• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD BERKARAKTER BERBASIS CAI-KONTEKSTUAL

KAJIAN PUSTAKA Pendidikan Karakter

Belakangan ini muncul berbagai fenomena di masyarakat yang mengindikasikan adanya konflik di berbagai kalangan dalam berbagai aspek kehidupan sehingga memberi kesan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis etika dan identitas diri. Pendidikan karakter diharapkan menjadi alternatif solusi bagi perbaikan perilaku dan moral. Untuk mendukung upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan menjadikan pendidikan karakter sebagai bagian dari upaya tersebut sekaligus dapat menjawab berbagai pertanyaan berkaitan dengan pendidikan karakter, maka perlu dilakukan berbagai program terobosan secara terus menerus untuk mensosialisasikan pendidikan karakter sehingga ada kesamaan langkah strategis dalam implementasinya (Dirjen Dikti, 2011).

Dirjen Dikti (2011) menjelaskan bahwa terbentuknya karakter yang kuat dan kokoh diyakini merupakan hal penting dan mutlak dimiliki peserta didik untuk menghadapi tantangan hidup di masa mendatang. Pendidikan karakter yang diperoleh sejak pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi dapat mendorong mereka menjadi anak-anak bangsa yang memiliki kepribadian unggul seperti diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menjadikan pendidikan lebih mempunyai makna bagi individu yang tidak sekedar memberi pengetahuan pada tataran kognitif tetapi juga aspek afektif dan perilaku.

Untuk mewujudkan upaya pendidikan menjadi lebih bermakna, tentunya perlu adanya perubahan paradigma pembelajaran yang menuntut langkah kreatif dari guru sebagai fasilitator pembelajaran. Esensi perubahan tersebut berorientasi pada usaha pencapaian tujuan pembelajaran, yakni membentuk karakter peserta didik. Tujuan pembelajaran sebagaimana dimaksud, sejalan dengan tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa (BPP Puskur, 2010), yaitu:

1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.

2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious.

3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.

4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.

5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

Untuk mewujudkan hal tersebut, salah satunya dapat melalui pembelajaran matematika. Hal ini didasarkan kepada pendapat Sumarmo (2003) bahwa pada hakekatnya pendidikan matematika mulai dari pendidikan dasar hingga ke pendidikan tinggi, memiliki dua arah pengembangan, yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang. pertama mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan idea matematika. Kedua mengarah kepada kebutuhan masa depan, matematika memberikan kemampuan bernalar yang logis, sistematik, kritis dan cermat; mengembangkan kreativitas, kebiasaan bekerja keras dan mandiri, sifat jujur, berdisiplin, dan sikap sosial; menumbuhkan rasa percaya diri, rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap

101 objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah.

Kita ketahui bahwa pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 yang diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri, dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Namun setelah Indonesia merdeka selama 60 tahun, kualitas pendidikan di Indonesia yang mayoritas beragama Islam ternyata masih belum mampu mewujudkan harapan di atas. Suka atau tidak suka, kualitas pendidikan di Indonesia berada di urutan terbawah dibandingkan dengan negara-negara lain.

Untuk memulai bangkit bangsa Indonesia dari keterpurukan dalam berbagai sektor, salah satunya tentunya dapat dimulai dari bidang pendidikan. Misalnya di sekolah, dalam pembelajarannya tergambar ke arah penguasaan teknologi dengan tidak melupakan sejarah. Salah satu contohnya misal dalam pembelajaran matematika tidak melulu dibahas tentang materi atau teorinya saja, mungkin dapat dikenalkan siapa tokoh di balik penemu teori tersebut. Atau mungkin dalam pembelajaran diselipkan nilai-nilai Qur’ani. Misalnya kita menjelaskan tentang relasi “sama dengan (=)”, kita dapat menjelaskan bahwa relasi “=” mengandung arti terdapat keseimbangan antara ruas kanan dan ruas kiri. Begitu pula dalam kehidupan sehari- hari antara ibadah ritual dan ibadah spiritual harus terdapat keseimbangan. Atau mungkin pula kita dapat memotivasi siswa tentang mengapa kita mempelajari topik tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam Al-Qur’an.

