• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghapusan D iskriminasi dalam Berbagai Bentuk

3.3.1. Pengant ar

UUD 1945 memberikan jaminan persamaan hak dan melarang diskriminasi. UUD juga menyebut-kan hak dan kewajiban yang sederajat bagi setiap warga negara, baik pribumi maupun keturunan sebagaimana tercantum Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28.

Pengertian diskriminasi dalam ruang lingkup hukum hak asasi manusia Indonesia (human rights law) dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Dis-kriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, sta-tus sosial, stasta-tus ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manu-sia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek ke-hidupan lainnya”.

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah Indone-sia berkomitmen melakukan penolakan terhadap berbagai bentuk diskriminasi. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesah-an Konvensi Mengenai PenghapusPengesah-an Segala Ben-tuk Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW) dan diperkuat dengan Undang-undang Nomor 29 Ta-hun 1999 tentang Konvensi Internasional tentang

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Dengan diratifikasinya CEDAW, Indonesia berke-wajiban menyesuaikan berbagai peraturan perun-dang-undangan nasional. Indonesia juga harus berkomitmen melaporkan pelaksanaan pengha-pusan segala bentuk diskriminasi, terutama yang terkait dengan diskriminasi terhadap perempuan.

3.3.2. Kondisi A wal RPJM N 2004- 2009 (T ahun 2004- 2005)

Diskriminasi dalam praktik dapat terjadi secara eksplisit ataupun implisit, baik pada peratur- an perundang-undangan atau pemberlakuannya yang membeda-bedakan warga negara yang akhir-nya melahirkan ketidakadilan.

Dalam hal ini, upaya untuk menghapus diskrimi-nasi banyak dihadapkan pada kendala penye-suaian dan harmonisasi peraturan perundang-un-dangan nasional pada awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009. Tumpang tindihnya pengaturan dan kepentingan sektoral banyak mendominasi upa-ya penyesuaian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan berbagai bentuk penghapusan diskriminasi. Hal ini menyebabkan terhambatnya upaya mengurangi perlakuan dis-kriminasi terhadap warga negara pada berbagai bidang kehidupan.

Selain itu, kualitas hukum dan kepastian hukum dalam rangka mengurangi perlakuan diskriminasi juga masih rendah. Dari sisi kuantitas, peraturan perundang-undangan yang dihasilkan setiap

ta-100 P E N C A P A IA N S E B U A H P E R U B A H A N

hunnya cukup banyak. Namun, dari sisi kualitas, masih banyak ditemui peraturan yang sebenarnya mengandung perlakuan diskriminasi.

Hal lain adalah masih rendahnya kewibawaan lembaga dan sistem peradilan yang saat ini men-jadi sorotan masyarakat. Kondisi ini penting un-tuk segera diatasi, mengingat keberhasilan pem-bangunan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera juga ditentukan oleh seberapa jauh sistem hukum yang berlaku ditegakkan dengan konsisten dan adil.

Sementara itu, pemahaman aparat dan sistem pelayanan publik terhadap pentingnya peraturan perundang-undangan yang tidak diskriminatif masih relatif rendah. Pelayanan publik sebagai salah satu fungsi utama penyelenggara negara dalam lingkup eksekutif harus benar-benar men-junjung tinggi asas kedudukan yang sama bagi se-tiap warga negara di hadapan hukum. Selanjutnya, apabila dalam pelaksanaannya terdapat peraturan perundang-undangan yang bersifat diskriminatif dan melanggar prinsip keadilan, maka harus be-rani ditindaklanjuti dengan langkah menghapus dan/atau melakukan berbagai perubahan. Untuk mendukung upaya penghapusan diskrimi-nasi dalam berbagai bentuk, sasaran yang ingin dicapai dalam RPJMN 2004-2009 adalah:

1. Terlaksananya peraturan perundang-undang-an yperundang-undang-ang tidak mengperundang-undang-andung perlakuperundang-undang-an diskri-minasi, baik kepada setiap warga negara, lembaga/instansi Pemerintah, maupun lem-baga swasta/dunia usaha secara konsisten dan transparan;

2. Terkoordinasikannya dan terharmonisasikan-nya pelaksanaan peraturan perundang-un-dangan yang tidak menonjolkan kepentingan tertentu sehingga dapat mengurangi per-lakuan diskriminatif terhadap warga negara; 3. Terciptanya aparat dan sistem pelayanan

pu-blik yang adil dan dapat diterima oleh setiap warga negara.

Untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai, maka upaya penghapusan diskriminasi diarahkan pada:

1. Kebijakan untuk menciptakan penegakan dan kepastian hukum yang konsiten, adil dan tidak diskriminatif;

2. Peningkatan upaya penghapusan segala ben-tuk diskriminasi, termasuk ketidakadilan gender. Harus dipahami bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di ha-dapan hukum, tanpa terkecuali;

3. Penerapan hukum yang adil, melalui perbaik-an sistem hukum yperbaik-ang profesional, bersih dan berwibawa.

Pencapaian sasaran tersebut dilaksanakan me-lalui Program Peningkatan Pelayanan dan Ban-tuan Hukum.

3.3.3. Pencapaian 2005- 2008

3.3.3.1. Posisi Capaian hingga 2008

Berbagai upaya Pemerintah dalam pencapaian sasaran penghapusan diskriminasi menunjukkan hasil positif. Hal tersebut ditunjukkan, antara lain, dengan dikeluarkannya berbagai peraturan, antara lain:

1. Upaya penghapusan diskriminasi terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), melalui UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempat- an dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Se-lain itu dengan adanya Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Indonesia dan Malaysia juga merupakan upa-ya perlindungan TKI khususnupa-ya TKI upa-yang ber-ada di Malaysia mengingat 90 persen buruh migran di Malaysia berasal dari Indonesia; 2. Penghapusan diskriminasi yang menyangkut

kekerasan terhadap perempuan yang ditu-angkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 ten-tang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). UU ini ditindaklanjuti

101 E v a lu a si 4 T a h u n P e la k sa n a a n R P JM N 2 0 0 4 -2 0 0 9

dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga;

3. Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekeras-an Terhadap PerempuKekeras-an (Komnas Perem-puan) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2005. Perpres ini bertujuan mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan, pencegahan dan penanggu-langan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi ma-nusia perempuan di Indonesia;

4. Diratifikasinya implementasi Kovenan Inter-nasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 melalui UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang pengesahan Internati-onal Covenant on Economic, Social and Cultural

Rights (CESCR) dan Kovenan Internasional

tentang Hak Sipil dan Politik tahun 1966 me-lalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (CCPR). Keberadaan kovenan-kovenan ini memberikan jaminan perlindungan di bidang-bidang ekonomi, so-sial, budaya, hak-hak sipil dan politik;

5. Dikeluarkannya UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI yang menggan-tikan UU Nomor 62 Tahun 1958. UU baru ini berbeda dari UU sebelumnya, yang hanya ber-orientasi pada pria. UU terbaru ini berorien-tasi pada kesetaraan gender, dan upaya per-lindungan anti diskriminasi kepada golongan etnis dan minoritas;

6. Pelegislasian UU Nomor 13 Tahun 2006 ten-tang Perlindungan terhadap saksi dan korban yang berupaya untuk pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang ti-dak diskriminatif;

7. Terobosan hukum yang cukup signifikan ada-lah disahkannya UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perda-gangan Orang (PTPPO). UU ini sebagai upaya

penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk, khususnya bagi kelompok-kelompok rentan dalam masyarakat yang berpotensi tinggi sebagai korban tindak pidana perda-gangan orang akibat kemiskinan dan tingkat pendidikan yang masih minim. UU PTPPO ini memuat sanksi-sanksi yang lebih jelas dan tegas serta perlindungan yang lebih baik de-ngan mengatur pelayanan untuk pemulihan fisik dan psikis dari Pemerintah serta ganti rugi dari pelaku. Lebih dari itu, adanya hak bagi korban tindak pidana perdagangan orang untuk tidak dijerat hukuman apabila dalam posisi sebagai korban (misalnya pekerja seks komersial dan pengedar narkoba);

8. Penandatanganan Konvensi Internasional mengenai Perlindungan dan Pemajuan Hak-hak dan Martabat Penyandang Cacat pada 30 Maret 2007. Demikian juga ditandatangani Konvensi Internasional Perlindungan bagi semua orang dari penghilangan paksa pada 12 Maret 2007;

9. Upaya penghapusan diskriminasipun seja-lan dilakukan dengan memberi tempat ke-pada keadilan dan kesetaraan gender dalam pendirian dan pembentukan partai politik. Implementasinya adalah pengaturan penyer-taan 30 persen keterwakilan perempuan dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Par-tai Politik;

10. Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis me-lalui UU Nomor 40 Tahun 2008. Dengan UU ini, setiap warga negara bersamaan keduduk-annya di dalam hukum dan berhak atas per-lindungan terhadap setiap bentuk diskrimi-nasi ras dan etnis.

