• Tidak ada hasil yang ditemukan

Matematika Manusia Tidak Sama Dengan Matematika Allah

Dalam dokumen keberkahanfinansial (Halaman 53-59)

“All that I give is given to my self. To give is to receive” Apa yang saya berikan

(kepada orang lain) sesungguhnya manfaatnya akan kembali untuk diri saya sendiri. Memberi berarti menerima. Demikian kata Gerald G. Jampolsky, penulis buku Love is

Letting Go of Fear. Demikian juga yang dikatakan oleh David Cameron, CEO Images

OfOne.com, sekaligus penulis buku Raising Humans and Happy Pocket Full of Money. Dia menulis, memberi itu menyebabkan memiliki. “To have all, give all to all”. Kesaksian – kesaksian itu dikutip oleh Ahmad Riawan Amin – Direktur Utama Bank Muamalat dalam bukunya yang berjudul The Celestial Management.

Menarik sekali apa yang mereka (penulis barat) katakan itu. Sayangnya, tidak ada hal baru dari mereka. Semuanya sudah jelas tertuang dalam Al-Quran dan hadits. Bahwa salah satu faktor yang menjadikan bisnis sukses, harta berkembang biak dan beranak pinak, apabila kita mau berbagi, membayar infaq, zakat dan sedekah. Lho kok bisa? Dalam hidup ini, kadang kita harus percaya pada hal - hal yang sifatnya ghaib, tidak hanya yang terlihat kasat mata saja.

Bagaimana mungkin pengeluaran berupa infak, zakat dan sedekah (ZIS) bisa melipatgandakan harta? Bukankah infak, zakat dan sedekah bukan termasuk investasi yang langsung menghasilkan dan dapat diketahui return-nya seperti deposito, reksadana, saham dan produk investasi lainnya? Bukankah kegiatan itu hanya mengurangi uang kita? Disinilah kita harus menyadari bahwa matematika kita tidak sama dengan matematika Allah . Bila kita mengatakan lima dikurangi tiga sama dengan dua, maka matematika Allah menyatakan lima dikurangi tiga sama dengan seribu empat ratus. Allah berjanji akan memberikan pahala zakat, infaq, dan sedekah sampai berlipat tujuh ratus kali.

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha luas, Maha Mengetahui”.

Q.S Al - Baqarah (2) : 261 Hadits Rasulullah pun banyak yang menunjukkan bertambahnya rejeki dengan cara bersedekah. Diantaranya, “Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Allah telah berfirman : ‘Wahai anak Adam! Infakkanlah hartamu, Aku akan menambah hartamu”. Pada kesempatan lain, Rasul berjanji, ”Ada tiga hal, aku berjanji tentang tiga hal itu (bahwa ketiga hal itu benar) dan aku akan menceritakannya padamu, maka ingat-ingatlah! Uang tidak akan pernah berkurang karena amal sedekah. Tidak akan ada seorang pun yang berbuat salah manakala ia sabar, kecuali Allah akan menambah kemuliaannya dan tidak ada seorang pun yang meminta rejeki pada orang lain, kecuali Allah akan memiskinkannya” (HR At-Tirmidzi dan Ahmad).

Lalu bagaimana janji – janji Allah tersebut dapat diterima oleh logika akal? Mudah – mudahan uraian berikut dapat menjelaskan hal itu. “Allah memberikan rezeki (materi) kepada manusia melalui manusia yang lain, tidak diturunkan langsung dari langit. Buktinya kita mendapatkan proyek / pekerjaan dari orang lain. Kita mendapatkan uang

