• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKONSTRUKSI FORMAT PEDAGOGIK :SEBUAH UPAYA PENDIDIKAN UNTUK MELAHIRKAN GENERASI FUTURISTIK

1. Pedagogik dalam makna sejat

Dalam krisis multidimensional dan keterpurukan pada aspek konstelasi kehidupan yang terjadi pada bangsa kita, bukan lagi saatnya kita semakin mengasah kekuatan kritik, dan merenungi nasib, melainkan mencari solusi konkret sebagai upaya untuk menanggulangi permasalahan yang ada dengan merevitalisasi pendidikan. Upaya revitalisasi pendidikan diawali dengan melakukan reinterpretasi pada pemahaman tentang pedagogik sebagai sebuah ilmu pendidikan.

Pedagogik merupakan suatu ilmu yang bersifat fundamental yang dijadikan sebagai dasar dalam melaksanakan pendidikan. Dalam perkembangannya pedagogik saat ini sudah tidak lagi dipandang sebagai suatu ilmu yang hanya terbatas pada hal yang bersifat praksis dan pembahasan sempit lainnya yang hanya akan membuat pedagogik sebagai suatu ilmu lepas dari esensinya, melainkan lebih jauh dan lebih dalam dipandang suatu ilmu yang memiliki prinsip- prinsip secara teoretis dan bernuansa filosofis dalam membangun pilar-pilar kehidupan umat manusia. Artinya, bahwa pedagogik sebagai suatu ilmu terikat dengan manusia dan seluruh dimensi di dalamnya. Demikian pedagogik dimaknai sebagai ilmu yang berkenaan dengan manusia (Tilaar, 2015). Sehingga berdasarkan hal tersebut, persoalan manusia merupakan tema sentral dan titik tolak dalam memaknai pendidikan, Selain dari itu, pedagogik sebagai suatu ilmu, dibangun berdasarkan struktur fundamental yang jelas dengan didasarkan pada landasan yang tidak hanya bersifat konseptual, melainkan kontekstual dan filosofis, serta dimensi- dimensi lain didalamnya. Dalam konteks keIndonesiaan, pedagogik Indonesia didasarkan pada fundamen yang bersifat prinsipal bagi pengembangannya, yaitu didasarkan pada nilai-nilai yang berakar dari filsafat pancasila sebagai filsafat bangsa indonesia. Berikut gambar struktur fundamental pedagogik Indonesia.

Filsafat Pedagogik Teoretis Praksis Pancasila Phronesis Arche Pedagogik Indonesia

Harmonisasi nilai-nilai kebudayaan interdisipliner

interdisipliner Teoretis

128 Berdasarkan gambar di atas, dapat dipahami bahwa Pedagogik merupakan ilmu pengetahuan yang berlandasakan atau berinduk kepada Filsafat sebagai fundamen utama dalam pengembangannya. Filsafat merupakan suatu ilmu yang diyakini menjadi induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini. Dengan kata lain, bahwa berbagai ilmu yang telah ada di dunia ini, semuanya merupakan ilmu yang lahir dari rahim filsafat. Secara Etimologi filsafat berasal dari akar kata Philos dan Saphein. Philos berarti Cinta dan Saphein berarti kebijaksanaan. Secara umum filsafat diartikan sebagai suatu ilmu yang mengkaji tentang asas- asas kebijaksanaan sebagai dasar dalam upaya membangun kehidupan manusia yang selaras, harmonis dan seimbang. Dalam kaitannya, pengembangan pedagogik Indonesia harus didasarkan pada filsafat pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, sehingga pancasila sebagai filsafat merupakan dasar yang menjadi awal dan tujuan akhir bagi pengembangan pendidikan Indonesia. Namun demikian pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia digali berdasarkan nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia, sehingga pancasila harus menjadi sebuah sistem ideologi terbuka dan dinamis yang memiliki asas relevansi dengan perkembangan zaman. Artinya bahwa pancasila merupakan rumusan modern (Tilaar, 2015).

Dalam pemikiran filsafat dikenal Arche dan phronesis. Arche merupakan sebuah prinsip- prinsip kebijaksanaan yang bersifat teoretis dan melandasi tindakan praktis, dan Phronesis

merupakan prinsip-prinsip kebijaksanaan yang bersifat praktis sebagai bentuk manifestasi dari prinsip Arche. Keduamya harus menjadi bagian penting yang secara utuh menjadi prinsip, dalam upaya pengembangan pedagogik. Dengan kata lain, seorang pendidik tidak cukup memahami prinsip-prinsip kebijaksaan secara teoretis, melainkan seorang pendidik perlu memanifestasikan prinsip-prinsip kebijaksanaan teoretis tersebut ke dalam tindakan praktis yang tentu didasarkan pada pemahaman landasan ideologi bangsa Indonesia yaitu pancasila. sehingga dalam manifestasinya, prinsip tersebut haruslah mampu berpijak berdasarkan pada penghayatan dan pengamalan nilai-nilai pancasila.

