TAD, 228-236)

Sementara itu informan PBP mengolah perasaan sedihnya dengan berkumpul bersama keluarga inti. Dalam perkumpulan keluarga tersebut mereka saling berbagi dan menguatkan satu sama lain agar tetap dapat meneruskan kehidupan.

Bagaimana bisa muncul pikiran harus bisa melakukan apa-apa sendiri? Apakah muncul pikiran kaya gitu karna diomongi kakak-kakak atau mama juga gak? “trus akhire

dewe sempet ngobrol bareng ngono dewe kudu tetep kuat yoo pokokmen walo dewe wedok dewe tetep kudu kuat, ojo aleman, yo paling ming ngandani kui tok.” ; “bar kui ki koyo sering ngono lho dewe ketemu pas dina minggu bareng-bareng, sharing-sharing ngono, njuk tangis-tangisan meneh, njuk ngko sharing meneh ngono kui.” (PBP (21), 337-340, 342-344)

b) Faktor Internal

Dorongan eksternal yang didapatkan oleh informan dalam proses ngudari reribet atau reintegrasi turut memunculkan dorongan internal untuk semakin memperbaiki diri. Lahir kemampuan untuk bertahan hingga kemauan untuk bangkit mendorong informan dalam mengolah rasa sedih serta duka yang dirasakan. Berbagai macam cara dipilih oleh informan sebagai usaha mereduksi rasa sedih yang dirasakan, seperti contohnya banyak mengikuti kegiatan di lingkungan sekitar.

Hal-hal apa saja yang mendukung anda bangkit dari kesedihan? “Mungkin dari sendiri sih kalo itu. Maksude

karena aku bukan pendengar yang baik, maksude pendengar yang baik tu ketika ada nasehat trus aku laksanakan tu enggak, mungkin dari diri sendiri sih. Umm yaitu tiba-tiba karena udah gak ada yang ngurusin yaudah aku kudu bertahan, survive sendiri. Cuma yang sangat membantu ya ketika berdinamika di pecinta alam itu sih.” ; Apa yang anda

rasakan dan lakukan selama 3 tahun itu? “Banyak-banyak

berkegiatan. Kan tahun itu ya, jadi taun pertama aku sering pergi sana sini naik gunung, ngikuti acara pecinta alam gitu.

Bahkan kadang seringnya malah minum-minum malahan sama temen-temen pecinta alam. Trus taun kedua aku masuk kuliah langsung ikut organisasi kemahasiswaan yang ada.” ; Apa

motivasimu melakukan kegiatan-kegiatan itu? “soalnya

daripada gak ada kerjaan cuma gak ngapa-ngapain, yaudahlah terus ikut kegiatan ini itu, daripada juga cuma di rumah terus.” (TAD (22), 266-271, 109-114, 116-118)

Begitu pula yang dilakukan oleh informan PBP dalam mengolah kesedihannya. Dia banyak mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah. Kegiatan tersebut antara lain ialah pramuka, paduan suara, dan menari salsa. Hal tersebut dirasakan mampu membuat dirinya menjadi sibuk dan mengalihkan rasa sedih serta pikiran akan kenangan-kenangan bersama almarhum. Adanya manfaat positif yang diperoleh dari berkegiatan memacunya untuk bangkit dari keterpurukan, ia tidak ingin terus bersedih meratapi kepergian almarhum. Modelling kepada kakaknya juga diterapkan, bahwa kehidupan harus terus berjalan.

Bagaiamana kamu mengatasi perasaan sedih itu? “Karna

aku kepikiran, aku golek kesibukan. Dadi ket aku seko pas jaman lara kui aku tetep nyibuk melu kegiatan ning pramuka, melu ekstra paduan suara, melu salsa, melu opo melu opo ngono. Dadi mungkin aku memaksakan diriku untuk capek tapi aku tidak memikirkan apa yang ada di kepalaku gitu lho, dadi koyo aku ki nylimur dewe ngono lho.” ; Tapi terus ketika

sedih saat mendengar lagu-lagu atau prosesi yang buat kamu jadi teringat, hal yang kamu lakukan apasih setelah itu? “Yaa..uwis, ya uwis koyo papa cen uwis raono, dadi yo

memang iki hal yang positif untukku tapi mau gimana lagi karena udah gak ada juga.” (PBP (21), 240-246, 360-362)

Apa yang kamu pikirkan selain kegiatan-kegiatan yang pernah kamu lakukan bersama papa? “Trus njuk bar ngono

aku kepikiran opo aku kudu nyibuk iki ben aku ora sing kepikiran koyo ngene dan sing ora sedih terus yaampun papa kok wis meninggal yo, sing isih terpuruk ngono kui lho rasane, aku emoh suwe-suwe koyo ngono.” (PBP (21), 261-264)

Apakah muncul pikiran kaya gitu karna diomongi kakak-kakak atau mama juga gak? “mereka raono ngandani kui.

