• Tidak ada hasil yang ditemukan

FOOD SAFETY POLICY ANALYSIS AND ITS IMPLEMENTATION IN MALANG CITY AS A REFERENCE OF POLICY ARRANGEMENT

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR NASIONAL(Univ. brawijaya) (Halaman 161-171)

Objek Penelitian Lamanya aktifitas pekerjaan

FOOD SAFETY POLICY ANALYSIS AND ITS IMPLEMENTATION IN MALANG CITY AS A REFERENCE OF POLICY ARRANGEMENT

Rina Rifqie Mariana

Jurusan Teknologi Industri - Fakultas Teknik - Universitas Negeri Malang

Penulis Korespondensi: email [email protected] ABSTRAK

Kebutuhan pangan yang sehat dan aman menjadi dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kebijakan keamanan pangan dan implementasinya, dan menetapkan prioritas kebijakan keamanan pangan di kota Malang. Metode penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan proses heirarkhi analitik, dengan sumber data antara lain: pejabat BPOM, Disperindag, Dinas Kesehatan, dokumen kebijakan keamanan kota Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah kota Malang belum memiliki kebijakan umum tentang keamanan pangan, ada tumpang tindih dalam implementasi antar lembaga yang berwenang. Berdasarkan analisis heirakhi proses untuk menetapkan kebijakan keamanan pangan, prioritasnya meliputi: Pengendalian bahaya melalui kontaminasi, manajemen keamanan pangan, pengendalian bahaya melalui lingkungan proses, dan pengendalian bahaya melalui lingkungan kerja.

Kata kunci: impementasi, keamanan pangan, kebijakan, referensi ABSTRACT

Healthy and safety food needis the basic for realize the qualified human resources. The purpose of this study was to asses the food safety policy and its implementation in Malang city. This research method using descriptive analysis and analyticalheirarchy process (AHP), data sources, include: BPOM officials, Industrial and Trade Department officials, Department officials of Health, food safety policy document of the goverment of Malang city. The results showed that Malang city authorities do not yet have a general policy on food safety, there is overlapping in the implementation of the inter-institutional authorities. Based on the analysis of heirachy process for food safety policy, priorities include:controlled the danger of contamination, increased the system of food safety agency, controlled the hazard of the production process. And controlled the hazard of work environment.

Keywords : food safety, implementation, policy, reference

PENDAHULUAN

UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain. Mengingat pentingnya akan kebutuhan pangan maka sudah seharusnya setiap daerah memprioritaskan pembangunan keamanan pangan sebagai fondasi pembangunan sektor-sektor lainnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi keamanan pangan di kota Malang Malang khususnya makanan produksi industry kecil masih lemah, hal ini ditandai dengan kondisi beberapa makanan jajanan/ makanan jalanan (streets food) terbukti mengandung cemaran mocrobiologi, kimia , maupun fisik. Penelitian Rifqie Rina .(2012) menunjukkan bahwa makanan jajanan khususnya “cilok” yang merupakan makanan favorit anak-anak yang diperdagangkan di lingkar sekolah pada umumnya mengadung borax, dan saus merah yang digunakan sebagai pelengkap cilok juga sebagian besar mengandung Rhodamin B. Penelitian Rifqie Rina (2013) juga menunjukkan bahwatelah terjadi perubahan karakter pada produk ayam, lele, bebek dan tempe goreng yang di jual oleh pedagang kaki lima di kota Malang, karena penggunaan minyak jelantah yakni: 1) kadar air menurun,2) peningkatan kadar lemak, 3)

ISBN 978-602-74352-0-9 ED60

penurunan kadar protein, 4) kadar asam lemak bebas meningkat 5) angka TBA pada minyak juga meningkat yang sangat membahayakan kesehatan konsumen. Kondisi demikian tentu saja memerlukan penanganan yang serius dari pihak-pihak yang bertanggung jawab bukan hanya konsumen dan produsen tetapi juga pemerintah sebagai penentu kebijakan.