Allah Penguasa Tunggal Pemilik Rezeki Malaikat Mikail Pembagi Rezeki Manusia Super Kaya Distributor 1 Manusia Sangat Kaya Agen 1 Manusia Super Kaya Distributor 2 Manusia Sangat Kaya Agen 2 Manusia Super Kaya Distributor 3, dst Manusia Sangat Kaya Agen 3, dst Malaikat lainnya Manusia Kaya Sub Agen 1 Manusia Kaya Sub Agen 2 Manusia Kaya Sub Agen 3, dst juga dari konsumen / pelanggan, dan sebagianya. Bukti lainnya, dalam konsep harta menurut Islam, harta atau rezeki yang kita peroleh di dalamnya terdapat titipan atau hak orang lain. Nah, berkenaan dengan itu kita semua sebenarnya telah diangkat oleh Allah untuk menjadi ‘distributor’ rezeki. Allah sebagai pemilik rezeki, berhak memilih orang – orang yang bisa dipercaya, agar proses distribusi rezeki di muka bumi ini berjalan baik. Untuk itu Allah menguji, sebelum kita benar – benar dijadikan ‘distributor’ besar (kaya raya). Salah satu caranya dengan memberikan rezeki secara bertahap, mulai dari kecil. Ketika kita sudah amanah, menjadi ‘distributor’ yang baik (menyampaikan hak fakir miskin dan banyak bersedekah) maka Allah akan meningkatkan rezeki kita. Begitu

seterusnya sampai tidak terbatas (kaya raya)”.

Model yang diterapkan Allah seperti itu menunjukkan bahwa Allah ingin memberikan pelajaran kepada kita bahwa hidup di dunia ini tidak bisa lancar bila dikerjakan sendirian tetapi perlu kerjasama atau bekerja secara tim. Perhatikan saja, Allah juga membentuk ‘tim kabinet’ dalam mengatur dunia ini, jumlahnya ada 10 yaitu para malaikat. ‘Program kerja’ Allah di dunia diterjemahkan oleh nabi yang pesannya disampaikan langsung malaikat Jibril. Sedangkan ‘menteri’ perekonomian (pembagi rezeki) dijabat oleh malaikat Mikail. Untuk urusan catat – mencatat amal oleh malaikat Rokib – Atib, dan seterusnya. Sekarang, kita kembali pada pokok persoalan, masalah pembagian rezeki, dapat saya gambarkan sebagai berikut :

So ... dengan berbagai penjelasan diatas, apa ada buktinya? Mari kita mengamati

bagaimana orang - orang kaya baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain, mereka adalah orang - orang dermawan. Mereka selalu menyisihkan sebagian hartanya untuk kegiatan sosial & keagamaan sesuai keyakinannya. Janji Allah dan Rasul-Nya pasti benar!. Dari jaman Rasul, sahabat hingga saat ini sudah banyak buktinya. Mari ambil contoh yang dekat dengan kehidupan kita. Salah satunya Puspo Wardoyo, pengusaha Ayam Bakar Wong Solo (ABWS), sebagaimana di muat dalam Harian Umum Republika, 7 Pebruari 2005, mengeluarkan zakat infak sedekah sebesar 30 persen dari total keuntungan. Tiap bulan jumlahnya sekitar Rp.150 juta. Bahkan ABWS memiliki amil

PILIHAN KITA : MENJADI DISTRIBUTOR, AGEN, SUB AGEN ATAUKAH TIDAK SAMA SEKALI (MISKIN?)

zakat sendiri. Sejak merintis usahanya pada tahun 1991 di Medan, ABWS sudah memiliki 43 cabang yang tersebar di Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan dan Sulawesi dan kini terus berkembang.

Lain lagi kisah Ir. Muchammad Fatchan, seorang pengusaha dibidang kontraktor tower. Ia juga merasakan betul manfaat zakat untuk melipatgandakan kekayaan. Dia telah membuktikan bahwa matematika kita tidak sama dengan matematika Allah . Alumnus Teknik Sipil Universitas Diponegoro ini selalu melibatkan Allah dalam bisnis. Wujudnya tiap bulan ada pengajian rutin di pabrik (membaca Surat Yasin dan khatam Al-Qur’an) dan tiap tahun menggelar shalat tahajjud dan shalat tarawih bersama. Khusus untuk pribadinya dia langsung memotong gaji 2,5 persen untuk sedekah anak yatim. Berkenaan dengan ini, dia memiliki cerita unik.

