• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI KOMPETENSI GURU DALAM MEMBANGUN INDONESIA EMAS DALAM PERSPEKTIF PENDEKATAN SOSIAL

B. Optimalisasi Peran Kompetensi Pendidik

Berbicara empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, memberikan sorotan tajam terhadap subjek dan objek (guru) yang mempunyai peran penting dalam pertumbuhan, perkembangan, dan perubahan suatu bangsa. Empat kompetensi pendidik dalam hal ini akan mampu benar-benar bisa menjadi jurus jitu pendidikan Indonesia dalam memnghasilkan SDM yang bermutu, bermartabat, serta berdaya saing tinggi. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa empat kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik adalah kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. Jika kita bedah dan analisis serta maknai ke empat kata tadi jika benar- benar merasuk ke dalam jiwa seorang guru maka nicaya Indonesia akan menjadi negara yang maju dan disegani oleh negara lain.

Kompetensi yang pertama adalah kompetensi pedagogic. Dariyo (2: 2013) mengatakan bahwa pedagogy diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari proses, tujuan dan manfaat kegiatan pendidikan bagi pengembang segenap potensi individu maupun kelompok dari masa bayi sampai dewasa, agar menjadi warganegara yang bertanggungjawab di masyarakat. Selanjutnya pendidikan menurut Salam (6: 2011) menyatakan bahwa pendidikan bagi manusia ingin atau berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memperbaiki nilai-nilai, hati nuraninya, perasaannya, pengetahuannya, dan keterampilannya. Bertemali dengan pendapat di atas, H.A.R Tilaar (12: 2016) mengatakan bahwa dalam membimbing anak manusia menjadi anggota masyarakat yang bertanggungjawab dan sebagai anggota masyarakat dunia tentunya berbeda dengan membimbing makhluk lainnya ataupun menjalankan suatu pabrik untuk sesuatu produksi masal. Di dalam pendidikan kita berhadapan dengan objek yang berjiwa yang dikaruniakan dengan prinsip kemerdekaan dan yang berbudi dan berdaya intelektual sehingga memerlukan konsep=konsep mengenai hakikat keberadaan seseorang bayi atau seseorang dewasadengan demikian kemampuan dalam pembelajaran atau pendidikan yang memuat pemahaman akan sifat, anak didik dan perkembangannya, mengerti beberapa konsep pendidikan yang berkaitan dengan tenaga pendidik dan kependidikan serta peserta didik. Banyak orang mengatakan bahwa memahami akan metode, model, strategi pembelajaran adalah bagian dari kompetensi pedagogic. Namun dalam pandangan penulis, kompetensi pedagogic adalah kompetensi yang menacakup dimensi memahami hubungan mamnusia dengan manusia. Adalah kompetensi guru dalam dimensi memahami ruang lingkup hidup dan kehidupan manusia secara utuh. Pedagogic adalah kajian ilmu secara praktis yang artinya merupakan suatu kesatuan antara ilmu dan tindakan mendidik. Dalam tindakan mendidik diasumsikan adanya suatu objek dalam tindakan tersebut. Objek tindakan tersebut selanjutnya

83 dapat disebut berupa anak, peserta didik, atau orang lain (Tilaar,257: 2012). Selanjutnya Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) (Sadulloh U, dkk, 2: 2009) menyatakan bahwa pedagogic adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya ia kelak “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidup dan kehidupannyanya”. Jadi pedagogic adalah ilmu pendidikan anak. Dalam pandangan dan perspektif penulis, ilmu mendidik anak memang ada kaitanya terhadap penguasaan model, strategi, pendekatan, metode, dan teknik dalam pembelajaran. Hanya kemampuan itu adalah termasuk ke dalam dimensi kompetensi professional. Guru dalam hal ini mempunyai kewajiban dalam mengajar untuk menentukan model, strategi, pendekatan, metode, dan teknik apa yang akan digunakan dalam mengemas system pembelajaran dengan menarik, menyenangkan dan menantang bagi anak. Namun kompetensi pedagogic yang dimaksud oleh penulis jika mengacu terhadap dua pendapat di atas maka jelas bahwa kompetensi pedagogic adalah kompetensi guru dalam hal ini kemampuan untuk mengenal berbagai macam sifat dan karakter setiap peserta didik ditinjau dari aspek sosial dan psikologis. Salah satu dasar acuan penulis merujuk pada pandangan pedagogi Freire (Darma & Ibrahim, 54: 2016) dalam pendidikan tuna aksara melibatkan tidak hanya reading the word, tetapi juga reading the word.

Secara konkrit dan implementatif, Darma & Ibrahim (2016) mengungkapkan pandangan pedagogi Paulo Freire dimulai dengan guru membaur dalam komunitas, melakukan aktifitas dan bersentuhan langsung dengan objek pendidikan seperti mengajukan pertanyaan- pertanyaan mengenai orang-orang ini dan mengumpulkan kata-kata yang digunakan dalam kehidupan harian mereka. Aktivitas semacam ini adalah kemampuan seorang guru untuk berusaha memahami realitas sosial orang-orang tersebut. dalam pandangan ini, guru berusaha berbaur dengan peserta didik untuk menganalisa, merasakan langsung, serta menyimpulkan selanjutnya apa yang akan ia lakukan dalam proses pembelajaran. Dalam pandangan ini seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik di sekolah, perlu mengetahui ilmu tentang bagaimana cara untuk mendidik muridnya.

Selanjutnya adalah kompetensi professional, kompetensi ini dalam pandangan penulis adalah bagaimana seorang guru mampu mengemas sebuah system pembelajaran dengan menarik, menyenagkan, dan menantang bagi peserta didik. Merancang suatu system pembelajaran tidaklah mudah seperti apa yang dibayangkan, namun jika juga tidak sesulit apa yang dirasakan. Tugas pokok guru dalam mengajar ialah sebelum mengajar, guru harus membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam membuat RPP seorang guru harus mempunyai kemampuan dalam menganalisis kurikulum yang berlaku. Selanjutnya setelah menentukan kurikulum, guru harus mampu mengembangakan kurikulum tersebut ke dalam indikator dan tujuan pembelajaran. Selanjutnya guru harus mampu mengejawantahkan kedalam materi ajar/ menentukan bahan ajar yang akan disampaikan kepada pesesta didik. Tidak cukup dan berhenti disitu saja, guru masih mempunyai kewajiban dalam menentukan pendekatan, strategi, model, metode, dan media pembelajaran yang akan digunakan.

Selanjutnya adalah seorang guru harus mempunyai kepribadian yang baik. Artinya seorang guru dalam bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi pendidik, dan rasa percaya diri. Menjunjung tinggi kode etik profesi pendidik. Hal paling sederhana dalam pandangan penulis adalah seorang guru harus mampu menjadi suri tauladan yang baik di depan peserta didiknya. Seperti apa yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara (1977) seorang guru harus Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangunkarso, dan

Tut Wuri Handayani.

Berikutnya adalah guru harus mempunyai jiwa sosial yang baik. Artinya adalah seorang guru harus mempunyai sikap sosial yang baik sebagai makhluk sosial. Hal ini didasari bahwa

84 keberadaan seorang manusia bukanlah berada di dalam keadaan yang solitaire atau terasing atau yang berdiri sendiri. Keberadaan manusia sebagai realitasnya dalam skema aku dan dia, kami dan kamu (H.A.R Tilaar: 2012a). Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut: Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.