• Tidak ada hasil yang ditemukan

Melipatgandakan Kekayaan Secara Cepat dan Aman

Dalam dokumen keberkahanfinansial (Halaman 120-127)

Saya ingin mengajak Anda berpikir sejenak menjawab pertanyaan, “Apakah seseorang yang berpenghasilan ratusan juta bahkan milyaran setiap tahunnya itu memiliki kemampuan ribuan, ratusan ribu atau bahkan jutaan kali dari kemampuan rata - rata orang? Apakah seorang presiden juga memiliki Intelligent Quotient (IQ) atau kemampuan lainnya 100 kali dari rata - rata kemampuan rakyatnya?” Saya yakin Anda akan menjawab, “Tentu saja tidak!”

Lalu apa yang membedakan mereka berbeda dengan orang biasa? Orang sukses atau kaya biasanya memiliki ‘kecerdikan’ untuk memanfaatkan kemampuan dirinya dan sumber daya orang lain. Orang sukses dan orang kaya dibandingkan dengan orang gagal atau orang miskin terdapat perbedaan yang sangat tipis. Perbedaannya hanya pada ‘kecerdikan’ tersebut.

Mengapa seseorang yang sudah lama bekerja keras - bahkan sampai lembur larut malam - tetapi tidak mengalami perubahan siginifikan dalam hidupnya, bahkan sampai usia lanjut hidup ‘biasa - biasa’ saja?. Ada beberapa kemungkinan mengenai hal ini. Salah satunya karena mereka tidak bekerja secara ‘cerdas’ dengan memanfaatkan kiat - kiat orang sukses. Mereka lebih mengandalkan bekerja keras – bahkan sangat sangat keras sekali – namun tidak mau belajar dan atau bekerjasama dengan orang lain. Mereka bekerja sendiri! Padahal apabila mau memanfaatkan ‘daya ungkit’ – suatu cara yang mampu mengantarkan sukses lebih cepat - maka usaha menjadi lebih mudah dan lebih ringan.

Kita dapat menganalogkan ‘daya ungkit’ sebagai sebuah dongkrak mobil atau alat pengungkit lainnya. Sebuah mobil bila bannya bocor tidak mungkin diangkat sendiri untuk mengganti bannya. Kita membutuhkan dongkrak untuk mengangkat mobil agar lebih mudah dan ringan. Demikian juga kita dapat menggeser batu besar, dengan tenaga minimal menggunakan pengungkit. Begitulah perumpamaannya.

Demikian juga untuk melipatgandakan kekayaan. Menurut Tung Desem Waringin dalam buku Financial Revolution (2005), untuk melipatgandakan kekayaan atau mendapatkan uang dengan cepat dapat menggunakan rumus berikut :

ADDED VALUES x LEVERAGE

Batu

Leverage berarti pengungkit atau pendongkrak, adalah alat bantu yang memudahkan atau mempercepat pencapaian tujuan.

Untuk menjelaskan rumus diatas - perpaduan antara added values (nilai tambah) dengan leverage (pengungkit) sehingga bisa menghasilkan banyak uang, berikut saya berikan kisah yang saya kutip dari Majalah Pengusaha no.51 – Agustus 2005. PT. Tiga Saudara Grup (TSG) – perusahaan properti di Yogjakarta, hanya dalam waktu lima tahun mampu masuk dalam jajaran tiga besar pengembang dengan omset ratusan miliar dan berhasil membangun 40 lokasi perumahan. Padahal ketika perusahaan ini didirikan oleh kakak beradik Bambang Ifnurudin dan Agus Fery Wibowo hanya bermodalkan Rp.65 juta pada tahun 1999. Mereka mengembangkan bisnis dengan strategi menjalin kerjasama dengan pemilik uang (leverage, pengungkit) dengan pembagian 60 : 40 dari laba

bersih. Enam puluh persen untuk developer dan empat puluh persen untuk investor. Kerjasama ini dilakukan dengan transparan karena investor bisa mengetahui seluruh biaya operasional dari proyek yang dijalankan. Bahkan investor bisa ikut menentukan berapa nilai jual proyek (added values, nilai tambah).