Mungkin yo aku ndelok mbak-mbakku mungkin yo survivenya mereka itu, yoo.” ; bagaimana survivenya mereka? “Yo mereka menjalani yowes koyo seperti biasanya lagi, pokokmen tep biasa.” (PBP (21), 330-331, 332-333)

Mekanisme yang dilakukan informan BS dalam mengolah keterpurukannya ialah dengan mencari energi positif dari orang lain dalam kegiatan yang ia ikuti. Bagi informan BS, perjumpaan dengan orang lain mampu membawa energi positif bagi dirinya. Dengan mengikuti berbagai kegiatan, BS merasa mampu mereduksi perasaan dukanya karena pikiran menjadi teralihkan pada kegiatan yang sedang dilakukan. Selain dirasa mampu mereduksi perasaan dukanya, kegiatan yang diikuti BS juga mampu mengasah hardskil dan softskill yang dimilikinya.

Bagaimana sih cara mengatasi perasaan-perasaan yang kamu rasakan? “Mencari energi positif dari orang lain, jadi

aku lebih menyibukkan diriku di kegiatan.” ; “bertemu orang itu aku jadi positif aku jadi menyenangkan, ketika aku pulang itu posisinya energi positifku udah full jadi aku bakal siap mendengarkan mereka cerita gitu.” (BS (21), 350-351, 353-355)

Bagaimana kamu menjalani kehidupanmu pasca bapak meninggal? “yaa aku lebih kayak memanfaatkan waktu yang

ada untuk berkegiatan sih.” ; “tapi juga selain itu buat aku berkembang sih, maksudku kayak mungkin aku disini tu dapet pelajaran gitu lho, aku mengikuti kegiatan tu aku bakal mendapatkan sesuatu, pembelajaran. Dan gak asal aku ikut kegiatan njuk yaudah aku ikuti tu enggak, tetapi pasti setiap kegiatan bakal aku maknai tu lho, belajar dari bapak juga sih itu.” (BS (21), 384-386, 408-413)

Terlepas dari kedua faktor tersebut, dalam proses pengolahan diri para informan kerap merasa rindu dengan sosok orang tuanya yang sudah

meninggal. Kerinduan tersebut muncul lantaran ada perilaku-perilaku yang sudah tidak didapatkan lagi dari almarhum.

Selanjutnya, ketika hidupmu terus bergulir, harus menyelesaikan SMA lalu kuliah di Jogja hingga saat ini, apa yang kamu rasakan dalam menjalani kehidupan ini tanpa adanya papa? “Dadi kadang aku yo ngrasa ada

kerinduan kok pengen yo aku koyo koncoku kui, opo-opo diatur, koyo sinau kui misal, jaman sekolah lak cah-cah “sinau, sesuk ulangan, sesuk UTS ngene-ngene ki.” ; “mamaku ki sama sekali ora tau ngono kui. Dadi ketika uwong ngonekke ‘penak yo bel…’, kui aku justru ‘Hah? Penak pie…’ aku ki malah pengen ono sing tak takuti, pengen punya tali sing naleni aku ngono lho kasarane.” ; Keinginan itu muncul

karna apa? “Yoo karena ada kerinduan ngono lho, koyo biyen

ki aku diatur ngono trus saiki aku koyo diculke ngene ki.” (PBP (21), 419-422, 425-428, 440-442)

Apakah kepergian bapak bisa kamu terima begitu saja atau perlu proses cukup lama? “sadar kalau bapak udah gak

ada, tapi sampai detik ini tu masih mencari karena aku butuh afeksi gitu. Afeksi yang bapak kasih ke aku tu emang apa yaa..ehmm..kayak special aja karena mbakku pun gak dapet itu gitu lho dari bapakku.” (BS (21), 218-221)

Bagi informan BS, kerinduan tersebut terkadang membuat dirinya tidak berdaya akan situasi tertentu, misalnya saat sakit. Informan BS teringat pada perhatian yang pernah diberikan ayahnya namun kini tak lagi didapatnya:

Adakah pengalaman-pengalaman lain yang special atau mengena dengan bapak? “aku sakit, aku ya keinget bapak,

karena dia yang ngasih perhatian, sebenernya banyak mama yang ngasih perhatian sih tapi ya memang aku lebih deketnya sama bapak ya hal-hal kecil yang bapak lakuin tu bakal keinget tu lho.” (BS (21), 445-449)

Bentuk perhatian yang diberikan ayahnya sangatlah khas, mampu mencurahkan segenap perhatiannya kepada BS, dan itu diberikan agar BS bisa segera pulih kembali:

Apakah kepergian bapak bisa kamu terima begitu saja atau perlu proses cukup lama? “Cuman kalo perhatian atau

kasih sayang gitu masih sampe sekarang tu kayak..apalagi kalau aku sakit sih, kalau aku sakit gitu pasti bapak tu ada, maksude kayak yang nemenin, ngasih obat tapi obatnya tu yang herbal gitu lho jadi kalo misalnya sakit panas gitu kepalaku ditempelin daun apa gitu trus besoknya udah sembuh..ditemenin, dipijetin sampe aku tidur baru dia berangkat kerja..itu yang belum bisa nerima disitu sih.” (BS (21), 224-231)

Tidak hanya merasa rindu, namun informan BS mengutarakan bahwa dirinya membutuhkan afeksi seperti yang dahulu pernah diberikan oleh almarhum ayahnya, namun hingga saat ini ia belum memperolehnya kembali:

Efek apa yang berdampak pada dirimu ketika afeksi tadi belum kamu dapatkan hingga sekarang? “Jadi yang tak

butuhkan tu kayak afeksi langsung tu lho, bukan yang cuman ngomong tapi ya yang kalo misal aku sakit ya aku ditengok aku dikasi obat ditemenin kek gitu lho, kalau bapakku kan seperti itu kan. Jadi ya tolak ukurnya tu ya disitu, gak cuma yang ‘cepet sembuh yaa’ atau gitu gitu tu enggak gitu lho, menurutku tu itu belum sampek ke aku.” (BS (21), 251-257)

Sedangkan kerinduan yang dimiliki informan TAD mewujud dalam penemuan sosok almarhum ayahnya pada sosok orang lain yang lebih tua dari dirinya:

Bagaimana perasaan sedih itu bisa muncul? “Ketika

misalkan ya di tempat kerjaku sama Om Thomas yang punya, aku menemukan sosok bapak disitu, aku merasa kayak biyen bapakku yo ngene. Trus sama siapa lagi oowh bapakku biyen yo ngene. Jadi aku kayak menemukan sosok bapak di orang lain yang lebih tua.” (TAD (22), 78-82)

Momen lain yang menyentil proses pengolahan diri pasca kematian orang tua adalah saat peringatan hari kematian orang tua. Sebagai orang Jawa, terdapat peringatan hari kematian ke tujuh, empat puluh, seratus

hari, setahun, dua tahun, hingga tiga tahun atau nyewu. Berkaitan dengan peringatan-peringatan yang diselenggarakan melebur dalam upacara keagamaan untuk memperingati kematian almarhum, informan TAD memilih untuk tidak mengikuti prosesinya. TAD lebih memilih untuk berbincang-bincang dengan saudaranya di luar. Hal yang dilakukan menurutnya mampu lebih membuatnya tenang. Begitu pula dengan informan PBP yang menjadi memiliki pemikiran yang maju dengan mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya.

Bagaimana anda menyikapi dan menjalani peringatan-peringatan untuk bapak? “Misal pas ada misa peringatannya gitu, aku gk ikut misanya. Aku malah diluar ngobrol sama sodaraku yang lain. Dari situ sodara-sodaraku mulai nasehati dan ngasih wejangan. Trus temen-temen juga ngajak ngobrol, ngajak bercanda. Ehmm bentuk menasehatinya intinya kayak “diterima aja Gar, sing penting koe iso luwih dewasa, rasah terlalu dipikirkan meneh.” ; “Ketika misa kan udah terstruktur gitu to, ada khotbah dan lain sebagainya to. Aku malah lebih sreg dan menemukan ketenangan ketika ngobrol sama orang lain secara langsung dan bukan satu arah, harus dua arah gitu.” (TAD (22), 303-309, 311-315)

Titik atau pengalaman apa yang membuatmu harus bisa memupus itu dan melangkah maju? “yo mungkin okeh sing

support aku yo koyo mbakku, kadang aku juga ngrasa kesepian ngono kan aku sok curhat karo mbakku, yo kui mungkin orang-orang sing nguatke aku. Ngono kui yo sing nggawe aku mikire yo maju” (PBP (21), 497-500)