• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk inventaris (campur tangan) manusia terhadap tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual. Klasifikasi penggunaan tanah secara umum dibedakan menjadi klasifikasi penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan. Secara garis besar klasifikasi penggunaan tanah perdesaan dapat dibagi menjadi perkampungan, industri, pertambangan, persawahan, pertanian tanah kering semusim, kebun, perkebunan, padang, hutan, perairan darat, tanah terbuka, dan lain-lain. Sedangkan klasifikasi penggunaan tanah perkotaan dibagi menjadi tanah perumahan, tanah perusahaan, tanah industri/pergudangan, tanah jasa, tanah tidak ada bangunan, taman, paerairan, dan lain-lain.

Adapun faktor-faktor ekonomi yang menentukan penggunaan dari interaksi sebidang tanah menghasilkan pola tata guna tanah. Tanah merupakan

multiactivities area dan multi manfaat yang akan menentukan tingkat persaingan dan harga/nilai tanah, terutama lokasi-lokasi yang mempunyai tanah yang subur, iklim yang baik dan di bawah pengaruh lokal eksternal ekonomi yang kondusif. Harga tanah menjadi ukuran tingginya permintaan dan persaingan tanah yang mencapai puncaknya di daerah perkotaan. Salah satu faktor yang menentukan harga tanah adalah jarak antar lokasi dengan pasar dan aksesibilitas.

Teori Von Thunen merupakan model tata guna tanah sederhana, didasarkan pada satu titik permintaan dalam suatu lingkungan ekonomi pedesaan yang mempunyai struktur pasar sempurna baik pasaroutputmaupuninput. Selain itu diasumsikan bahwa seluruh wilayah dapat dijangkau tapi terisolasi (tertutup), sehingga tidak ada ekspor impor. Berdasarkan asumsi tersebut, maka lokasi lahan akan mengikuti pola kawasan komoditi berbentuk lingkaran dengan kota sebagai pusatnya sekaligus tempat pemukiman, kemudian areal sawah, tegalan, kebun dan terakhir adalah hutan. Bentuk lingkaran tidak harus simetris, tetapi tergantung akses jalan atau sungai.

Anwar (2001) mengembangkan suatu model input output yang dapat menggambarkan perubahan ekonomi dan sosial yang terjadi serta menghitung dan mengevaluasi dampak dari ketersediaan sumberdaya lahan. Dalam perumusan model input-output dengan mengkaitkan perubahan sosial ekonomi kepada jenis-jenis pengunaan lahan yang berbeda-beda melalui koefisien kebutuhan lahan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi tertentu. Dengan cara ini lahan diperlakukan sebagai faktor input yang bersamaan dengan faktor lain seperti tenagakerja dan

kapital. Keduanya mempunyai hubungan-hubungan langsung dan tidak

langsung dengan kebutuhan penggunaan lahan (land-use) yang dapat

ditangkap oleh pencerminan interdependensi antar sektoral dalam model input

-output. Perhatian kita tertuju kepada kebutuhan penggunaan lahan dari setiap (kegiatan) sektor ekonomi dan bukannya terhadap konpensasi kepada tataguna-lahan (land-use). Model input-output yang membahas perubalian struktural via anaiisis diskriptif dan perubahan eksplisit dari suatu keadaan (state)

ekonomi kepada lainnya. Perubahan-perubahan dafam struktur ini diturunkan dari beberapa skenario yang dikembangkan, sesuai dengan perrrrasalahan yang ditelaah. Umpamanya ketidakpastian yang menyangkut pengembangan teknologi dapat dibuat secara eksplisit dengan memperkenalkan skenario baru berdasarkan atas suatu gugus asumsi yang berbeda-beda.

Jika melihat kepada struktur matematik dari sistim input-output terdiri dari segugus persamaan-persamaan linier dengan n argumen yang tidak diketahui dapat dinyatakan dalam persamaan:

(1) xl= Zil + Zi2+ … + Zij+ … Zin+ yi,I = 1,2,…,n

Dimana n merupakan jumlah sektor-sektor dalam ekonomi, xj rnenunjukan total output dari sektor ke-i dan y yang merupakan total permintaan akhir

(final demand) untuk produk ke-i dalam sektor yang bersangkutan. Aliran-aliran input dari industri ke-i kepada industri ke-j dinyatakan oleh ziy. Karenanya, bagian sebelah kanan persamaan menyatakan jumlah dari penjualan inter-industri (z) dan penjualan kepada permintaan akhir (Y).