Uang orang lain sebut sebagai daya ungkit karena bagi Bambang Ifnurudin dan Agus Fery Wibowo bila hanya mengandalkan uang sendiri yang sangat terbatas, maka bisnisnya tidak akan cepat berkembang. Sedangkan transparansi dan pengelolaan bersama adalah nilai tambahnya, karena tidak semua perusahaan menerapkan sistem seperti itu. Biasanya pengelola bisnis merasa tidak nyaman dengan ikutnya investor dalam urusan manajemen. Jadi itu bisa disebut nilai tambah.

Menurut Robert G. Allen dalam buku The One Minute Millionaire, ada lima leverage yang dapat digunakan sebagai pondasi dalam meraih kekayaan yaitu mentor (pembimbing), tim yang kuat, jaringan, peralatan dan sistem. Kelima leverages itu akan memberikan daya ungkit yang luar biasa dalam membangun kekayaan melalui :

1. Uang orang lain

Di dunia ini ada orang yang memiliki uang berlimpah, namun tidak memiliki waktu untuk mengembangkan uangnya, tidak memiliki cukup keahlian untuk berbisnis atau berbagai alasan lain. Ada juga orang yang kekurangan uang (memiliki sedikit uang) tapi banyak ide kreatif serta semangat dan etos kerja tinggi. Inilah yang menyebabkan adanya supply (penawaran) dan demand (permintaan) kerjasama dalam pengelolaan keuangan. Kondisi ini pula yang melahirkan industri perbankan sebagai lembaga intermediasi (menghimpun dan menyalurkan) dana masyarakat.

Kita dapat memanfaatkan kondisi itu untuk meningkatkan finansial. Bagaimana caranya? Kita dapat mengambil hutang di bank untuk membiayai proyek - proyek produktif maupun properti. Kita bisa juga melakukan kerjasama dengan pemilik dana. Bila kedua hal itu belum bisa dilakukan karena kita belum dipercaya pemilik modal, kita bisa menjadi broker atau perantara jual beli barang, misalnya properti. Kita bisa mendapatkan keuntungan meski tidak memiliki modal sama sekali.

Banyak kisah sukses orang - orang yang berhasil memanfaatkan daya ungkit ini (menggunakan uang orang lain atau bank) dan yang paling nyata adalah para konglomerat. Pada pengusaha baru, Anda dapat menyimak kisah Miming Pangarah – pemilik perusahaan percetakan Indoprin – Bandung yang omset bisnisnya sudah mencapai 10 milyar setahun dan total asetnya mencapai Rp. 7 milyar yang diraih dalam waktu hanya 2,5 tahun. Padahal sebelum menggunakan uang bank, omset bisnisnya hanya Rp.150 juta per tahun. Menurutnya, kunci sukses dalam berhutang adalah tidak menggunakan kredit untuk keperluan konsumtif, karena hal itu sangat tabu!. Ia mengatakan, bila seseorang sudah berani menggunakan sekian ribu uang bank untuk kepentingan diluar bisnis, maka hal sembrono itu akan terus terulang dalam jumlah yang

makin besar. Sedangkan mengenai kemungkinan risiko kredit macet karena bisnisnya tidak jalan atau rugi, ia menepisnya karena kemungkinan itu relatif kecil terjadi asalkan orang disiplin dalam mengelola managemen keuangan. (Majalah Pengusaha no.51 – Agustus 2005)

