• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tren Kekerasan Seksual Pada Anak Dalam Dunia Pendidikan

Kekerasan Seksual Anak

1. Tren Kekerasan Seksual Pada Anak Dalam Dunia Pendidikan

Kekerasan seksual pada anak pada saat ini sangat menyedihkan sekali, kita melihat dibeberapa media Televisi dan media cetak banyak kita temui kasus yang serupa dimana kekerasan seksual tersebut menjamur diberbagai daerah. Kasus kekerasan seksual ini terjadi pada anak usia 6-18 tahun. Dan dimana usia-usia anak tersebut masih mengenyam pendidikan formal baik dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Dan ternyata pelakunya itu tidak jauh dari orang terdekat dari anak tersebut diantaranya seperti didalam keluarga (orang tua), sekolah (oknum guru), dan lingkungan sekitar (teman sebaya).

Kasus kekerasan seksual ini didasarkan fakta dari berbagai sumber seperti Komnas Perlindungan Anak (PA) dalam TRIBUNNEWS.com yang menyatakan bahwakasus kekerasan pada anak yang dibagi menjadi tiga kategori dengan rincian kekerasan fisik 294 kasus (28 persen), psikis 303 kasus (20 persen) dan paling besar kekerasan seksual sebanyak 535 (52 persen).Dan ternyata kekerasan seksual yang menempati posisi atau urutan pertama.Kemudian data selanjutnya diambil dari salah satu stasiun televisi yaitu Metro TV adalah kekeresan seksual terhadap anak dimulai dari tahun 2010 sebanyak 48% 2011 sebanyak 52% 2012 sebanyak 62% dan sampai ke tahun 2013 terus meningkat dan kekerasan seksual ini tidak mengenal usia bahkan jenis kelamin sekalipun.

Melihat dari data diatas bahwa kasus-kasus kekerasan seksual yang menimpa anak terus meningkat dan tindakan dari para pelakunya ini tidak mengalami efek jera dari segi hukuman. Sedangkan menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002 menjelaskan bahwa “Ancaman hukuman maksimal 15 tahun bagi orang dewasa yang melakukan tindakan seksual pada anak-anak”. Akan tetapi kenyataannya tidak seperti itu, justru para pelaku tindakan kekerasan seksual tersebut dihukum maksimal 9 tahun. Sehingga tidak mempunyai dampak efek jera bagi para pelakunya dan tidak membuat orang takut. Sehingga timbul sebuah pertanyaan “Ada apakah dengan perundang-undangan di negara kita???”

Dengan terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab seperti salah satunya bisa dari korban dan si pelakunya. Ditinjau dari korban, pendidikan moral dan agama yang didapat dari keluarga dan disekolah mengalami kemerosotan pendidikan yang drastis karena si anak tidak serius dalam mendalami ilmu pendidikan dari segi moral dan agama, sehingga anak itu terlalu bebas bergaul melampaui batas-batas yang ada. Sedangkan dilihat dari si pelaku tindakan kekerasan seksual yang dilakukannya bisa datang dari dampak negatif adanya media elektronik dan teknologi yang tanpa disaring lagi oleh si pelaku seperti mengunduh atau mendownload film-film pornografi,

153 kemudian dari segi moral dan agama si pelaku kurang mengetahui adab-adab pada peraturan moral dan agama yang mana si pelaku tidak bisa melampiaskan hasrat nafsunya yang negatif ke arah yang lebih positif.

Didalam dunia pendidikan anak-anak yang mengalami kekerasan seksual tersebut mengalami dampak yang begitu besar, seperti anak tidak mau lagi melanjutkan sekolahnya, memiliki beban mental yang sangat berat, berubah yang dulunya ceria menjadi pendiam, menutup diri dari lingkungan. Sehingga anak itu susah untuk maju menggapai masa depan yang gemilang dan seharusnya si anak itu bisa meraihnya dengan mudah. Kemudian dampak bagi si pelaku kekerasan seksual ini tidak mengalami dampak yang begitu besar bagi dirinya bahkan banyak pelaku-pelaku kekerasan seksual yang menjamur diberbagai daerah baik dikota maupun diperdesaan. Dikarenakan salah satunya, lemahnya hukuman yang didapak si pelaku melalui perundang-undangan yang ada di negara kita.

Contoh kasusnya adalah pekan sekitar Februari 2010 terungkap kasus kelainan seksual lainnya di Palembang. Pengidap kelainan seksual di Palembang ini bernama Purnama. Ia diduga mengidap sadisme seksual. Purnama akan memperoleh kepuasan jika dalam melakukan hubungan seksual diawali dengan menyakiti atau menyiksa terlebih dahulu pasangannya.