Pembelajaran matematika seperti di atas, mengarah kepada pembelajaran matematika berbasis religius. Persoalannya sekarang adalah apakah siap setiap guru menggunakan pendekatan pembelajaran matematika berbasis religius. Selain itu, apakah setiap guru matematika setuju tentang pembelajaran matematika berbasis religius? Siswa pada dasarnya sangat membutuhkan agama di dalam kehidupannya, oleh karena keadaan jiwa siswa penuh dengan kegoncangan, sehingga mereka sangat memerlukan agama sebagai suatu pegangan atau kekuatan luar yang dapat membantu mereka dalam mengatasi dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan baru yang belum pernah mereka kenal sebelumnya. Aktivitas keagamaan antara lain tampak dalam aktivitas siswa mengikuti pelajaran agama di sekolah, mengikuti kegiatan atau berorganisasi keagamaan di lingkungan masyarakat.

Aktivitas siswa yang bersifat sosial bergantung pada kesempatan yang diperoleh siswa untuk mengembangkan minatnya pada kegiatan sosial. Aktivitas yang bersifat sosial ini antara lain terdiri dari aktivitas dalam menghadiri pesta, menjenguk orang sakit, melakukan aktivitas pelayanan sosial misalnya membantu atau memberi sumbangan kepada orang yang tidak mampu, sehingga siswa yang bersangkutan akan merasa puas.

Kiranya tinjauan global dan analisis di atas dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya, sebagai sumbngan bahan guna penyesuaian “social engineering” yang berhasil di Tanah Air kita dalam kurun dua dasawarsa terakhir dari abad ke-20 Masehi ini. Untuk keperluan itu pula mungkin ada baiknya bila di bawah ini dikemukakan model-model pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika. Menurut Djauhari (2003:7) dunia intelek selalu mengembang dan tidak pernah menyusut. Inilah perjuangan sejati umat manusia. Dunia islam harus bangkit kembali mengejar ketertinggalannya dalam perlombaan mewujudkan rahmatan lil’alamiin melalui science dan teknologi, yakni rasionalisme. Agama tanpa rasionalisme akan sulit berkembang. Rasionalisme dan agama harus berjalan bersama, sebab tanpa agama, rasionalisme dapat membawa ilmuwan pada kesimpulan yang keliru. Misalnya ada umat muslim yang mengatakan islam sebagai agama yang yang berbasis science. Hal ini keliru, islam bukan sub-ordinasi dari science. Science membantu manusia mengembangkan nalarnya dalam memahami apa-apa yang dihadapinya, yang diciptakan

102 Allah. Sedangkan islam berpegang kepada Qur’an yang menjelaskan segala sesuatu (QS. 12:111), termasuk menjelaskan science itu sendiri.

Computer Assisted Instruction (CAI)

Seiring dengan semakin majunya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah mengubah model dan pola pembelajaran pada dunia pendidikan saat ini. Ditegaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 68 tahun 2014 bahwa dalam rangka mewujudkan suasana pembelajaran dan proses pembelajaran aktif, diharapkan dosen memanfaatkan berbagai sumber belajar agar potensi siswa dapat dikembangkan secara maksimal melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang dapat mengeksplorasi sumber belajar secara efektif dan efisien.

Ada banyak sistem pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan alat bantu komputer, salah satunya yaitu pengajaran berbantuan komputer atau Computer Aided Instruction (CAI). Menurut Darmawan (2010), program CAI merupakan program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat lunak berupa program komputer yang berisi materi pelajaran. Sementara Harjanto (2012) menjelaskan bahwa model-model CAI terdiri dari: Drill and practice, simulasi, tutorial, dan permainan.

Berkaitan dengan pentingnya penggunaan teknologi dalam kegiatan pembelajaran, Russell dan Sorge (Pitler, Hubbell, Kuhn, dan Malenoski, 2007:3) mengatakan:

”… how technology can give students ‘more control over their own learning’, facilitating the

analitical and critical thinking and the collaboration championed in the construc-tivist

approach to education”.

Kesimpulan mereka bahwa mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran cenderung untuk merubah kelas yang lingkungannya didominasi oleh para guru menjadi suatu lingkungan yang lebih berpusat kepada siswa. Sehingga diharapkan lebih mampu menggali dan mengembangkan potensi para siswa.

Manfaat positif komputer dalam bidang pendidikan dan pengajaran telah banyak dilaporkan hasilnya. Stepp-Greany (2002) menemukan beberapa hal, antara lain: (1) sebagian besar siswa setuju bawa laboratorium komputer membuat pelajaran lebih menarik; mereka juga merasakan bahwa penggunaan CD-ROM menyenangkan; dan (2) siswa merasa percaya diri mengerjakan kegiatan-kegiatan berbasis tugas (task-based activities). Selanjutnya Skinner dan Austin (1999) menyimpulkan bahwa model pembelajaran computer conferencing bermanfaat untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dengan meningkatkan tingkat kepercayaan diri mereka.

