• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS PTAI DI INDONESIA

Dalam dokumen Harun Nasution Antara Risalah Ilmiah d (Halaman 197-200)

Abdul Khamid Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji syukur kita panjatkan ke hadliart Allah SWT. yang senantiasa melimpahkan nikmat iman, nikmat Islam dan nikmat sehat wal afiat, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad Saw. yang telah membimbin kita sehingga kita dapat berittiba’ kepada beliau sampai akhir hayat nanti. Aamiin.

Mengenang kiprah Prof. Dr. Harun Nasution sebagai Direktur Pascasarjana yang pertama beliau wafat pada hari Jum’at, tanggal 18 September 1998, saya jadi ingat kembali ketika saya menjadi staf di Ditperta saat itu sekarang Diktis. Saya disuruh mengantar bantuan beasiswa Program Pascasarjana tahun 1987 waktu itu bulan puasa. Karena staf beliau Bapak Muslim Tumanggor sudah pulang akhirnya uang sebanyak Rp. 75.000.000,- disuruh dibawa pulang. Dalam perjalanan uang itu saya simpan di bawah jok mobil sopir dengan dibungkus kertas koran tanpa memberi tahu kepada sopir. Setelah saya diantar ke rumah tidak ingat lagi dengan uang yang saya simpan dibawah jok mobil karena sudah malam. Ketika selesai sahur saya baru ingat uang itu dan saya membuka tas untuk dicek kembali jumlah uang itu, tapi ternyata tidak ada lalu istri saya (alm) menyarankan kontak sopir dan sopirpun tidak tahu. Setelah saya shalat malam saya baru ingat bahwa uang tersebut saya simpan di bawah jok Pak sopir. Di malam itu juga saya pamit dengan istri (alm) untuk mengambil uang tersebut ke rumah Pak sopir dan sesampai di sana Pak sopir kaget dan bertanya ada Pak malam-malam ke sini saya bilang saya mau cek mobil ada barang yang ketinggalan di mobil dan alhamdulillah uang itu masih ada di mobil dan pagi harinya saya antar lagi ke IAIN saat

itu. Itulah setetes kisah kenangan syahdu yang tak terlupakan dengan beliau almarhum Prof. Dr. Harun Nasution dan yang perlu diingat beliau adalah sebagai penggagas Program Pascasarjana di PTAI seluruh Indonesia walaupun saat itu baru di beberapa IAIN yang mapan.

Selanjutnya walaupun saya tidak lansung menjadi murid beliau sedikitnya penulis ingin sumbangsih untuk mengenang jasa beliau yang menurut saya beliau adalah seorang pembaharu pemikiran Islam di PTAI saat itu, bahkan saya mengutip dari nara sumber in memoriam Prof. Dr. Harun Nasution tanggal 18 Septembar tahun 2000 yang dipaparkan oleh Prof. Dr. Quraish Syihab, bahwa beliau adalah sebagai tokoh madzhab baru dalam pemikiran Islam di PTAI yang orientasinya adalah mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan ilmu keislaman dengan kata lain Islam sebagai Disiplin Ilmu (IDI) dan hal ini menjadi cikal bakal gagasan transformasi dari IAIN menjadi UIN. Prof. Dr. Harun Nasution adalah tokoh ilmuwan yang mengharapkan program pascasarajana harus benar-benar melahirkan lulusan yang memilki kualifikasi dan kualitas yang meningkat baik S- 2 (Magister) maupun S-3 (Doktor), karena program pascasarajana waktu itu baru bersifat program pengadaan, namun sekarang bisa kita rasakan pesatnya perkembangan PTAI karena yang tadinya UIN Jakarta sebagai satu-satunya model PTAI tapi sekarang sudah banyak IAIN yang bertransformasi menjadi UIN dan itulah sesunggungnya wujud pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan Ilmu Keislaman karena UIN bisa membuka prodi-prodi umum sebagaimana di Perguruan Tinggi umum Negeri maupun Swasta.

Prof. Dr. Harun Nasution adalah seorang tokoh penggerak perubahan dan pencerahan Kajian Islam PTAI di Indonesia. Usaha beliau untuk mengorganisir potensi besar bagi tokoh-tokoh pendidikan Islam tidak pernah beliau katakan sebagai gerakan perubahan, hanya kita yang dapat merasakan betapa dahsyatnya

impact dari gagasan-gagasan besar yang beliau sampaikan dalam berbagai temu ilmiah dengan para ilmuan dalam maupun luar negeri

pada saat itu. Di samping itu beliau juga sebagai pembaharu perubahan sistem pendidikan Islam di IAIN saat itu. Sebagai contoh diceritakan dalam sebuah naskah diskusi beliau konon yang sebelumnya antara mahasiswa beliau hanya mendengarkan sistem perkuliahan searah guru membaca apa yang dibaca guru murid mendengarkan bahkan mahasiswa beliau jarang bertanya. Tapi setelah belaiu berupaya terus menerus melakukan perubahan sistim perkuliahan menjadi ada stimulasi dan respon dua arah arah mahasiswa dengan dosen berdiskusi maka situasi proses pembelajaran

menjadi hidup tidak lagi teacher centered tetapi berubah menjadi

active learning.

