• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Fandom K-Pop Di Bali Sebagai Agen People To People Diplomacy Dalam Mendukung

Penyebaran Hallyu Sebagai Kebudayaan Global

1Putu Ratih Kumala Dewi

1Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

Denpasar Bali, Indonesia ratihkumaladewi@unud.ac.id

2Adi P.Suwecawangsa

2Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

Denpasar Bali, Indonesia adisuwecawangsa@yahoo.co.id

Abstract—Meningkatnya popularitas Korean Pop (K-pop) bukan hanya karena peran serta negara melalui diplomasi budaya, namun juga dukungan aktor non negara salah satunya kelompok penggemar (fandom). Fandom K-Pop merupakan salah satu kelompok penggemar dengan fanatisme tinggi. Bahkan tidak jarang kelompok penggemar K-Pop sangat terobsesi dengan hal-hal yang berkaitan dengan Korea. Ini ditunjukkan dalam berbagai ekspresi seperti berpenampilan seperti idola mereka, menirukan gaya rambut idola, mencintai makanan Korea serta juga mempelajari tulisan dan bahasa Korea. Menjadi menarik bahwa komunitas pencinta K-Pop dan fandom yang awalnya hanya menggemari musik K-Pop sebagai salah satu bagian dari Hallyu mampu membuat orang tertarik dengan budaya korea lainnya. Dan ini sejalan dengan kepentingan nasional negaranya untuk menyebarkan budaya popular melalui diplomasi publik. Fokus penelitian ini adalah untuk menganalisa peran fandom K-Pop sebagai agen people to people diplomacy dalam mendukung penyebaran hallyu sebagai kebudayaan global. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan konsep diplomasi publik dan diplomasi budaya popular. Penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam dengan anggota fandom K-Pop di Bali dan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka. Dari penelitian ditemukan terdapat penyebaran budaya popular korea lainnya selain K-Pop.Penyebaran ini terjadi melalui kegiatan dan metode interaksi fandom melalui dunia maya maupun tatap muka. Penelitian ini penting untuk memahami pentingnya people to people diplomacy dalam mendukung diplomasi budaya suatu negara seperti yang dilakukan Korea Selatan.

Kata Kunci— Budaya Populer, Diplomasi Budaya, Fandom, Hallyu, K-Pop

I. PENDAHULUAN

Perkembangan Hallyu saat ini memasuki perubahan yang disebut sebagai “The Second Wave” dengan meningkatnya popularitas Korean Pop (K-Pop). K-Pop merupakan salah satu bagian dari budaya populer Korea Selatan yang masuk dalam kebijakan diplomasi publik Korea Selatan. Melalui kebijakan diplomasi publiknya, Korea Selatan memperkenalkan, menyebarkan, dan mempromosikan produk budaya populer yang disebut dengan Korean Wave atau Hallyu seperti film, drama, animasi, game online, musik, fashion maupun makanan.

Popularitas K-Pop sendiri sudah menyebar ke berbagai negara, khususnya negara-negara di Asia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan munculnya fenomena “Gangnam Style‟ dan bertambahnya para penggemar penyanyi, boyband dan girlband Korea Selatan, tidak terkecuali di Indonesia. Meningkatnya poularitas K-Pop tidak

hanya didukung oleh peranan pemerintah Korea Selatan tetapi juga peran kelompok penggemarnya di seluruh dunia.

Berawal dari kecintaan pada K-Pop, mereka membentuk komunitas atau bergabung dengan fandom.

Pencinta K-Pop adalah salah satu kelompok fandom dengan fanatisme tinggi. Kencintaan mereka terhadap K-Pop ditunjukkan melalui berbagai ekspresi, misalnya dengan membeli cd, dvd music, berbagai merchandise dari idola, menonton konser, dan lain sebagainya. Banyak diantara pencinta K-pop yang fanatik kemudian melakukan peniruan-peniruan terhadap apa yang dilakukan idolanya seperti cara berpenampilan, gaya rambut, fashion ala Korea, makanan Korea, mempelajari tulisan dan bahasa Korea, menyelipkan kosakata bahasa korea dalam percakapan, serta memakai gadget yang berasal dari Korea yang digunakan oleh idola mereka. Bahkan tidak jarang berawal dari menyukai K-Pop mereka menjadi terobsesi dengan segala hal yang berkaitan dengan Korea.Tidak hanya musiknya, namun hal-hal apapun yang berkaitan dengan budaya dan nilai Korea Selatan semakin digemari.