2. Pengalaman orang lain.

Kita memerlukan pengalaman - pengalaman orang lain sebagai bahan pelajaran berharga. Pengalaman itu bisa dari kesuksesan orang lain. Bisa juga dari pengalaman gagal seseorang. Pengalaman bisa mengajarkan apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan. Bagaimana strategi orang-orang kaya meraih kekayaannya dapat kita contoh. Kita juga butuh mentor (pembimbing) untuk membantu meraih tujuan-tujuan yang diinginkan, termasuk tujuan keuangan. Dengan mentor, Kita dapat belajar secara cepat. Meski kita dapat meraih suatu impian atau tujuan menggunakan cara sendiri, namun kita harus melakukan try and error alias coba – coba sehingga butuh waktu lama untuk sampai tujuan. Tentu akan lebih efektif jika kita memiliki cara - cara yang sudah terbukti keberhasilannya dengan ‘ramuan’ yang sudah pas. ‘Ramuan’ itu biasanya dari pengalaman orang lain.

Contoh sederhana, ketika Anda ingin membuat nasi goreng. Meski sudah mendapatkan resepnya, belum tentu hasilnya lezat. Ketika Anda memasaknya, bisa jadi hasil nasi gorengnya terlalu kering, terlalu manis dan sebagainya. Hal itu bisa terjadi hanya karena kesalahan sedikit saja atas tata cara memasak, meski ukuran bumbunya sudah sama persis. Misalnya Anda mendahulukan nasinya kemudian bumbunya, hasilnya akan berbeda bila bumbunya lebih dulu kemudian nasinya.

Bukti bahwa pengalaman atau mentor diperlukan, Anda dapat saksikan orang - orang sukses seperti Bill Clinton, Andre Agassi, Nelson Mandela dan Lady Di. Mereka sukses dibidangnya masing - masing karena memiliki mentor yaitu Anthony Robbins. Ide orang lain.

Anda tentu kenal Henry Ford. Pendiri perusahaan otomotif Ford Motor tersebut pernah mengatakan, “Saya tidak pernah berpikir : Mengapa saya harus menciptakan produk yang belum ada. Saya selalu berpikir : Mengapa saya tidak menciptakan produk yang lebih baik dari yang sudah ada?” Apa yang dikatakan Ford memberikan pelajaran bahwa kalau ingin sukses berbisnis, kita tidak harus berpikir mencari ide yang benar - benar tidak ada sebelumnya. Kita bisa menambahkan atau menyempurnakan ide yang sudah ada menjadi lebih baik. Kita boleh meniru ide, bisnis atau kiat-kiat orang lain. Tidak perlu malu mencontek!. Bila ada ide bagus dari siapapun yang dapat dimanfaatkan, tidak ada salahnya ditiru. Tetapi hal yang paling penting dalam

mencontek ide adalah menggunakan kaidah ATM (Amati, Tiru, Modifikasi).

Pekerjaan orang lain.

Seringkali dalam bisnis atau pekerjaan yang kita lakukan itu akan lebih baik hasilnya dan lebih efisien bila dikerjasamakan dengan pihak lain. Sama seperti perusahaan mobil, memberikan sub kontrak untuk spare part tertentu kepada vendor, misalnya jok mobil, ban, kampas rem dan sebagainya. Demikian juga bila Anda merintis bisnis, pada awal usaha boleh saja mengurus sendiri mulai dari A – Z, mulai dari pemasaran, mencari modal kerja, mengantar barang, memproduksi barang, menagih dan sebagainya. Akan tetapi bila itu Anda lakukan selamanya, lama - lama Anda kecapaian!. Maka sebaiknya Anda berpikir bagaimana pekerjaan dapat didelegasikan kepada orang atau perusahaan lain. Kondisi yang sebaliknya juga bisa terjadi. Misalnya saat memulai bisnis Anda tidak memiliki modal atau sumber daya yang memadai. Jadilah broker untuk mencari order – order produk dan pengerjaannya dikerjakan oleh perusahaan lain.

