• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Analisis Data

2. Muncul permasalahan – Kematian melahirkan mungkret

Ketidaksiapan dan ketidakpercayaan dalam menerima kenyataan berdampak pada cara informan mengambil sikap terhadap peristiwa kematian tersebut. Kebimbangan apakah harus menangis atau tidak, marah kepada orang-orang di sekitar, dan penolakan terhadap simpati adalah sikap yang muncul dari ketiga informan seperti diungkapkan sebagai berikut:

Pikiran kayak gitu muncul dari mana? “ya mungkin karena

aku emang tertutup, jadi aku gak mau ngliatin nangisku di depan orang. Soalnya aku juga bingung sih aku harus kek gimana.” (BS (21), 189-191)

Perasaanmu seperti apa sih ketika tau papa gak ada hingga dimakamkan? “Trus papaku ki senengane kan sisiran

nganggo sisir sing biasane dinggo dan aku ngerti. Pas kui pun aku koyo dadi emosi kae lho ketika papaku disisiri ora nganggo sisir kui.” ; “aku pas kui nesu, trus ‘papa itu gak suka pake sisir itu, pake yang ini’ karo mlayu njuk nyisiri rambute papaku, trus bar ngono wis, aku nungguin ning sebelah papaku terus.” (PBP (21), 108-110, 112-115)

Ketika tadi anda mengatakan sedih, bagaimana cara anda mengolah perasaan tersebut? “trus mereka chat balik bilang

yang sabar yaa..yang sabar yaa..itu malah bikin aku ini ngapa sih. Aku gak butuh itu. Malah bagiku itu bukan suatu dorongan untuk beradaptasi sih.” ; “Diluar circle pecinta alam, kebanyakan malah ngalem-ngalem, yang sabar yaa bla bla bla itu malah menjadi suatu atmosfer yang malah ra penak banget. Aku ra butuh kui malahan.” (TAD (22), 201-203, 210-213)

2. Muncul permasalahan - Kematian melahirkan mungkret

Kehilangan orang tua secara fisik karena kematian memupus segala angan yang dimiliki informan. Kenyataan bahwa perjumpaan secara fisik tak bisa lagi dilakukan melahirkan kondisi mungkret bagi informan.

Muncul sejumlah permasalahan yang harus dihadapi oleh para informan. Salah satunya yang menonjol adalah hilangnya sosok yang dijadikan pegangan dalam hidup selama ini. Hal tersebut terutama didasari pada pendidikan dan pengasuhan yang selama ini diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Sementara peristiwa kematian menghilangkan pola relasi tersebut. Informan TAD mengutarakan bahwa dirinya merasa kehilangan sosok ayah yang mengayomi, sedangkan informan PBP mengutarakan bahwa dirinya kehilangan sosok ayah sebagai panutannya.

Artinya kesedihan itu muncul karena kamu merasa ada sosok yang hilang gitu ya? “katakanlah setelah setahunnya,

eh tiga tahun setelahnya, aku bener-bener merasakan kehilangan sosok ayah, maksude bener-bener mengetahui tu lho” ; Bagaimana perasaan sedih itu bisa muncul? “Yaa..ini, karena kehilangan sosok bapak itu udah jelas, kehilangan poros kepala keluarga yang mengatur keluarga dan sebagai tulang punggung.” ; Sebenernya, selain sebagai

sosok kepala keluarga, sosok apa sih yang kamu rasakan hilang? “Mengayomi. Contoh perilaku yang mengayomi

misalkan bapakku gak pernah ngomong sama aku tap pas aku buat kesalahan bapak langsung bilang dan nasehati aku, otomatis dia selalu memperhatikan aku walaupun dia jarang ngomong sama aku. Trus sosoknya yang juga sebagai pekerja keras, bijaksana juga, terkadang keras, itu yang membuatku merasa kehilangan.” (TAD (22), 74-76, 63-66, 84-90)

Bagaimana perasaan linglung, lemas, dan sedih banget itu bisa muncul? “yo hal-hal sing biasane aku nglakokke karo

papaku ki njuk sesuk aku karo sopo ngono lho. Cekelanku yo papaku, sedangkan aku anak paling ragil sing paling dijogo karo papaku to kasarane.” ; Selanjutnya, ketika hidupmu

terus bergulir, harus menyelesaikan SMA lalu kuliah di Jogja hingga saat ini, apa yang kamu rasakan dalam menjalani kehidupan ini tanpa adanya papa? “Ning kene ki

aku sing rasane malah ‘Hah? Aku ki malah pingin dingonokke’, karena setelah papaku gak ada tu aku koyo ra ndue cekelan ngono lho Ho, piye yo..aku gak punya kendali aku gak punya yang tak takuti tu gak ada.” (PBP (21), 189-192, 413-416)