Situasi keamanan pangan di suatu wilayah, dipengaruhi oleh kebijakan daerah tentang keamanan pangan, kelembagaan keamanan pangan, serta implementasinya. Wahab (1997) dengan tegas mengatakan ” the axecution of policiesis important if not more important than policy making yang artinya pelaksanaan kebijakanadalah sesuatu yang penting, adalah mungkin jauh lebih penting dari padapembuatan kebijakan. Kebijakan hanya akan berupa impian/rencana bagusyang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan. Tetapipermasalahannya keberhasilan implementasi kebijakan sangat ditentukan olehbanyak faktor, baik menyangkut perumusan kebijakan, program kerja yang dirancang, pelaksana kebijakan, maupun lingkungandi mana kebijakan tersebut diimplementasikan (kelompok sasaran).

Peraturan pemerintah No. 68 Tahun 2002 pasal 13-14 telah menggariskan bahwa peran pemerintah daerah (pemerintah propinsi,pemerintah kabupaten/kota) di bidang keamananpangan adalah melaksanakan kebijakan dan pencapaian sasaran pembagunan keamanan pangan di wilayah masing- masing. Dengan demikian pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memfasilitasi terciptanya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk berkiprah dalam pembangunan keamanan pangan dan pemerintah daerah telah menetapkan kewenangan daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerahnya sesuai dengan aspirasi , kultur budaya masyarakat dan kemampuan wilayah. Selanjutnya peraturan pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah, antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/Kota, yang menyebutkanbahwa bidang keamanan pangan adalah urusan wajib (Pasal 7 ayat 2 huruf m).

Dalam rangka perumusan kebijakan operasional keamanan pangan pada makanan di daerah termasuk di kota Malang, perlu disusun alternatif kebijakan dalam menentukan prioritas yang dapat dijadikan rujukan dalam penyusunan kebijakan. Maka langkah-langkah strategis yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu : 1) mengkaji kebijakan keamanan pangan di kota Malang 2) mengkaji dan menganalisis implementasi kebijakan melalui program kerja dan kegiatan- kegiatan yang terkait dengan masalah keamanan pangan, 3) merumuskan prioritas kebijakan keamanan pangan sebagai rujukan dalam merumuskan kebijakan keamanan pangan.

METODE

Untuk melakukan analisis kebijakan pembangunan keamanan pemerintah Kota Malang adalah dengan cara mengkaji kebijakan-kebijakan umum pemerintah kota Malang. Instrumen yang digunakan adalah lembar pengamatan dan dokumenyang menyangkut persoalan keamanan pangan dan kebijakan Umum keamanan pangan (KUKP), dan Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) di Badan Pengawas Obat dan Makanan(BPOM), Dinas Kesehatan dan Disperindag.Untuk melakukan analisis implementasi kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan keamanan pangan, menggunakan analisis deskriptif berdasarkan program dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota Malang, dan untuk menganalisis rumusan prioritas kebijakan menggunakan kuesioner yang melibatkan beberapa pihak terkait terutama mereka yang bertanggung jawab dan memiliki kewenangan dalam menangani masalah keamanan pangan diantaranya : Direktur POM Propinsi Jawa Timur, kepala urusan Farmakmin Dinkes, kepala urusan P2PL Dinkes, Kepala Bidang Ekonomi Pemkot Malang, dan produsen makanan jalanan , dengan memperhatikan beberapa alternatif kebijakan yang dikumpulkan melalui wawancara langsung dan pengisian kuesioner. Sub faktor dan factor yang mempengaruhi penentuan kebijakan keamanan pangan di kota Malang dilakukan dengan model Analitycal Hierarchy Process (AHP).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian hasil dan pembahasan ini akan menyajikan jawaban dan pembahasan terhadap tiga rumusan masalah yang diajukan yaitu : (1) Kebijakan pemerintah kota Malang dalam Upaya membangun

