• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN

2.3 Kerangka Berpikir

Fungsi fatis merupakan suatu fenomena baru dalam pragmatik. Fungsi fatis muncul dari perkembangan pengguna bahasa yang digunakan untuk memulai, mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi fatis berbahasa biasanya muncul di dalam masyarakat, bahkan pada program di televisi, seperti Mata Najwa. Sekarang, dalam Mata Najwa, fungsi fatis banyak digunakan untuk memperkokoh dan mempertahankan hubungan antarpenutur dan lawan tutur, memperkokoh dan membangun suasana agar penonton tertarik dan tidak cepat bosan ketika acara sedang berlangsung. Hal inilah yang menjadi fenomena baru dalam studi pragmatik, khususnya fungsi fatis dalam acara Mata Najwa Stasiun Televisi Trans 7 Edisi September-Desember 2018.

Penelitian ini menggunakan beberapa teori fungsi fatis dan beberapa teori yang mendukung untuk menguraikan tuturan fungsi fatis dalam acaea Mata Najwa unggahan Najwa Shihab edisi September-Oktober 2018. Pertama, Malinowski (1993:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan phatic communion sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a more exchange of word.” Phatic communion mempunyai fungsi sosial. Phatic communion digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi.

Kedua, Jose Pinto De Lima (2002:375) menjelaskan Penanda fatis merupakan indikator satuan kata yang merupakan kata keterangan, kata sifat, kata ganti ataupun struktur kata yang lebih kompleks untuk menandakan ada atau tidaknya tuturan fatis pada sebuah tuturan.

Ketiga, Jacobson dan Hymes dalam Cook (1989: 26), fungsi fatis adalah membuka saluran komunikasi dan memeriksa apakah itu berfungsi lebih baik, alasan sosial, pembentukan dan pemeliharaan kontak, juga menjaga kohesi dalam kelompok sosial.

Keempat, Rahardi dan Setyaningsih (2017:187) menjelaskan mengenai jenis-jenis fungsi fatis, diantaranya kefatisan berbahasa dengan fungsi sapaan, kefatisan berbahsa dengan fungsi kesopanan, kefatisan berbahasa dengan fungsi kekecewaan, kefatisan berbahasa dengan fungsi ucapan terima kasih, kefatisan berbahasa dengan fungsi bercanda, kefatisan berbahasa dengan fungsi pujian, kefatisan berbahasa dengan fungsi permohonan maaf, kefatisan berbahasa dengan fungsi penolakan, kefatisan berbahasa dengan fungsi ketidaksetujuan, kefatisan

berbahasa dengan fungsi penghindaran, kefatisan berbahasa dengan fungsi pengucapan salam, kefatisan berbahasa dengan fungsi suruhan, kefatisan berbahasa dengan fungsi tawaran, kefatisan berbahasa dengan fungsi penegasan, dan kefatisan berbahasa dengan fungsi pengingatan

Berdasarkan teori fatis tersebut, data yang diperoleh ini dianalisis dengan menggunakan metode dan teknik kontekstual. Metode dan teknik kontekstual ini artinya adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan dan mengaitkan dengan konteks (Rahardi, 2009:36). Setelah proses analisis data selesai dan penelitian ini menghasilkan penanda fatis dan fungsi fatis antar penutur dan mitra tutur.

Fenomena Fatis dalam Kajian Pragmatik

Teori Fatis

Malinowski (1993)

De Lima (2002:375)

Rahardi dan Setyaningsih (2017)

Metode Penelitian Kualitatif

Metode dan Teknik Pengumpulan Data:

Metode Simak dan Teknik Simak Bebas Libat Cakap

Metode dan Teknik Analisis Data:

Metode Padan Ekstralingual dengan Teknik Dsar dan Teknik Lanjutan

Hasil Penelitian

Penanda

Fatis Fungsi

Fatis Jakobson dan Hymes dalam Cook (1989:26)

38

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini, peneliti akan memaparkan metodologi penelitian. Hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian, yaitu jenis penelitian, data dan sumber data penelitian, metode pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan triangulasi data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif karena data yang diteliti merupakan data yang sifatnya perlu dideskripsikan untuk menguraikan atau menjelaskan setiap pembahasannya.

