• Tidak ada hasil yang ditemukan

MDS Ekologi

IV. PROFIL KAWASAN PENELITIAN

4.1. Letak Kawasan dan Aksesibilitas

4.2.5. Kesuburan Tanah

Pembahasan kesuburan tanah didasarkan pada laporan pemetaan dan kesuburan tanah yang dilakukan oleh Wentholt (1939), Schroo (1961) dan Schroo (1963). Laporan tersebut memperlihatkan bahwa hampir semua SPT memiliki sifat kimia yang relatif sama kecuali SPT 8, SPT 9 dan SPT 10. Sebaliknya, terdapat perbedaan yang menyolok pada sifat fisika tanah terutama keadaan drainase permukaan dan drainase internal yang jelek serta kadar liat yang tinggi dan adanya lapisan liat yang kompak di dalam penampang tanah. Drainase permukaannya jelek karena peresapan atau perembesan air kedalam tanah berlangsung lambat. Drainase internal dikatakan jelek karena air tanahnya dangkal sehingga tanahnya basah dan jenuh air. Keadaan ini berbeda dengan daerah-daerah yang letaknya lebih tinggi atau daerah-daerah lereng dan bergelombang.Tekstur tanah dan beberapa sifat kimia tanah penting, yaitu reaksi tanah, kadar kation-kation tersedia, kadar fosfat dan kalium tersedia, kadar fosfat dan kalium total, serta kandungan karbon organik tanah adalah sebagai berikut :

Tekstur Tanah

Pada umumnya tanah bertekstur berat, yaitu berkisar dari lempung liat berdebu hingga liat berdebu. Kadar liat yang tinggi dapat menyebabkan akar tanaman sulit berkembang. Selain itu, berdampak pula terhadap rendahnya kapasitas infiltrasi (perembesan) tanah sehingga menyebabkan penggenangan air di permukaan tanah terutama di musim penghujanan. Hal ini sudah barang tentu akan mengganggu pertumbuhan tanaman.

Untuk tujuan penanaman kakao, maka drainase permukaan maupun drainase internal sangat perlu diperhatikan, jika ingin memperoleh pertumbuhan dan produksi kakao yang baik. Dalam rangka menanggulangi drainase yang jelek, perlu dibuatkan selokan-selokan drainase berukuran kecil hingga sedang serta cukup dalam agar kelebihan air dapat dikeluarkan, sehingga tanahnya selalu dalam keadaan kering (lembab) dan tidak jenuh air. Selain itu, agar pertumbuhan akar tanaman kakao tidak terhalang oleh lapisan liat yang kompak, maka perlu digali lubang tanaman yang cukup besar dan dalam.

Reaksi Tanah

Pada umumnya tanah bereaksi alkali hingga sangat alkali dengan kisaran pH rata-rata 7,0 – 7,8. Semakin dalam tanahnya semakin tinggi reaksi tanah, bahkan tidak jarang mencapai pH=8,0 atau lebih. Tingginya pH tanah ini disebabkan karena

tingginya kadar kalsium tanah (kapur) yang terbawa bersama bahan endapan sungai yang berasal dari pegunungan dan perbukitan kapur di sekitarnya. Reaksi Tanah demikian menyebabkan sebagian besar unsur-unsur hara makro (N, P, K) dan mikro (Fe, Zn, Mn, B, Cu) berada dalam keadaan tidak tersedia bagi tanaman. Apabila reaksi tanah mencapai pH=8,0 atau lebih akan menyebabkan tanaman sulit menyerap fosfat dan unsur-unsur mikro.

Pada saat penelitian dijumpai pertanaman kacang tanah milik masyarakat di kampung Pobaim yang menunjukkan gejala kekuningan pada daun-daun muda. Gejala kekuningan ini diduga kuat karena kahat akan beberapa unsur mikro. Gejala klorosis ini diistilahkan sebagai “klorosis terimbaskan kapur” (lime induced-chlorosis), suatu gejala kekahatan hara yang biasanya muncul di tanah-tanah berkapur.

Kation-Kation Tersedia

Kation tersedia yang diukur adalah kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan kalium (K). Kadar Ca dan Mg tersedia pada umumnya sedang hingga sangat tinggi. Hal ini mengisyaratkan bahwa kebutuhan tanaman akan Ca dan Mg cukup memadai sehingga tidak perlu diberi pupuk dengan kedua unsur tersebut. Pada kadar Ca yang sangat tinggi seperti dijumpai di beberapa tempat justru mengganggu pertumbuhan tanaman. Sebaliknya K tersedia tergolong rendah hingga sangat rendah sehingga pemupukan K sangat diperlukan agar mendapatkan produksi tanaman yang baik. Dalam hal tanaman tahunan seperti kakao, maka pemupukan kalium setidaknya dilakukan setiap tahun. Hasil analisis mineral tanah juga mencerminkan rendahnya kadar K tanah. Mineral tanah penyumbang kalium dari jenis kalium-veldspat yang telah hancur menunjukkan status kalium tanah yang jelek.

Fosfor Tanah

Kadar fosfat tersedia tergolong agak tinggi hingga sangat tinggi. Hampir semua contoh tanah menunjukkan adanya mineral primer apatit penyumbang fosfat yang tergolong sporadis (<1%) hingga beberapa persen saja. Pengalaman-pengalaman sebelumnya membuktikan bahwa walaupun jumlahnya sangat sedikit atau sporadis (<1%), nilai fosfat tersedia biasanya tinggi. Dengan demikian unsur hara fosfor dianggap cukup bagi kebutuhan tanaman, sehingga pemupukan P tidak diperlukan selama beberapa waktu tanam.

Fosfat dan Kalium Total

Kadar fosfat dan kalium total mencerminkan cadangan hara tersebut dalam tanah. Pada umumnya kadar fosfat total berkisar dari sedang hingga tinggi sehingga

tidak mengkhawatirkan. Tampaknya kandungan fosfat total dan fosfat tersedia berkorelasi positif sehingga memperkuat dugaan bahwa kadar fosfat cukup bagi kebutuhan tanaman.

Kadar kalium total berkisar dari agak rendah hingga sedang. Ini berarti bahwa cadangan kalium tanah tidak memadai bagi suatu usaha pertanian, sehingga diperlukan pemupukan untuk mempertahankan kadar kalium tanah.

Bahan Organik Tanah

Kadar karbon (C) organik tanah mencerminkan kadar bahan organik tanah. Bahan organik sangat penting karena berpengaruh terhadap perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Bahan organik membantu granulasi dan penstabilan agregat tanah sehingga memperbaiki retensi air tanah, meningkatkan laju infiltrasi dan kapasitas memegang air. Selain itu, bahan organik meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), yang berarti pula meningkatkan kemampuan menjerap kation unsur hara makro dan mikro sebagai sumber hara. Tidak kalah pentingnnya adalah dengan adanya bahan organik akan sangat berdaya terhadap biologi tanah.

  Pada umumnya kadar C organik tanah tergolong rendah. Hal ini mengisyaratkan bahwa peningkatan dan perlindungan bahan organik tanah sangat penting dilakukan. Penanggulangan kekurangan bahan organik dapat dilakukan dengan pemberian pupuk kandang, kompos, dan menanam penutup tanah (seperti

Pueraria javanica atau Calopogonium mucunoides) terutama pada pertanaman kakao.

4.2.6. Hidrologi

Sumber air di wilayah Kabupaten Jayapura dapat dijumpai dengan adanya sungai, danau, air, hujan, dan mata air.

a. Sungai

Wilayah penelitian dilalui oleh sungai dan anak sungai yang bermuara ke Danau Sentani dan Samudra Pasifik. Sungai-sungai yang berpengaruh dominan terhadap pasokan air Danau Sentani adalah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Cycloop di utara danau, yaitu Sungai Haway, Hobai, Younolo, Klandeli, dan Dofroko. Di bagian barat adalah Sungai Dombule dan Boroway, dibagian selatan adalah Sungai Tenak Sawe dan Ayape sedangkan sungai yang langsung bermuara ke Samudra Pasifik ialah Sungai Sapari, Susupne, Amu, dan Doreri. Sungai-sungai tersebut merupakan salah satu sumber kehidupan serta sebagai sarana perhubungan, mata pencaharian masyarakat, potensi pariwisata, dan potensi energi listrik.

b. Danau

Danau terbesar di Papua adalah Danau Sentani yang berada di distrik Sentani, Sentani Timur, Waibu, dan Ebungfauw Kabupaten Jayapura. Outflow Danau Sentani melalui Sungai Jaifuri yang berada disebelah selatan danau, aliran bawah tanah, serta melalui rekahan-rekahan batu kapur yang banyak terdapat di sebelah timur Danau Sentani menuju Sungai Tami yang selanjutnya bermuara ke Teluk Seko di Lautan Pasifik. Air danau juga dimanfaatkan sebagai sumber air bersih oleh masyarakat yang bermukim di tepi danau.

c. Air Hujan

Kondisi iklim di Jayapura tergolong dalam iklim basah dengan curah hujan yang cukup tinggi. Jumlah curah hujan dari Stasiun Klimatologi Genyem adalah 2880mm/thn, dengan jumlah hari hujan dalam tahun 2006 adalah 219 hari. Curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Februari, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.

Gambar 16. Curah hujan (mm) tahun 2004 – 2006 Stasiun Klimatologi Genyem

Jumlah curah hujan di Kabupaten Jayapura menurut Stasiun Meteorologi Klas III Sentani adalah 2426 mm/tahun, dengan jumlah hari hujan 191 hari, seperti terlihat pada Gambar 17. dan 18. Wilayah Ibukota Kabupaten Jayapura yang mengandalkan air hujan sebagai sumber air bersih adalah Distrik Kemtuk (Kampung Sama, Mamei, Nambon, Mamda, Mamdayawan, dan Kwansu).

Gambar 18. Curah hujan (mm) tahun 2004 – 2006 Stasiun Meteorologi Klas III Sentani

Gambar 19. Data hari hujan tahun 2004 – 2006 Stasiun Meteorologi Klas III Sentani

d. Mata Air

Mata air banyak dijumpai di sepanjang lereng perbukitan yang umumnya keluar dari akar-akar pohon. Mata air juga digunakan sebagai sumber air minum bagi masyarakat Kabupaten Jayapura, yaitu Desa Maribu, Dosay, Kampung Harapan, Kamp Wolker, Tablanusu, dan Yongsu.

Berdasarkan peta Daerah Aliran Sungai (DAS) yang kemudian dikonversi dalam bentuk Tabel 14 daerah Agropolitan terdiri atas 3 (tiga) buah Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu: Sub DAS Grime, Sermo dan Sentani. DAS Grime terdapat pada keempat distrik tersebut dengan total luas 58.917 ha (69,27% dan merupakan DAS terluas di

daerah tersebut, diikuti Sub DAS Sentani dengan luas 14.733 ha (17,32%) yang terdapat hanya di distrik Kemtuk, sedangkan sub DAS terkecil adalah Sub DAS Sermo dengan luas 11.408 ha (13,41%) yang menyebar pada distrik-distrik Nimboran, Nimbokrang dan Kemtuk Gresi.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan (2002), luas sub DAS Grime secara keseluruhan mencapai 132.205 ha, Sub-DAS Sermo 200.633 ha dan sub DAS Sentani 110.529 ha. Bila dibandingkan antara luas masing-masing sub DAS tersebut pada kawasan agropolitan dengan luas keseluruhan masing-masing Sub DAS, maka persentasenya pada kawasan agropolitan untuk Sub DAS Grime 44,56%, Sub DAS Sermoai 5,69% dan Sub DAS Sentani 13,33%. Adanya persentase seperti itu, maka pembukaan hutan yang berkaitan dengan Sub DAS Grime di kawasan agropolitan akan sangat mempengaruhi sistem hidrologi DAS Grime. Sungai-sungai utama tersebut pada umumnya membentuk tepi sungai yang terjal dan dalam.

Keadaan penutupan tanah pada pinggiran sungai pada umumnya baik dengan jenis tumbuh-tumbuhannya seperti rumput-rumputan seperti alang-alang (Imperata

cylindrica), Solanum torvum, Cyperus rotundus, Andropogon aciculatus, Desmodium

gangeticum. Paspalum conjugatum, Sida acuta, Cyperus kyllinga, Themeda arguens,

jenis-jenis semak seperti Morinda citrifolia, Piper aduncum, Piper sp, Ficus grandis, jenis pohon hutan lainnya seperti, Pterocarpus indicus, Schyzostachyum brachycladum dan sagu (Metroxylon sagu).

Sungai Grime berada di sebelah barat Danau Sentani mengalir ke arah barat dan bermuara di Teluk Walkenaer (Laut Pasifik). Percabangan sungai dari Sungai Grime ini mengalir dari arah selatan dan berhulu di daerah Pegunungan Nimboran. Tabel 15. Sebaran luas Sub DAS dalam kawasan agropolitan

No. Distrik Sub DAS Luas (ha)

1. Nimbokrang Grime 15 028 Sermo 29 Sub Total 15 057 2. Nimboran Grime 13 801 Sermo 10 677 Sub Total 24 478 3. Kemtuk Sentani 5 442 Grime 14 733 Sub Total 20 175

4. Kemtuk Gresi Grime 24.646

Sermo 702

Sub Total 25 348

Tabel 16. Debit air sungai-sungai besar di dalam kawasan pengembangan agropolitan No. Distrik Nama Sungai Debit (m3/dt)

1 Nimbokrang Aso 1,32 2. Nimboran Nembu 3,83 3. Nimboran Swab 1,22 4. Nimboran Kedun 2,80 5. Nimboran Obu 2,10 6. Nimboran Grime 387,70

Sumber : Fakulatas Kehutanan Universitas Negeri Manokwari

Di samping badan air alami tersebut, di dalam kawasan agropolitan telah dibangun saluran irigasi sebanyak dua buah. Saluran Iriagasi pertama berlokasi di Nimbokrang memanfaatkan sumber air Sungai Aso. Saluran irigasi ini sudah tidak berfungsi lagi. Saluran Irigasi kedua berlokasi di Distrik Nimboran, dengan sumber air Sungai Nembu Saluran ini melintasi tiga sungai, yaitu Sungai Swab, Sungai Kedun dan Sungai Oku. Talang saluran primer yang melintasi Sungai Kedun dan Oku sudah tidak berfungsi. Debit air pada saluran primer sebesar 5,14 m3/detik yang mengairi sawah masyarakat pada pemukiman lokal, sedangkan saluran primer yang menuju ke sawah masyarakat transmigran sudah tidak berfungsi lagi.