• Tidak ada hasil yang ditemukan

LITERASI MEMBACA SEBAGAI KOMPETENSI PENUNJANG DALAM PENDIDIKAN ABAD KE-

B. Literasi Membaca

Membaca pemahaman (reading for undersanding) adalah jenis membaca untuk memahami standar-standar atau norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis, dan pola-pola fiksi dalam usaha memperoleh pemahaman terhadap teks, pembaca menggunakan strategi tertentu. Pemilihan strategi berkaitan erat dengan faktor-faktor yang terlibat dalam pemahaman, yaitu pembaca teks dan konteks.Membaca adalah sebuah kemampuan untuk mengartikan lambang bahasa kedalam pemikiran manusia sehingga memperoleh sebuah informasi atau pengetahuan. Dalam kegiatan membaca, seseorang tentu saja mempunyai sebuah tujuan untuk mendapatkan sesuatu yang di inginkannya sesuai dengan kebutuhan.

Selanjutnya Jhonson (2008) mendefinisikan “Reading is the practice of using text to

create meaning”. Membaca adalah sebuah kegiatan praktek dengan menggunakan bacaan- bacaan untuk menemukan makna yang terdapat didalamnya. Banyak cara yang dapat dilakukan manusia agar dapat membaca untuk memperkaya pengetahuannya. Membaca buku adalah suatu cara anak untuk dapat memperkaya kosa kata, dan yang paling penting adalah menciptakan suasana membaca yang nyaman agar kegiatan membaca dapat berjalan secara evektif.

Secara lebih luas, Concannon-Gibneydan McCarthy (2012) mengemukakan bahwa“Comprehension strategy instruction is based on the understanding that reading

comprehension is an interactive, socially mediated and deliberate process involving the orchestration of cognitive strategies and the activation of personal schema in order to

construct meaning.” Swanson, et al. (2011) lebih jauh mengemukakan bahwa“Comprehension strategies are procedures that allow students to become aware of their level of understanding

as they read.” Kedua pengertian pembelajaran membaca ini lebih menekankan pada fungsi pembelajaran membaca. Hal ini sangat beralasan sebab membaca memiliki fungsi yang sangat penting sebagai mana dikemukakan O'Reilly dan McNamara (2007) bahwa“One important

cognitive ability that may have an impact on the effective use of knowledge is reading skill. Reading skill is broadly defined as the ability to develop a coherent representation of the text that matches the intended message to the reader. Of course, research has demonstrated the

importance of reading skill for both comprehension and academic achievement.”

Berkenaan dengan pembelajaran membaca di sekolah dasar, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran membaca di sekolah dasar memiliki fungsi yang sangat penting. Namun demikian, dalam pelaksanaannya pembelajaran di sekolah dasar tidaklah mudah untuk dilakukan. Hal ini juga dikemukakan Croninger danValli (2009) bahwa pembelajaran di sekolah dasar harus diawali dengan menetapkan fokus pembelajaran, menjelaskan berbagai faktor pembelajaran, dan menetapkan pembelajaran yang berkesinambungan.

63 Bertemali denganpen dapat Croninger dan Valli (2009) di atas, Concannon-Gibneydan McCarthy (2012) menekankan pentingnya pembelajaran membaca dengan berorientasi pada pengembangan kemampuan metakognisi siswa selama membaca. Oleh sebab itu, wajarlah jika Concannon-Gibney dan McCarthy (2012) menyatakan bahwa penelitian tentang metakognisi dianggap penting sebab melalui metakognisi siswa akan mampu menemukan sendiri strategi membaca yang sesuai dengan dirinya.

Salah satu penelitian yang mengembangkan pembelajaran membaca berbasis metakognisi dilakukan oleh Rayner et al. (2001). Penelitian yang mereka lakukan difokuskan untuk membantu siswa belajar membaca, mengetahui kesulitan siswa membaca, dan memecahkan kesulitan siswa. Berdasarkan hasil penelitiannya, Rayner et al. (2001) menyarankan pembelajaran membaca hendaknya memerhatikan tiga hal yakni titik awal yang jelas, proses yang berkualitas, dan titik akhir yang menantang.

Pelaksanaan pembelajaran membaca yang memerhatikan ketiga konsep yang ditawarkan Rayner, et al. (2001) memang tidak selamanya mudah dilakukan. Salah satunya adalah keterbatasan jam pembelajaran membaca di sekolah. Atas kondisiini, Swanson, et al. (2011) menyatakan pembelajaran membaca di sekolah dasar harus dilakukan secara rutin bukan hanya dilakukan dalam satu kali proses saja.