Peneliti mengumpulkan data tututran antar penutur pada acara Mata Najwa yang menunjukkan adanya fenomena fungsi fatis dalam berinteraksi. Menurut Arikunto (2009:234), penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala, yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini berisi gambaran fungsi fatis dalam komunikasi antar penutur pada acara Mata Najwa stasiun televisi Trans 7 Edisi September-Desember 2018.

Penelitian “Fungsi Fatis dalam Komunikasi Antarpenutur Pada Acara

“Mata Najwa” Stasiun Televisi Trans 7 Edisi September-Desember 2018”

termasuk peneleitian kualitatif karena data yang terkumpul berupa kata-kata, frase, klausa, dan kalimat yang terdapat dalam tuturan antar penutur dalam acara Mata Najwa stasiun televisi Trans 7 Edisi September-Desember 2018 yang

mengandung tuturan fatis. Peneliti mendeskripsikan wujud-wujud fungsi fatis dan menganalisis maksud dari setiap tuturan itu dalam bentuk deskripsi yang dilihat dari segi kualitasnya bukan hanya sekadar kuantitas tuturan. Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan untuk mengungkapkan maksud atau makna dari setiap wujud penanda dan fungsi fatis.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan data berupa kata-kata yang memfokuskan pada penunjukan makna, mendeskripsikan suatu fenomena yang dikaji oleh peneliti. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif, kemudian data digali hingga mendapatkan hipotesis yang konsisten.

Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data-data tuturan fatis antarpenutur dalam komunikasi pada acara Mata Najwa Edisi September-Desember 2018.

3.2 Data dan Sumber Data Penelitian

Sudaryanto (2015:6) mengatakan data adalah fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud. Data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang mengandung kefatisan yang terdapat dalam acara Mata Najwa Edisi September-Desember 2018. Sumber data penelitian ini adalah acara Mata Najwa Edisi September-Desember 2018.

Penelitian ini meneliti tuturan antar penutur yang terlibat dalam acara Mata Najwa. Penelitian ini merupakan studi kasus yang menarik karena dalam setiap acara akan ada fungsi fatis yang digunakan untuk mempertahankan hubungan antara penutur dengan lawan tutur dan membuat penonton tertarik dengan acara tersebut. Dengan ini, peneliti akan melakukan penelitian studi kasus dengan judul

“Fungsi Fatis dalam Komunikasi Antarpenutur pada Acara “Mata Najwa”

Stasiun Televisi Trans 7 Edisi September-Desember 2018”.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Peneliti berusaha menggambarkan tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan secara apa adanya.

Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Penelitian deskriptif ini menjadi dasar untuk menguraikan fungsi fatis karena peneliti akan menguraikan maksud peristiwa tutur antarpenutur pada acara Mata Najwa Edisi September-Desember 2018.

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode simak dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Menurut Mahsun (2005:90), metode simak merupakan metode penyediaan data yang digunakan untuk memperoleh data yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa.

Penelitian ini, peneliti menyimak tuturan antar penutur pada acara Mata Najwa Edisi September-Desember 2018. Pada dasarnya penelitian ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Teknik simak bebas libat cakap ini, peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informannya (Mahsun, 2005:91). Teknik catat adalah teknik pengumpulan data dengan cara mencatat hasil simakan atau rekaman. (Mahsun, 2005:91). Teknik catat dilakukan dengan menandai munculnya tuturan yang dituturkan oleh penutur maupun mitra tutur. Langkah yang dilakukan adalah menyimak dengan teliti setiap tuturan yang terjadi di

dalam video Mata Najwa, mencatat, mengamati, dan menandai tuturan yang terdapat dalam video tersebut.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis konstektual, yakni dengan menerapkan dimensi-dimensi konteks dalam menafsirkan data yang telah berhasil dikumpulkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan. Metode analisis konstektual ini dapat disejajarkan dengan metode analisis padan. Metode padan itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode padan yang sifatnya intralingual dan metode padan yang sifatnya ekstralingual (Mahsun, 2005 dalam Rahardi 2009:36)

Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan. Mahsun (2011:259) menyatakan bahwa metode padan adalah metode yang dalam praktik analisis data dilakukan dengan menghubung-bandingkan dengan antarunsur yang bersifat lingual, jika itu berupa metode padan lingual, atau menghubungbandingkan unsur ekstralingual, jika itu metode ekstralingual.