(2) Zij aij= _____

xj

yang disebut koefisien teknis aij dalam (2) diasumsikan bersifat konstan, dalam suatu kerangka analisis komparatif static (comparative static). Hal ini berarti hahwa setiap sektor yang menggunakan input-input dianggap dalam suatu proporsi yang tetap, dengan asumsi bahwa rata-rata kecenderungan

pengeluaran (expenditure propensities) adalah sama dengan marginal

propensities dan skala ekonomi didalam produksi dalam model memang diabaikan. Persamaan (2) dapat ditulis kembali dengan mengganti setiap zij dengan aijxj

(3a) xl = ailxl+ ai2x2+ … + aijxj+ … + ainxn + yi

atau dalam notasi matrik, A menggambarkan nxn matriks yang terdiri dari unsur-unsur {aij}

(3b) x = Ax + y

Atau apabila variabel eksogen dan permintaan akhir (f) dipisahkan pada sebelah kanan persamaan dan variabel endogen (x) ditempatkan pada sebelah kiri persamaan, maka:

(4) (I–A) x = y

Kemudian dampak ekonomi dapat diduga melalui suatu analisis dampak peruhahan dalam faktor-faktor eksogen. Dampak total output (x) kepada ekonomi dapat dihitung dengan cara menggandakan (mengkalikan) matriks kebalikan (inverse matrix) (I - A)-1 dengan vektor (v) yang rnencerminkan perubahan-perubahan vang terjadi dalam konsumsi akhir adalah

(5) x = (I - A)-1y

Dimana (1 - A)-1 yang biasa ditulis sebagai M adalah matriks multipliers atau juga disebut koefisien-koefisien Leontief. Dengan demikian, maka

(6) M = (I - A)-1

Matrik M menjelaskan semua dampak total, dampak langsung dan tidak langsung, sebagai akibat dari dampak injeksi faktor eksogen, yang berasal dari perubahan permintaan akhir (final demand)kepada besaran-besaran endogen dari tabelinput

(backward-linkages) dapat dibagi kedalam dampak ekonomi langsung, yaitu penerimaan kotor yang diterima oleh para produsen untuk pembelian akhir dari barang-barang dan jasa-jasa oleh para konsumen, pemerintah, dan ekspor; serta dampak ekonomi tidak langsung, yaitu pengeluaran terhadap faktor-faktor produksi kepada supply input sektor-sektor yang dipicu oleh dampak ekonomi secara langsung.

Laju pertumbuhan penggunaan lahan tertinggi pada periode tahun 2000-2005, untuk penggunaan lahan ruang terbangun terdapat di Kota Depok Laju penurunan tertinggi untuk lahan hutan ada pada Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bekasi Untuk kebun campuran, sawah tergenang, dan sawah tidak tergenang secara umum laju pertumbuhan tertinggi ada pada Kabupaten Bekasi Sedangkan pertumbuhan tertinggi untuk penggunaan lahan ladang/bareland/

upland secara umum ada pada Kabupaten Bogor. Pada tahun 2000 dan 2005,

peningkatan luas penggunaan lahan ruang terbangun dipengaruhi oleh

aksesibilitas yang baik dan tingkat kemiskinan yang rendah. Penurunan luas penggunaan lahan hutan dan kebun campuran dipengaruhi oleh peningkatan luas penggunaan lahan ruang terbangun dan sawah Sedangkan penurunan luas penggunaan lahan sawah dipengaruhi oleh peningkatan luas penggunaan lahan ruang terbangun dan kebun campuran (Wulandhanaet al. 2007).

Pertumbuhan penggunaan lahan perkotaan periode 1983 – 2001 pada setiap koridor memiliki kecenderungan semakin meningkat dimana koridor Jakarta - Bekasi mempunyai percepatan yang paling tinggi kemudian Jakarta –

Tangerang dan yang paling rendah adalah koridor Jakarta – Bogor. Faktor yang paling besar pengaruhnya perubahan penggunaan lahan perkotaan untuk koridor Jakarta– Bogor adalah panjang jalan, koridor Jakarta – Tangerang adalah jumlah rumah dan koridor Jakarta–Bekasi adalah jumlah industri (Hidayat, 2004)

Lahan yang paling besar peluangnya untuk berubah menjadi urban adalah lahan yang dahulunya digunakan sebagai pertanian lahan kering. Semakin luas pertanian lahan kering maka semakin besar peluangnya untuk berubah menjadi urban (Carolita, 2005).

Dari satu sisi, proses alih fungsi lahan pada dasarnya dapat dipandang merupakan suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan

transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud tercermin dari adanya (1) pertumbuhan aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita serta (2) adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor priner khususnya dari sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam ke aktifitas sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa) (Rustiadi, 2002).

. Di dalam hukum ekonomi pasar, alih fungsi lahan berlangsung dari aktifitas denganland rentyang lebih rendah ke aktifitas-aktifitas denganland rent

yang lebih tinggi, dimana land rentdiartikan sebagai nilai keuntungan bersih dari aktifitas pemanfaatan lahan per satuan luas lahan dan waktu tertentu. Dengan demikian alih fungsi lahan merupakan bentuk konsekuensi logis dari perkembangan potensial land rent di suatu lokasi. Oleh karenanya proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai bagian dari pergeseran-pergeseran dinamika alokasi dan distribusi sumberdaya menuju keseimbangan-keseimbangan baru yang optimal (Rustiadi, 2002).