Objek Penelitian Lamanya aktifitas pekerjaan
A PRELIMINARY THOUGHT OF FOOD SECURITY POLICY MODELING: SYSTEM DYNAMICS APPROACH
Muhammad Tasrif
Program Magister Studi Pembangunan - KK Sistem & Pemodelan Ekonomi Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) -
Institut Teknologi Bandung (ITB)
Penulis Korespondensi: email [email protected]
ABSTRAK
Ketahanan pangan, secara sederhana, dapat dipandang sebagai suatu keadaan terjaminnya ketersediaan dan keterjangkauan pangan pada setiap saat dibutuhkan oleh siapapun dan di mana saja. Suatu sistem yang mampu memunculkan keadaan itu dibentuk oleh 3 (tiga) subsistem utama yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yaitu: subsistem produksi, subsistem distibusi, dan subsistem konsumsi.Karena keadaan yang perlu diciptakan merupakan keadaan yang merespon kebutuhan, dan kebutuhan mempunyai sifat dinamis, maka keadaan yang perlu diciptakan juga harus dinamis.Sistem ini (sistem ketahanan pangan), yang dibentuk oleh banyak unsur (komponen) beserta saling keterkaitannya; haruslah mempunyai struktur yang dinamis yang dapat mewujudkan ketahanan pangan di atas dan mempunyai sifat responsive dan anticipative. Sistem yang dibentuk oleh unsur-unsur yang saling bergantung, secara alamiah (nature) memiliki karakterkompleksitas dinamis (dynamiccomplexity). Kompleksitas dinamis dicirikan oleh pertama, adanya suatu keputusan yang dapat menghasilkan dinamika sesuai dengan yang diinginkan hanya dalam jangka pendek saja; dalam jangka panjang keputusan tersebut menghasilkan perilaku yang tidak diinginkan, atau sebaliknya (tradeoffs in time). Ciri yang kedua adalah adanya suatu keputusan yang dapat memperbaiki perilaku suatu sektor tertentu sesuai dengan tujuannya, akan tetapi keputusan itu memperburuk perilaku sektor yang lainnya (sectoral tradeoffs). Di samping berpola laku dinamis, sistem yang mampu mewujudkan ketahanan pangan itu harus pula mempertimbangkan aspek spasial (spatial). Dengan demikian, perancangan sistem ketahanan pangan ini memerlukan suatu model simulasi yang cukup memadai dan kokoh (robust). Dalam makalah ini disampaikan suatu gagasan awal pemodelan kebijakan ketahanan pangan menggunakan metodologi dinamika sistem (system dynamics).
Kata kunci: dynamic complexity, perilaku, sistem dinamik, sistem ketahanan pangan, struktur ABSTRACT
Food security can be simply seen as a state that guarantees the availability and accessibility of food desired by anyone at anytime and anyplace. A system that is capable to realize the state is constructed by three main subsystems those are interdependent i.e.: production subsystem, distributionsubsystem, and consumption subsystem.As the emerged condition by the system is a response to a dynamic desire, then the behavior that is necessary to be created is dynamic. The system (food security system) that is constructed by interconnected elements has to have a dynamic structure that can realize the food security described before; and the system has properties those are responsive and anticipative. A system that is constructed by the interconnected elements in nature has dynamic complexity property. Dynamic complexity is characterized by first;there is a response of the system to decisions made in order to realize a goal only prevails in short run not in long run orvice-versa (tradeoffs in time). Second, there are decisions made those can improve the behavior of a certain sector, however those decisions undermine the behavior of other sectors (sector tradeoffs). Besides having dynamic behavior, the food security system has to consider the spatial aspects. Therefore, in the process of designing the food security system, the proper and robust simulation model is needed. In this paper a preliminary thought of food security policy modeling is proposed using the system dynamics methodology.
