• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alur Perijinan Pembangunan Perkebunan di Indonesia

3.5.3 Pembebasan Tanah untuk Perkebunan di Tanah Negara dan Pribad

Seperti yang dijelaskan pada bagian 3.5.1, pembebasan tanah untuk perkebunan didasarkan pada SK Presiden No. 55 tahun 1993, dan diamandemen oleh Peraturan Presiden No. 36/2005, serta harus dilakukan melalui mekanisme normal dari penjualan dan pembelian,

barter, atau mekanisme lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang relevan. Sementara itu, Undang-undang No. 20 tahun 1961 dan Instruksi Presiden No. 9 tahun 1973, membuka jalan bagi perusahaan perkebunan untuk memperoleh tanah guna pembangunan perkebunan dengan mengatakan bahwa perkebunan juga merupakan kepentingan umum. Namun, rincian tentang proses pembebasan tanah sedikit lebih kompleks dari hal ini, karena proses tersebut tergantung pada tanah yang dicari oleh perusahaan, apakah tanah tersebut tanah negara atau tanah pribadi dibawah kontrol pihak ketiga.61

Konsep tentang Tanah Negara pertama kali diatur dalam Peraturan Pemerintah No No. 8 tahun 1953 mengenai Penguasaan Tanah Negara. Pada Pasal 1a, peraturan ini menyatakan bahwa tanah negara adalah tanah yang dikontrol penuh oleh negara. Penjelasan Umum mengenai Peraturan Pemerintah ini menyatakan bahwa;

Menurut “domeinverklaring” yang antara lain dinyatakan di dalam pasal I “Agrarisch Besluit”, semua tanah yang bebas sama sekali dari pada hak-hak seseorang (baik yang berdasar atas hukum adat asli Indonesia, maupun yang berdasar atas hukum barat) di-anggap menjadi “vrij landsdomein” yaitu tanah-tanah yang dimiliki dan dikuasai penuh oleh Negara. Tanah-tanah demikian itulah yang di dalam Peraturan Pemerintah ini disebut “Tanah Negara".

Sementara itu, berdasarkan Pasal 1.3 UU No. 24 tahun 1997 mengenai Registrasi Tanah, tanah negara didefi nisikan sebagai:

Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.

Meskipun undang-undang sebelumnya mengakui hak-hak atas tanah karena tanah tersebut bukanlah tanah negara, undang-undang yang diterbitkan setelahnya memperluas konsep tanah negara dengan mengkategorikan lahan yang dibebani dengan hak-hak adat sebagai tanah negara. Seperti yang disebutkan sebelumnya, walaupun UUPA mengakui tanah ulayat, bukan berarti pengakuan tersebut dapat diposisikan sebagai ‘sertifi kat’ dari tanah.62

Tanah yang diberi sertifi kat adalah tanah yang tenurialnya secara eksplisit diakui dalam Pasal 16 dalam UUPA.63

Pembebasan tanah harus dilakukan oleh perusahaan perkebunan setelah perusahaan tersebut mendapat ijin lokasi dari pemerintah daerah, dari kabupaten atau kotamadya. Sebelum melakukan kegiatan tersebut diatas, perusahaan tersebut juga diharuskan untuk mendapatkan ijin investasi dari Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Menurut Surat Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Kepala Badan Pertanahan Nasional,64 ijin lokasi mengatur penanaman modal yang terkait dengan pembebasan

penanam modal untuk usaha perkebunan baik Penanam Modal Asing (PMN) maupun Penanam Modal dalam Negeri (PMDN).65 Ijin lokasi adalah ijin sementara yang diberikan

kepada para penanam modal asing, sehingga mereka memiliki hak sementara atas tanah dalam kurun waktu satu sampai tiga tahun, tergantung dari luas tanah yang diperlukan, jangka waktu perpanjangan jika perusahaan berhasil melakukan pembangunan. Sementara itu, proses persetujuan atas penanaman modal terus dijalankan dan tanah yang dibutuhkan diperoleh.

