• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Investasi : Halal, Berkah, Bertumbuh

Dalam dokumen keberkahanfinansial (Halaman 91-95)

Saat ini banyak pilihan instrumen investasi baik berupa produk perbankan, saham, obligasi reksadana, maupun bursa berjangka. Sebagai muslim kita tidak boleh menginvestasikan dalam investasi yang haram, hanya karena tergiur hasil yang tinggi. Dalam berinvestasi sedikitnya ada tiga prinsip yang harus diperhatikan yaitu:

1. Halal.

Hasil investasi yang halal selalu memperhatikan syariah. Apa yang dilarang syariah harus menjadi perhatian utama. Idealnya, selain hasil investasi yang halal juga

thoyyibah (baik). Islam tidak mengatur secara rinci tentang bagaimana harus

berinvestasi. Islam hanya memberikan garis besarnya saja, sebagaimana sabda nabi,

“antum a’lamu biumiriddun-yaakum”. Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.

Investasi halal bila tidak mengandung unsur (a) maysir (judi dan spekulasi) misalnya spekulasi mata uang asing, spekulasi jual -beli saham (b) gharar (ketidak jelasan transaksi), misalnya sistem ijon yaitu membeli hasil pertanian yang tidak jelas jumlah maupun kualitasnya karena transaksi itu terjadi jauh hari sebelum bisa di panen. Sistem ini biasa juga diterapkan pada hedge fund (c) haram karena barang yang diperjual belikan jelas-jelas haram seperti narkoba, diskotik, pelacuran, minuman keras dan lainnya. Investasi haram juga bisa karena cara - cara yang digunakan tidak transparan atau saling menipu (d) Riba (bunga). Semua ulama sepakat bahwa riba itu haram, karena jelas Allah berfirman, wa -ahallallahul baiaa, waharramar ribaa. “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Namun yang masih menjadi perdebatan adalah tentang bunga bank. Apakah termasuk riba atau tidak! Meski pada akhir tahun 2003 lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa bunga bank haram, tetap saja fatwa itu belum diterima oleh mayoritas ulama. Namun bila kita menginginkan penghasilan lebih bersih dan jauh dari keragu – raguan (wara’), meninggalkan bunga bank adalah langkah terbaik. Bagaimana dengan orang yang belum mampu meninggalkan terutama orang yang bekerja di bank konvensional? Perlu niat kuat dan langkah – langkah nyata agar segera bisa keluar dari sana.

Saat ini sudah banyak pilihan investasi sesuai syariah diantaranya instrumen deposito, saham syariah, obligasi syariah, reksadana syariah, emas dan pada sektor properti.

2. Berkah.

Untuk mendapatkan keberkahan dalam berinvestasi, cara yang digunakan harus benar, instrumennya benar dan dilakukan suka sama suka tanpa pemaksaan atau keterpaksaan. Tidak ada tipu menipu, harus transparan. Return yang dihasilkan juga wajar. Dengan keberkahan, maka hasil yang diterima akan memberikan manfaat yang sebesar - besarnya bagi pelakunya.

3. Bertumbuh.

Setiap orang pasti berharap uangnya (investasinya) bertumbuh terus. Tetapi kenyataannya kita menghadapi berbagai risiko yang sering mengurangi nilai investasi, sehingga kita harus mampu memahami risiko agar dapat meminimalisasinya.

Tingkat risiko dapat dibagi menjadi tiga yaitu risiko rendah, sedang dan tinggi. Setiap orang sah - sah saja memilih satu, dua atau bahkan ketiga risiko itu yaitu dengan mengkombinasikan pilihan investasinya. Semuanya tergantung sikapnya apakah risk

avoider (cari aman saja). Dalam berinvestasi ada jargon high risk high return (semakin tinggi risiko, semakin besar peluang hasilnya). Hal ini tergantung dari kesiapan seseorang dalam menanggung risiko.

Dalam menggandakan kekayaan juga ada rumus Rule of 72 yaitu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan kekayaan menjadi dua kali lipat. Sebagai contoh, bila saat ini hasil investasi sebesar 6% per tahun, maka kekayaan Rp.1 milyar akan menjadi 2 kali lipat dalam waktu 12 tahun. Bila tingkat bagi hasil sebesar 4% maka butuh waktu 18 tahun untuk mendapatkan Rp.2 milyar. Jadi rumusnya adalah 72 dibagi tingkat hasil investasi.