Suatu hari di akhir tahun 2004, dia mendengarkan ceramah dari pimpinan Wisata Hati, ustadz Yusuf Mansyur di pabriknya. Ustadz muda itu menganjurkan kepada para jama’ah pengajian agar bersedekah. Ia mengatakan salah satu hikmah sedekah adalah Allah akan mengabulkan hajat dan menambah rejeki hamba-Nya. “Karena saya tak terbiasa membawa uang cash di dompet, akhirnya saya bersedekah jam tangan. Setelah peristiwa itu, hanya dalam waktu beberapa hari saya berhasil mendapatkan proyek pemasangan tower terpadu di Batam. Nilainya Rp.1,8 Milyar. Proyek itu sudah kami kejar selama dua tahun, namun sulit sekali kami dapatkan. Setelah bersedekah, hanya dalam hitungan hari proyek tersebut tembus,” ungkapnya. Sebagai tanda rasa syukur, dia lalu mengeluarkan 2,5 persen untuk zakat dari perkiraan keuntungan proyek tersebut, sebelum pelaksanaan proyek tersebut dimulai. “Alhamdulillah, proyek tersebut terus berlanjut sampai sekarang. Pembayaran tagihan pun semua lancar. Bahkan kini kami dipercaya untuk memasang 70 tower terpadu di Batam,’ ujarnya. Karena itu Fatchan sangat percaya dengan sedekah. Bahkan sedekah dimuka, sebelum sebuah pekerjaan dimulai. “Kami selalu berusaha melibatkan Allah dalam bisnis kami. Caranya dengan memperbanyak zakat dan sedekah”. (Republika, 27 Juni 2005).

Bila mengambil contoh ‘ekstrim’, kita dapat menyaksikan reality show di sebuah televisi swasta. Ada tayangan yang menggambarkan orang tidak mampu (miskin) yang diminta tolong oleh seseorang padahal orang (miskin) tersebut masih sangat membutuhkan. Dengan keikhlasannya, si miskin memberikan pertolongan. Kisah selanjutnya, tanpa disangka-sangka oleh si miskin, ia menerima ‘imbalan’ yang jumlahnya berlipat-lipat dari si ‘peminta’ yang menyamar tersebut.

Contoh tersebut mungkin kurang relevan karena Anda mungkin berkelit dan mengatakan bahwa itu hanyalah tontonan TV. Kalau pun ada kisah seperti itu dalam kehidupan nyata, toh tidak semua orang berbuat baik langsung mendapatkan balasan, karena balasan itu akan diberikan di akhirat setelah meninggal dunia. Saya tidak ingin memperdebatkan masalah ini karena pada akhirnya Anda-lah yang menentukan sikap, apakah percaya atau tidak. Konsep ini menyangkut kepercayaan, bukan sebuah konsep yang harus bisa dipertanggung jawabkan secara ‘ilmiah matematis’.

Di kalangan non muslim, juga banyak kita saksikan orang - orang kaya yang dermawan. Karena agama dan keyakinan mereka juga menganjurkan kedermawanan. Buktinya, dalam sejarah orang - orang kaya di dunia ini biasanya didahului dengan sikap dermawan. Bahkan ketika Donald Trump pada tahun 1990-an bangkrut, ketika dia mempunyai hutang sebesar US$ 3 milyar (± Rp.28,5 trilyun) dan defisit kekayaan sebesar US$ 300 juta (Rp.2,85 trilyun) dia justru giat mengalokasikan 10% dari penghasilan kotornya untuk kegiatan sosial. Langkah ini sengaja dia lakukan untuk mengatasi krisis keuangan. Ternyata langkahnya itu membuat bisnisnya berhasil mengembalikan utang dan kembali menjadi kaya. Apa yang dialami oleh Donald Trump, diakui atau tidak, sesuai dengan firman Allah :

”Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya dan orang yang terbatas rejekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan”.