ISBN 978-602-74352-0-9 ED61

keamanan pangan di kota Malang (2) Implementasi kebijakan keamanan pangan melalui program/kegiatan yang dilaksanakan, dan (3) Rumusan rekomendasi pengembangan kebijakan dan program operasional keamanan pangan di kota Malang

Kebijakan Pemerintah kota Malang dalam Upaya Membangun Keamanan Pangan di Kota Malang. Kota Malang sebagai kota administratif sampai akhir tahun 2015 belum memiliki kebijakan umumkeamanan pangan (KUKP) sendiri, sehingga acuan untuk menganalisiskebijakan keamanan pangan di kota Malang menggunakan KUKP nasional.Pendekatan kebijakan masih didominasi pendekatan dari atas ke bawah (top-down). Hal ini karena masihterkait dengan pola dasar pembangunan daerah yang dalam kenyataannyamerupakan duplikat dari pola dasar pembangunan nasional yang hanya bergantibaju, tetapi secara substansi tidak mengalami perubahan.

RPJMD kota Malang disusun berdasarkan RPJMD Pusat No. 1 Tahun2008. Tujuannya untuk menjadi acuan dasar pemecahan permasalahan daerahmelalui dukungan koordinasi antar pelaku pembangunan, guna menjaminterciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar fungsi pemerintahan daerahmaupun pemerintahan pusat. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antaraperencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan sertamengoptimalkan partisipasi masyarakat dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Inisiatif pemerintah kota Malang untuk menyusun kebijakan keamanan pangan, khususnya untuk industri kecil masih sangat lemah. Kebijakan yang ditetapkan bukan merupakan hasil perumusan mendalam yang disesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang terjadi di masyarakat, tetapi lebih merupakan cerminan pembangunan nasional yang ditetapkan, itupun pada tataran implementasinya masih sangat lemah. Ada beberapa faktor yang terkait dengan masalah kebijakan keamanan pangan adalah; 1) sistim kelembagaan 2) tugas pokok dan fungsi yang menjadi kewenangan instansi yang bertanggung jawab atas terselenggaranya keamanan pangan.

Sistem Kelembagaan

Sistim kelembagaan keamanan pangan di kota Malang masih mengacu kebijakan pusat.Tanggung jawab atas penyelenggaraan keamanan pangan di tingkat pusat melibatkan institusi pemerintahan seperti Menkes, Menperindag. Menteri Pertanian, Menteri kelautan dan Perikanan, BPOM, BTPN, dan BSN. Sedangkan di tingkat daerah, yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan keamanan pangan adalah Dinas Kesehatan (Dinkes), sedangkan instansi pendukung lainnya adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), dan BPOM provinsi/ daerah. Diagram alir ini menunjukkan sistem keamanan pangan berdasarkan PP No. 28 Tahun 2004 bisa dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.Diagram alir sistim keamanan pangan (pangan olahan industri rumah tangga) di tingkat Pemkab/Pemkot

PANGAN SIAP

PEMKAB/PEMKOT/PRO VINSI

Pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan trjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan siap saji

Pembinaan terhadap

produsen pangan siap saji BPOM

Melakukan pengawasan keamanan, mutu, gizi, pangan yang beredar · Melakukan pengujian terhadap conoh pangan yang beredar

KONSUMEN INPEKTOR PP 28Pasal 45 ayat 1 Pangan atau minuman yang sudah diolah untuk langsung di knsumsi di tempat usaha Dinas Kesehatan - Pedoman caraproduksi pangansiap saji yang baik dengan memperhatikan aspek keamanan pangan

