• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Upacara Religius dalam Konghucu

Dalam dokumen Keragaman perilaku beragama (Halaman 105-109)

RITUAL KEAGAMAAN PERSPEKTIF TEORI

A. Teori-Teori Ritual Keagamaan

5. Makna Upacara Religius dalam Konghucu

ketika mendapatkan sujud dari umat Buddha. Namun, umat Buddha sendirilah yang mendapatkan kebajikan serta berkurang keakuannya

ketika melakukan sujud kepada Buddharupang maupun para bhikkhu.40

4) Bhavana

Secara sederhana, Bhavana diartikan dengan latihan dan pengembangan mental. Bhavana terkait dengan meditasi. Bhavana memang sebenarnya berarti melatih dan mengembangkan mental dalam arti yang luas. Makna dan tujuan Bhavana adalah untuk membersihkan pikiran dari kekotoran batin dan rintangan-rintangan, seperti keinginan hawa nafsu, kebencian, keinginan jahat, kemalasan, kejengkelan dan ketegangan, keragu-raguan dan melatih konsentrasi, kesadaran, kecerdasan, kemauan, kekuatan, kemampuan untuk menganalisa, keyakinan, kegembiraan, ketenangan, sehingga akhirnya menuju tercapainya kebijaksanaan tertinggi dan dapat melihat benda-benda dalam keadaan yang sebenarnya/sewajarnya dan

menyelami Kesunyataan Mutlak, Nibbana.41

5. Makna Upacara Religius dalam Konghucu

1). Penghormatan L 97.eluhur42

Penghormatan Leluhur adalah kebiasaan yang dilakukan anggota keluarga yang masih hidup untuk berusaha mencukupi kebutuhan anggota keluarga yang sudah meninggal dan membuat mereka berbahagia di akhirat. Praktik tersebut merupakan upaya untuk tetap menunjukkan bakti kepada mereka yang telah meninggal, dan juga memperkokoh persatuan dalam keluarga dan yang segaris keturunan. Menunjukkan rasa bakti kepada leluhur merupakan sebuah ideologi yang berakar mendalam pada masyarakat China. Dasar pemikirannya adalah kesalehan anak yang ditekankan oleh Kong Hu Cu. Kesalehan anak adalah sebuah konsep untuk selalu mengasihi orang tua sebagai seorang anak. Dipercaya bahwa meskipun orang yang terkasih telah meninggal, hubungan yang terjadi

40 Ibid.

41 Maha Pandita Sumedha Widyadharma, “Dhamma Sari”, dalam http:// www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/bab-viii-bhavana-latihan-dan-pengembangan-mental/#more-5920 (2 Mei 2017).

42 T. N. “Penghormatan Leluhur di Cina”, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/ Penghormatan_Leluhur_di_China (2 Mei 2017).

selama ini masih tetap berlangsung, serta orang yang telah meninggal memiliki kekuatan spiritual yang lebih besar dibandingkan pada saat masih hidup. Pengertiannya adalah para leluhur dianggap menjadi dewa yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan mempengaruhi kehidupan anggota keluarga yang masih hidup.

Inti kepercayaan terhadap pemujaan leluhur adalah bahwa masih adanya “kehidupan” setelah kematian. Dipercaya bahwa jiwa orang yang meninggal terbuat dari komponen Yin dan Yang yang disebut hun dan po. Komponen Yin, po, diasosiasikan dengan makam, dan komponen Yang,

hun, diasosiasikan dengan papan nama leluhur yang dipajang pada altar

penghormatan leluhur (sekarang seringkali digantikan dengan memajang foto). Po mengikuti tubuh ke dalam makam (ke pengadilan) dan hun tinggal dalam papan nama leluhur. Hun dan po tidaklah abadi dan perlu dipelihara (diberi makan) dengan persembahan, atau keduanya akan pergi ke akhirat (meskipun hun pergi ke surga terlebih dulu).

2). Upacara Berkabung

Praktik berkabung biasanya menggunakan tata cara yang terperinci, dan yang umumnya selalu ada adalah: Meratap sebagai penanda bahwa terjadi kematian di dalam keluarga, keluarga mengenakan pakaian putih pemakaman, memandikan jenasah, mempersembahkan barang-barang secara simbolis kepada jiwa yang meninggal (seperti uang dan makanan), menyiapkan dan memasang papan arwah, memanggil spesialis ritual, memainkan musik atau membacakan doa untuk menemani jenazah dan menenangkan jiwa yang meninggal, menutup peti jenazah, menjauhkan peti dari masyarakat. Terdapat kepercayaan bahwa keras-tidaknya ratapan yang dikeluarkan menggambarkan hubungan orang yang meratap dengan yang meninggal.

Jika orang yang meninggal berusia di bawah 80 tahun, semua perlengkapan (lilin, kain nama, taplak meja, dan sebagainya) menggunakan warna putih. Tetapi jika yang bersangkutan berusia lebih dari 80 tahun, peralatan yang digunakan sebagian berwarna merah untuk menandakan bahwa ia telah mengalami hidup yang panjang dan bahagia. Warna merah bagi masyarakat China memiliki arti bahagia, sedangkan putih berarti berduka-cita.