Selain penerbitan peraturan perundang-undang-an, Pemerintah berupaya mengurangi diskrimi-nasi melalui berbagai upaya, antara lain:

1. Pelayanan publik prima dalam bentuk penya-tuan kegiatan berbagai unit pelayanan dalam satu kesatuan tempat yang terpadu (one stop services). Hal ini sebagai upaya

meminimali-102 P E N C A P A IA N S E B U A H P E R U B A H A N

sir perlakuan diskriminatif bagi masyarakat pengguna diberbagai sektor;

2. Pelayanan dan bantuan hukum yang men-jangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa pengecualian. Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan ke-adilan”;

3. Penjaminan pelayanan hak-hak masyarakat dari berbagai lapisan dengan akses informasi yang sama serta transparan dari institusi-ins-titusi Pemerintah dan proses peradilan. Hal ini untuk menumbuhkan kembali keperca-yaan terhadap penegakan hukum dan aparat-nya di lndonesia;

4. Salah satu bentuk penghapusan diskriminasi rasial lainnya adalah dengan Penetapan Ta-hun Baru Cina atau ”Imlek” sebagai hari libur nasional. Hal ini memberikan kesempatan kepada etnis Cina untuk merayakan ”Imlek” secara terbuka;

5. Penyelenggaraan bantuan konseling dan pendampingan bagi perempuan korban ke-kerasan dan pendidikan. Target utama pro-gram ini adalah organisasi perempuan di dae-rah. Ini bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat sipil di tingkat lokal dalam rang-ka mengurangi tindarang-kan kekerasan terhadap perempuan di daerah;

6. Berkaitan dengan diskriminasi dalam konteks kewilayahan, Pemerintah membuat berbagai kebijakan mengurangi kesenjangan antara wila-yah barat dan wilawila-yah timur, dan juga antara daerah maju dan daerah tertinggal/terisolir; 7. Pemerintah juga menghapus diskriminasi

dalam penyelenggaraan pelayanan publik me-lalui berbagai penyederhanaan persyaratan, prosedur, serta peningkatan transparansi. Dalam rangka mendukung peningkatan in-vestasi telah dilakukan pendelegasian we-wenang kepada 33 Kantor Wilayah Departe-men Hukum dan HAM. Demikian pula,

peningkatan kualitas pelayanan melalui pro-ses sistem informasi penyusunan prosedur dan standardisasi persyaratan pelayanan jasa hukum.

3.3.3.2. Per m asalahan Pencapaian Sa-saran

Upaya penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk mengalami beberapa permasalahan. Dari segi peraturan perundang-undangan, beberapa peraturan perundang-undangan telah diarahkan untuk menghapuskan kesenjangan dan meng-hilangkan praktik diskriminasi. Namun, perubah-an yperubah-ang diharapkperubah-an belum terwujudkperubah-an secara optimal, antara lain disebabkan oleh belum di-jadikannya acuan berbagai peraturan tersebut dalam penanganan kasus hukum.

“Setiap orang berhak mendapat

kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”

Ratifikasi beberapa konvensi hak asasi manusia juga belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal. Sebagai contoh, implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang belum optimal. Kurangnya kemauan atau komit-men dari para instansi terkait, kurangnya koordi-nasi antarkelembagaan untuk menjalankan keten-tuan peraturan perundang-undangan yang berlaku membuat proses untuk menjalankan ketentuan tersebut menjadi terhambat.

Begitu juga, upaya memberikan perlindungan perempuan, yang antara lain dengan diundang-kannya UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), belum maksimal. UU tersebut masih belum menciptakan efek jera bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga serta institusi peradilan belum sepenuhnya

mempergunakan-103 E v a lu a si 4 T a h u n P e la k sa n a a n R P JM N 2 0 0 4 -2 0 0 9

nya dalam pertimbangan putusan hakim. Kom-nas Perempuan mencatat bahwa pada 2006 ter-jadi 22.512 kasus kekerasan terhadap perempuan dan angka tersebut meningkat menjadi 25.552 kasus pada 2007. Konvensi Hak Anak (CRC) yang diratifikasi sejak 1990 belum juga memberikan hasil-hasil yang signifikan dalam upaya pembe-rian perlindungan terutama hak-haknya sebagai anak Indonesia. Negara masih memberikan per-hatian yang sangat kecil dalam memprioritaskan kesejahteraan dan kepentingan anak.