ISBN 978-602-74352-0-9 ED62

Pemerintah daerah/pemerintah kota dalam hal ini kota Malang adalah instansi yang tangga (PIRT) yang bahan baku, proses pemasakan/proses produksi sampaimakanan tersebut siap dikonsumsi ditangani oleh industri rumah tangga.Pemkab/Pemkot melalui Dinas Kesehatan melakukan penerbitan sertifikatproduksi pangan industri rumah tangga mengacu pada pedoman-pedomanmaupun penetapan persyaratan dari BPOM. Inspektor melakukan inspeksiterhadap pangan olahan PIRT setelah ada masukkan dari Pemkab/Pemkot yang bertugas melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinyapelanggaran hukum di bidang olahan industri rumah tangga. Tugas inspector melakukan inspeksi selama pangan olahan PIRT sampai ke ritel pangan.Pememerintah daerah/pemerintah kota dalam hal ini kota Malang adalahinstansi yang berwenang melakukan penaganan pangan olahan industri rumahtangga (PIRT) yang bahan baku, proses pemasakan/proses produksi sampaimakanan tersebut siap dikonsumsi ditangani oleh industri rumah tangga.Pemkab/Pemkot melalui Dinas Kesehatan melakukan penerbitan sertifikatproduksi pangan industri rumah tangga mengacu pada pedoman-pedomanmaupun penetapan persyaratan dari BPOM. Inspektor melakukan inspeksiterhadap pangan olahan PIRT setelah ada masukkan dari Pemkab/Pemkot yangbertugas melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinyapelanggaran hukum di bidang olahan industri rumah tangga. Tugas inspectormelakukan inspeksi selama pangan olahan PIRT sampai ke ritel pangan.

Tugas Pokok

Kewenangan akan selalu berkaitan dengan hak seorang pejabat pemerintah untuk membuat, melaksanakan, dan menetapkan sangsi atas pelanggaran ketentuan yang ditetapkan. Tabel 1. menunjukkan pemetaan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing instansi atas keamanan pangan yang tumpang tindih antar beberapa instansi.

Tabel 1. Kewenangan dan tupoksi di instansi yang bertanggung jawab atas keamanan pangan di Kota Malang

BPOM DINKES DISPERINDAG

Pelaksana, pengawas, pengendalian, dan

pembinaan sarana dan prasarana pada industrimakanan dan minuman (*)

Perencana, pengawas, pembinaan, dan pengendalian terhadap produk makanan &minuman yang beredar. (*)

Pembinaan dan pengawasan industry dan perdagangan (*)

Sampling produk dan uji lab, inspeksi terhadapproduksi, fasilitas distribusi, investigasi dan hukum (**)

Pelaksanaan pengujian sampel makananminuman yang beredar di masyarakat (**)

Meningkatkan kepercayaan konsumen

e-audit dan post audit dari promosi produk(***)

Pelaksanaan promosi kesehatan (***)

Memberdayakan industry kecil dan pedagang kecil (****)

Memberdayakan industry dan pedagang rumah tangga (****) Pengkajian dan penyusunan

kebijakanbersama legislatif di bidang pengawasan

obat dan makanan.

Penyusunan dan pelaksanaan renstra dan

renja di bidang kesehatan.

Pemberian izin usaha industri dan perdagangan dan izin usaha perluasan

Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang

kesehatan dan bidang industri dan perdagangan

Melaksanakan koordinasi lintas sektor, lintas program dengan instansi terkait bidang makanan dan minuman Pelaksanaan kebijakan tertentu di

bidang

pengawasan obat dan makanan.

Melaksanakan pendidikan kesehatan sekolah dan pedagang makanan. Keterangan : *) menunjukkan adanya tumpang tindih kewenangan

ISBN 978-602-74352-0-9 ED63

Terkait dengan temuan tentang sistem kelembagaan yang berjalan khususnya dalam menangani masalah keamanan pangan di kota Malang, hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan keamanan pangan pada makanan yang diperdagangkan di lingkungan sekolah dan pedagang kaki lima, bukanlah dibangun berdasarkan kesadaran, kebutuhan, sasaran dan sosial budaya,sehingga implikasinya kondisi keamanan pangan di kota Malang masih memprihatinkan, dan hal itu tentu saja berpengaruh pada tingkat kesehatan masyarakat.