Q.S At-Thalaaq (65) : 7 Dalam bahasa Ustadz Yusuf Mansyur – Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Qur’an di Tangerang, ustadz muda yang dikenal selalu mengusung tema sedekah – tidak ada masalah di dunia ini yang tidak dapat diselesaikan. Allah telah memberikan solusi, salah satunya adalah sedekah. Ayat diatas oleh beliau ditafsirkan, “Hendaknya orang-orang kaya berbagi kekayaannya, dan barangsiapa yang sedang disempitkan rejekinya, hendaklah bersedekah”. Kenapa orang yang ditimpa kesulitan kok malah disuruh bersedekah? “Inilah rahasianya. Allah menjamin bahwa sedekah bisa membeli masalah. Sedekah pun bisa membeli keinginan. Allah berjanji akan membalas satu kebaikan dengan 10 hingga 700 kebaikan, bahkan tak terhingga”. Bahkan dia mengatakan, “Belilah masalah dengan sedekah”.

Selain muslim, banyak juga milyuner non muslim sukses karena kedermawanannya. Contoh ini saya kutip dari Majalah Businessweek edisi Indonesia, nomor 27/III/ 15 Desember 2004 tentang hasil pemeringkatan 50 donatur terbesar di Amerika. Pada urutan pertama diduduki oleh Bill dan Melinda Gates dengan sumbangan selama hidupnya mencapai USD 27.976 juta. Sedangkan di urutan kedua diduduki oleh Gordon dan Betty Moore (Co-founder Intel Corp.) dan pada posisi ketiga dan keempat Warren Buffet dan George Soros. Meski selama ini Warren Buffet dikenal sangat pelit ketika hidupnya, namun dia sudah menyiapkan yayasan yang akan menampung hartanya untuk kegiatan sosial saat dia meninggal dunia.

Kebalikan dari paradigma diatas, kita masih menyaksikan banyak orang - orang pelit. Orang – orang yang mengira dengan cara itu harta kekayaannya dapat bertambah secara signifikan. Orang pelit juga beranggapan bahwa sedekah akan mengurangi hartanya. Padahal bisikan kekurangan (kemiskinan) itu datangnya dari setan sebagaimana firman Allah :

“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia yang melimpah. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Q.S Al-Baqarah (2) : 268 Karena pelit, Allah akan mengurangi kekayaan dengan jalan yang tidak disangka-sangka atau tidak diperkirakan sebelumnya. Misalkan uang hilang, anak sakit dengan biaya pengobatan besar, investasi rugi, rumah kebakaran dan lainnya. Saya memiliki banyak kisah nyata tentang hal ini. Salah satunya, sebut saja – Budi, salah seorang yang sangat dekat dengan saya. Dalam menggunakan uangnya, Budi termasuk orang pelit. Ada dua peristiwa menimpa dirinya, menurut saya merupakan peringatan dari Allah. Kejadian pertama, ketika Budi pergi ke sebuah tempat dengan naik bus metromini jurusan Pasar Minggu – Manggarai Jakarta. Ditengah perjalanan Budi diminta uang Rp.1.000,- oleh anak muda yang kelihatannya sangat membutuhkan. Anak muda itu bukan orang yang biasa minta alias pengemis. Meski Budi menyadari anak muda itu bukan pengemis, dia menolak dengan alasan tidak ada uang. Anehnya, ketika Budi bersiap-siap turun dan akan membayar ongkos bus, dia mendapatkan dompetnya dalam

keadaan tidak ada uang sama sekali. Padahal sebelumnya dia sangat yakin ada beberapa puluhan ribu rupiah. Budi mulai bingung. Ditengah kebingungan, dia memberanikan diri untuk meminta pada orang yang duduk disebelahnya. Nasib ‘baik’ masih berpihak padanya karena orang yang diminta bersedia membayar ongkosnya.