Penelitian ini menggunakan metode padan ekstralingual digunakan untuk analisis data secara pragmatik. Metode padan ekstralingual adalah metode analisis dengan cara menganalisis atau menghubungbandingkan unsur-unsur yang bersifat ekstralingual, seperti hal-hal yang menyangkut makna, informasi, konteks tuturan, dan lain-lain. Teknik yang digunakan adalah teknik dasar teknik hubung banding yang bersifat ekstralingual. Teknik analisis data dilakukan menggunakan metode analisis konstektual, yakni dengan menerapkan dimensi-dimensi konteks dalam

menafsirkan data yang telah dikumpulkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan (Mahsun. 2005 melalui Rahardi, 2009:36).

Seiddel dalam Arikunto (2009) analisis data kualitatif prosesnya sebagai berikut :

1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensistesiskan, membuat ikhtisr, dan membuat indeks.

3. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Peneliti mentranskrip tuturan yang telah didapatkan.

2. Peneliti mengumpulkan tuturan yang termasuk dalam fungsi fatis.

3. Peneliti membuat triangulasi dan mengkonfirmasikan pada ahli.

4. Peneliti mendeskripsikan data dan melakukan pembahasan secara pragmatik dan linguistik.

3.5 Triangulasi Data

Penelitian “Fungsi Fatis dalam Komunikasi Antarpenutur pada Acara

“Mata Najwa” Stasiun Televisi Trans 7 Edisi September-Desember 2018”

menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data yang akan diperoleh dari hasil penelitian. Menurut Sugiyono (2013:330) triangulasi diartikan

sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

Peneliti membuat triangulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekan terhadap validitas dan kepercayaan hasil penemuan. Triangulasi yang dilakukan peneliti dibagi menjadi dua hal, yaitu triangulasi teori dan triangulasi logis.

Triagulasi teori digunakan untuk membandingkan beberapa teori dari beberapa ahli dengan tujuan melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing, untuk memperoleh data, peneliti terlebih dahulu mentranskrip isi video ke dalam bentuk tulisan dengan cara memutar video secara berulang-ulang. Hal ini dilakukan untuk memperoleh ketepatan data yang konsisten. Teknik keabsahan data yang kedua adalah triangulasi teori. Triangulasi logis dilakukan dengan cara melakukan bimbingan bersama dosen lain yang juga berkompeten dalam bidang penelitan pragmatik. Dalam penelitian ini, peneliti memerlukan seorang ahli yang memiliki pengalaman dibidang ini untuk mengecek keabsahan data. Dalam hal ini peneliti bekerja sama dengan Prof. Dr. Pranowo, M. Pd. sebagai trianggulator dalam penelitian ini.

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini mengenai hasil penelitian dan pembahasan mengkaji mengenai tiga hal, yakni (1) deskripsi data, (2) hasil analisis data, (3) pembahasan, dalam deskripsi data, peneliti memaparkan mengenai data hasil penelitian. Kemudian selanjutnya hasil analisis data berdasarkan sub kategorinya. Setelah membahas mengenai deskripsi data dan hasil analisis data, kemudian peneliti membahas mengenai pembahasan dari hasil analisis data. Ketiganya dipaparkan sebagai berikut :

4.1 Deskripsi Data

Data dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan cuplikan-cuplikan tuturan yang mengandung penanda fatis, fungsi fatis, dan konteks yang terdapat dalam tuturan antar penutur pada acara Mata Najwa Edisi September 2018-Desember 2018. Data yang didapatkan, diambil berdasarkan penanda fatis, fungsi fatis, dan konteks antar penutur dengan mitra tutur pada acara Mata Najwa.