Lebih jauh, hilangnya sosok yang menjadi pegangan memunculkan sejumlah kecemasan dalam diri informan. Kecemasan tersebut berkaitan dengan ketiadaan tokoh yang bisa menjadi panutan untuk belajar menghadapi permasalahan di masa depan. Kecemasan itu juga memunculkan kekhawatiran atau sumelang terhadap hal-hal kecil. Informan menjadi sumelang ketika kehendaknya tidak terpenuhi, seperti yang diucapkan informan sebagai berikut:

Bagaimana perasaan sedih itu bisa muncul? “ada beberapa

masalah yang belum selesai ngono lho, terlebih ke masalah keluarga besar sih. Ketika bapak udah gak ada, itu brati otomatis turun ke aku masalahnya itu. Eee..yaa kehilangan sosok kepala keluarga lah sebagai yang ngatur dan mengurus keluarga.” (TAD (22), 67-71)

Bagaimana perasaan linglung, lemas, dan sedih banget itu bisa muncul? “Rasane ki..aku ki koyo membayangkan trus

aku ki sesuk karo sopo nek ning omah papa raono, koyo aku langsung pikir panjang karena semuanya sibuk trus aku karo sopo ning omah, sing ngeterke aku ning sekolah sopo ngono-ngono kui lho.” (PBP (21), 185-189)

Bagaimana perasaan sedih itu bisa muncul saat kamu menjumpai bapak sudah meninggal? “aku juga mikir, aku

masih kelas 2, ngerti sendiri lah di STECE tu gede banget tu lho duit e, biayane. Aku sempet bilang sih waktu mau kuliah ‘aku gak usah kuliah aja Ma, aku tak kerja wae’ aku bilang gitu. Trus mamaku juga bilang ‘jangan, koe harus kuliah’. Aku juga mikir ekonomi karena kan selama ini yang nyari uang kan bapak kan, karena bapakku tu gak bolehin mamaku kerja, tapi mamaku tetep nabung sih, ada tabungan buat jangka panjang tu ada, cuman kan yaa..apa yaa? Aku kan kuliahnya juga di swasta lagi kan pada akhirnya, ya itu mahal aku dah sempet kepikiran kok itu, apa..aku gak kuliah dulu, aku kerja dulu aja, nanti kalo aku punya tabungan baru aku kuliah, tapi sama mamaku gak ngebolehin, tetep harus kuliah.” (BS (21), 156-168)

Selain itu, informan juga merasa kesepian akibat kematian salah satu orang tuanya. Hal-hal yang sebelumnya dilakukan bersama almarhum hanya menjadi kenangan dan tidak bisa dilakukan kembali. Munculnya rasa sepi tersebut menjadi tanda bahwa kondisi mungkret atau susah nyata adanya, dan rasa sumelang turut menyertainya. Informan pun menceritakan suasana sepi yang dirasakannya pasca kepergian almarhum sebagai berikut:

Apa yang kamu rasakan ketika kehilangan sifat keras bapakmu? “setelah dimakamkan, semua acara selesai, ya

yaudah njuk sepi banget rasane gak ada apa-apa, emm maksude kayak ada yang kurang, gak lengkap gitu lho. Perasaan itu terus tak rasain setiap hari, suwung lah kiro-kiro nek boso jowo ki, bukan suwung karena gak ada orang, tapi suwung atine.” (TAD (22), 103-108)

Bagaimana perasaan linglung, lemas, dan sedih banget itu bisa muncul? “aku kan kepikiran to nek ming ning omah, nek

bali sekolah mulih njuk ming ning omah ngono kan kepikiran papa terus wong aku biasane nek ngopo-ngopo ning omah yo karo papa.” ; “Yo soale kan aku ngroso keluargaku sibuk kabeh to, dadi kadang aku yo sing koyo sedih juga, kesepian ngono kui aku merasakan kui.” (PBP (21), 237-240, 378-380)

Adakah rasa lain yang kamu rasakan ketika benar-benar menyadari bahwa bapakmu sudah meninggal? “yaa

sepi..ya di rumah jadi sepi gitu, kan biasanya dia yang jahilin aku misalnya aku bangunnya siang hari Minggu.” ; Perasaan

dominan yang kamu rasakan setelah bapak dimakamkan apa? “Yaa..sepi, tapi aku selalu ini sih ke aku, maksudnya

setelah bapak pergi, setelah dimakamin, ya aku kayak punya janji sama diriku sendiri tu janji ehmm..gak bakal nangis di depan mamaku sama mbakku.” (BS (21), 196-198, 262-265)