Kejadian kedua ketika Budi diminta tolong oleh mantan teman kuliah, yang istrinya sakit parah dan harus dioperasi. Sang teman, sebut saja Johan, tidak memiliki biaya. Bila operasi tidak segera dilaksanakan bisa berakibat kematian. Dasar Budi pelit, dia tidak memberikan hutang sebagaimana yang diminta Johan. Dia hanya memberikan beberapa rupiah dengan menggerutu alias tidak ikhlas. Karena Johan butuh banget uang dan tidak memiliki rekening di bank, timbullah ide untuk meminjam rekening Budi beserta ATM-nya untuk menampung uang pinjaman dan sumbangan dari teman – temannya di luar daerah.

Budi keberatan karena khawatir rekeningnya disalahgunakan. Alternatifnya, Budi memberikan nomor rekeningnya saja dan apabila ada transfer uang, dia akan mengambilnya. Pada hari berikutnya, Budi bersama teman yang lain berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan di daerah Cililitan – Jakarta Timur. Ketika melihat mesin ATM Bersama, Budi iseng melihat rekeningnya dan melihat saldonya menjadi Rp.1.052.000,- yang sebelumnya hanya Rp.52.000,-. Dia berusaha menarik tunai namun mesin ATM menolaknya. Meski demikian Budi sangat yakin ada transfer sebesar Rp.1.000.000,- karena dia telah melihat lembar struk (informasi saldo) itu bersama temannya. Sesampainya di rumah Budi menelepon Johan agar segera mengambil uangnya. Meski Budi belum dapat mengambil uang di ATM, dia tetap memberikan uang Rp.1.000.000,- kepada Johan. Uang sebesar itu sebelumnya dia dapatkan dari arisan. Keesokan harinya Budi kembali ke ATM dekat rumahnya, dan dia terkejut karena tidak ada transfer sama sekali. Budi penasaran dan ingin mengecek langsung ke teller dengan membawa buku tabungan. Anehnya, buku tabungannya hilang entah kemana sehingga dia harus lapor kehilangan ke polisi setempat untuk mendapatkan buku baru. Setelah datang ke teller, uang transfer tetap tidak ada. Begitulah cara Allah mengeluarkan kekayaan seseorang dengan berbagai cara. Meski orang menggenggam uang sekuatnya, jika Allah berkehendak lain, tetap saja uang lari darinya.

Banyak orang memiliki persepsi bahwa harta yang ditahan dapat menambah kekayaannya, padahal persepsi itu sangat keliru. Harta yang tidak dikeluarkan ZIS-nya justru menjadi penghambat rejeki dan bisa mencelakakan dunia - akhirat. Harta bisa diibaratkan antara air dan selokan (sungai). Bila rejeki tidak dikeluarkan ZIS - nya, maka rejeki (yang kita tahan) tersebut akan menjadi penghambat atau menyumbat jalannya air (harta) yang akan datang kepada kita. Akibatnya, air (harta) itu tidak lagi memberikan manfaat optimal tapi malah menjadi malapetaka (banjir) karena air tidak dapat mengalir dengan lancar. Itu baru di dunia. Bagaimana di akhirat? Inilah peringatan Allah :

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan”.

Q.S Ali Imran (3) : 180 Suze Orman dalam buku best seller-nya yang terjual lebih dari 2 juta eksemplar :