Menurut pengakuan korban (istri Purnama), selama bertahun-tahun sebelum disetubuhi, dirinya dicambuk, kemaluannya disiram dengan minuman keras (miras), bahkan belakangan kerap ditodong dengan senjata api. Dalam area sadism, Purnama melakukan perilaku flagellation yaitu menyerang partner, biasanya dengan mencambuk. Selain itu Purnama juga diduga mengalami kelainan yakni triolisme (penderita kelainan seksual yang akan memperoleh kepuasan jika saat melakukan hubungan seksual dengan pasangannya dilihat oleh orang lain). Pengakuan dari istrinya mengatakan Purnama sering membawa perempuan lain ke rumah, menyuruh istri dan keempat anaknya menonton perbuatan mesumnya tanpa rasa malu. Kalau istri dan anak-anaknya melawan, Purnama akan menodongkan pistol. Sehingga membuat istri dan anak-anaknya menjadi ketakutan. Penderita seksual ini merupakan salah satu dari sekian banyak penyimpangan ekspresi seksual yang terjadi.

Selain penyimpangan ekspresi seksual, yang tidak kalah maraknya adalah kasus pemerkosaan yang biasanya dialami oleh wanita walaupun tidak menutup kemungkinan untuk para pria. Di sebuah negera yang rentan akan kasus pemerkosaan, dibuatlah sebuah komdom untuk wanita. Para wanita dinegara tersebut disuruh memakai kondom ini setiap hari ini untuk menjaga dirinya dari tindak pemerkosaan. Kondom ini berfungsi ketika wanita diperkosa, penis dari laki-laki yang melakukan penetrasi akan terjepit dalam vagina perempuan dan tidak bisa keluar lagi bila tidak diberikan suntikan relaksasi. Hal ini akan memudahkan untuk para penegak hukum dalam mengidentifikasi pelaku pemerkosa.

2. Solusi

Keluarga merupakan struktur terkecil dari lingkungan sosial, yang mana didalamnya ada orang tua yang mempunyai peranan penting dalam mendidik dan membimbing anak dari segi moral dan agama. Dengan bimbingan orangtua diharapkan segi moral dan agama anak lebih baik sehingga mampu mengatasi penyimpangan moral dan agama seperti kekerasan seksual pada anak tersebut. Kemudian orang tua membekali pengetahuan dan nilai-nilai yang betul, yang mana pengetahuan itu adalah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan setelah dewasa, pengetahuan ini diberikan kepada anak sejak usia muda pada umur 12-16 tahun, hubungan seksual ini hanya diperbolehkan pada usia 21 tahun dengan ikatan pernikahan.

Dan kepada anak-anak yang sudah mengalami tindakan kekerasan seksual itu harus mendapatkan penanganan secara khusus baik dari keluarga maupun pemerintah, si anak mendapatkan terapi-terapi secara khusus yang dapat meningkatkan kepercayaan diri lagi.

154 Salah satu upaya pencegahan penyimpangan sosial adalah dilakukan dengan kontrol sosial. Tujuan kontrol sosial adalah mengendalikan perilaku individu. Kontrol sosial dapat dilakukan dengan tindakan sebagai berikut:

1. Kasih Sayang (Attachement)

Kasih sayang menjadi sumber utama kekuatan yang muncul dari hasil sosialisasi di dalam keluarga.

2. Tanggung Jawab (Commitment)

Tanggung jawab yang kuat pada aturan dapat memberikan kerangka kesadaran tentang masa depan. Bentuk komitmen ini, antara lain adanya kesadaran bahwa masa depan pelaku tindakan menyimpang akan suram.

3. Keterlibatan Atau Partisipasi (Involvement)

Dengan munculnya kesadaran mengakibatkan individu terdorong berprilaku partisipatif dan terlibat dalam ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan masyarakat. Keterlibatan seseorang tersebut akan mengurangi peluang seseorang untuk melakukan pelanggaran hukum.

4. Kepercayaan (Believe)

Kepercayaan terhadap norma-norma dan aturan sosial dalam masyarakat yang telah tertanam kuat pada diri seseorang berarti kepatuhan masyarakat terhadap peraturan itu akan makin kuat juga.

b. Kontrol sosial memiliki jenis sanksi yaitu: 1. Sanksi Fisik

Sanksi fisik dapat berupa dipenjara, dicambuk, dan diikat. 2. Sanksi Psikologis

Sanksi psikologis dapat berupa dicemooh, diasingkan, dicopot dari jabatannya. 3. Sanksi Ekonimi

Sanksi ekonomi dapat berupa denda dan penyitaan harta kekayaan. C. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari kasus yang dijelaskan diatas peran orang tua dan pemerintah dalam pendidikan moral dan agama yang benar membantu dalam penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dilingkungan sekitar seperti kekerasan seksual pada anak.

2. Saran