• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.2.8 Kefatisan Berbahasa dengan Fungsi Ketidaksetujuan

Kefatisan berbahasa dengan fungsi ketidaksetujuan memiliki fungsi untuk menyampaikan pendapat yang berbeda. Menyampaikan pendapat yang berbeda sering dikaitkan dengan ketidaksetujuan akan pendapat tersebut. Menyampaikan perbedaan pendapat yang membuat tidak setuju, penutur ataupun mitra tutur harus menggunakan tuturan yang sopan agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara

pihak yang bersangkutan. Selain itu, menyampaikan ketidaksetujuan dalam mengeluarkan pendapat, harus disertai alasan yang jelas dan logis sehingga dapat diterima dengan baik oleh pihak yang bersangkutan.

Tuturan G1

Penutur : Gerakan ini sederhana, kalau pemerintah punya kinerja Mitra tutur 1 : Baik

Penutur : Saya enggak mau komen dollar ya.

Mitra tutur 1 : Ya

Penutur : Ini akan tuntutan mak-mak Cuma satu, harga telur sebelas ribu rupiah.

Mitra tutur 1 : oke

Penutur : Dan selama itu belum, ini akan jalan terus.

Mitra tutur 1 : Kita kembali,..

Penutur : Nah cara paling sederhana , buktikan itu, dan nanti itu akan turun dengan sendirinya.

Mitra tutur 1 : Baik. Kita akan...

Mitra tutur 2 : Sebentar mbak Nana, saya komentar dulu. Pak Mardani.

Mitra tutur 1 : Pak setyo, saya sudah harus break.

Mitra tutur 2 : Saya bertugas sebagai kasatgas pangan. Saya kasatgas pangan polri. Kalau telur sebelas ribu rupiah. Kasian petani pak. Delapan ratus ribu petani akan gulung tikar.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 5 September 2018. Tuturan terjadi pada malam hari di Studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung.

Penutur adalah seorang laki-laki yang merupakan Ketua DPP PKS dan pencetus

#2019GantiPresiden. Terdapat dua mitra tutur yang terlibat dalam percakapan tersebut. Mitra tutur pertama adalah seorang perempuan yang merupakan pembawa acara Mata Najwa. Mitra tutur kedua adalah seorang Kepala Divisi Humas Polri dan Kasatgas Pangan Polri. Suasana saat tuturan cenderung serius dan menegangkan.)

Tuturan G1 merupakan tuturan fatis dengan fungsi ketidaksetujuan.

Tuturan tersebut dikatakan tuturan fatis dengan fungsi ketidaksetujuan karena dalam tuturan tersebut terdapat kalimat “Saya bertugas sebagai kasatgas pangan. Saya kasatgas pangan polri. Kalau telur sebelas ribu rupiah. Kasian petani pak. Delapan ratus ribu petani akan gulung tikar.” Tuturan disampaikan oleh mitra tutur kedua kepada penutur. Mitra tutur kedua adalah laki-laki yang merupakan Kepala Divisi Humas Polri dan Kasatgas Pangan Polri.

Sementara penutur adalah Ketua DPP PKS dan pencetus #2019GantiPresiden.

Ketidaksetujuan dalam kehidupan bermasyarakat sering kali terjadi.

Menyampaikan ketidaksetujuan, banyak menggunakan kata “tidak”. Namun, kata tersebut bisa membuat penutur merasa sakit hati, karena mitra tutur tidak mempunyai kesepakatan yang sama dengan penutur. Hal demikian ini terkait dengan fakta kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa. Semakin tidak langsung sebuah tuturan semakin santunlah tuturan itu (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Mitra tutur kedua sangat tidak setuju dengan pernyataan penutur.

Penutur mengatakan bahwa harga telur itu seharusnya sebelas ribu saja. Namun, mitra tutur kedua tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Mitra tutur kedua mengatakan bahwa dengan harga sebelas ribu rupiah, para petani telur akan banyak yang gulung tikar.

Tuturan G2

Penutur : Ini suara rakyat semuanya yang kemudian mereka sebut harga nggak mahal. Padahal rakyat bilang mahal, kemudian pengangguran banyak dan sebagainya. Kedua, masalah data.