Waktu sehari semalam sama untuk setiap orang yaitu 24 jam. Jumlah waktu tersebut masih harus dikurangi dengan istirahat, tidur, ibadah dan kegiatan lainnya. Hasil sebuah penelitian yang dikutip oleh Promod Brata dalam buku Born to Win menyebutkan bahwa dari masa hidup seseorang yang mencapai 70 tahun, hanya tersisa waktu efektif 12 tahun untuk bekerja. Rata - rata 25 tahun untuk tidur, 8 tahun untuk studi dan pendidikan, 6 tahun untuk istirahat dan sakit, 7 tahun untuk liburan dan rekreasi, 5 tahun untuk komunikasi, 4 tahun untuk makan dan 3 tahun untuk transisi yaitu melakukan persiapan untuk melakukan semua aktivitas diatas.

Dengan memperhatikan realitas diatas, waktu yang tersedia untuk mencapai tujuan hidup ini relatif kecil, hanya 12 tahun. Bila orang hanya bekerja menggunakan waktunya sendiri, maka akan lama sampai tujuan. Maka, mau tidak mau, suka atau tidak, kita membutuhkan waktu orang lain untuk membantu meraih tujuan hidup.

Selain kelima leverages diatas, kita harus menambah dengan leverages do’a, karena do’a merupakan pengungkit maha dahsyat. Ud’uunii astajib - lakum “Berdo’alah

kamu niscaya Aku kabulkan”. Begitulah Allah memerintahkan agar umat-Nya berdo’a dalam setiap kesempatan. Karena dengan do’a urusan menjadi lebih mudah. Dalam hadist qudsi Allah berfirman :

“Aku (Allah) sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku (Allah) bersamanya apabila ia memohon kepada-KU”

HR.Muslim Masalah rejeki, jodoh dan mati, rahasianya hanya ada pada Allah. Tidak ada yang tahu apakah si A akan memiliki rezeki banyak atau sedikit, sehingga masalah rezeki ada unsur ‘kegaiban’. Jadi untuk meraihnya harus menggunakan dua jalur yaitu jalur ‘ghaib’ dan jalur phisik. Jalur ghaib dengan cara berdo’a langsung kepada Allah.

Ironisnya, sebagian orang tidak menjadikan do’a sebagai daya ungkit dalam setiap langkahnya. Padahal kekuatan do’a bisa mengubah hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Manusia itu lemah, tidak bisa berbuat banyak manakala tidak mendapatkan pertolongan Allah . Sekuat dan sekeras apa pun usahanya, bila bukan karena Allah, maka sia - sia belaka. Manusia hanya bisa berkehendak, Allah yang mengabulkan kehendak. Manusia punya kuasa terbatas, Allah mempunyai kuasa tidak terbatas. Jadi agar kuasa kita bisa lebih besar, maka ‘leburkan’ dengan kekuasaan Allah. Sebab bila hal ini terjadi, maka do’a menjadi sangat – sangat makbul! Kita bisa menyaksikan hal ini pada para wali Allah yang memiliki karomah. Sedangkan untuk para nabi kita menyebutnya mu’jizat.

Kenapa sebagian orang tidak menjadikan do’a sebagai daya ungkit? Kebanyakan orang merasa bahwa do’a yang diminta tidak ’cespleng’ atau langsung dirasakan manfaatnya. Bahkan mereka merasa do’anya tidak pernah dikabulkan. Secara sederhana (meski tidak persis sama), hubungan Allah dan hamba-Nya yang berdo’a itu seperti permohonan anak kepada orang tuanya. Orang tua yang bijaksana dan sayang sama anaknya pasti tidak akan mengabulkan seluruh permintaan anaknya. Hal itu karena berbagai pertimbangan yang seringkali belum dimengerti anaknya. Misalnya seorang anak kelas 4 SD, minta dibelikan sepeda motor. Orang tua tentu sangat berat hati dan tidak akan membelikan motor dengan pertimbangan keselamatan anaknya. Anak seusia itu tentu belum layak untuk mengendarai sepeda motor. Jadi kalau orang tua tidak membeli sepeda motor untuk anaknya, bukan berarti tidak mengabulkan permintaan sang anak tetapi mencari waktu yang tepat.

