• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.5 Triangulasi Data

Penelitian “Fungsi Fatis dalam Komunikasi Antarpenutur pada Acara

“Mata Najwa” Stasiun Televisi Trans 7 Edisi September-Desember 2018”

menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data yang akan diperoleh dari hasil penelitian. Menurut Sugiyono (2013:330) triangulasi diartikan

sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

Peneliti membuat triangulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekan terhadap validitas dan kepercayaan hasil penemuan. Triangulasi yang dilakukan peneliti dibagi menjadi dua hal, yaitu triangulasi teori dan triangulasi logis.

Triagulasi teori digunakan untuk membandingkan beberapa teori dari beberapa ahli dengan tujuan melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing, untuk memperoleh data, peneliti terlebih dahulu mentranskrip isi video ke dalam bentuk tulisan dengan cara memutar video secara berulang-ulang. Hal ini dilakukan untuk memperoleh ketepatan data yang konsisten. Teknik keabsahan data yang kedua adalah triangulasi teori. Triangulasi logis dilakukan dengan cara melakukan bimbingan bersama dosen lain yang juga berkompeten dalam bidang penelitan pragmatik. Dalam penelitian ini, peneliti memerlukan seorang ahli yang memiliki pengalaman dibidang ini untuk mengecek keabsahan data. Dalam hal ini peneliti bekerja sama dengan Prof. Dr. Pranowo, M. Pd. sebagai trianggulator dalam penelitian ini.

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini mengenai hasil penelitian dan pembahasan mengkaji mengenai tiga hal, yakni (1) deskripsi data, (2) hasil analisis data, (3) pembahasan, dalam deskripsi data, peneliti memaparkan mengenai data hasil penelitian. Kemudian selanjutnya hasil analisis data berdasarkan sub kategorinya. Setelah membahas mengenai deskripsi data dan hasil analisis data, kemudian peneliti membahas mengenai pembahasan dari hasil analisis data. Ketiganya dipaparkan sebagai berikut :

4.1 Deskripsi Data

Data dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan cuplikan-cuplikan tuturan yang mengandung penanda fatis, fungsi fatis, dan konteks yang terdapat dalam tuturan antar penutur pada acara Mata Najwa Edisi September 2018-Desember 2018. Data yang didapatkan, diambil berdasarkan penanda fatis, fungsi fatis, dan konteks antar penutur dengan mitra tutur pada acara Mata Najwa.

Setelah memperoleh data yang cukup, data segera ditabulasikan untuk diidentifikasi tuturan, penanda fatis, fungsi fatis, dan konteksnya. Peneliti memperoleh data yang siap diolah dalam pembahasan sebanyak 48 data dari 51 data. Ada 3 data yang tidak valid dikarenakan tidak adanya penanda maupun fungsi fatis yang tepat untuk data tersebut. Dari 15 kategori fungsi fatis, peneliti hanya memperoleh 14 kategori, yaitu kefatisan berbahasa dengan fungsi sapaan, kefatisan berbahasa dengan fungsi kekecewaan, kefatisan berbahasa dengan

fungsi ucapan terima kasih, kefatisan berbahasa dengan fungsi bercanda, kefatisan berbahasa dengan fungsi pujian, kefatisan berbahasa dengan fungsi permohonan maaf, kefatisan berbahasa dengan fungsi penolakan, kefatisan berbahasa dengan fungsi ketidaksetujuan, kefatisan berbahasa dengan fungsi penghindaran, kefatisan berbahasa dengan fungsi pengucapan salam, kefatisan berbahasa dengan fungsi suruhan, kefatisan berbahasa dengan fungsi tawaran, kefatisan berbahasa dengan fungsi penolakan, dan kefatisan berbahasa dengan fungsi pengingatan.

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah tuturan fatis yang paling banyak dalam subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi penegasan, yaitu 6 tuturan.

Kemudian subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi pujian dan kefatisan berbahasa dengan fungsi pengucapan salam menempati posisi kedua yaitu sama-sama sebanyak 5 tuturan. Posisi ketiga ditempati oleh subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi salam dan kefatisan berbahasa dengan fungsi ketidaksetujuan yaitu 4 tuturan di setiap subkategori. Subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi kekecewaan, kefatisan berbahasa dengan fungsi bercanda, kefatisan berbahasa dengan fungsi suruhan, dan kefatisan berbahasa dengan fungsi pengingatan menempati posisi keempat dengan jumlah 3 tuturan di setiap subkategori, di posisi kelima terdapat subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi permohonan maaf, kefatisan berbahasa dengan fungsi penolakan, dan kefatisan berbahasa dengan fungsi penghindaran yaitu 2 tuturan di setiap subkategori, sedangkan untuk posisi terakhir terdapat subkategori kefatisan berbahasa dengan fungsi tawaran yaitu 1 tuturan. Selanjutnya peneliti akan

memaparkan data tuturan fatis dalam komunikasi antarpenutur pada acara “Mata Najwa” Edisi September-Desember 2018.

4.2 Analisis Data

Data yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, akan dibahas secara mendalam pada bagian ini. Data akan dipaparkan sesuai dengan urutan dan sistematika rumusan masalah yang telah ditentukan. Peneliti akan menjelaskan penanda fatis dan fungsi fatis. Data akan dijelaskan berdasarkan dengan fugsi fatis dengan 14 subkategori yang sesuai dengan data yang diperoleh, yaitu subkategori fungsi sapaan, fungsi kekecewaan, fungsi ucapan terima kasih, fungsi bercanda, fungsi pujian, fungsi permohonan maaf, fungsi penolakan, fungsi ketidaksetujuan, fungsi penghindaran, fungsi pengucapan salam, fungsi suruhan, fungsi penegasan, fungsi pengingatan, dan tidak melibatkan fungsi kesopanan. Berikut ini adalah penjelasan dari penelitian ini.

4.2.1 Penanda Fatis

(De Lima, 2002:375) “Evolusi pois dari preposisi ke penanda fatis membuat orang berpikir tentang asal usul penanda tersebut. Salah satunya adalah ini: jika, seperti yang tampaknya terjadi, penanda fatis adalah satuan dengan struktur fonologis teratur (dengan kemungkinan pengecualian bentuk hm dan serupa). Tetapi kata-kata lain yang mungkin memiliki penggunaan yang sangat dekat dengan penanda fatis, seperti Portugis ("benar") dan Am. Bahasa Inggris tentu, dapat juga dipandang sebagai output dari perubahan yang inputnya adalah kata keterangan, kata sifat, atau struktur yang lebih kompleks yang termasuk

kategori ini. Selain ini, kategori lain yang mungkin menjadi asal dari penanda fatis adalah kata ganti.

Berdasarkan pendapat ahli, peneliti dapat memberi kesimpulan mengenai penanda fatis. Penanda fatis merupakan indikator satuan kata yang merupakan kata keterangan, kata sifat, kata ganti ataupun struktur kata yang lebih kompleks untuk menandakan ada atau tidaknya tuturan fatis pada sebuah tuturan.

4.2.1.1 Penanda Fatis Sapaan

Penanda fatis sapaan berfungsi untuk menandakan tuturan yang memiliki makna menyapa dan memberi sapaan kepada seseorang. Seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menyampaikan tuturan tersebut.

Tuturan D1

Penutur : Pemirsa tragedi gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah membawa duka bagi kita semua. Ucapan bela sugkawa untuk seluruh korban jiwa dan keluarga yang kehilangan. Mata Najwa hari ini menghadirkan orang-orang yang melihat langsung bagaimana gempa dan tsunami melanda Palu. Untuk memetik pelajaran, apa yang harus kita lakukan saat terjadi bencana. Saya perkenalkan yang hadir malam ini, ada pramugari Garuda, Tria Utari yang sempat terjebak di dalam hotel saat gempa dan tsunami melanda Palu. Dan juga hadir pilot pesawat terakhir, lepas landas dengan selamat dari bandara Mutiara Palu saat gempa terjadi, Kapten Ricosetta Mafella.

Selamat malam mbak Tria, selamat malam Kapten.

Mitra tutur : Selamat malam

Penutur : Terima kasih banyak sudah hadir di Mata Najwa.

Mitra tutur : Iya terima kasih.

Penutur : Mbak Tria, kabarnya bagaimana mbak?

Mitra tutur : Alhamdullilah sudah baik. Sudah membaik daripada yang kemarin.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 3 Oktober 2018. Tuturan terjadi pada malam hari di studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung.

Penutur adalah seorang perempuan berusia 41 tahun yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah perempuan yang merupakan pramugari Garuda Indonesia Airlines. Suasana pada saat tuturan yakni penuh haru karena dalam kondisi berduka karena belum lama terjadi gempa dan tsunami.)

Kehidupan sehari-hari dan kehidupan bermasyarakat, sebagai makhluk sosial, manusia harus saling berkomunikasi untuk menciptakan hubungan yang baik dan menjaga sebuah hubungan hidup bermasyarakat. Maka dari itu, memberi kata sapaan sebagai bentuk interaksi dengan dunia luar sangat penting dilakukan.

Seperti “halo”, “hai”, “apa kabar?”, dan sebagainya sebagai bentuk awal sapaan kepada orang lain (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Tuturan D1 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh penutur dengan bentuk tuturan

“Kabarnya bagaimana mbak?”. Penutur adalah seorang perempuan yang berusia 41 tahun dan merupakan pembawa acara Mata Najwa dan mitra tutur adalah seorang perempuan yang merupakan pramugari Garuda Indonesia Airlines.

Penutur menyampaikan tuturan tersebut karena penutur ingin mengetahui keadaan dari mitra tutur. Suasana yang terjadi pada saat tuturan tersebut yaitu penuh haru karena dalam kondisi berduka karena beberapa waktu yang lalu terjadi gempa di Palu.

Tuturan D1 pada bagian yang bercetak tebal merupakan tuturan fatis yang secara spesifik adalah penanda fatis. Penanda fatis dalam tuturan D1 termasuk ke dalam penanda fatis sapaan karena dalam penanda tersebut menanyakan tentang keadaan seseorang. Hal itu tampak dalam penanda fatis yang terdapat pada tuturan

D1, yaitu “kabarnya bagaimana?”. Penanda tersebut dalam hal ini dapat dikatakan memiliki fungsi untuk menanyakan kabar seseorang ataupun keadaan seseorang.

Tuturan D2

Penutur : Iya. Insiden saat kejuaraan Asia Road Championship, memang telah membuat Muhammad Fadli kehilangan satu kakinya.

Namun, tidak dengan semangatnya. Fadli justru bangkit dengan mengantongi medali dari olahraga balap sepeda.

Penutur : Kita sambut, Muhammad Fadli. Fadli, apa kabar?

Mitra tutur : Luar biasa.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 17 Oktober 2018. Tuturan terjadi pada malam hari di studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung.

Penutur adalah seorang perempuan berusia 41 tahun yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah laki-laki yang merupakan atlet paracycle yang berlaga di Asian Para Games 2018. Suasana pada saat tuturan sangat santai dan menyenangkan.)

Tuturan D2 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh penutur dengan bentuk tuturan “Fadli, apa kabar?” Penutur adalah seorang perempuan yang berusia 41 tahun dan merupakan pembawa acara Mata Najwa dan mitra tutur adalah seorang laki-laki yang merupakan atlet paracycle yang berlaga di Asian Para Games 2018. Penutur menyampaikan tuturan tersebut karena penutur ingin mengetahui kabar dari mitra tutur setelah berhasil membawa medali untuk Indonesia. Suasana yang terjadi pada saat tuturan tersebut yaitu sangat santai, penuh sukacita, dan menyenangkan, karena atlet-atlet Indonesia yang berlaga di Asian Para Games 2018 berhasil membawa medali untuk Indonesia.

Manusia sebagai makhluk sosial hidup bersama dengan manusia lain.

Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa adanya manusia lain dihidupnya. Maka dari itu, memberi kata sapaan sebagai bentuk interaksi dengan dunia luar sangat penting dilakukan. Seperti “halo”, “hai”, “apa kabar?”, dan sebagainya sebagai bentuk awal sapaan kepada orang lain (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187).

Tuturan D2 pada bagian yang bercetak tebal merupakan tuturan fatis yang secara spesifik adalah penanda fatis. Penanda fatis dalam tuturan D2 termasuk ke dalam penanda fatis sapaan karena dalam penanda tersebut menanyakan tentang keadaan seseorang. Hal itu tampak dalam penanda fatis yang terdapat pada tuturan D2, yaitu “apa kabar?”. Penanda tersebut dalam hal ini dapat dikatakan memiliki fungsi untuk menanyakan kabar seseorang ataupun keadaan seseorang.

Tuturan D3

Penutur : Sudah hadir di meja Mata Najwa, ayah almarhum Haringga, Bapak Siloam dan juga keluarga Rangga yang meninggal dalam insiden supporter 2012 silam, Iip Saripah, bunda almarhum Rangga, dan Cakra Wibawa, adik almarhum Rangga. Terima kasih sudah hadir di Mata Najwa. Boleh kita kasih tepuk tangan untuk para keluarga. Terima kasih banyak dan saya sebelumnya ingin menyampaikan belasungkawa yang paling dalam untuk Pak Siloam dan keluarga.

Mitra tutur : Iya, terima kasih.

Penutur : Kondisi bapak bagaimana, pak?

Mitra tutur : Sehat ya.

Penutur : Sehat?

Mitra tutur : Iya. Sehat. Kalau apa, kalau teringat anak gitu, nggak bisa saya...(kemudian menangis)

( Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 26 September 2018. Tuturan terjadi pada malam hari di studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung.

Penutur adalah seorang perempuan berusia 41 tahun yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah laki-laki yang merupakan orangtua dari korban yang meninggal karena ricuhnya supporter sepakbola.

Suasana pada saat tuturan yaitu penuh haru, karena ada air mata yang teringat kembali dengan anaknya yang meninggal.)

Tuturan D3 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh penutur dengan bentuk tuturan “Kondisi bapak bagaimana, pak?” dan

“Sehat?“ Penutur adalah seorang perempuan yang berusia 41 tahun dan merupakan pembawa acara Mata Najwa. Sementara mitra tutur adalah seorang laki-laki yang merupakan orangtua dari korban yang meninggal karena ricuhnya supporter sepakbola.. Penutur menyampaikan tuturan tersebut karena penutur ingin mengetahui kabar dari mitra tutur setelah beberapa minggu anak dari mitra tutur meninggal karena ricuhnya antar supporter sepakbola. Suasana yang terjadi pada saat tuturan tersebut yaitu penuh haru, karena ada air mata yang menetes mengingatkan kembali dengan anaknya yang meninggal.

“Halo”, “hai”, “apa kabar?”, dan sebagainya sebagai bentuk awal sapaan kepada orang lain (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Tuturan D3 pada bagian yang bercetak tebal merupakan tuturan fatis yang secara spesifik adalah penanda fatis. Penanda fatis dalam tuturan D3 termasuk ke dalam penanda fatis sapaan karena dalam penanda tersebut menanyakan tentang keadaan seseorang. Hal itu tampak dalam penanda fatis yang terdapat pada tuturan D3, yaitu “Kondisi bapak bagaimana, pak?” dan “Sehat?“. Penanda fatis yang pertama penutur ingin mengetahui keadaan mitra tutur setelah beberapa minggu ditinggalkan oleh anaknya yang meninggal akibat ricuhnya supporter sepakbola. Di penanda fatis

yang kedua, penutur ingin lebih memastikan keadaan mitra tutur. Maka dari itu, penutur bertanya kembali mengenai keadaan mitra tutur. Penanda tersebut dalam hal ini dapat dikatakan memiliki fungsi untuk menanyakan kabar seseorang ataupun keadaan seseorang.

Tuturan D4

Penutur : Iya, itu tadi cuplikan informasi apa yang terjadi enam tahun yang lalu. Tepatnya 27 Mei 2012, ada keluarga almarhum Rangga, hadir di Mata Najwa malam ini, bersama dengan keluarga dari ayah dari almarhum Haringga. Dua-duanya korban yang terjadi betul-betul disesali banyak orang, kenapa harus terus berjatuhan.

Penutur : Ibu, saya ingin ke ibu. Sebetulnya mengundang ingin mengetahui kabar ibu. Setelah enam tahun berlalu, mungkin kalau mendengar ada kasus kejadian seperti Rangga, ibu akan teringat.

Mitra tutur : Iya.

Penutur : Ibu, kondisinya bagaimana?

Mitra tutur : Alhamdullilah sehat.

Penutur : Sehat?

Mitra tutur : Sehat.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 26 September 2018. Tuturan terjadi pada malam hari di studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung.

Penutur adalah seorang perempuan berusia 41 tahun yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah perempuan yang merupakan orangtua dari korban yang meninggal akibat insiden ricuhnya supporter sepakbola tahun 2012 silam . Suasana pada saat tuturan yaitu penuh haru, karena ada air mata yang teringat kembali dengan anaknya yang meninggal.)

Tuturan D4 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh penutur dengan bentuk tuturan “Kondisinya bagaimana?” dan “Sehat?“.

Penutur adalah seorang perempuan yang berusia 41 tahun dan merupakan

pembawa acara Mata Najwa. Sementara mitra tutur adalah seorang perempuan yang merupakan orangtua dari korban yang meninggal akibat insiden ricuhnya supporter sepakbola tahun 2012 silam. Suasana pada saat tuturan yaitu penuh haru, karena ada air mata yang teringat kembali dengan anaknya yang meninggal.

Tuturan D4 pada bagian yang bercetak tebal merupakan tuturan fatis yang secara spesifik adalah penanda fatis. Seperti “halo”, “hai”, “apa kabar?”, dan sebagainya sebagai bentuk awal sapaan kepada orang lain (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Penanda fatis dalam tuturan D4 termasuk ke dalam penanda fatis sapaan karena dalam penanda tersebut menanyakan tentang keadaan seseorang. Hal itu tampak dalam penanda fatis yang terdapat pada tuturan D4, yaitu “Ibu, kondisinya bagaimana?” dan “Sehat?“. Pada penanda fatis yang pertama penutur ingin mengetahui keadaan mitra tutur setelah beberapa minggu ditinggalkan oleh anaknya yang meninggal akibat ricuhnya supporter sepakbola.

Di penanda fatis yang kedua, penutur ingin lebih memastikan keadaan mitra tutur.

Maka dari itu, penutur bertanya kembali mengenai keadaan mitra tutur. Penanda tersebut dalam hal ini dapat dikatakan memiliki fungsi untuk menanyakan kabar seseorang ataupun keadaan seseorang.

4.2.1.2 Penanda Fatis Kekecewaan

Setiap manusia, pasti pernah mengalami rasa kecewa. Ada yang bisa menutupi rasa kecewanya dan ada yang tidak bisa menutupi rasa kecewa tersebut.

Seseorang yang mengalami kekecewaan yang besar dan mendalam cenderung tidak bisa menutupi rasa kecewanya, untuk mengungkapkannya tidak lagi melalui tuturan, melainkan tindakan. Sementara, ada orang yang bisa menutup rasa

kecewanya agar tetap dapat berinteraksi dengan masyarakat. Orang tersebut menggunakan tuturan yang sopan agar penutur bisa menutupi rasa kekecewaannya.

Tuturan N1

Penutur : Gugatannya dikabulkan, lega, bahagia hidup di negeri khatulistiwa ya mbak?

Mitra tutur : Gini mbak, kalau saya dari awal konsisten teguh bahwa Yudisial PKPU 20 itu tidak karena senang pada perilaku korupsi. Tapi semata-mata menjadi warga negara yang baik, tunduk, dan taat pada konstitusi. Itu saya letakkan benar. Saya nggak mau hanya karena manggungnya nanti dibenci orang karena sebagai mantan napi korupsi. Lalu kemudian saya mau jadi penjahat konstitusi. Saya satu diantara yang tidak mau muncul. Karena bagi saya, saya salah satu diantara yang muncul dan tidak mau muncul dari kebanyakan. Memang beban moral ditunjuk-tunjuk sebagai koruptor itu bebannya luar biasa.

Dari sejak menjalani sampai dengan pulang, juga masih.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 18 September 2018. Tuturan disampaikan pada malam hari di studio Trans 7 pada saat acara Mata Najwa berlangsung. Dalam tuturan tersebut terdapat penutur dan mitra tutur yang terlibat. Penutur adalah perempuan yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah perempuan yang merupakan mantan napi korupsi dan penggugat peraturan KPU ke Mahkamah Agung. Suasana tuturan tersebut serius karena mitra tutur ingin menyampaikan kekecewaan kepada orang-orang karena ditunjuk-tunjuk sebagai mantan napi korupsi.)

Tuturan N1 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh mitra tutur dengan bentuk tuturan “Memang beban moral ditunjuk-tunjuk sebagai koruptor itu bebannya luar biasa.” Penutur adalah seorang perempuan yang merupakan pembawa acara Mata Najwa. Sementara mitra tutur adalah seorang perempuan yang merupakan mantan napi korupsi dan penggugat peraturan KPU ke Mahkamah Agung. Mitra tutur menyampaikan tuturan tersebut

karena ingin menyampaikan rasa kecewanya kepada orang-orang yang telah memberi label dengan sebutan koruptor kepada dirinya. Suasana yang terjadi pada saat tuturan yaitu santai namun cenderung ke serius karena mitra tutur ingin menunjukkan rasa kecewanya.

Setiap manusia, pasti pernah mengalami rasa kecewa. Ada yang bisa menutupi rasa kecewanya dan ada yang tidak bisa menutupi rasa kecewa tersebut.

Orang tersebut menggunakan tuturan yang sopan agar penutur bisa menutupi rasa kekecewaannya, seperti “iya, tidak apa-apa.”, “Oh. Oke.”, “ya sudah”, dan sebagainya sebagai bentuk tuturan untuk menutupi rasa kecewanya (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Tuturan N1 pada bagian yang bercetak tebal merupakan tuturan fatis yang secara spesifik adalah penanda fatis. Penanda fatis dalam tuturan N1 termasuk ke dalam penanda fatis kekecewaan karena dalam penanda tersebut ada ungkapan kekecewaan yang ditujukan untuk suatu pihak. Hal itu tampak dalam penanda fatis yang terdapat pada tuturan N1, yaitu “Memang beban moral ditunjuk-tunjuk sebagai koruptor itu bebannya luar biasa.” Penanda fatis yang dituturkan oleh mitra tutur tersebut ingin disampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberi label kepada dirinya sengan sebutan koruptor. Penanda tersebut dalam hal ini masuk ke dalam penanda fatis dengan kekecewaan.

Tuturan N2

Penutur : Dia ikut sama Ibu?

Mitra tutur : Dia ikut sama saya dan dari pihak kepolisian tidak mengijinkan saya kalau untuk mengantar anak saya untuk saya titipkan.

Penutur : Jadi, saat pertama diperiksa, ibu sudah langsung ditahan?

Mitra tutur : Bukan pertama diperiksa. Itu sudah beberapa kali pemeriksaan.

Pemanggilan terakhir hari Jumat waktu itu inget. Senin saya datang untuk pemanggilan terakhir itu. Begitu saya datang dengan anak saya yang paling kecil, saya langsung ditahan, saya tidak bisa. Kalau saya ingat itu,...

Penutur : Sakit ya bu?

Mitra tutur : Luar biasa sakitnya. Tapi tetep harus kuat di depan anak-anak.

Mereka tidak boleh lihat saya menangis.

(Konteks : Tuturan disampaikan pada Rabu, 21 November 2018. Tuturan disampaikan pada malam hari saat acara Mata Najwa berlangsung, dalam tuturan tersebut, ada penutur dan mitra tutur yang terlibat. Penutur adalah perempuan yang merupakan pembawa acara Mata Najwa, sedangkan mitra tutur adalah perempuan yang merupakan korban kasus UU ITE. Suasana saat terjadi tuturan adalah sedih dan pilu.)

Seseorang yang mengalami kekecewaan yang besar dan mendalam cenderung tidak bisa menutupi rasa kecewanya, untuk mengungkapkannya tidak lagi melalui tuturan, melainkan tindakan. Sementara, ada orang yang bisa menutup rasa kecewanya agar tetap dapat berinteraksi dengan masyarakat. Orang tersebut menggunakan tuturan yang sopan agar penutur bisa menutupi rasa kekecewaannya, seperti “iya, tidak apa-apa.”, “Oh. Oke.”, “ya sudah”, dan sebagainya sebagai bentuk tuturan untuk menutupi rasa kecewanya (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Tuturan N2 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh mitra tutur dengan bentuk tuturan “Luar biasa sakitnya”.

Seseorang yang mengalami kekecewaan yang besar dan mendalam cenderung tidak bisa menutupi rasa kecewanya, untuk mengungkapkannya tidak lagi melalui tuturan, melainkan tindakan. Sementara, ada orang yang bisa menutup rasa kecewanya agar tetap dapat berinteraksi dengan masyarakat. Orang tersebut menggunakan tuturan yang sopan agar penutur bisa menutupi rasa kekecewaannya, seperti “iya, tidak apa-apa.”, “Oh. Oke.”, “ya sudah”, dan sebagainya sebagai bentuk tuturan untuk menutupi rasa kecewanya (Rahardi dan Setyaningsih, 2017:187). Tuturan N2 merupakan tuturan dengan penanda fatis yang diucapkan oleh mitra tutur dengan bentuk tuturan “Luar biasa sakitnya”.