Berdasarkan kutipan di atas, penulis memandang penting untuk mengembangkan program CAI dalam pembelajaran matematika SD. Sedangkan model CAI yang akan dikembangkan adalah model permainan berbasis kontekstual yang disesuaikan dengan perkembangan mental siswa SD. Hal ini dimaksudkan agar siswa SD lebih mudah mempelajari materi pelajaran matematika lewat permainan dengan menggunakan komputer.

Pembelajaran Kontekstual

Pandangan yang mendasar dalam proses pembelajaran khususnya pembelajar-an matematika adalah bahwa apa yang dipelajari benar-benar bermakna dalam kehidupan. Konsep yang dipelajari menggu-nakan latar belakang budaya, keluarga, atau dalam sistem kehidupan sehari-hari, dimana siswa dapat mendengar, melihat, mengalami, dan sekaligus bermanfaat dalam kehidupan, akan memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan siswa sehari-hari.

Pengertian tentang pembelajaran kontekstual atau CTL diungkapkan oleh Johnson (2002:25) sebagai berikut.

103

“The CTL system is an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their personal, social, and cultural circumstances. To achieve this aim, the system encompasses the following eight components: making meaningful connec-tions, doing significant work, self- regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual,

reaching high standards, using authentic assessment”.

Kutipan di atas menurut Nurhadi dan Senduk (2003:12) mengandung arti bahwa sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubung-kannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, kehidupan sehari- harinya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama CTL: melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan asesmen autentik.

Tujuan pembelajaran kontekstual menurut Rusgianto (2002) pada dasarnya adalah membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks yang lain. Dalam pembelajaran kontekstual, menurut Borko dan Putman (2001) tugas dosen adalah membantu siswa mencapai tujuan belajar. Oleh karena itu dosen lebih banyak berurusan dengan strategi siswa dalam belajar daripada memberi informasi.

PEMBAHASAN

Berikut ini disajikan langkah-langkah kegiatan guru dan siswa SD dalam kegiatan pembelajaran matematika berkarakter berbasis CAI-Kontekstual pada topik “Mengenal Perkalian”. Media pembelajaran yang digunakan adalah software Lab Virtual Matematika SD berupa Alat Peraga Interaktif Matematika Kartu Perkalian. Media tersebut diproduksi oleh Bina Sumber Daya (BSD) MIPA Tahun 2007 yang digagas oleh Gunawan Ari Hantoro. Adapun langkah-langkah pembela-jarannya sebagai berikut.

1. Pendahuluan (Awal Pembelajaran)

Berdasarkan uraian di atas, diawal pembelajaran guru dapat memulai dengan ceramah untuk memotivasi siswa bahwa kita sebagai umat islam dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu ilmu pengetahuan yang dapat menunjang penguasaan sain dan teknologi adalah ilmu matematika. Banyak tokoh-tokoh islam sebagai pelopor peletakan dasar-dasar ilmu matematika, Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan sebagainya. Sesuai dengan penjelasan di atas, ilmu matematika diharapkan dapat meningkatkan pemahaman aqidah siswa sesuai dengan ajaran agama islam. Adapun langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut.

a. Guru dan siswa melakukan pembentukan kelompok untuk menciptakan komunitas belajar. Satu kelompok sekitar 4 atau 5 siswa dan 1 komputer.

b. Guru menginformasikan tentang pendekatan pembelajaran yang akan digunakan serta aturan mainnya.

c. Guru menginformasikan tentang tugas-tugas yang akan diberikan dan cara mengerjakannya dengan meng-gunakan software lab virtual berupa alat peraga interaktif matematika untuk kartu bilangan.

d. Guru menjelaskan indikator-indikator yang hendak dicapai setelah selesai pembelajaran, yaitu: (1) mengenal sifat perkalian dengan bilangan 2, 3, 4, dan 5, (2) Menentukan hasil perkalian melalui permainan, dan (3) menyelesaikan soal cerita perkalian.

e. Guru memotivasisiswa atau melakukan apersepsi berupa pengajuan beberapa pertanyaan secara lisan kepada siswa untuk menggali pengetahuan awal siswa.