Sebelum melakukan investasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Tujuan Investasi. Setiap instrumen atau ‘kendaraan’ investasi memiliki karakteristik masing – masing. Ada yang cocok untuk investasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang seperti properti. Kita harus memilih ‘kendaraan’ investasi sesuai tujuan investasinya. Bila Anda memiliki uang ‘nganggur’ dan sewaktu - waktu digunakan, memilih properti tentu tidak cocok. Instrumen investasi untuk uang Anda mungkin pada deposito bulanan atau saham – saham blue chip (saham papan atas dan harganya cenderung naik). Bila tujuannya jangka panjang selain properti, Anda juga bisa memilih ‘kendaraan’ lain seperti saham atau reksadana.

2. Karakteristik / profil Investor

Setiap orang yang berinvestasi (investor) memiliki karakteristik atau profil. Ada investor yang berani berspekulasi (spekulatif), menghindari risiko (konservatif) dan ada yang berani mengambil risiko dengan perhitungan tertentu (rasional). Bila Anda termasuk orang yang konservatif, jangan sekali – kali berinvestasi pada saham, karena Anda akan mengalami spot jantung.

3. Kesiapan menanggung risiko / toleransi terhadap risiko

Tidak ada jenis investasi di dunia ini yang tidak ada risikonya. Sekecil apa pun pasti memiliki risiko. Tugas kita bukan menghindari atau mencari investasi yang tidak berisiko tetapi bagaimana mengelola risiko yang mungkin terjadi. Dengan kata lain meminimalisasi risiko dan mengukur kesiapan menanggung risiko. Untuk itu ada baiknya kita perlu mengetahui jenis – jenis risiko pada investasi, yang dibedakan menjadi lima yaitu :

a. Risiko Nilai Tukar (Currency risk). Risiko ini berkaitan dengan naik turunnya nilai tukar terhadap mata uang asing. Anda tentu ingat situasi ekonomi Indonesia pertengahan tahun 1997 lalu. Nilai rupiah saat itu melemah sekali dibandingkan mata uang asing terutama USD. Nilai rupiah yang sebelumnya berkisar Rp.2500 per 1 $USD melonjak menjadi lebih dari Rp.10.000 bahkan mencapai Rp.16.000 per 1 $ USD. Ada orang yang diuntungkan dan mendadak menjadi kaya, tetapi banyak juga yang mendadak miskin karena mereka memiliki hutang dalam bentuk USD.

b. Risiko Inflasi (Inflation risk). Risiko ini berkaitan dengan kenaikan harga atau menurunnya daya beli suatu mata uang. Bila investor tidak memperhatikan inflasi, maka bila besarnya inflasi melebihi hasil investasi, dapat dipastikan nilai riil uang akan tergerus atau menurun daya belinya. Bila inflasi sebesar 10% per tahun dan hasil investasi 9% maka nilai riil uang menurun sebesar 1%. Bila uang Anda tahun lalu Rp.100 juta masih bisa membeli mobil baru merek LIONKING, saat ini uang itu tidak mampu lagi membeli mobil baru yang sama karena harganya sudah naik menjadi Rp.110 juta, sementara uang Anda hanya menjadi Rp.109 juta. c. Risiko suku bunga (Interest rate risk). Risiko ini berkaitan dengan risiko di

perbankan karena naik turunnya bunga (atau bagi hasil), baik bunga simpanan (tabungan, deposito) ataupun bunga kredit. Bila saat ini bagi hasil deposito 10

persen, bisa saja bulan depan turun menjadi 8 persen atau naik 12 persen. Ketika turun menjadi 7 persen, hasil investasi kita akan berkurang, dan sebaliknya bila naik keuntungan kita semakin besar.

d. Risiko likuiditas (Liquidity risk). Risiko ini berkaitan dengan pencairan kembali investasi. Ada kalanya investasi sulit dicairkan kembali karena suatu hal. Misalnya sulit mencari pasar, atau karena perusahaan tempat investasi bangkrut. Misalnya Anda membeli saham dengan harga murah tanpa memperhatikan prospek perusahaan penerbit saham (emiten). Ketika Anda bermaksud menjual saham, ternyata perusahaan tersebut bermasalah sehingga investor lain tidak mau membeli saham Anda. Kalaupun ada investor, harganya pasti rendah dan Anda rugi. Contoh lainnya ketika Anda berinvestasi di properti, Anda tidak dapat menjual secara cepat karena jenis investasi ini untuk jangka panjang.