Masyarakat China tradisional juga membedakan antara keturunan

dalam dan keturunan luar. Keturunan dalam adalah semua anak, cucu,

cicit, dan buyut yang berasal dari anak pria; sementara keturunan luar berasal dari anak wanita. Anggota keluarga yang termasuk ke dalam keturunan dalam menggunakan ikat kepala berwarna putih yang dijahit dengan seperca kain goni, sedangkan anggota keluarga yang termasuk keturunan luar mengenakan ikat kepala putih yang dijahit dengan seperca kain merah.

3). Upacara Pemakaman

Dalam upacara pemakaman, dikatakan bahwa terdapat dua hal penting yang harus dilakukan seseorang agar hidupnya dapat dikatakan sempurna; Pertama adalah memakamkan ayahnya, kedua adalah memakamkan ibunya. Pemakaman dianggap menjadi bagian dalam perjalanan hidup normal sebuah keluarga, dan menjadi pemersatu keluarga-keluarga dari generasi ke generasi. Tujuan utamanya adalah melindungi jiwa yang meninggal dari roh jahat, mengarahkan jiwa Yin ke bumi, dan jiwa Yang menuju tempat para leluhur. Pemakaman memastikan jiwa yang meninggal merasa nyaman dan tentram, serta memberikan peruntungan bagus bagi para keturunannya. Saat orang yang terkasih meninggal, jenazahnya dimandikan dan dikenakan pakaian pemakaman (atau “pakaian panjang umur” yang melambangkan umur panjang bagi jiwa.

Ahli ritual/pendeta dipanggil dalam proses pemakaman untuk mengusir roh-roh jahat dan memberi energi bagus kepada yang meninggal. Keluarga akan meletakkan papan leluhur di atas altar pada rumah mereka diantara papan-papan arwah leluhur yang lainnya. Tindakan tersebut melambangkan persatuan para leluhur, serta demi kepentingan garis keturunan keluarga. HIO dinyalakan di depan altar setiap harinya, dan persembahan seperti makanan favorit, minuman, dan uang arwah (kimcoa) dipersembahkan setiap bulannya. Uang arwah adalah uang kertas yang dibakar (sehingga dapat diterima jiwa leluhur dan mereka gunakan di akhirat); pada zaman sekarang juga disediakan bentuk kartu kredit arwah, televisi arwah, sepeda arwah, dan sebagainya.

Semakin kaya sebuah keluarga, mereka biasanya juga akan semakin lama menunda masa penguburan; peti mati akan ditempatkan pada

ruangan rumah yang disediakan untuk waktu yang lebih lama. Contohnya adalah, sebuah pemakaman yang menguntungkan dapat terjadi beberapa tahun setelah penguburan, tulang-belulangnya digali, dicuci, dikeringkan, dan disimpan dalam guci tanah liat (keramik). Setelah selang beberapa waktu, isinya akan dimakamkan kembali untuk terakhir kalinya pada lokasi yang telah dipilih oleh seorang ahli Feng Shui

4). Sembahyang King Ho Ping

Sembahyang King Ho Ping dilakukan setiap tanggal 15 bulan 7 Imlek untuk mengenang dan menghormati para leluhur. Proses sembahyang tersebut dimulai dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemudian dilanjutkan menyanyi lagu rohani, mendengarkan makna upacara King Ho Ping dan diakhiri sembahyang bersama. Upacara semacam itu tidak berarti mendewakan para leluhur. Namun dilakukan untuk mengingatkan kepada manusia agar tidak melupakan asal-usulnya. Sehingga, umat manusia tidak melupakan budi, jasa dan kasih dari leluhurnya.

Dalam pelaksanaan upacara, disertakan sesaji berupa makanan, minuman dan buah-buahan. Menurut umat Kong Hu Cu, sesaji itu untuk mengenang seolah-olah memperlakukan leluhur ketika masih hidup. Buah-buahan yang disajikan, minimal berupa pisang dan jeruk. Kedua buah itu memiliki arti sangat penting. Pohon pisang selalu tumbuh setiap saat dan ada di mana-mana. Dengan harapan, para umat mendapatkan berkah setiap saat tanpa ada batas waktu. Begitu pula buah jeruk. Buah tersebut memiliki isi yang banyak. Harapannya, setiap warga yang berdoa selalu mendapat limpahan berkah yang banyak juga. Sementara, makanan lain yang disuguhkan berupa tiga daging. Diantaranya, daging ayam, ikan laut, dan babi. Ketiganya juga memiliki filosofi tersendiri. Ayam disimbolkan sebagai binatang yang rajin. Mulai pagi hingga sore, ayam selalu berkeliaran yang diartikan sebagai rajin bekerja. Manusia juga diharap bisa rajin bekerja seperti filosofinya ayam. Begitu pula ikan laut. Hewan itu diartikan tidak pernah habis kalau dimakan. Sebab, sisanya masih terdapat tulang. Maknanya, kalau seseorang sudah rajin bekerja dan mendapat keuntungan, maka harus dihemat. Sedangkan, babi diibaratkan sebagai celengan. Hal itu sebagai simbol bahwa manusia harus pandai menabung untuk hari tua.

C. Daftar Pustaka

Dalam dokumen Keragaman perilaku beragama (Halaman 105-109)