Setelah memperoleh data yang cukup, data segera ditabulasikan untuk diidentifikasi tuturan, penanda fatis, fungsi fatis, dan konteksnya. Peneliti memperoleh data yang siap diolah dalam pembahasan sebanyak 48 data dari 51 data. Ada 3 data yang tidak valid dikarenakan tidak adanya penanda maupun fungsi fatis yang tepat untuk data tersebut. Dari 15 kategori fungsi fatis, peneliti hanya memperoleh 14 kategori, yaitu kefatisan berbahasa dengan fungsi sapaan, kefatisan berbahasa dengan fungsi kekecewaan, kefatisan berbahasa dengan

fungsi ucapan terima kasih, kefatisan berbahasa dengan fungsi bercanda, kefatisan berbahasa dengan fungsi pujian, kefatisan berbahasa dengan fungsi permohonan maaf, kefatisan berbahasa dengan fungsi penolakan, kefatisan berbahasa dengan fungsi ketidaksetujuan, kefatisan berbahasa dengan fungsi penghindaran, kefatisan berbahasa dengan fungsi pengucapan salam, kefatisan berbahasa dengan fungsi suruhan, kefatisan berbahasa dengan fungsi tawaran, kefatisan berbahasa dengan fungsi penolakan, dan kefatisan berbahasa dengan fungsi pengingatan.

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah tuturan fatis yang paling banyak dalam subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi penegasan, yaitu 6 tuturan.

Kemudian subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi pujian dan kefatisan berbahasa dengan fungsi pengucapan salam menempati posisi kedua yaitu sama-sama sebanyak 5 tuturan. Posisi ketiga ditempati oleh subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi salam dan kefatisan berbahasa dengan fungsi ketidaksetujuan yaitu 4 tuturan di setiap subkategori. Subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi kekecewaan, kefatisan berbahasa dengan fungsi bercanda, kefatisan berbahasa dengan fungsi suruhan, dan kefatisan berbahasa dengan fungsi pengingatan menempati posisi keempat dengan jumlah 3 tuturan di setiap subkategori, di posisi kelima terdapat subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi permohonan maaf, kefatisan berbahasa dengan fungsi penolakan, dan kefatisan berbahasa dengan fungsi penghindaran yaitu 2 tuturan di setiap subkategori, sedangkan untuk posisi terakhir terdapat subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi tawaran yaitu 1 tuturan. Selanjutnya peneliti akan

memaparkan data tuturan fatis dalam komunikasi antarpenutur pada acara “Mata Najwa” Edisi September-Desember 2018.

4.2 Analisis Data

Data yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, akan dibahas secara mendalam pada bagian ini. Data akan dipaparkan sesuai dengan urutan dan sistematika rumusan masalah yang telah ditentukan. Peneliti akan menjelaskan penanda fatis dan fungsi fatis. Data akan dijelaskan berdasarkan dengan fugsi fatis dengan 14 subkategori yang sesuai dengan data yang diperoleh, yaitu subkategori fungsi sapaan, fungsi kekecewaan, fungsi ucapan terima kasih, fungsi bercanda, fungsi pujian, fungsi permohonan maaf, fungsi penolakan, fungsi ketidaksetujuan, fungsi penghindaran, fungsi pengucapan salam, fungsi suruhan, fungsi penegasan, fungsi pengingatan, dan tidak melibatkan fungsi kesopanan. Berikut ini adalah penjelasan dari penelitian ini.