Implementasi Kebijakan Keamanan Pangan melalui Program dan Kegiatan yang Dilakukan di kota Malang

Orientasi progran kegiatan keamanan pangan di kota Malang, umumnya merupakan duplikasi dari program pemerintah pusat, yang kewenangannya diberikan kepada Dinas Kesehatan sebagai peran utama dalam penanganan keamanan pangan di daerah. Instasi pendukung lainnya adalah BPOM, Disperindag. Sebagai rujukan untuk melaksanakan program keamanan pangan adalah Renstra (Rencana Strategis) dan Renja (Rencana Kerja) yang dirumuskan oleh masing-masing instansi yang terlebih dahulu dilakukan analisis isi terhadap Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang merupakan acuan untuk mengimplementasikan kebijakan keamanan pangan.

Aspek aktor dan kelembagaan adalah suatu aspek penting dalam penyelenggaraan pembangunan keamanan pangan karena mengatur siapa yangmelakukan dan apa yang dilakukan, sesuai dengan asas pengorganisasian yangdianut oleh sistim pemerintahan, diantaranya asas pembagian tugas danfungsionalisasi. Walaupun telah banyak instrumen regulasi yang dikeluarkanpemerintah, tetapi implementasinya sering tidak sinkron antara pengaturan yangsatu dengan yang lainnya. Hal ini bisa jadi dipengaruhi oleh sistim kelembagaan,karena keberhasilan implementasi bukan hanya ditentukan oleh visibilitas kebijakan saja, tetapi juga unsur pelaksana dan juga instrumen yang digunakan. Seperti yang diungkap oleh Wahab (1991) yang menyatakan bahwa kebijakan hanya akan berupa impian dan tersimpan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan. Program/ kegiatan keamanan pangan yang dilakukan pada setiap instansiyang bertanggung jawa pada periode Tahun 2011 - 2015, dan untuk memudahkan penelusuran kebijakan, dan implementasi program keamanan pangan yang dilaksanakan di kota Malang, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Matrik kebijakan dan program keamanan pangan pada Instansi yang berwenang di kota Malang

Tujuan Kebijakan Instansi yang

Bertanggung Jawab

Program yang Terkait dengan kemanan pangan pada industri kecil

Meningkatkan Jaminan Food Safet

Memberikan jaminan bahwa

pangan bebas dari kontaminasi bahan kimia,

biologi dan toksin, serta tidak

bertentangan dengan keyakinan yang dianut oleh masyarakat. BPOM Propinsi Jawa Timur Dinas Kesehatan

Melakukan kegiatan surveilan KLB keracunan pangan termasuk penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), dan kontaminasi secara microbiologi dan fisik. Pengambilan dan pengujian sampel

makanan pada pedagang pangan dan pasar.

Pengambilan dan pengujian sampel pada makanan

ISBN 978-602-74352-0-9 ED64

Tujuan Kebijakan Instansi yang

Bertanggung Jawab

Program yang Terkait dengan kemanan pangan pada industri kecil

Menerapkan secara terpadu

sistem jaminan mutu dan keamanan pangan sejak pra produksi, selama proses produksi sampai konsumen BPOM Propinsi Jawa Timur Dinas Kesehatan

Intensifikasi monitoring Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) dan tindak lanjutnya Kerjasama program keamanan pangan

terpadu. PJAS yang melibatkan: Diknas, Dinkes , Badan Ketahanan Pangan serta instansi terkait lainnya untuk program terpadu, LSM, Media Massa, Industri Pangan, dan Asosiasi.

Berkoordinasi dengan BPOM melakukan pengawasansarana pangan, pengambilan dan pengujian sampel.