Kepentingan kelompok masyarakat kurang mam-pu, dan rentan juga masih kurang mendapatkan penanganan yang memadai. Selain itu, pelak-sanaan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara tidak diskriminatif hanyalah menjadi slo-gan belaka. Hal ini antara lain disebabkan karena belum adanya batasan atau indikator yang jelas dalam pemberian pelayanan maupun pemenuhan perlindungan hak-hak kepada masyarakat kurang mampu. Demikian pula, ketiadaan sanksi terha-dap satu lembaga maupun instansi yang memberi-kan pelayanan berbeda kepada setiap warga turut memberikan pengaruh terhadap kelanggengan

praktik diskriminasi di berbagai bidang. Selain itu, masalah pengawasan terhadap diskriminasi sangat sulit dilakukan. Selama ini pengawasan lebih banyak dilakukan atas inisiatif masyarakat dalam upaya mengurangi praktik diskriminasi yang dilakukan terhadap berbagai golongan ma-syarakat.

Sementara itu, kondisi buruh atau tenaga kerja sebagai kelompok masyarakat yang rentan terha-dap tindakan diskriminatif dan memerlukan per-lindungan, masih belum baik. Masih sering ter-jadi penghentian hubungan kerja oleh berbagai perusahaan karena alasan efisiensi. Demikian juga, belum terdapat kesepakatan yang dapat memberikan keseimbangan antara pemenuhan hak dan kewajiban di antara asosiasi pengusaha dan serikat pekerja tentang hak-hak buruh. Hal ini memicu berbagai unjuk rasa menentang kebi-jakan yang dijalankan dan dirasakan masih tidak adil serta merupakan bagian dari upaya mendis-kriminasikan para buruh.

Diskriminasi juga terjadi pada kehidupan ma-syarakat miskin atau kurang mampu, seperti pada akses pelayanan kesehatan. Hal ini, antara lain, disebabkan rendahnya kepedulian sosial

104 P E N C A P A IA N S E B U A H P E R U B A H A N

nyelenggara rumah sakit dan tidak adanya sanksi yang tegas bagi rumah sakit yang menolak mem-berikan pelayanan kesehatan bagi pasien miskin. Sehingga tidak mengherankan penolakan dan penahanan rumah sakit terhadap pasien miskin masih sering terjadi. Kurangnya kesamaan cara pandang dalam upaya penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk merupakan awal dari ti-adanya koordinasi dalam pelaksanaan penegakan hukum. Fakta demikian merupakan permasalah-an penting di dalam upaya penghapuspermasalah-an diskri-minasi.

3.3.4. T indak Lanjut

3.3.4.1. U paya yang A kan D ilakukan unt uk M encapai Sasaran

Berbagai pelaksanaan kegiatan yang belum sele-sai pada 2008 akan dilanjutkan pada 2009. Secara spesifik, upaya yang akan dilakukan untuk menca-pai sasaran dalam kurun waktu 2004-2009 adalah meningkatkan upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi dan pemajuan hak asasi manusia. Hal ini akan dilakukan baik melalui pembentukan per-undang-undangan maupun penguatan kapasitas penegak hukum dan masyarakat dalam rangka mewujudkan kedudukan yang sama di hadapan hukum pada setiap golongan masyarakat. Sehingga diharapkan akan terlaksana peraturan perundang-undangan yang tidak mengandung perlakuan dis-kriminatif kepada setiap warga negara.

Langkah lainnya adalah menyelenggarakan pela-yanan publik dan pelapela-yanan hukum yang dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap warga ne-gara. Hal tersebut diupayakan melalui perbaikan sistem pelayanan publik dan pelayanan hukum. Demikian juga, Pemerintah akan meningkatkan kegiatan dan kualitas pemberian bantuan hukum kepada warga masyarakat kurang mampu yang menghadapi masalah hukum di pengadilan. De-ngan hal ini akan berkurang perlakuan diskrimi-natif dan setiap warga negara memiliki keduduk-an ykeduduk-ang sama di hadapkeduduk-an hukum.