Pasal 8 pada SK ini menyebutkan bahwa, setelah perusahaan perkebunan memperoleh ijin lokasi, perusahaan tersebut berhak untuk mendapatkan tanah seperti yang disebutkan dalam Ijin Lokasi. Namun, hal tersebut tergantung dari proses pembebasan hak dan kepentingan pihak-pihakk lain atas tanah tersebut berdasarkan persetujuan dari para pemegang hak atau pihak lain melalui penjualan dan pembelian, memberikan kompensasi, konsolidasi tanah atau cara-cara lain sesuai dengan peraturan yang ada.

Sebelum tanah yang diinginkan diperoleh oleh pemegang Ijin Lokasi, semua hak dan kepentingan dari pihak lain yang ada masih tetap diakui, termasuk kewenangan untuk mendapat sertifi kat tanah, memanfaatkan dan mengeksploitasi tanah untuk kepentingan pribadi atau bisnis dan melimpahkan hak kepada pihak lain. Pemegang Ijin Lokasi diwajibkan menghormati kepentingan pihak lain atas tanah sampai tanah tersebut dilepaskan. Pemegang Ijin Lokasi juga dilarang menutup dan membatasi akses komunitas ke tanah serta harus tetap menjaga kepentingan umum. Hanya setelah tanah yang diinginkan diperoleh, pemegang ijin memiliki wewenang untuk menggunakan tanah sesuai dengan tujuan yang disebutkan dalam rencana investasi.

Prosedur pembebasan tanah diatur dalam SK Menteri Agraria dan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 21/1994 mengenai Prosedur Pembebasan Tanah untuk Perusahaan dalam Rangka Penanaman Modal. Pasal 1 mensyaratkan kompensasi dibayarkan pada setiap orang yang memiliki hak atas kompensasi tersebut berdasarkan negosiasi dan kesepakatan. Perusahaan juga perlu memastikan bahwa sertifi kat yang diberikan setara dengan ijin yang diberikan, baik HGU maupun HGB. Jika tanah yang dibebaskan adalah, misalnya tanah yang dibebani hak pakai atau hak milik, perusahaan harus mendaftarkan kembali tanah tersebut sebagai HGU atau HGB kepada BPN.

Tanah untuk perkebunan baru, mulanya dilimpahkan dari masyarakat atau pemilik individual kepada perusahaa guna memenuhi kepentingan perusahaan dengan mempertimbangkan ijin lokasi. Pemegang sertifi kat tanah atau wakil masyarakat diwajibkan untuk menandatangi surat pernyataan dan disaksikan oleh pihak tertentu atau melepaskan hak atas tanah mereka dengan mengisi formulir tertentu dan disaksikan oleh kepala BPN Daerah.

Dalam mengatur pemindahan hak tanah, ketua Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus mengadakan sebuah pertemuan koordinasi untuk menjelaskan kepada kabupaten atau

kepala pengadilan bahwa ada kewajiban untuk berkonsultasi dengan para pemegang hak. Lembaga tersebut juga harus membagikan informasi mengenai rencana investasi perusahaan, menjelaskan ruang lingkup dampak dan rencana pembebasan tanah, serta langkah-langkah resolusi konfl ik terkait dengan pembebasan tanah. Ketua BPN harus membuka kesempatan bagi para pemegang hak untuk memperoleh penjelasan mengenai rencana investasi dan mencari solusi apabila terdapat persoalah yang muncul kemudian. BPN harus mengumpulkan data sosial dan lingkungan yang relevan dari komunitas dan mendukung agar komunitas mengusulkan jumlah kompensasi.

Setelah menerima kompensasi, pemegang sertifi kat tanah harus membuat surat persetujuan formal mengenai pelimpahan dan pelepasan sertifi kat tanah. Dua dokumen tersebut melimpahkan properti milik masyarakat atau individu kepada Negara, atau melepaskan HGU, HGB atau hak pakai (use right) yang ada pada Negara. Untuk melakukan hal tersebut, pemilik asli harus melepaskan semua hak atas tanah yang dibebaskan. Dengan demikian, BPN dapat melimpahkan tanah kepada perusahaan melalui HGU atau HGB. SK untuk Ijin Tanah harus ditandatangani oleh Kepala Kabupaten (bupati) atau walikota.66