Berdo’a juga mirip dengan kalau kita minta sesuatu kepada orang lain. Disana ada istilah tak kenal maka tak sayang. Demikian pula ketika berdo’a, kita harus mengenal lebih dulu Allah. Mungkin Anda akan bertanya, “Bukankah kita sudah mengenal Allah melalui nama asmaul husna dan sifat – sifatnya? Bahkan setiap shalat kita mengucapkan syahadat, ”Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah?”. Menurut saya belum cukup!. Karena Anda belum benar - benar bersaksi. Bersaksi itu berarti pernah menyaksikan atau berjumpa dengan-Nya. Sama seperti ketika saya ceritakan ciri – ciri istri saya, sementara Anda belum pernah berjumpa dengannya. Saya gambarkan bentuk fisiknya, matanya, rambutnya, kulitnya, cara berbicara, dan sebagainya. Apakah itu berarti Anda sudah menyaksikan (berjumpa) istri saya? Pasti belum!. Anda baru mengenal ciri-ciri istri saya.

Setiap manusia yang terlahir di dunia ini sebenarnya sudah pernah melakukan persaksian atau pertemuan dengan Allah di alam ruh, namun sebagian besar melupakan pertemuan itu. Ketika itu ruhani kita bermusyahadah dengan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam Al - Al Qur’an, “Alastu birobbikum, Qooluu balaa syahidna”.

“Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka (ruhani) menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”.

Q.S Al - A’raaf (7) : 172 Persaksian itu sengaja dilakukan Allah agar di akhirat nanti manusia tidak berkilah dengan mengatakan tidak pernah bertemu Tuhannya. Sedangkan para sufi menggambarkan perjumpaan itu sangat indah sekali, sehingga bayi yang lahir ke dunia selalu menangis karena dia harus berpisah dengan Allah, sang kekasihnya.

Agar kita bisa lebih dekat dengan-Nya, kita harus menemui-Nya. Sebab dengan pertemuan itu, kita akan menjadi merasa dekat, merasa lebih kenal dan bertambah cinta. Pepatah mengatakan, ‘Tak kenal maka tak sayang’. Lebih dari itu, kalau mata hati kita buta di dunia ini (belum merasakan perjumpaan), maka di akhirat nanti kita akan lebih buta lagi dan lebih tersesat dari jalan yang benar, Q.S Al – Israa’ (17) : 72.

Bagaimana kita menemui - Nya? Pertama, berharaplah untuk bertemu dengan – Nya, sebagaimana firman Allah :

“Barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Q.S Al – Ankaabut (29) : 5 Untuk bertemu dengan-Nya tidak perlu mencari ke tempat tempat keramat, di laut, hutan dan sebagainya, karena Allah itu lebih dekat dari urat leher kita (QS : Qaaf, 50 : 16). Sedangkan dalam hadits qudsi Allah berfirman ”man ‘arafa nafsahu faqad arafah

robbahu”. “Barang siapa memahami jati dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya”.

Untuk sampai merasakan berjumpa Allah (ma’rifatullah) diperlukan seorang mursyid (pembimbing). Tugas kita saat ini adalah menemukan sang mursyid tersebut!. Itulah langkah kedua untuk bertemu Allah.

Pertemuan dengan Allah merupakan langkah awal agar do’a kita lebih makbul. Sedangkan aturan lainnya, sebelum berdo’a kita juga harus memperhatikan hal - hal berikut :

1. Makanan atau rejeki yang dimakan.

Sa’ad bin Abi Aqqas – yang hidup dijaman sahabat - di kenal sebagai orang yang doanya sangat mustajab. Setiap do’anya selalu dikabulkan oleh Allah. Semua sahabat

lain sempat ‘iri’ dan terheran-heran dan kagum kepadanya. Maka salah sahabat lain pun bertanya kepada Sa’ad. “Wahai Sa’ad, boleh aku bertanya kepadamu?”. “Apa yang ingin kau tanyakan ?”, jawab Sa’ad. “Mengapa doa-doamu lebih dikabulkan oleh Allah, diantara sahabat - sahabat yang lain?”. Sa’ad pun menjawab, “Aku tidak memasukkan secuil pun makanan ke dalam mulutku, kecuali aku tahu dari mana makanan itu berasal dan kemana ia keluar”.