Mbak, sekarang, pemerintah hari ini, masalah utama pemerintah hari ini itu adalah kekacauan data. Bagaimana bulog bilang, cukup stok, kemudian kementrian yang lain bilang tidak. Ada masalah data dan ada masalah kepemimpinan.

Mitra tutur 1 : Silahkan ditanggapi.

Mitra tutur 2 : Anda diem ya. Saya ngomong yaa.

Penutur : saya sudah diem bu.

Mitra tutur 2 : Harga telur, ya saya kasih tahu ya. Harga telur 2009, itu empat belas ribu rupiah per kilo.

Penutur : Dimana itu?

Mitra tutur 2 : Di Indonesia lah masa di Arab. Harga telur 2013, dua puluh ribu rupiah per kilo. Ini data. Ini data.

Penutur : Ini di negara mana ini?

Mitra tutur 2 : Bahkan menjelang lebaran , di Manado, telur mencapai tiga puluh delapan ribu. Kemudian, saya kasih tahu lagi, harga telur 2015, dua puluh lima ribu sekilo. Harga telur 2018, dua puluh delapan ribu sampai tiga puluh ribu sekilo. Kemudian, Agustus normal lagi menjadi dua puluh tiga ribu. Terus yang dibilang harga mahal itu yang mana? Saya ini rakyat. Saya ini rakyat, dan saya punya catering. Jadi, saya tahu harganya gitu loh. Haha. Saya tukang catering, jadi saya tahu berapa.

Penutur : Bu. Bu Irma...

Mitra tutur 2 : Sebentar. Tadi anda ngomong saya diam. Anda diam. Anda diam.

Penutur : Silahkan bu.

Mitra tutur 2 : Saya kasih tau lagi, begitu juga, saya kasih tau harga cabe.

Harga cabe 2009, sepuluh ribu. Harga cabe 2014, tiga puluh empat ribu. Naik 200% saat itu. Tapi di 2018, itu cuma lima belas ribu gitu loh. Kalau mau dibantah, ini bakul catering.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 10 Oktober 2018. Tuturan terjadi pada malam hari di Studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung.

Penutur adalah seorang laki-laki yang merupakan Juru Bicara Prabowo-Sandi, sedangkan ada dua mitra tutur yang terlibat dalam percakapan tersebut. Mitra tutur pertama dan mitra tutur kedua adalah perempuan. Mitra tutur pertama merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur kedua adalah

Juru Bicara Kampanye Jokowi sekaligus pengusaha catering. Suasana yang terjadi pada saat tuturan yaitu serius, karena saling beradu argumen antara penutur dan mitra tutur.)

Tuturan G2 merupakan tuturan dengan fungsi fatis ketidaksetujuan, karena dalam tuturan terrsebut terdapat kalimat “Terus yang dibilang mahal itu yang mana ya? Saya ini rakyat. Saya ini rakyat dan saya punya catering. Jadi, saya tahu harganya gitu loh. Haha. Saya tukang catering, jadi saya tahu berapa. Tutuan tersebut dikatakan oleh mitra tutur kedua kepada penutur. Mitra tutur kedua adalah perempuan yang merupakan juru bicara kampanye Jokowi sekaligus pengusaha catering. Sementara penutur adalah laki-laki yang merupakan juru bicara Prabowo-Sandi.

Ketidaksetujuan dalam kehidupan bermasyarakat sering kali terjadi.

Dalam menyampaikan ketidaksetujuan, banyak menggunakan kata “tidak”.

Namun, kata tersebut bisa membuat penutur merasa sakit hati, karena mitra tutur tidak mempunyai kesepakatan yang sama dengan penutur. Hal demikian ini terkait dengan fakta kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa. Semakin tidak langsung sebuah tuturan semakin santunlah tuturan itu (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Mitra tutur kedua menyampaikan tuturan ketidaksetujuannya kepada penutur karena menurut mitra tutur kedua, harga telur dua puluh tiga ribu rupiah itu adalah harga yang wajar, tidak mahal seperti yang dikatakan oleh penutur.