Membaca pemahaman (reading for undersanding) adalah jenis membaca untuk memahami standar-standar atau norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis, dan pola-pola fiksi dalam usaha memperoleh pemahaman terhadap teks, pembaca menggunakan strategi tertentu. Pemilihan strategi berkaitan erat dengan faktor-faktor yang terlibat dalam pemahaman, yaitu pembaca teks dan konteks.Membaca adalah sebuah kemampuan untuk mengartikan lambang bahasa kedalam pemikiran manusia sehingga memperoleh sebuah informasi atau pengetahuan. Dalam kegiatan membaca, seseorang tentu saja mempunyai sebuah tujuan untuk mendapatkan sesuatu yang di inginkannya sesuai dengan kebutuhan.

Selanjutnya Jhonson (2008) mendefinisikan “Reading is the practice of using text to

create meaning”. Membaca adalah sebuah kegiatan praktek dengan menggunakan bacaan- bacaan untuk menemukan makna yang terdapat didalamnya. Banyak cara yang dapat dilakukan manusia agar dapat membaca untuk memperkaya pengetahuannya. Membaca buku adalah suatu cara anak untuk dapat memperkaya kosa kata, dan yang paling penting adalah menciptakan suasana membaca yang nyaman agar kegiatan membaca dapat berjalan secara evektif.

Secara lebih luas, Concannon-Gibney dan McCarthy (2012) mengemukakan bahwa“Comprehension strategy instruction is based on the understanding that reading comprehension is an interactive, socially mediated and deliberate process involving the orchestration of cognitive strategies and the activation of personal schema in order to

construct meaning.” Swanson, et al. (2011) lebih jauh mengemukakan bahwa“Comprehension strategies are procedures that allow students to become aware of their level of understanding

as they read.” Kedua pengertian pembelajaran membaca ini lebih menekankan pada fungsi pembelajaran membaca. Hal ini sangat beralasan sebab membaca memiliki fungsi yang sangat penting sebagai mana dikemukakan O'Reilly dan McNamara (2007) bahwa“One important

cognitive ability that may have an impact on the effective use of knowledge is reading skill. Reading skill is broadly defined as the ability to develop a coherent representation of the text that matches the intended message to the reader. Of course, research has demonstrated the

importance of reading skill for both comprehension and academic achievement.”

Berkenaan dengan pembelajaran membaca di sekolah dasar, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran membaca di sekolah dasar memiliki fungsi yang sangat penting. Namun demikian, dalam pelaksanaannya pembelajaran di sekolah dasar tidaklah mudah untuk dilakukan. Hal ini juga dikemukakan Croninger dan Valli (2009) bahwa pembelajaran di

64 sekolah dasar harus diawali dengan menetapkan fokus pembelajaran, menjelaskan berbagai faktor pembelajaran, dan menetapkan pembelajaran yang berkesinambungan.

Bertemali dengan pendapat Croninger dan Valli (2009) di atas, Concannon-Gibneydan McCarthy (2012) menekankan pentingnya pembelajaran membaca dengan berorientasi pada pengembangan kemampuan metakognisi siswa selama membaca. Oleh sebab itu, wajarlah jika Concannon-Gibney dan McCarthy (2012) menyatakan bahwa penelitian tentang metakognisi dianggap penting sebab melalui metakognisi siswa akan mampu menemukan sendiri strategi membaca yang sesuai dengan dirinya.

Salah satu penelitian yang mengembangkan pembelajaran membaca berbasis metakognisi dilakukan oleh Rayner et al. (2001). Penelitian yang mereka lakukan difokuskan untuk membantu siswa belajar membaca, mengetahui kesulitan siswa membaca, dan memecahkan kesulitan siswa. Berdasarkan hasil penelitiannya, Rayner et al. (2001) menyarankan pembelajaran membaca hendaknya memerhatikan tiga hal yakni titik awal yang jelas, proses yang berkualitas, dan titik akhir yang menantang.

Pelaksanaan pembelajaran membaca yang memerhatikan ketiga konsep yang ditawarkan Rayner, et al. (2001) memang tidak selamanya mudah dilakukan. Salah satunya adalah keterbatasan jam pembelajaran membaca di sekolah. Atas kondisiini, Swanson, et al. (2011) menyatakan pembelajaran membaca di sekolah dasar harus dilakukan secara rutin bukan hanya dilakukan dalam satu kali proses saja.