104 Misalnya guru bertanya kepada siswa tentang banyak roda sebuah sepeda motor. Selanjutnya guru bertanya banyaknya seluruh roda kalau sepeda motornya ada 5. Guru bertanya kepada siswa tentang cara menghitung banyak roda dari kelima sepeda motor tersebut. Guru bertanya lagi kepada siswa sampai diketemukan cara menghitung jumlah roda dari kelima motor tesebut dengan menggunakan sifat perkalian.

f. Pelatihan berupa: cara belajar dalam kelompok, cara menggunakan lab virtual matematika berupa media interaktif kartu perkalian dalam kom-puter, diskusi kelas, mengemukakan pertanyaan, dan cara menjawab pertanyaan. Cara menggunakan lab virtual tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama masukkan CD Lab Virtual matematika interaktif pada komputer. Setelah muncul file berupa gambar kepala kucing, klik gambar kepala kucing tersebut.

Setelah di-klik yang diberi tanda lingkaran merah, akan muncul pada layar tentang informasi penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari seperti tampak pada gambar berikut.

Selanjutnya akan muncul pada layar monitor gambar berikut.

Selanjutnya klik gambar tombol start untuk menjalankan program tersebut.

2. Diskusi (Saat Pelaksanaan Pembelajaran)

Pada pelaksanaan pembelajaran, untuk menciptakan jiwa juang siswa yang tinggi, siswa dapat diberi tugas berupa menyelesaikan soal-soal baik dikelas maupun dirumah. Dengan tugas tersebut, siswa diharapkan mau ikhtiar dalam menyelesaikan tugasnya. Sehingga diharapkan tugas tersebut dapat memupuk sikap ikhtiar pada diri siswa. Mungkin sikap ikhtiar siswa tersebut dapat berupa belajar kelompok dengan temannya. Melalui belajar kelompok diharapkan dapat memupuk budaya gotong royong yang dianjurkan dalam ajaran agama islam.

Dalam kegiatan belajar mengajar matematika di kelas sering disertai dengan tanya jawab atau diskusi antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Aktivitas kegiatan belajar tersebut dapat dimanfaatkan oleh guru untuk menciptakan sikap saling menghargai pendapat sesama teman sesuai dengan ajaran agama islam. Adapun langkah- langkah pembelajarannya sebagai berikut.

105 a. Menyajikan masalah kontekstual

1) Guru menyajikan materi pela-jaran dan masalah kontekstual untuk topik perkalian dengan bilangan 2 pada softwarepembelajaran sebagai berikut. “Hitunglah jumlah

seluruh roda dari 5 buah sepeda, lalu buatlah menjadi konsep perkalian!”.

2) Guru mepersilahkan siswa untuk mempelajari aturan dalam mempelajari materi pelajaran dan mengerjakan masalah-masalah kontekstual dalam software Pembelajaran tersebut secara sepintas sebelum dimulai diskusi kelompok.

3) Guru sebagai fasilitator memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. b. Memahami masalah kontekstual

1) Siswa diskusi pada kelompoknya masing-masing, sharing ide dengan temannya. 2) Pada saat siswa berdiskusi, guru berkeliling mengunjungi setiap kelompok untuk

memberikan bantuan pada kelompok yang mengalami kesulitan dalam menjalankan sofware pembela-jaran atau dalam mengerjakan tugas. Guru memberikan timbal balik (feedback).

c. Menyelesaikan masalah kontekstual

1) Guru memberi kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan model dan cara siswa sendiri. Salah satu alternatif yang diharapkan, siswa dalam kelompok menyelesaikan masalah kontekstual sebagai berikut. Pertama salah seorang siswa siswa perwakilan dari kelompok mengetikan “10” seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Selanjutnya, secara interaktif siswa mengetikan “5” seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Terakhir, secara interaktif siswa untuk mengetikan “10” seperti tampak pada gambar di bawah ini.

106 Selanjutnya guru meminta tiap kelompok untuk mencari hubungan antara 2 + 2 + 2 + 2 + 2 dengan 5 x 2, karena kedua-duanya hasilnya sama, yaitu 10.

2) Guru mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang menga-lami kesulitan menyelesaikan masalah.

3) Melalui pemodelan, guru berupaya untuk meningkatkan kesadaran diri kognitif siswa dan mengevaluasi hasil jawaban masalah kontekstual.

4) Melalui pendekatan inkuiri, siswa menggunakan model pemecahan masalah yang tepat dengan mempraktekkan penggu-naan strategi-strategi kognitif untuk menemukan jawaban.

d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban.

1) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusi-kan jawaban mereka. 2) Setelah diskusi kelompok selesai, guru mempersilahkan kepada setiap kelompok secara ber-giliran untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya ke depan. Selanjutnya didakan diskusi kelas.

e. Menyimpulkan

1) Melalui metode penemuan, guru membantu siswa untuk menarik kesimpulan sebagai berikut. “= 5 x 2 artinya adalah: 2 + 2 + 2 + 2 + 2”.

2) Setelah melakukan perkalian dengan bilangan 3, 4, dan 5 dengan menggunakan software pembelajaran, guru dan siswa sama-sama menyimpulkan pengertian perkalian, yaitu: “perkalian adalah penjumlahan berulang sebanyak pengali

bilangan pertama”. Lalu guru membuat contoh, misalnya: “6 x 3 artinya: 3 + 3 +

3 + 3 + 3 + 3”,bukan: “6 + 6 + 6”,meskipun hasilnya sama.

3) Setelah selesai membuat kesimpulan dengan benar yang bertujuan untuk menanamkan sifat-sifat dan pengertian perka-lian. Guru mengecek pemahaman siswa melalui penugasan berikut-nya. Siswa mengerjakan tugas yang ada pada menu permainan seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Selanjutnya akan muncul salahsatunya seperti gambar berikut.

Pada gambar di atas, siswa diminta mengganti setiap tanda tanya “?” dengan cara meng-klik salah satu tombol a, b, c, atau d yang sesuai dengan jawaban yang benar.

107 4) Siswa menuliskan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang belum dipahami

dan bertanya secara lisan pada teman satu kelas atau guru.

5) Selanjutnya untuk mengecek keterampilan atau pemahaman konsep siswa tentang topik perkalian, guru meminta siswa untuk mengklik tombol menu dan meng-klik menu “Soal cerita perkalian” seperti tampak pada gambar berikut.

Selanjutnya akan muncul salahsatunya seperti gambar berikut.

Pada gambar di atas, siswa diminta menjawab pertanyaan dengan cara meng-klik salah satu tombol a, b, c, atau d yang sesuai dengan jawaban yang benar.

3. Kemandirian

Siswa secara mandiri menyelasaikan soal-soal cerita perlaian yang lainnya dalam software pembelajaran.

4. Tahap Refleksi dan Merangkum

a. Melalui tanya jawab (debriefing) guru melakukan refleksi.

b. Apabila proses pemecahan masalah sudah benar, kemudian guru mengajukan pertanyaan pada siswa, misalnya: bagaimana jika…?, apakah ada cara lain? Coba kerjakan dengan cara lain!

c. Siswa menjelaskan secara lisan maupun tulisan bagaimana menggunakan strategi spesifik untuk memecahkan masalah-masalah tertentu.

5. Menutup Pelajaran

Diakhir pembelajaran sebagai penutup pelajaran, guru tidak hanya mengucapkan salam sebagai perpisahan, akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk menumbuh-kembangkan jiwa juang siswa. Caranya adalah siswa diberi tugas menyelesaikan soal-soal non-rutin di rumah secara berkelompok. Dengan tugas tersebut, siswa diharapkan mau ikhtiar dalam menyelesaikan tugasnya. Sehingga diharapkan tugas tersebut dapat memupuk sikap ikhtiar pada diri siswa. Mungkin sikap ikhtiar siswa tersebut dapat berupa belajar kelompok dengan temannya. Melalui belajar kelompok diharapkan dapat memupuk budaya gotong royong yang dianjurkan dalam ajaran agama islam.

Adapun pelaksanaannya, guru mengulas kembali tentang konsep yang baru saja dipelajari, kemudian mengarahkan siswa untuk merangkum materi pelajaran yang dianggap penting. Guru memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan di rumah.

PENUTUP

Berdasarkan hasil kajian teori dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa melalui penerapan pembelajaran matematika berkarakter berbasis CAI-Kontekstual dalam pembelajaran matematika diharapkan sebagai berikut.

1. Dapat mengatasi rendahnya kemampuan berpikir matematik siswa.

2. Dapat mengurangi kekurang efektifan model pembelajaran yang digunakan guru dalam memaksimalkan potensi yang ada dalam diri siswa.

108 3. Siswa dalam belajar matematika tidak hanya menghafal (drill), namun siswa memahami atau mengerti dari fakta-fakta dipelajari. Sebagai contoh, siswa hafal bahwa 3 x 2 = 6, tetapi tidak mengerti bahwa 3 x 2 itu artinya 2 + 2 + 2 bukan 3 + 3.

4. Siswa terampil menyelesaikan masalah-masalah kehidupan sehari-hari. 5. Kualitas karakter siswa meningkat.