4.2.1 Penanda Fatis

(De Lima, 2002:375) “Evolusi pois dari preposisi ke penanda fatis membuat orang berpikir tentang asal usul penanda tersebut. Salah satunya adalah ini: jika, seperti yang tampaknya terjadi, penanda fatis adalah satuan dengan struktur fonologis teratur (dengan kemungkinan pengecualian bentuk hm dan serupa). Tetapi kata-kata lain yang mungkin memiliki penggunaan yang sangat dekat dengan penanda fatis, seperti Portugis ("benar") dan Am. Bahasa Inggris tentu, dapat juga dipandang sebagai output dari perubahan yang inputnya adalah kata keterangan, kata sifat, atau struktur yang lebih kompleks yang termasuk

kategori ini. Selain ini, kategori lain yang mungkin menjadi asal dari penanda fatis adalah kata ganti.

Berdasarkan pendapat ahli, peneliti dapat memberi kesimpulan mengenai penanda fatis. Penanda fatis merupakan indikator satuan kata yang merupakan kata keterangan, kata sifat, kata ganti ataupun struktur kata yang lebih kompleks untuk menandakan ada atau tidaknya tuturan fatis pada sebuah tuturan.

4.2.1.1 Penanda Fatis Sapaan

Penanda fatis sapaan berfungsi untuk menandakan tuturan yang memiliki makna menyapa dan memberi sapaan kepada seseorang. Seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menyampaikan tuturan tersebut.

Tuturan D1

Penutur : Pemirsa tragedi gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah membawa duka bagi kita semua. Ucapan bela sugkawa untuk seluruh korban jiwa dan keluarga yang kehilangan. Mata Najwa hari ini menghadirkan orang-orang yang melihat langsung bagaimana gempa dan tsunami melanda Palu. Untuk memetik pelajaran, apa yang harus kita lakukan saat terjadi bencana. Saya perkenalkan yang hadir malam ini, ada pramugari Garuda, Tria Utari yang sempat terjebak di dalam hotel saat gempa dan tsunami melanda Palu. Dan juga hadir pilot pesawat terakhir, lepas landas dengan selamat dari bandara Mutiara Palu saat gempa terjadi, Kapten Ricosetta Mafella.

Selamat malam mbak Tria, selamat malam Kapten.

Mitra tutur : Selamat malam

Penutur : Terima kasih banyak sudah hadir di Mata Najwa.

Mitra tutur : Iya terima kasih.

Penutur : Mbak Tria, kabarnya bagaimana mbak?

Mitra tutur : Alhamdullilah sudah baik. Sudah membaik daripada yang kemarin.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 3 Oktober 2018. Tuturan terjadi pada malam hari di studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung.

Penutur adalah seorang perempuan berusia 41 tahun yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah perempuan yang merupakan pramugari Garuda Indonesia Airlines. Suasana pada saat tuturan yakni penuh haru karena dalam kondisi berduka karena belum lama terjadi gempa dan tsunami.)

Kehidupan sehari-hari dan kehidupan bermasyarakat, sebagai makhluk sosial, manusia harus saling berkomunikasi untuk menciptakan hubungan yang baik dan menjaga sebuah hubungan hidup bermasyarakat. Maka dari itu, memberi kata sapaan sebagai bentuk interaksi dengan dunia luar sangat penting dilakukan.

Seperti “halo”, “hai”, “apa kabar?”, dan sebagainya sebagai bentuk awal sapaan kepada orang lain (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Tuturan D1 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh penutur dengan bentuk tuturan

“Kabarnya bagaimana mbak?”. Penutur adalah seorang perempuan yang berusia 41 tahun dan merupakan pembawa acara Mata Najwa dan mitra tutur adalah seorang perempuan yang merupakan pramugari Garuda Indonesia Airlines.

Penutur menyampaikan tuturan tersebut karena penutur ingin mengetahui keadaan dari mitra tutur. Suasana yang terjadi pada saat tuturan tersebut yaitu penuh haru karena dalam kondisi berduka karena beberapa waktu yang lalu terjadi gempa di Palu.

Tuturan D1 pada bagian yang bercetak tebal merupakan tuturan fatis yang secara spesifik adalah penanda fatis. Penanda fatis dalam tuturan D1 termasuk ke dalam penanda fatis sapaan karena dalam penanda tersebut menanyakan tentang keadaan seseorang. Hal itu tampak dalam penanda fatis yang terdapat pada tuturan

D1, yaitu “kabarnya bagaimana?”. Penanda tersebut dalam hal ini dapat dikatakan memiliki fungsi untuk menanyakan kabar seseorang ataupun keadaan seseorang.