3.3.4.2. Perkiraan Pencapaian Sasaran RPJM N 2004- 2009

Dengan menelaah capaian terakhir upaya pengha-pusan diskriminasi dalam berbagai bentuk, maka diperkirakan sasaran RPJMN pada akhir 2009 nanti akan tercapai meski tidak secara sempurna. Terkait dengan terlaksananya peraturan perun-dang-undangan yang tidak mengandung per-lakuan diskriminasi, baik kepada setiap warga negara, lembaga/instansi Pemerintah, maupun lembaga swasta/dunia usaha secara konsisten dan transparan, tampaknya akan mengarah pada perbaikan, namun tidak secara keseluruhan. Untuk terkoordinasikannya dan terharmonisa-sikannya pelaksanaan peraturan perundang-un-dangan yang tidak menonjolkan kepentingan tertentu sehingga dapat mengurangi perlakuan diskriminatif terhadap warga negara, diperki-rakan akan tercapai. Hal ini diindikasikan dengan semakin tingginya kesadaran dan kearifan ma-syarakat dalam menerima perbedaan dan tidak memberi perlakukan diskriminasi.

Untuk terciptanya aparat dan sistem pelayanan publik yang adil dan dapat diterima oleh setiap warga negara, hal ini pun diperkirakan akan ter-capai, namun tidak sepenuhnya. Perlu waktu yang lebih panjang untuk bisa beradaptasi dan membangun budaya baru yang berorientasi pada keadilan dan peniadaan diskriminasi.

3.3.5. Penut up

Diskriminasi merupakan salah satu bentuk keti-dakadilan. Diskriminasi dalam praktik dapat ter-jadi secara eksplisit ataupun secara terselubung. Pada awal-awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009, upaya untuk menghapus diskriminasi banyak dihadapkan pada kendala pelaksanaan dalam me-lakukan penyesuaian dan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional. Tumpang tindih-nya pengaturan dan kepentingan sektoral batindih-nyak

105 E v a lu a si 4 T a h u n P e la k sa n a a n R P JM N 2 0 0 4 -2 0 0 9

mendominasi upaya penyesuaian berbagai per-aturan perundang-undangan yang terkait dengan berbagai bentuk penghapusan diskriminasi. Hal ini menyebabkan terhambatnya upaya untuk me-ngurangi perlakuan diskriminasi terhadap warga negara pada berbagai bidang kehidupan.

Dalam bidang perlindungan HAM, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dengan UU Nomor 11 Tahun 2005 dan Konvensi Internasio-nal tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dengan UU Nomor 12 Tahun 2005. Selain itu, sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Pasal 43 UU PKDRT, telah dikeluarkan PP Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pe-nyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Terobosan besar dalam upaya penghapusan diskriminasi adalah dengan disahkannya UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI menggantikan UU Nomor 62 Tahun 1958.

Sebagai bentuk upaya penghapusan diskriminasi rasial pada etnis Tionghoa, telah ditetapkan Tahun Baru Cina atau ”Imlek” sebagai hari libur nasional yang memberikan kesempatan kepada etnis Tiong-hoa untuk merayakan ”Imlek” secara terbuka. Dalam upaya perlindungan terhadap perempuan, telah dibentuk Komnas Perempuan melalui

Per-pres Nomor 65 Tahun 2005 yang bertugas un-tuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan, pencegahan, dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan HAM perempuan di Indonesia. Untuk membantu warga masyarakat kurang mampu yang terlibat dalam masalah hukum, telah pula diberikan bantuan hukum untuk menyelesaikan-nya. Sementara bagi membantu perempuan korban KDRT, telah diselenggarakan bantuan konseling dan pendampingan serta pendidikan bagi organisasi perempuan di daerah. Demikian pula, untuk mendukung upaya perlindungan ter-hadap TKI, telah dilakukan sejumlah perbaikan peraturan perundang-undangan yang diarahkan untuk memberi penempatan dan perlindungan TKI/TKW.

Dengan demikian, secara keseluruhan, upaya penghapusan diskriminasi dalam berbagai ben-tuk dalam 3 tahun terakhir ini telah lebih baik. Meskipun sulit untuk memenuhi sasaran yang telah ditetapkan pada akhir 2009 secara sem-purna, namun capaian-capaian yang ada sudah cukup memadai. Untuk mengupayakan pembe-rantasan diskriminasi secara total ke depan, maka Pemerintah akan mengupayakan hal ini se-cara terus menerus dan konsisten, dimana untuk itu bantuan dan kerjasama dari segenap lapisan masyarakat teramat diperlukan.

107 E v a lu a si 4 T a h u n