Menjaga standar mutu yang

tinggi dalam setiap aspek kinerja pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan secara terpadu. BPOM Propinsi Jawa Timur Dinas Kesehatan

Penyuluhan keamanan pangan di sekolah kepada anak sekolah, guru, penanggung jawab dan pengelola kantin, penjaja pangan jajanan di sekitar sekolah, orang tua murid dalam bentuk presentasi dan tanya jawab, diskusi dan permainan cuci tangan.

Pengawasan dan pembinaan sarana Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan Sarana distribusi pangan, supermarket

Meningkatka kepercayaan Konsumen/ Masyarakat Menerapkan secara terpadu

sistem jaminan mutu dan keamanan pangan sejak pra produksi, selama proses produksi sampai konsumen. BPOM Propinsi Jawa Timur Dinas Kesehatan

Promosi keamanan pangan bagi penjual pangan dan konsumen.

Talkshow, interview, pameran, demo Keamanan Pangan,Kunjungan, dll Penerbitan majalah BPOM secara berkala Penyuluhan cara produksi pangan yang baik

kepada produsen IRT pangan.

Pelatihan penyehatan makanan bagi PKL di Kota Malang Meningkatkan Sistim Lembaga Keamanan Pangan Meningkatkan mutu dan keamanan pangan melalui penelitian dan pengembangan peraturan perundang-undangan serta kelembagaan. BPOM Jawa Timur Dinas Kesehatan

Melakukan penelitian tentang implementasi kebijakan obat dan makanan

Pembuatan pedoman donasi keamanan pangan pada pedagang rumah tangga dan PKL.

Pedoman penyuluhan keamanan pangan di sekolah, pedoman cara produksi pangan siap saji yang baik untuk Kantin Sekolah, pedoman pemberian piagam bintang keamanan pangan bagi Kantin sekolah, sebagai acuan kerja.

Penerbitan Sertifikasi Produksi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) bagi produsen Industri rumah tangga (IRT) yang memenuhi syarat.

ISBN 978-602-74352-0-9 ED65

Tabel 2. Matrik kebijakan dan program keamanan pangan pada Instansi yang berwenang di kota Malang (Lanjutan)

Tujuan Kebijakan Instansi yang

Bertanggung Jawab

Program yang Terkait dengan kemanan pangan pada industri kecil Disperidag Terfokus pada 10 bidang kegiatan yaitu: 1)

bidang makanan dan minuman,2) bidang hasil laut, 3) bidang tekstil, 4) bidang alas kali, 5) bidang pengolahan kelapa sawit, 6) bidang kayu, 7) bidang pengolahan karet, 8) bidang plup dan kertas, 9) bidang petrokimia, dan 10) bidang listrik Meningkatkan pengawasan melekat/mandiri (self regulatory control) pada produsen, konsumen, pengolah, pedagang, serta pembina dan pengawas mutu dalam melaksanakan jaminan mutu dan keamanan pangan

BPOM

Dinas Kesehatan

Bekerja sama dengan Dinkes, Diknas,BKP, LSM, Industri pangan untuk melaksanakan program keamanan terpadu.

Pengembangan alat bantu

penyuluhan/promosi keamanan pangan (modul, poster, komik, leaflet, dll) untuk bahan penyuluhan di lingkungan sekolah, termasuk pemberian Piagam Bintang Keamanan Pangan.

Penyuluhan pengelolaan kantin sekolah kepada pengelolakantin sekolah, di Kota Malang

Pengembangan sumberdaya manusia Pengembangan sumberdaya manusia pembinaan dan pengawasan mutu pangan melalui pendidikan danPengembangan sumber dayamanusia pembinaan dan pengawasan mutu pangan melalui pendidikan dan latihan

BPOM Propinsi Pemberdayaan petugas Pemda yang dilatih oleh BPOM, Pembuatan donasi keamanan pangan, penyuluhan,pedoman pemberian bintang keamanan pangan di sekolahdan kantin sekolah.