ISBN 978-602-74352-0-9 ED70 Keywords: behavior, dynamic complexity, food security system, system dynamics, structure
PENDAHULUAN
Kita semua meyakini bahwa dunia tempat kita tinggal ini tidaklah seluruhnya dipenuhi oleh bahan pangan. Persoalan-persoalan yang melibatkan produksi pangan global dan keterjangkauannya terus berlangsung sebagai salah satu tantangan umat manusia yang paling mendasar (Ejeta, 2009). Bagi Indonesia, sebagai suatu negara kepulauan (maritim), upaya mewujudkan ketahanan pangan (food security) secara nasional, regional maupun lokal tentunya menjadi suatu tantangan tersendiri yang sangat spesifik. Suatu sistem yang dapat mewujudkan kondisi ketahanan pangan itu secara berlanjut menjadi perlu untuk dirancang dengan benar.Penelitian tentang perancangan sistem ketahanan pangan itu bagi pemerintah Indonesia adalah sangat penting. Seperti yang disampaikan olehPhysical Activity Nutrition Obesity Research Group (PANORG), Heart Foundation NSW and Cancer Council NSW (2010) dalam suatu makalah diskusi mereka sebagai berikut ini:“Research which describes and analyses food system issues, including availability, price and access factors, at local as well as state and national levels, would be valuable. Finally, it is important to evaluate the impacts of interventions, as currently there is inadequate evidence to determine the effectiveness of different interventions.”
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan terhadap ketahanan pangan ini pada awalnya selalu gagal untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan sistemis yang sangat kritis suatu sistem pangan yang ada (Awasthi dan Singh, 2010).Oleh karena itu mereka menggagaskan dan mendemonstrasikan suatu pendekatan alternatif yang didasarkan pada pendekatan yang lebih komprehensif untuk melihat ketahanan pangan dari suatu perspektif sistem. Pendekatan ini menurut mereka dapat mengidentifikasi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi suatu keadaan kekurangan pangan dalam beragam segmen proses pangan. Dalam konteks analisis sistem, pendekatan pemodelan kebijakan yang mereka gagaskan belumlah sepenuhnya dapat mendemonstrasikan adanya karakter kompleksitas dinamis (dynamic complexity) yang secara alamiah dimiliki oleh suatu sistem pangan. Secara sederhana, adanya kompleksitas dinamis dalam suatu sistem dicirikan oleh kenyataan yang sering kali dijumpai yang memperlihatkan gagalnya kebijakan-kebijakan yang diyakini dapat menanggulangi suatu persoalan; atau bahkan memperburuk situasi yang ada (policy resistant) (Sterman 2004). Menurut Sterman (2004), kompleksitas dinamis muncul karena sistemnya: (1) dinamis (dynamic), (2) bergandengan kuat (tightly coupled), (3) digerakkan oleh umpan-balik (governed by feedback), (4) tidak linier (nonlinear), (5) bergantung kepada masa lalu (history-dependent), (6) mengorganisasikan sendiri (self-organizing), dan (7) adaptif (adaptive).
Beberapa penelitian ketahanan pangan yang dinamis anatara lain dilakukan oleh Suryani et. al. (2014) dan Xu et. al. (2015) menggunakan metodologi dinamika sistem (system dynamics). Dalam penelitian mereka, Suryani memilih wilayah Jawa Timur sebagai studi kasusnya sedangkan Xu mengambil Provinsi Jiangsu di China sebagai studi kasusnya. Struktur model yang mereka kembangkan relatif sedehana khususnya struktur subsistem distribusi pangan yang sangat penting dalam suatu sistem ketahanan pangan (batas modelnya relatif tidak memadai). Di samping itu, penggunaan metodologi dinamika sistem oleh kedua peneliti ini dalam penelitian mereka relatif bias untuk tujuan membuat prakiraan kejadian pada suatu titik waktu tertentu pada masa yang akan datang (point prediction). Proses pemodelannya berorientasi pada produk (product oriented); sehingga kemampuan metodologi dinamika sistem untuk mengungkapkan kompleksitas dinamis yang dimiliki oleh suatu sistem ketahanan pangan, seperti yang diuraikan sebelumnya, tidak dimanfaatkan secara optimal. Dalam pemodelan kebijakan (policy modeling), tujuan utama model adalah untuk membuat perakiraan perilaku (behavior prediction) yang ditimbulkan oleh intervensi-intervensi kebijakan terhadap suatu sistem (sistem ketahanan pangan dalam kajian ini). Prakiraan perilaku, secara sederhana, menggambarkan perjalanan perilakusuatu besaran (variabel)dari waktu ke waktu karena adanya suatu intervensi (dapat menurun, meningkat, stagnan, berfluktuasi, runtuh atau collapse, dan kombinasinya dengan bermacam urutan). Proses pemodelannya berorientasi pada proses (process oriented), sehingga dapat memperlihatkan kompleksitas dinamis suatu sistem ketahanan pangan.Di samping berpola laku dinamis, sistem yang mampu mewujudkan ketahanan pangan itu harus pula mempertimbangkan aspek spasial (spatial). Dengan demikian, perancangan sistem ketahanan pangan ini memerlukan suatu model simulasi yang cukup
ISBN 978-602-74352-0-9 ED71
memadai dan kokoh(robust). Dalam makalah ini disampaikan suatu gagasan awal pemodelan kebijakan ketahanan pangan menggunakan metodologi dinamika sistem (system dynamics).