Rejeki haram yang kita makan akan menghambat atau menjadikan do’a – do’a tidak terkabul. Kalau begitu, bagaimana dengan koruptor, penipu dan penjahat lainnya bisa menjadi kaya atau sukses? Apakah itu berarti do’nya terkabul? Allah itu maha pengasih dan penyayang. Orang – orang demikian oleh Allah sengaja ‘diangkat-angkat’ atau istidraj.

2. Tempat berdo’a.

Ada beberapa tampat yang mustajab, diantaranya di depan multazzam (depan Ka’bah, antara hajar aswad dan pintu Ka’bah), hijr Ismail, maqam Nabi Ibrahim, raudhah (antara makam dan mimbar Rasulullah di Masjid Nabawi), padang arafah ketika melakukan wukuf haji. Di tempat – tempat khusus seperti itu, Insya Allah do’a lebih makbul (mustajab). Oleh karena itu, bila Anda sudah memiliki uang cukup untuk menunaikan ibadah haji, segeralah pergi menunaikan ibadah haji. Mintalah apa pun yang Anda yakini baik untuk dunia dan akhirat di tempat- tempat tersebut.

3. Waktu.

Ada waktu - waktu tertentu yang menjadikan do’a lebih makbul, diantaranya waktu sepertiga malam terakhir, dan waktu diantara dua khutbah Jumat. Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata : Rasulullah bersabda :

“Turunlah rahmat Tuhan kami ke langit dunia setiap malam ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir, lalu berfirman : ‘Barang siapa berdo’a kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Barangsiapa meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Barangsiapa memohon ampun kepada-Ku maka Aku akan memberinya. Barangsiapa memohon ampun kepada-Ku , maka Aku akan mengampuninya”.

HR.Muslim Selain itu, Rasulullah bersabda, ada tiga golongan orang yang do’anya pasti dikabulkan yaitu do’a orang berpuasa hingga dia berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang teraniaya (HR At-Tirmidzi).

Agar hasil yang kita harapkan dapat maksimal, maka kita harus memvisualisasikan lebih dulu keinginan kita. Orang - orang sukses selalu memiliki visualisasi (gambaran) yang jelas atas masa depannya dan selalu di putar berulang - ulang. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Dr.Charles Garfield terhadap orang - orang yang berprestasi puncak ternyata mereka suka melakukan visualisasi (menggambarkan secara jelas dalam pikiran). Mereka melihatnya; merasakan; bahkan seolah mengalaminya sebelum benar - benar melaksanakannya. Mereka memulai dengan tujuan akhir (untuk jelasnya, baca buku “Cara Mudah Orang Gajian Menjadi Entrepreneur”)

Untuk melengkapi dahsyatnya kekuatan do’a, berikut ini saya memberikan contoh yang saya kutip dari sebuah internet (Journey to Islam oleh Redaksi 28 September 2005). Cerita itu bermula dari keinginan seorang mualaf untuk menunaikan ibadah haji namun tidak memiliki biaya. Maka setiap malam, sepulang dari pengajian dan sebelum tidur ia menyempatkan shalat tahajjud. Pada saat shalat itulah, ia menangis di hadapan Allah , bermunajat dan memohon kemurahan Allah agar bisa menunaikan ibadah haji.

Setelah sekian puluh kali dilakukan, Allah mengabulkan do’anya. Pada suatu musim haji tahun 1992, di suatu pagi sekitar tiga hari setelah hari raya idul fitri, datang sebuah surat undangan dari Raja Fadh Arab Saudi yang mengundang dia untuk melaksanakan ibadah haji. Subhaanallah

.

Dalam dokumen keberkahanfinansial (Halaman 120-127)