Berdasarkan beberapa konsep di atas, jelaslah pembelajaran membaca penting dilakukan dengan baik karena akan berfungsi bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan berbahasa namun lebih jauh dapat meningkatkan pengetahuan siswa secara menyeluruh. Guna dapat melaksanakan pembelajaran membaca yang baik, satuhal yang harus dilakukan pertama kali adalah menemukan strategi atau model pembelajaran membaca yang tepat agar pembelajaran membaca yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Menulis merupakan salah satu keterampilan dalam berbahasa yang terintegrasi kedalam empat keterampilan berbahasa di antaranya menyimak, berbicara, menulis, dan menulis. Dalam mengembangkan tulisan terdapat lima jenis mengembangkan tulisan yakni; narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Salah satu jenis tulisan tersebut adalah jenis tulisan argumentasi. Keraf (2007:3) mengemukakan bahwa “argumentasi merupakan suatu bentuk retorika dengan tujuan untuk dapat mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain (pembaca) dengan tujuan supaya si pembaca percaya dan pada akhirnya dapat bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh si penulis itu sendiri.”

Lakhsmi (2008) mengemukakan bahwa tulisan argumentasi adalah tulisan yang ditulis untuk tujuan meyakinkan pembaca untuk menyetujui fakta, norma, alasan, dalih, dan kesimpulan dari suatu pandangan. Membaca dan menulisadalah menyampaikan pendirian melalui tulisan dengan berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapatnya dengan mengajukan alasan dan bukti sehingga pembaca terpengaruh, menerima sikap dan berbuat sesuai dengan kehendak penulis. Dalam berargumentasi seseorang harus memadukan cara berpikir kritis dan analisis serta kemampuan menulis. Oleh sebab itu kemampuan membaca dan menulisseyogyanya perlu dilatih sejak Sekolah Dasar.

Merumuskan tema dan menyusun kerangka maksudnya yaitu ketika membuat tulisan argumentasi perlu adanya kejelasan dari apa yang akan ditulis oleh si penulis itu sendiri dalam hal ini adalah orang yang berargumentasi melalui tulisan. Mengumpulkan data yaitu dalam membaca dan menulistahapa pengumpulan data merupaka salah satu tahapan yang sangat penting, hal ini bertujuan untuk meyakinkan pembaca dengan adanya data sebagai fakta nyata. Dalam pengumpulan data pada proses membaca dan menulisdapat dilakukan dengan mencari pendapat dari para ahli, hal ini dapat dilakukan dengan studi pustaka atau mencari dalam buku. Langkah selanjutnya yaitu mengemabngkan kerangka menjadi paragrap, dalam membaca dan

65 menulislangkah pengembangan kerangka menjadi paragrap perlu didukung dengan data-data serta fakta-fakta yang telah diperoleh pada tahapan sebelumnya.

Kelima langkah dalam membaca dan menulisdi atas memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, hal-hal mengenai langkah penelitian argumentasi dipandang memiliki peranan yang sangat penting guna menghasilkan tulisan argumentasi yang sangat akurat sehingga tujuan dari penulis dapat tercapai. Berdasarkan pada langkah-langkah dalam membaca dan menulisdi atas, terdapat beberapa ciri dari tulisan argumentasi di antaranya:

a. Berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran gagasan pengarang sehingga kebenaran itu diakui pembaca.

b. Pembuktian dilengkapi dengan data, fakta, grafik, tabel, dan gambar.

c. Dalam argumentasi pengarang berusaha mengubah sikap, pendapat, atau pandangan pembaca.

d. Dalam membuktikan sesuatu, pengarang menghindarkan keterlibatan emosi dan menjauhkan subjektivitas.

e. Dalam membuktikan kebenaran pendapat pengarang, kita dapat menggunakan bermacam-macam pola pembuktian.

(Huda: 2013)

Jika dilihat pada karakteristik usia Sekolah Dasar, yang dimaksud tulisan argumentasi adalah (1) meyakinkan pembaca akan kebenaran gagasan sehingga kebenaran itu diakui pembaca, (2) pembuktian dilengkapi fakta, (3) memiliki pola hubungan sebab ke akibat yaitu jenis pola pengembangan argumentasi yang berawal dari peristiwa yang dianggap penyebab, lalu menuju pada kesimpulan yang berupa efek atau akibat yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut, dan (4) memiliki pola akibat ke sebab yaitu kebalikan dari pola pengembangan paragraf argumentasi yang sebelumnya paragraph dimulai dari menjelaskan suatu masalah yang dianggap sebagai akibat lalu bergerak menuju hal-hal yang dianggap sebagai penyebab masalah pada pola sebab akibat.