Menjadi menarik bahwa komunitas pencinta K-Pop dan fandom yang awalnya hanya menggemari musik K-Pop sebagai salah satu bagian dari Hallyu mampu membuat orang tertarik dengan budaya korea lainnya. Dan ini sejalan dengan kepentingan nasional Korea Selatan untuk menyebarkan budaya popular melalui diplomasi publik.

Fokus penelitian ini adalah untuk menganalisa peran fandom K-Pop sebagai agen people to people diplomacy dalam mendukung penyebaran budaya popular korea. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan konsep diplomasi publik dan diplomasi budaya popular. Diplomasi publik menurut Tuch merupakan suatu proses pemerintah berkomunikasi dengan publik asing dalam upaya untuk membawa memahami ide-ide bangsanya dan cita-cita, lembaga dan budaya, serta tujuan nasional dan kebijakan saat ini [1]. Diplomasi publik juga didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melalui understanding, informing, and influencing foreign audiences. Dalam diplomasi public, pemerintah bukanlah satu-satunya aktor yang bertanggung jawab tetapi juga aktor –aktor non negara memainkan peranan. Sehingga pola dari diplomasi publik tidak hanya government to government, government to people tetapi juga people to people. Pola terakhir ini sering juga disebut sebagai people to people diplomacy karena pentingnya peran publik. Hal ini sejalan dengan penjelasan Sumiko Mori bahwa diplomasi publik tidak hanya melalui pertukaran program yang disponsori oleh pemerintah seperti budaya dan pendidikan saja, tetapi juga melalui organisasi non pemerintah dan aktivitas–aktivitas non pemerintah seperti olahraga, film- film, buku-buku, fashion, budaya populer, seri drama, berita internasional, dan juga internet [2].

Diplomasi budaya merupakan bagian dari diplomasi publik yang menggunakan hasil-hasil kebudayaan sebagai instrumen utamanya. misalnya, melalui promosi kebudayaan yang dimiliki oleh suatu negara, melalui mode pertukaran edukasi, seni dan budaya populer (literatur, musik, dan film). Budaya popular merupakan salah satu efek dari terjadinya fenomena globalisasi dalam aspek kebudayaan. Penggunaan budaya popular sebagai instrument diplomasi ini disebut juga dengan diplomasi budaya popular. Menurut Sumiko Mori diplomasi budaya populer adalah dalam bentuk pengaruh dari budaya film, fashion, tren, seri drama, music, buku-buku, sebagaimana yang dilakukan Jepang berupa manga, anime, cosplay dan lain-lain. Budaya populer memiliki sifat yang lebih fleksibel dibandingkan budaya tradisional yang terkesan kaku. Budaya populer lebih mudah diterima oleh masyarakat terutama kalangan muda [3].

040-2

II. METODE DAN PROSEDUR

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif berdasarkan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu berupa kata-kata tertulis dari perilaku yang diamati [4]. Pelaksanaan penelitian dengan metode deskriptif ini tidak terbatas hanya pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan intepretasi tentang arti data itu. Kemudian, hasil uraian tersebut dilanjutkan dengan analisis untuk menarik kesimpulan yang bersifat analitik.