e. Risiko politik (Political risk). Risiko ini berkaitan dengan kondisi politik sebuah negara. Pada tahun 1998 lalu, terjadi huru – hara politik yang memicu kerusuhan masal. Dalam kondisi demikian, pemilik properti mengalami kerugian akibat pembakaran. Harga properti menjadi turun karena investor tidak berminat menanamkan modalnya di sektor properti. Risikonya dinilai terlalu tinggi. Sebaliknya bila politik membaik biasanya perekonomian juga membaik, maka iklim investasi membaik pula. Bunga tabungan dan deposito turun dan ekonomi bergairah karena investor langsung menanamkan modalnya di sector riil (bisnis riil)

4. Strategi investasi

Strategi investasi bertujuan untuk ‘menjinakkan’ risiko – risiko investasi. Investor tidak mungkin terhindar dari risiko. Investor hanya bisa mengelola risiko sehingga dapat meminimalisir. Salah satu cara mengelola risiko adalah tidak meletakkan ‘telur’ dalam satu keranjang. Pecah semua baru tahu!. Hal ini sejalan dengan riset Merril Lynch selama 50 tahun yang menyimpulkan bahwa 91.5% keberhasilan strategi investasi adalah pada kebijakan melakukan aset alokasi, sedangkan faktor market

timing hanya 1.8%, pemilihan aset 4.6% dan faktor lain 2.1%.

Kemana Anda akan memilih instrumen investasi? Sebelum mengambil keputusan itu, ada baiknya memperhatikan penyebaran aset investor kaya di Amerika Utara, Eropa, Asia Pacific berdasarkan hasil penelitian World Wealth Report versi Merrill Lynch dan Cap Gemini Ernst & Young, bahwa 30% ditempatkan pada fixed income, 25% cash / deposits, 20% pada saham, 15% real estate, dan 10% pada investasi alternatif termasuk produk-produk struktur, hedge funds dan benda-benda antik.

Anda bisa saja mempertimbangkan hasil penelitian itu, tetapi hindari instrumen

hedge funds karena masih diragukan kehalalannya. Anda bisa mengalihkan pada

instrumen lain atau menambahkan pada aset alokasi real estate (properti) menjadi 25%. Sejak tahun 1990-an, industri keuangan di Indonesia mulai berkembang ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat. Hingga saat ini industri keuangan berkembang pesat mulai dari industri perbankan, saham, obligasi hingga reksadana syariah. Instrumen investasi juga sudah banyak pilihan. Untuk memilih ‘kendaraan’ yang akan dipakai berinvestasi, Anda harus mempertimbangkan lima hal berikut ini :

1. Biaya.

2. Pendapatan. 3. Risiko

4. Ketrampilan yang diperlukan 5. Waktu keterlibatan

Misalnya berinvestasi pada produk reksadana syariah. Biaya investasi pada instrumen investasi reksadana diantaranya biaya penempatan, biaya pencairan dan biaya administrasi. Biaya-biaya itu biasanya dihitung secara prosentase dari nilai investasi. Sedangkan pendapatan yang diperoleh adalah dari kenaikan NAB (Nilai Aktiva Bersih). Dalam kondisi normal, pendapatannya bisa melebihi rata-rata bagi hasil atau bunga deposito. Risiko di reksadana relatif sedang. Ketrampilan yang diperlukan adalah ketrampilan memilih Fund Manager (Manager Investasi) yang tepat dan timing (waktu tepat) untuk membeli NAB. Waktu yang diperlukan untuk mengurus investasi ini tergantung dari tujuan investasi. Bila tujuannya untuk investasi jangka menengah atau jangka panjang, keterlibatan waktu Anda mungkin hanya 1 jam per hari. Bila untuk investasi jangka pendek maka keterlibatan waktunya lebih banyak untuk memantau NAB dan berita-berita ekonomi dan politik yang terus berkembang setiap saat.

Dalam dokumen keberkahanfinansial (Halaman 91-95)