Kemudian setelah itu merubah budaya lisan (diskusi) menjadi budaya tulisan (paper, makalah). Jadi setiap mahasiswa diwajibkan

membuat paper atau makalah, yang wajib dipresentasikan di hadapan

teman-teman kuliah. Lebih jauh lagi dari budaya lisan (diskusi) dianggap sebagai produk Perguruan Tinggi Agama dan dari budaya produk ditingkatkan budaya produkrif yang berupa jurnal, buku, penelitian dan sebagainya. Beliau adalah tokoh yang melatih kita menuliskan pemikiran secara utuh dan sistimatis. Budaya ini sebagai budaya untuk mengantisipasi kelemahan dalam budaya lisan, sebab tidak semua orang dapat menulis dan memaparkan idei-ide yang ada dalam pikirannya secara runtut dan jelas. Agar dapat dipahami orang lain, maka ide-ide itu hendaknya ditulis, dengan tradisi menulis semua pemikiran dosen dan mahasiswa dan alumni PTAI dapat dinikmati seluruh publik.

Sekarang, karya tulis beliau mungkin sudah ribuan banyaknya. Dan sudah sering dipamerkan disetiap saat ada pameran buku di PTAI khususnya dan Indonesia umunya. Dalam suatu kesempatan beliau memaparkan tentang “Islam ditinjau dari berbagai aspek Disiplin Ilmu” sebagaimana yang pernah penulis alami dari gagasan beliau, saya yang menjadi staf penulis Guru Besar berbagai Disiplin Ilmu sebagai berikut, seperti: Islam sebagai Disipilin Ilmu Pendidikan Prof. Dr. Zakiah Daradjat UIN Jakarta, Islam sebagai Disiplin Ilmu Filsafat

Prof. Dr. Aslam Hadi dari UGM, Islam sebagai Disiplin Ilmu Ekonomi Prof. Dr. Amin Aziz dari UNSIAH, Islam sebagai Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Prof. Dr. Asri Rasyad dari UI, Islam sebagai Disiplin Ilmu Biologi Prof. Dr. Ir. AM. Saefuddin dari IPB, Islam sebagai Displin Ilmu Manajemen Prof. Dr. Ishak Abduhaq dari UPI, Islam sebagai Disiplin Ilmu Pertanian Prof. Dr. Ir. Widodo dari IPB, Islam sebagai Disiplin Ilmu Informatika Prof. Dr. Abdul Madjid dari UPI, Islam sebagai Disiplin Ilmu Antariksa Prof. Dr. Ir. Sudarko dari UI, Islam sebagai Ilmu Astronomi Prof. Dr. Ir. Haedar Ali dari ITS, Islam sebagai Ilmu Geneacologi (reproduksi) Prof. Dr. dr. Jurnalis Uddin dari Universitas YARSI, Islam sebagai Disiplin Ilmu Seni Prof. Dr. Ir. Sadeli dari ITB , Islam sebagai Disiplin Ilmu Teknologi Prof. Dr. Ir. Bagir Manan dari ITB. Namun sayangnya buku-buku ini yang memakai sebagai materi kuliah hanya di Peruruan Tinggi Umum sedang di UIN sendiri yang merupakan tempat tokoh penggagas belum ada penulisan buku teks tersebut.

Hal lain yang perlu diingat setelah beliau wafat adanya perubahan besar yang muncul tradisi kajian Islam dan ini merambah sampai ke pesantren-pesantren yang tidak lain adalah untuk memahami Islam secara utuh tidak parsial, tidak membedakan ilmu pengetahuan dan ilmu keislaman pada hakekatnya ilmu itu bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis.

Untuk pengembangan pemikiran Islam menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Harun Nasution mengharapkan adanya pengembangan pemikiran terus menerus dari semua intelektual dan cendekiawan muslim. Dan beliau mengganggap Prof. Harun sebagai tokoh madzhab jadidnya PTAI dalam pemikiran Islam, tetapi Prof. Harun tidak merasa sebagai penggagas dan tokoh yang paling benar melainkan mengatakan kebenaran itu ada di mana. Dari pernyataan tersebut menggambarkan bahwa beliau adalah sosok tokoh yang merasa perlu adanya perubahan paradigma berpikir dalam Islam sehingga penganutnya tidak terjebak pada urusan dunia semata tetapi

Dalam dokumen Harun Nasution Antara Risalah Ilmiah d (Halaman 197-200)