Analisa dilakukan berdasarkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam dengan berpedoman pada daftar wawancara yang sudah dibuat / dipersiapkan sebelumnya. Wawancara ini dilakukan dengan key informant yang ditentukan secara purposive sampling yakni para pencinta/ penggemar K-Pop di Bali yang tergabung dalam komunitas dan fandom. Pada proses wawancara tetap dilakukan verifikasi dan cross check dari data sekunder dengan keterangan narasumber. Dalam wawancara, data yang dieksplorasi yakni kegiatan dan metode interaksi fandom sehubungan dengan budaya popular Korea Selatan yang mendukung penyebaran budaya populer Korea Selatan. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan terhadap buku-buku, jurnal dan situs resmi dokumen-dokumen terkait dengan diplomasi budaya korea selatan dan penyebaran budaya popular korea selatan oleh fandom.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hallyu (Korean Wave) merupakan istilah yang menunjukkan fenomena gelombang kebudayaan Korea Selatan. Istilah Hallyu pertama kali dicetuskan oleh seorang jurnalis Beijing Youth Daily di Cina ketika melihat pemberitaan tentang K-Drama dan K-Pop mendominasi surat kabar dan majalah di Cina pada tahun 1998 [5]. Hallyu terdiri dari berbagai macam produk budaya, di antaranya Music (Pop), Drama, Food, Television, K-Game, K-Make-up [6].

K-Pop merupakan salah satu budaya popular yang juga merupakan bagian dari Hallyu. Pemerintah Korea Selatan memasukkan K-Pop sebagai bagian dari diplomasi publik. Suksesnya penyebaran K-Pop tidak lepas dari peran penting pemerintah dan aktor non negara, salah satunya komunitas pecinta K-Pop atau fandom. Fandom mempunyai peranan penting dikarenakan dalam perkembangannya fandom merupakan implikasi politis dari keberadaan budaya popular. Seperti yang dijelaskan oleh Tanabe, et.al “By buying, eating, wearing, watching, listening to, and exchanging ideas about these products fans may, through everyday practices dislocate (rather than resist or subvert) political and economic spaces”[7]. Jadi dapat dikatakan bahwa fans adalah penerima langsung dari dampak budaya yang juga berimbas pada bidang politik dan ekonomi dan merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesuksesan suatu penyebaran budaya.

Fandom pada dasarnya merupakan suatu ikatan sosial. Di dalamnya terdapat sesuatu yang mengikat anggotanya yakni kegemaran yang sama terhadap seorang idola, girlband atau boyband. David Jennings menyatakan bahwa yang terpenting dalam komunitas penggemar musik adalah melakukan berbagai hal bersama-sama sehingga dapat memberikan rasa identitas kolektif terkait dengan kelompok musik idola mereka [8]. Tidak ada aturan baku bagaimana seseorang dapat disebut sebagai anggota fandom seperti pembayaran iuran anggota, kartu anggota, keharusan memiliki identitas resmi yang harus dimiliki oleh anggota untuk dapat disebut anggota fandom [9]. Ini dikarenakan keanggotaan fandom bersifat sukarela, tanpa paksaan dan didasari ketertarikan yang terhadap K-Pop.

Berdasarkan wawancara dengan informan yang berasal dari 19 komunitas/ fandom yang berbeda, diperoleh data bahwa terdapat penyebaran budaya populer korea selain K-Pop. Penyebaran budaya korea lainnya yang ada dalam fandom yakni: drama korea dan film korea; K-Beauty dan K-Fashion yakni trend makeup, skincare dan busana khas korea; serta makanan Korea. Penyebarannya terjadi melalui interaksi anggota fandom yang dilakukan melalui tatap muka secara langsung dan dunia maya. Mereka berdiskusi, berbagi, dan bergabung dalam komunitas untuk membahas minat mereka. Mereka saling bekerja sama untuk berbagi pengetahuan dan konten yang berhubungan dengan idola mereka [10]. Ini membuat sebaran informasi melalui fandom lebih cepat dan lebih massif untuk mengenal budaya korea lainnya.

Penyebaran secara online terjadi karena kemudahan interaksi antar anggota fandom melalui grup fandom dan media sosial lainnya seperti twitter, Instagram, Official Account line hingga youtube dan akun fanpage. Melalui dunia maya mereka berbagi konten tentang idol yang mereka sukai yang berhubungan dengan budaya popular Korea lainnya seperti ketika idolanya menjadi Ambasador merek kosmetik (k-beauty) dan pakaian (k-fashion) tertentu. Ini membuat para penggemar turut tertarik bahkan menggunakan produk tersebut. Penyebaran melalui tatap muka secara langsung terjadi ketika fandom mengadakan acara kumpul bersama. Acara kumpul fandom ini diadakan di restoran Korea. Sehingga penyebaran gastronomi Korea dapat terjadi. Mereka menikmati makanan khas korea

040-3

seperti kimbab, bibimbap, samgyeopsal, kimchi, sup rumput laut, tteokpoki, jjangmyeon. Bahkan mereka mempelajari cara pembuatan makanan korea dan sejarahnya. Dalam beberapa acara mereka mengadakan lomba membuat kimbab korea. Selain itu acara kumpul bersama ini juga dibarengin dengan menonton drama korea atau film korea bersama.