Berkaitan dengan penjelasan di atas, meskipun pedagogik merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri (otonom), namun keberadaannya sebagai suatu ilmu, di topang oleh disiplin ilmu-ilmu lainnya untuk membangun struktur fundamental dan karakteristik kelimuan secara sistematis dan komprehensif. Dengan kata lain, pedagogik merupakan sebuah ilmu yang dalam pengembangannya didukung oleh ilmu lain secara interdisipliner.

Meskipun terdapat keragaman makna dan interpretasi tentang pedagogik, namun tidak dibenarkan jika pedagogik hanya dimaknai secara sempit, terlebih menjadi sebuah hal yang bersifat “metodologis” semata. Jelas hal tersebut merupakan pendangkalan makna yang akan membuat pendidikan sekadar menjadi mesin cetak “manusia-manusia robot” yang hanya hidup secara mekanistis. Hal ini tentu akan tetap membuat Indonesia terejerembab pada kenestapaan dan krisis kemanusiaan yang tak berujung. Pedagogik sebagai suatu ilmu harus menjadi “Roh” dalam pelaksanaan proses pendidikan, sehingga pendidikan tidak akan lagi tercerabut dari realitas kehidupan dan segala dimensi kompleks di dalamnya.

Berdasarkan pada hal tersebut, pedagogik harus mampu menjawab tantangan dan problematika kehidupan dalam berbagai aspek konstelasi kehidupan, sehingga pedagogik tidak dapat lepas dari asas relevansi zaman. Artinya bahwa pedagogik, harus dikembangkan berdasarkan kenyataan dalam konteks kehidupan sosio-kultural, sehingga pedagogik harus senantiasa mampu beradaptasi dalam setiap perkembangan dan dinamika budaya. Hal ini sejalan dengan pendapat Tilaar (2012) yang mengungkapkan bahwa “pendidikan berkaitan dengan manusia, masyarakat dan kebudayaan”.

Selain dari itu, pedagogik sebagai suatu ilmu harus mampu menjadi kompas dalam menentukkan arah kehidupan masa depan yang cita-citakan. Namun demikian bukan berarti pedagogik sebagai suatu ilmu, hanya berorientasi pada hal yang bersifat imajiner atau utopis,

129 melainkan hal ini memungkinkan tumbuhnya daya futuristis sebagai salah satu tujuan untuk menghadapi dinamika kehidupan yang senantiasa terus berkembang.

Dalam kaitannya dengan hal di atas, perlu disampaikan secara argumentatif bahwa pentingnya reinterpretasi pedagogik adalah sebagai upaya dalam membangun paradigma baru menyangkut pendidikan yang telah jauh melenceng dari hakikatnya. Pendidikan saat ini lebih berorientasi pada upaya yang secara mekanis melahirkan insan-insan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan industri. Pendidikan seakan hanya melahirkan manusia-manusia yang akan hilang dalam keberadaannya dalam kehidupan, dan bukan manusia-manusia yang siap untuk bereksistensi secara bermakna untuk hidup dan memuliakan kehidupannya. Kenyataan ini seharusnya dapat menumbuhkan kesadaran seluruh elemen, tak terkecuali orang tua dan masyarakat untuk mengembalikan pendidikan dalam makna sejati, yaitu pendidikan yang diarahkan untuk memanusiakan manusia secara utuh, dan bukan diorientasikan pada hal-hal yang bercorak materialistis, ekonomis, dan teknokratis, kering dari sentuhan nilai moral, kemanusiaan, dan kemuliaan budi.

Bertitik tolak pada hal di atas, apa jadinya jika kita terus memiliki loyalitas buta terhadap pandangan pedagogik yang dimaknai secara sempit sebagai suatu ilmu yang hanya berkaitan dengan nilai guna secara praktis bukan pada esensi sebagai fundamen dalam pengembangan pendidikan dalam membangun peradaban manusia, tentu hal ini akan berimplikasi pada rendahnya kualitas manusia Indonesia dan rendahnya daya kemanusiaan suatu bangsa.