Sistem ketahanan pangan
Ketahanan pangan, secara sederhana, dapat dipandang sebagai suatu keadaan terjaminnya ketersediaan dan keterjangkauan pangan (disingkat dengan ketersediaan pangan)pada setiap saat dibutuhkan oleh siapapun dan di mana saja.Keadaan tersebut dapat diwujudkan melalui penciptaan suatu sistem yang mampu memunculkan keadaan itu. Karena keadaan yang perlu diciptakan merupakan keadaan yang merespon kebutuhan, dan kebutuhan mempunyai sifat dinamik, maka keadaan yang perlu diciptakan juga harus dinamik. Sistem ini, yang disebut sebagai sistem ketahanan pangan,yang dibentuk oleh banyak unsur (komponen) beserta keterkaitannya;haruslah mempunyai struktur yang dinamis yang dapat mewujudkan ketahanan pangan di atas.Dengan demikian sistem yang harus diciptakan untuk mewujudkan ketahanan panganperlu mempunyai sifat responsive dan anticipative, dan karena itu berpolalaku dinamik.
Sistem ketahanan pangan ini, dengan ciri seperti yang telah diuraikan di atas, dibentuk oleh 3 (tiga) subsistem besar yang saling terkait yaitu: subsistem produksi, subsistem distibusi, dan subsistem konsumsi. Dalam konteks keterkaitan dengan subsistem lainnya, subsistem produksi pada intinya akan menentukan tingkat produksi pangan berdasarkan permintaan pangan dari subsistem distribusi. Unsur- unsur terpenting dalam subsistem produksi antara lain lahan, bibit, pupuk, obat-obatan pemusnah hama, ketersediaan air, teknologi, kuantitas serta kualitas petani, harga, dan kas petani. Subsistem distribusi menerima pasokan pangan dari subsistem produksi berikut harganya, menyampaikan informasi kebutuhan pangan ke subsistem produksi berdasarkan permintaan pangan dari subsistem konsumen dan keadaan stok pangan dalam subsistem distribusi itu sendiri. Subsistem distribusi akan menentukan tingkat distribusi pangan yang dapat dialokasikan ke subsistem konsumsi berdasarkan permintaan pangan dari subsistem konsumen dan keadaan stok pangannya sendiri. Alokasi pangan ke subsistem konsumen oleh subsistem distibusi disertai pula oleh informasi harganya. Unsur-unsur terpenting yang membentuk subsistem distribusi antara lain stok pangan dan harga pangan. Sedangkan subsistem konsumen dibentuk oleh unsur-unsur terpenting antara lain stok pangan, harga pangan, dan keputusan-keputusan konsumen yang berhubungan dengan upaya-upaya diversifikasi pangan oleh konsumen (masyarakat).Gambar 1 berikut memperlihatkan saling bergantungnya ketiga subsistem di atas untuk dapat mewujudkan sistem ketahanan pangan. Agar perwujudan kedaan ketahanan pangan itu dapat diselenggarakan secara efektif, diperlukan kebijakan-kebijakan pemerintah untuk ketiga subsistem itu; seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 1.