Selain budaya popular Korea, juga ada penyebaran terkait sejarah dan politik korea, budaya tradisional korea seperti music jengga, gisaeng, dan cerita sejarah perkembangan dari lagu jengga menjadi musik pop. Bahasa Korea juga merupakan salah satu kebudayaan yang menyebar diantara para fandom. Penyebarannya dilakukan melalui kumpul event, percakapan di online group, ada juga fandom yang berkumpul untuk belajar bahasa korea bersama.

IV. KESIMPULAN

Fandom berperan dalam diplomasi budaya populer Korea. Dalam interaksi yang dilakukan anggota fandom baik secara langsung melalui tatap muka maupun melalui dunia maya, terdapat penyebaran budaya populer Korea Selatan lainnya selain K-POP. Adapun budaya ini yakni K-drama, K-movie,K-Beauty,K-Fashion dan K-Food. Tetapi fandom atau komunitas tidak memaksa setiap anggota untuk menyebarkan budaya populer korea atau bahkan menyukainya. Bila terjadi penyebaran budaya korea lainnya, maka itu terjadi dikarenakan ketertarikan terhadap K-Pop dan idolanya.Ini menunjukkan penyebaran budaya lebih mudah dilakukan oleh aktor non Negara melalui people to people diplomacy dengan membangun ketertarikan dan tanpa paksaan untuk menunjang kesuksesan diplomasi budaya suatu Negara.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada tim peneliti dan narasumber yang turut serta membantu kelancaran penelitian ini. Terimakasih juga peneliti ucapkan kepada Rektor Universitas Udayana melalui LPPM yang telah mendanai penelitian ini dalam skim Penelitian Unggulan Program Studi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Tuch, Hans N. Communicating With the World. St. New York: Martin’s Press, 1990, h.315

[2] Mori,Sumiko. Japan’s Public diplomacy and Regional Integration in East Asia Using Japan’s Soft Power , 2006 [3] Mori,Sumiko. Japan’s Public diplomacy and Regional Integration in East Asia Using Japan’s Soft Power , 2006 [4] Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Rosdakarya, 2007

[5] Eun, Seok Lee. A Study of the Popular “Korean Wave” in China, K.A.L.F (Literature and Film), 2000, h.33

[6] Nyarimun, Ansgrasia Jenifer. Wawancara dengan Duta Besar Korea Selatan untuk ASEAN, Mr. Suh Jeong-in. 24 November 2016 pada International Public Lecture “Human Development and the Role of Dialogue Partners in the ASEAN Community” di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP Universitas Indonesia, Depok, 2016

[7] Otmazgin, N.. & Ben-Ari, E. 2012. Popular culture and the state in East and Southeast Asia. Milton Park, Abingdon, Oxon:

Routledge, 2012, h.20

[8] Jennings, David. Net, Blogs and Rock n’ Roll: How Digital Discovery Works and What It Means for Consumers, Creators, and Culture. Boston: Nicholas Brealey Publishing, 2007, h. 54

[9] Wawancara dengan anggota fandom ARMY, Intan Swari.

[10] Leung, Sarah, Catching the K-Pop Wave: Globality in the Production, Distribution, and Consumption of South Korean Popular Music. Senior Capstone Projects, 2012, h. 69-70

040-4

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK) – The International Conference on Science, Technology and Humanities (ICoSTH)

Bali, Indonesia, 14-15 November 2019 Paper No. 041

Perancangan Aplikasi Pencarian Foto Wajah

Garis besar

Dokumen terkait