• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.2.2 Kefatisan Berbahasa dengan Fungsi Kekecewaan

Kefatisan berbahasa dengan fungsi kekecewaan berfungsi untuk menyampaikan rasa kecewanya kepada seseorang. Menyampaikan rasa kecewa itu penting sebagai bentuk respon yang ada dalam hati dan pikiran seseorang.

Menyampaikan rasa kecewa kepada seseorang ada yang mengungkapkannya dengan tindakan dan ada yang mengungkapkannya dengan tuturan.

Mengungkapkan kekecewaan dengan tuturan lebih baik menggunakan tuturan yang sopan agar tidak terjadi kesalapahaman dan perpecahan diantara kedua belah pihak.

Tuturan N1

Penutur : Gugatannya dikabulkan, lega, bahagia hidup di negeri khatulistiwa ya mbak?

Mitra tutur : Gini mbak, kalau saya dari awal konsisten teguh bahwa Yudisial PKPU 20 itu tidak karena senang pada perilaku korupsi. Tapi semata-mata menjadi warga negara yang baik, tunduk, dan taat pada konstitusi. Itu saya letakkan benar. Saya nggak mau hanya karena manggungnya nanti dibenci orang karena sebagai mantan napi korupsi. Lalu kemudian saya mau jadi penjahat konstitusi. Saya satu diantara yang tidak mau muncul. Karena bagi saya, saya salah satu diantara yang muncul dan tidak mau muncul dari kebanyakan. Memang beban moral

ditunjuk-tunjuk sebagai koruptor itu bebannya luar biasa.

Dari sejak menjalani sampai dengan pulang, juga masih.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 18 September 2018. Tuturan disampaikan pada malam hari di studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung, dalam tuturan tersebut terdapat penutur dan mitra tutur yang terlibat. Penutur adalah perempuan yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah perempuan yang merupakan mantan napi korupsi dan penggugat peraturan KPU ke Mahkamah Agung. Suasana tuturan tersebut serius karena mitra tutur ingin menyampaikan kekecewaan kepada orang-orang karena ditunjuk-tunjuk sebagai mantan napi korupsi.)

Setiap manusia, pasti pernah mengalami rasa kecewa. Ada yang bisa menutupi rasa kecewanya dan ada yang tidak bisa menutupi rasa kecewa tersebut (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Tuturan N1 merupakan tuturan fatis dengan fungsi kekecewaan karena dalam tuturan tersebut terdapat kalimat

“Memang beban moral ditunjuk-tunjuk sebagai koruptor itu bebannya luar biasa.” Tuturan tersebut dituturkan oleh mitra tutur. Mitra tutur adalah perempuan yang merupakan mantan napi korupsi dan penggugat peraturan KPU ke Mahkamah Agung.

Seseorang yang mengalami kekecewaan yang besar dan mendalam cenderung tidak bisa menutupi rasa kecewanya, untuk mengungkapkannya tidak lagi melalui tuturan, melainkan tindakan. Sementara, ada orang yang bisa menutup rasa kecewanya agar tetap dapat berinteraksi dengan masyarakat (Rahardi dan Setiyaningsih, 2017:187). Hal ini yang sangat dirasakan oleh mitra tutur. Mitra tutur sangat kecewa ketika banyak orang yang memberikan julukan sebagai napi koruptor dari awal masa tahanan hingga setelah selesai menjalani hukuman.

Tuturan N2

Penutur : Dia ikut sama Ibu?

Mitra tutur : Dia ikut sama saya dan dari pihak kepolisian tidak mengijinkan saya kalau untuk mengantar anak saya untuk saya titipkan.

Penutur : Jadi, saat pertama diperiksa, ibu sudah langsung ditahan?

Mitra tutur : Bukan pertama diperiksa. Itu sudah beberapa kali pemeriksaan.

Pemanggilan terakhir hari Jumat waktu itu inget. Senin saya datang untuk pemanggilan terakhir itu. Begitu saya datang dengan anak saya yang paling kecil, saya langsung ditahan, saya tidak bisa . Kalau saya ingat itu,...

Penutur : Sakit ya bu?

Mitra tutur : Luar biasa sakitnya. Tapi tetep harus kuat di depan anak-anak.

Mereka tidak boleh lihat saya menangis.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 21 November 2018. Tuturan disampaikan pada malam hari saat acara Mata Najwa berlangsung, dalam tuturan tersebut, ada penutur dan mitra tutur yang terlibat. Penutur adalah perempuan yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah perempuan yang merupakan korban kasus UU ITE. Suasana saat terjadi tuturan adalah sedih dan pilu.)

Tuturan N2 merupakan tuturan fatis dengan fungsi kekecewaan karena dalam tuturan tersebut terdapat kalimat “Dia ikut sama saya dan dari pihak kepolisian tidak mengijinkan saya kalau untuk mengantar anak saya untuk saya titipkan.” dan “Luar biasa sakitnya.” Tuturan tersebut dituturkan oleh mitra tutur. Mitra tutur adalah perempuan yang merupakan korban kasus UU ITE.

Tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur ditujukan untuk pihak kepolisian atas rasa kecewanya karena tidak diperbolehkan untuk mengantarkan anaknya untuk dititipkan. Suasana yang terjadi pada saat tuturan tersebut yakni sedih dan memilukan.

Setiap manusia, pasti pernah mengalami rasa kecewa. Ada yang bisa menutupi rasa kecewanya dan ada yang tidak bisa menutupi rasa kecewa tersebut.

Seseorang yang mengalami kekecewaan yang besar dan mendalam cenderung tidak bisa menutupi rasa kecewanya, untuk mengungkapkannya tidak lagi melalui tuturan, melainkan tindakan. Sementara, ada orang yang bisa menutup rasa kecewanya agar tetap dapat berinteraksi dengan masyarakat (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Berbeda dengan manusia pada umumnya, mitra tutur mengungkapkan kekecewaannya dengan bahasa yang sopan tetapi memiliki makna yang mendalam. Hati dan perasaan mitra tutur sangat hancur ketika pihak kepolisian tidak memberikan izin kepada dirinya untuk mengantarkan anaknya untuk dititipkan.

Tuturan N3

Penutur : Ibu, kondisinya bagaimana?

Mitra tutur : Alhamdullilah sehat.

Penutur : Sehat?

Mitra tutur : Sehat.

Penutur : Sudah lebih tenang, jauh lebih tenang setelah waktu berlalu atau masih ada yang dirasakan?

Mitra tutur : Waktu itu tuh udah tenang. Tenang. Cuma pas lihat kejadian kemarin, melihat berita kemarin, badan merinding semua sampai saya nggak berani ngeliat acara-acara, liputan-liputan, saya nggak berani lihat. Apa yang saya rasakan dulu, itu sakit. Jadi, teringat lagi. Betapa sakitnya saya. Apa yang bapak rasakan, itu saya rasakan dulu. Lama Pak. Lama Pak , saya untuk bangkit dari itu. Rangga anak saya paling besar, Bu. Ibu mana yang bisa menerima anaknya, dari bayi sampai udah ini. Nggak ada.

Sakitnya nggak bisa dibayangin. Nggak bisa dirasakan. Tapi, dengan seiringnya waktu, kami bisa menerima takdir dari Allah.

Ya, keluarga semua mengiklaskan. Biar bagiaman sakitnya, itu

udah takdir. Kita manusia nggak bisa berbuat apa-apa. Kita pun akan mengalami meninggal, cuma waktunya aja yang kita nggak tau. Cuma meninggalnya anak saya, bikin sakit saya itu, anak saya meninggalnya itu nggak wajar. Itu yang saya sakit. Itu yang bikin keluarga saya sakit. Terutama saya yang melahirkannya, yang menyusui, yang mengurus dari bayi sampai dewasa.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 26 September 2018. Tutyuan disampaikan pada malam hari di Studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung. Dalam tuturan tersebut terdapat penutur dan mitra tutur yang terlibat. Penutur adalah perempuan yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah perempuan yang merupakan ibunda dari almarhum Rangga yang menjadi korban dari supporter Jakmania vs Bobotoh.

Suasana pada saat terjadi tuturan yaitu sedih dan memilukan.)

Tuturan N3 merupakan tuturan fatis dengan fungsi kekecewaan karena dalam tuturan tersebut terdapat kalimat “Cuma meninggalnya anak saya, bikin sakit saya itu, anak saya meninggalnya itu nggak wajar. Itu yang saya sakit.

Itu yang bikin keluarga saya sakit. Terutama saya yang melahirkannya, yang menyusui, yang mengurus dari bayi sampai dewasa.” Tuturan tersebut disampaikan oleh mitra tutur. Mitra tutur adalah perempuan yang merupakan orangtua dari almarhum Rangga yang menjadi korban dari supporter Jakmania vs Bobotoh. Suasana yang terjadi pada saat tuturan tersebut yaitu sedih dan memilukan.

Setiap manusia, pasti pernah mengalami rasa kecewa. Ada yang bisa menutupi rasa kecewanya dan ada yang tidak bisa menutupi rasa kecewa tersebut.

Seseorang yang mengalami kekecewaan yang besar dan mendalam cenderung tidak bisa menutupi rasa kecewanya, untuk mengungkapkannya tidak lagi melalui tuturan, melainkan tindakan. Sementara, ada orang yang bisa menutup rasa kecewanya agar tetap dapat berinteraksi dengan masyarakat (Rahardi dan

Setyaningsih, 2017:187). Mitra tutur mengungkapkan tuturan tersebut atas kejadian yang diterima anaknya. Hal ini mitra tutur tidak ingin menyalahkan siapapun, mitra tutur sudah perlahan mengikhlaskan kejadian tersebut, dan menganggap kejadian tersebut adalah takdir dari Tuhan. Menjadi seorang Ibu, perasaan dan hati mitra tutur sangat hancur, ketika ditinggal pergi selamanya oleh sang anak, terlebih jika perginya dengan tidak wajar. Seorang ibu yang melahirkan, menyusui, mengurus, dan mendidik dari bayi sampai dewasa pasti akan merasa sangat hancur dan kecewa atas kejadian tersebut.