Matrik pada Tabel 2 menunjukkan hubungan dan kesinambungan kebijakan dan program yang dilaksanakan di setiap instansi yang bertanggung jawab atas keamanan pangan, tentu saja tidak lepas dari para pelaksananya. Namun perencanaan yang hebat sekalipunketika di lapangan akan mengalami berbagai kendala baik yang bersumber dari internal atau eksternal.Seperti yang dijelaskan oleh Derick (2002) yangmenyatakan untuk mengukur hasil kinerja kebijakan dibedakan atas lima macam yaitu: 1)

Input Indicators, yaitu: segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat menghasilkan keluaran, misalnya; dana, SDM, informasi, kebijakan, dan lain-lain, 2) Output indicators, yaitu segala sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non fisik. 3)

ISBN 978-602-74352-0-9 ED66 Outcome indicators, yaitu : segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka waktu menengah (efek langsung), 4) efficiency and cost effectiveness, yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksana kegiatan, 5) explanatory/impacts adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif atau negatif pada setiap indikator berdasarkan asumsi yang telahditetapkan. Dari hasil temuan penelitian di lapangan terhadap implementasi/programkeamanan pangan pada makanan di kota Malang, maka peneliti dapatmenarik temuan utama, dimana implementasi kebijakan kemanan pangan sangat dipengaruhi oleh 5 faktor yaitu: 1) Situasi dan kondisi keamanan pangan, 2) sistim kelembagaan, 3) kewenangan dan tupoksi 4) sumber dayamanusia, dan 5) sumber dana. Tabel 3 menjelaskan tentang permasalahan pokok implementasi keamanan pangan dikota Malang.

Tabel 3. Permasalahan pokok implementasi kebijakan keamanan pangan di Malang Faktor yang mempengaruhi

Implementasi Kebijakan Keamanan Pangan

Permasalahan

Situasi dan kondisi keamanan pangan jajanan

1. Kondisi cemaran microbiologi dan kimia tinggi. 2. Prilaku produsen dan pedagang lemah karena

masalaheksternal dan internal.

3. Kurang adanya kesadaran dari konsumen

untukmengkonsumsi makanan aman dan sehat karena terbatasnya daya beli

Sistim Kelembagaan 1. Diatur oleh sistem yang kompleks, dan banyak

melibatkaninstansi yang bertanggung jawab atas keamanan pangan.Sehingga nampak adanya tumpang tindih

tupoksi,kewenangan dan program-programnya.

2. Tidak ada lembaga independen dan sistim akuntabilitasyang dapat menyelenggarakan koordinasi dan

menjaminpenegakan peraturan perundangan Kewenangan dan Tupoksi 1. Kebijakan dan peraturan daerah yang cenderung

lebihmemihak kepentingan industri menengah ke atas(termarjinalisasi).

2. Pasal-pasal pada pembagian kewenangan dan

pembadiantugas, masih bermakna ganda dan berpotensi menyuburkanpraktek rent seeking perlu dipertegas. 3. Kurang adanya pembinaan, pengendalian, dan

pengawasanterhadap aparatur birokrasi/ pelaksana/ bagian yangbertanggung jawab terhadap keamanan pangan Sumber daya manusia 1. Sumberdaya manusia aparatur/pelaksana yang bertanggung

jawab atas keamanan Pangan.

2. Kurang pengetahuan, dan pemahanan atas kewengan dan tanggungjawabnya.

3. Lebih mengutamakan kepentingan industri menengah ke atas sebagai target perhatian dan control .Kurang peka terhadap permasalahan yang ada di lapangan

Sumber Dana 1. Insentif yang diberikan tidak seimbang antara parapelaksana program.

2. Kecilnya pembagian anggaran unuk kepentingan keamananpada makanan jajanan

Rumusan Prioritas Kebijakan Keamanan Pangan sebagai Rujukan dalam Merumuskan Kebijakan

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR NASIONAL(Univ. brawijaya) (Halaman 161-171)