Tuturan D2

Penutur : Iya. Insiden saat kejuaraan Asia Road Championship, memang telah membuat Muhammad Fadli kehilangan satu kakinya.

Namun, tidak dengan semangatnya. Fadli justru bangkit dengan mengantongi medali dari olahraga balap sepeda.

Penutur : Kita sambut, Muhammad Fadli. Fadli, apa kabar?

Mitra tutur : Luar biasa.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 17 Oktober 2018. Tuturan terjadi pada malam hari di studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung.

Penutur adalah seorang perempuan berusia 41 tahun yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah laki-laki yang merupakan atlet paracycle yang berlaga di Asian Para Games 2018. Suasana pada saat tuturan sangat santai dan menyenangkan.)

Tuturan D2 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh penutur dengan bentuk tuturan “Fadli, apa kabar?” Penutur adalah seorang perempuan yang berusia 41 tahun dan merupakan pembawa acara Mata Najwa dan mitra tutur adalah seorang laki-laki yang merupakan atlet paracycle yang berlaga di Asian Para Games 2018. Penutur menyampaikan tuturan tersebut karena penutur ingin mengetahui kabar dari mitra tutur setelah berhasil membawa medali untuk Indonesia. Suasana yang terjadi pada saat tuturan tersebut yaitu sangat santai, penuh sukacita, dan menyenangkan, karena atlet-atlet Indonesia yang berlaga di Asian Para Games 2018 berhasil membawa medali untuk Indonesia.

Manusia sebagai makhluk sosial hidup bersama dengan manusia lain.

Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa adanya manusia lain dihidupnya. Maka dari itu, memberi kata sapaan sebagai bentuk interaksi dengan dunia luar sangat penting dilakukan. Seperti “halo”, “hai”, “apa kabar?”, dan sebagainya sebagai bentuk awal sapaan kepada orang lain (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187).

Tuturan D2 pada bagian yang bercetak tebal merupakan tuturan fatis yang secara spesifik adalah penanda fatis. Penanda fatis dalam tuturan D2 termasuk ke dalam penanda fatis sapaan karena dalam penanda tersebut menanyakan tentang keadaan seseorang. Hal itu tampak dalam penanda fatis yang terdapat pada tuturan D2, yaitu “apa kabar?”. Penanda tersebut dalam hal ini dapat dikatakan memiliki fungsi untuk menanyakan kabar seseorang ataupun keadaan seseorang.

Tuturan D3

Penutur : Sudah hadir di meja Mata Najwa, ayah almarhum Haringga, Bapak Siloam dan juga keluarga Rangga yang meninggal dalam insiden supporter 2012 silam, Iip Saripah, bunda almarhum Rangga, dan Cakra Wibawa, adik almarhum Rangga. Terima kasih sudah hadir di Mata Najwa. Boleh kita kasih tepuk tangan untuk para keluarga. Terima kasih banyak dan saya sebelumnya ingin menyampaikan belasungkawa yang paling dalam untuk Pak Siloam dan keluarga.

Mitra tutur : Iya, terima kasih.

Penutur : Kondisi bapak bagaimana, pak?

Mitra tutur : Sehat ya.

Penutur : Sehat?

Mitra tutur : Iya. Sehat. Kalau apa, kalau teringat anak gitu, nggak bisa saya...(kemudian menangis)

( Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 26 September 2018. Tuturan terjadi pada malam hari di studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung.

Penutur adalah seorang perempuan berusia 41 tahun yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah laki-laki yang merupakan orangtua dari korban yang meninggal karena ricuhnya supporter sepakbola.

Suasana pada saat tuturan yaitu penuh haru, karena ada air mata yang teringat kembali dengan anaknya yang meninggal.)

Tuturan D3 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh

Tuturan D3 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh