• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Komoditas Unggulan Peternakan di Kabupaten Jayapura

MDS Ekologi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penentuan Komoditas Unggulan Peternakan di Kabupaten Jayapura

Dari hasil perhitungan MPE diketahui komoditas unggulan agribisnis peternakan Kabupaten Jayapura yang menjadi peringkat pertama adalah sapi potong dengan skor nilai 11,36; kedua ternak babi dengan skor nilai 11,24; ketiga ternak ayam buras dengan skor nilai 11,20; ayam ras pedaging dengan skor nilai 11,17; kelima ayam ras petelur dengan skor nilai 11,13 dan keenam adalah kambing dan itik yang memiliki skor nilai sama yaitu 11,10. Peringkat di

atas menunjukkan komoditas unggulan yang mempunyai prospek terbesar untuk dikembangkan dan potensial menghasilkan pendapatan bagi masyarakat peternak di Kabupaten Jayapura.

Tabel 31. Hasil perhitungan penentuan komoditas unggulan agribisnis peternakan Kabupaten Jayapura dengan metode perbandingan eksponensial (MPE).

Komoditi

Nilai Kriteria Faktor-Faktor Strategis Skor dan Peringkat a b c d e f g h i j (1) 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 11,36 I (2) 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 11,24 II (3) 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 11,10 VI (4) 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 11,20 III (5) 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 11,17 IV (6) 3 3 3 3 2 4 3 2 3 3 11,13 V (7) 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 11,10 VI Bobot Kriteria 0.12 0.09 0.10 0.11 0.09 0.09 0.10 0.08 0.12 0.11 Keterangan : (1) = Sapi potong (2) = Babi (3) = Kambing (4) = Ayam Buras (5) = Ayam Ras Pedaging (6) = Ayam Ras Petelur (7) = Itik

Pemeliharaan ternak sapi sebagai ternak dengan peringkat tertinggi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem usaha tani. Selama ini, ternak sapi merupakan sumber pendapatan bagi petani sekaligus sebagai tabungan yang dapat digunakan jika diperlukan. Dalam rangka mewujudkan swasembada daging di Kabupaten Jayapura, usaha peternakan sapi potong lebih dominan dilakukan dan mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah.

Komoditas kedua adalah ternak babi. Ternak babi merupakan salah satu ternak yang menguntungkan dikarenakan (1) induk babi melahirkan anak yang banyak, yakni berkisar antara 7 – 14 ekor pada setiap kelahiran, (2) pertumbuhannya sangat cepat, (3) merupakan ternak yang paling efisien dalam pengolahan makanan menjadi daging. Pemeliharaan ternak babi sudah merupakan tradisi masyarakat papua pada umumnya dengan cara pemeliharaan yang masih tradisional dan menggunakan babi lokal. Untuk mendapatkan bibit yang unggul (babi ras) masih sulit karena harus didatangkan dari luar daerah seperti dari daerah Batam dan Manado.

Komoditas unggulan ketiga adalah ternak ayarn buras. Usaha ayam buras yang dilakukan masih bersifat sambilan untuk menambah penghasilan keluarga. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan bibit ayam buras dalam jumlah yang besar dan pemeliharaan yang masih dilakukan secara ekstensif. Meskipun demikian ternak ayam buras tetap mempunyai peluang yang besar untuk diusahakan mengingat permintaan pasar yang tinggi karena sebagian masyarakat menganggap daging dan telur ayam buras lebih enak. Di samping itu Pemeliharaan ayam buras tidak membutuhkan manajemen dan keterampilan khusus serta modal yang besar.

Komoditas keempat adalah ayam ras pedaging. Pemeliharaan ayam ras pedaging di Kabupaten Jayapura dimaksudkan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging asal ternak. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan ayam ras pedaging relatif singkat dan juga dapat dilakukan dengan populasi yang kecil serta perputaran modal lebih cepat.

Komoditas kelima adalah ternak ayam ras petelur. Pemeliharaan ayam ras petelur lebih membutuhkan manajemen dan ketrampilan khusus. Disamping itu, pemeliharaan ayam petelur membutuhkan modal yang lebih besar dan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan hasil. Meskipun masih kurang populer, ayam ras petelur mempunyai peluang yang besar untuk diusahakan mengingat tingginya permintaan pasar.

Komoditas keenam adalah ternak kambing dan itik karena kedua komoditi ini mendapat skor nilai yang sama. Ada beberapa alasan yang membuat kambing dan itik masih sedikit dibudidayakan, yaitu sulitnya mendapatkan bibit unggul dan ditinjau dari segi pemasaran daging ternak itik belum banyak disukai oleh konsumen, di lain pihak ternak kambing pemasaran masih bersifat musiman.

Kriteria faktor-faktor yang berpengaruh dan bobot penilaian dalam pengembangan peternakan

Berdasarkan hasil kajian pustaka dalam pengembangan komoditas agribisnis peternakan serta pendapat dari responden, teridentifikasi 10 kriteria faktor-faktor strategis yang berpengaruh. Kriteria tersebut yaitu : (a) potensi pasar, (b) SDM peternak, (c) kondisi sosial budaya, (d) jumlah/populasi ternak, (e) ketersediaan modal, (f) sarana dan prasarana transportasi pendukung, (g) ketersediaan sarana produksi, (h) penggunaan teknologi, (i) kebijakan pemerintah, (j) ketersediaan lahan.

Untuk mengetahui tingkat kepentingan kriteria faktor-faktor strategis yang berpengaruh tersebut, dilakukan pembobotan dengan menggunakan metode

paired comparison. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Nilai rata-rata tujuh responden perhitungan bobot kriteria agribisnis komoditas unggulan peternakan Kabupaten Jayapura.

Kriteria

Bobot kriteria 7 (tujuh) responden

Jumlah Bobot kriteria akhir R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 A 0,111 0,100 0,144 0,089 0,122 0,133 0,133 0,832 0,119 B 0,078 0,022 0,133 0,100 0,144 0,067 0,078 0,622 0,089 C 0,111 0,089 0,089 0,122 0,089 0,100 0,089 0,689 0,098 D 0,167 0,056 0,133 0,089 0,111 0,111 0,100 0,767 0,110 E 0,100 0,111 0,033 0,089 0,056 0,111 0,111 0,611 0,087 F 0,100 0,011 0,133 0,078 0,133 0,089 0,056 0,600 0,086 G 0,056 0,167 0,089 0,078 0,089 0,111 0,100 0,690 0,099 H 0,044 0,167 0,056 0,144 0,056 0,033 0,078 0,578 0,083 I 0,189 0,122 0,078 0,111 0,078 0,111 0,156 0,845 0,121 J 0,044 0,156 0,111 0,100 0,122 0,133 0,100 0,766 0,109 Jumlah 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 7,000 1,00

Keterangan :

a. = Potensi Pasar b. = SDM Peternak c. = Kondisi Sosial Budaya d. = Jumlah/Populasi Ternak e. = Ketersediaan Modal

f. = Sarana dan Prasarana Transportasi Pendukung g. = Ketersediaan Sarana Produksi

h. = Penggunaan Teknologi i. = Kebijakan Pemerintah j. = Ketersediaan Lahan

 

Dari Tabel 32 diketahui bahwa dari 10 kriteria faktor-faktor strategis, terdapat faktor-faktor strategis yang sangat berpengaruh dalam pengembangan peternakan di Kabupaten Jayapura yaitu kebijakan pemerintah, potensi pasar, jumlah/populasi ternak, ketersediaan lahan dan ketersediaan sarana produksi.

Kebijakan pemerintah adalah faktor yang paling penting dengan nilai bobot 0,121. Pengembangan Agribisnis komoditas unggulan peternakan membutuhkan kebijakan khusus pemerintah, karena hampir semua faktor dalam sistem pengembangan usaha mikro hanya dapat berfungsi dengan baik apabila pemerintah (pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, Pemerintah Provinsi Papua, dan pemerintah pusat) memainkan peran yang selayaknya. Oleh karena itu penting bagi Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk melakukan studi yang mendalam untuk menetapkan arah, tujuan, strategi dari kebijakan pengembangan usaha mikro di Kabupaten Jayapura. Kebijakan itu harus tercermin dalam anggaran yang memadai dan dilaksanakan oleh mereka yang berintegritas tinggi, profesional, dan memahami dengan baik kebutuhan pasar serta perilaku sosial-ekonomi para pelaku ekonomi mikro dalam berproduksi.

Sebagai bagian dari kebijakan tersebut, pemerintah perlu melakukan intervensi-intervensi tertentu. Intervensi diartikan sebagai suatu tindakan terprogram dan terukur yang dilaksanakan secara sengaja oleh pemerintah kabupaten atas dasar studi yang mendalam untuk mempercepat keterlibatan dan kemandirian para pelaku usaha peternakan dalam kegiatan ekonomi sehingga manfaat-manfaat ekonomi dan sosial akan mereka peroleh secara lebih cepat dan berkesinambungan. Intervensi pemerintah banyak ragamnya, misalnya berbentuk pembangunan infrastruktur, penyediaan pinjaman modal dengan bunga rendah, pembuatan peraturan yang melindungi dan memberdayakan pelaku usaha mikro, penyediaan tenaga pendamping penyuluh atau fasilitator, pemberian subsidi angkutan, penyediaan sarana produksi yang diluar

kemampuan pelaku usaha agribisnis peternakan untuk mengusahakan sendiri (misalnya bibit), penyediaan pasar dan informasi pasar, dan sebagainya.

Walaupun intervensi mendesak utuk dilakukan di Kabupaten Jayapura, ada satu prinsip penting yang harus dipegang erat oleh pemerintah kabupaten yaitu; intervensi tidak boleh menciptakan ketergantungan rakyat/pelaku usaha secara tidak sehat terhadap bantuan pemerintah. Penerapan prinsip kemandirian seperti ini jelas tidak mudah, karena ada kecenderungan pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu bahwa pemerintah berkewajiban untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat, walaupun masyarakat sebenarnya bisa melakukannya sendiri. Intervensi-intervensi yang dilakukan oleh pemerintah adalah perbaikan yang memberdayakan dan bukan perbaikan yang mematikan kreativitas, daya saing, dan kemandirian masyarakat.

Faktor strategis kedua yang mempengaruhi pengembangan komoditas peternakan di Kabupayen Jayapura adalah potensi pasar dengan nilai bobot 0,119. Kriteria diatas berlaku untuk semua komoditas alternatif. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pasar sebagai wadah transaksi antara penjual dan pembeli akan menjamin tersalurnya hasil produksi peternakan dengan harga jual yang layak, sehingga peternak akan termotivasi untuk lebih giat mengelola usaha ternaknya.

Faktor strategis ketiga yang mempengaruhi pengembangan komoditas peternakan di Kabupaten Jayapura adalah jumlah/ populasi ternak dengan nilai bobot 0,110. Untuk mewujudkan swasembada daging di Kabupaten Jayapura maka populasi ternak harus mendapat perhatian yang utama juga. Dalam pengembangan peternakan jumlah ternak yang dipelihara sangat menentukan keuntungan yang dapat diterima peternak. Jika pemeliharaan di bawah kapasitas ekonomis maka belum dapat memberikan tambahan penghasilan peternak secara nyata.

Kriteria keempat yang menentukan komoditas unggulan adalah ketersediaan lahan dengan nilai bobot 0,109. Dalam pengembangan ternak di suatu daerah, perlu diukur potensi sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya tersebut salah satunya adalah ketersedian lahan. Daya dukung lahan terhadap ternak merupakan kemampuan lahan untuk menampung sejumlah populasi ternak secara optimal, yang sifatnya sangat spesifik antar agroekosistem. Potensi lahan juga untuk menghasilkan pakan terutama berupa hijauan yang

dapat mencukupi bagi kebutuhan sejumlah populasi ternak baik dalam bentuk segar maupun kering tanpa melalui pengolahan dan tambahan khusus.

5.2. Analisa Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong dan Karakteristik