uraian tentang uang dan kedermawanan sebagai berikut. “Uang mengalir melewati kehidupan kita seperti air – kadang – kadang banyak dan kadang-kadang sedikit. Saya meyakini bahwa diri kita, secara efek, adalah sebuah gelas, yaitu kita hanya bisa menampung jumlah tertentu; setelah itu airnya – atau uang – akan melimpah dan hilang ke selokan. Ada orang yang memiliki gelas yang lebih besar, ada yang memiliki gelas yang lebih kecil, tetapi kita semua memiliki kapasitas untuk menerima lebih banyak dari yang kita miliki. Saat Anda melakukan pemberian, gelas itu akan segera dipenuhi lagi berulang kali. Saya tahu bahwa saya selalu merasa lebih baik setelah memberikan sebuah sumbangan – lebih kuat, lebih berharga, lebih berkuasa. Dan setelah beberapa saat saya mulai meyakini bahwa bukanlah kebetulan kalau setiap kali saya memberikan sumbangan, semakin banyak uang yang datang ke pangkuan saya. Hal ini sepertinya sebuah konsep yang sangat aneh pada awalnya; banyak klien saya yang menganggapnya begitu. Satu pertanyaan yang selalu saya dapatkan pada langkah ini adalah, “Tapi Suze, saya tahu banyak orang kikir dan memiliki jiwa yang sangat pelit, orang-orang yang memiliki banyak uang, tetapi tidak pernah memberikan uang sedikitpun. Mengapa mereka bisa memiliki banyak uang?” .... Menjadi kikir tidak ada hubungannya dengan berapa banyak uang yang Anda miliki. Anda bisa kaya dan kikir, atau miskin dan dermawan. Orang-orang yang kikir selalu menjaga gelasnya dan menimbun kekayaan lebih banyak lagi, mereka akan memastikan bahwa tidak ada yang keluar dari gelasnya itu. Air baru selalu mengucur masuk untuk menjaga air didalam gelas itu tetap segar dan berguna, jika tidak, semuanya akan menjadi diam, seperti air yang tidak berputar dalam sebuah kolam”

Untuk melengkapi uraian diatas, saya berikan kisah nyata yang saya kutip dari harian umum Republika tanggal 28 September 2005, dimana ada seorang guru agama yang hidup sederhana. Dia sangat merindukan sekali bisa berangkat ibadah haji, namun selalu terbentur biaya. Pada suatu hari ia menjual sepeda motor satu - satunya seharga Rp.6 juta dan disedekahkan. Ia pun berdo’a agar Allah mengabulkan niatnya untuk pergi haji sekaligus memergikan haji istri dan ibunya. Ia sadar bahwa secara hitungan penghasilan, ia tidak mampu. Tetapi ia pun tahu bahwa tidak ada yang sulit bagi Allah. Beberapa waktu kemudian, ketika ia sedang menjaga warung milik temannya, ada seseorang yang datang dan menanyakan pemilik sebidang tanah yang dijual. Tanah itu berada didepan warung tersebut. Setelah bertanya, orang ‘asing’ itu meninggalkan dirinya. Beberapa hari kemudian, orang ‘asing’ itu datang kembali dan memberikan uang sebesar Rp. 67 juta sebagai ucapan terima kasih atas transaksi jual beli tanah tersebut. Cerita ini menunjukkan bahwa harta berupa motor itu ternyata menjadi penyumbat bagi masuknya rejeki. Itulah sebabnya ketika motor di jual dan disedekahkan, maka Allah mempermudah rejekinya dan memenuhi permintaannya. Subhanallah, Allah menepati janji-Nya.

Tidak hanya itu, orang kaya yang dermawan juga diutamakan masuk surga. Dalam keterangan sebuah kitab kuning (sorry ya, saya lupa nama kitabnya!) diceritakan ada empat golongan orang yang akan masuk surga yaitu orang mati syahid, ulama, haji mabrur dan orang kaya yang dermawan. Pada kesempatan pertama malaikat mempersilahkan orang mati syahid untuk masuk surga duluan. Ternyata orang yang mati syahid itu menolak dengan alasan yang lebih berhak adalah ulama yang mengajarkan padanya ilmu sehingga ia bisa menjadi orang baik. Maka malaikat pun kemudian mempersilahkan ulama untuk masuk surga. Tetapi sang ulama pun keberatan masuk duluan karena dia malu sama orang kaya yang dermawan sebab dia yang memberikan fasilitas untuk proses belajar mengajar. Akhirnya malaikat mengijinkan orang kaya yang dermawan masuk surga lebih dulu.

Dalam dokumen keberkahanfinansial (Halaman 53-59)