• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIDANG KESEHATAN HEWAN DAN KESMAVET

1. Sarana Prasarana Kesmavet

Kondisi sarana prasarana kesmavet yang meliputi Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Tempat Pemotongan Hewan (TPH), Rumah Pemotongan Unggas (RPU), RPU Skala Kecil (RPU-SK) dan Tempat Pemotongan Unggas (TPU) serta Tempat Penampungan Susu (TPS) yang sudah memenuhi syarat keamanan pangan adalah sebagai berikut :

Tabel 6.30. Sarana Prasarana Kesmavet di Jawa Barat Tahun 2010-2012

No. SARANA

Laporan Tahunan 2011 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 128 2. Penerapan Higiene Sanitasi pada Unit Pangan Asal Hewan.

Dalam upaya meningkatkan penerapan higiene sanitasi pada unit usaha Pangan Asal Hewan di Jawa Barat maka pada tahun 2012 dilaksanakan pembinaan serta pembangunan beberapa unit RPH-Ruminansia, RPH-Unggas, Kios Daging dan TPS di Kabupaten/Kota. Petugas Kesmavet Kabupaten/Kota merupakan aparat pembina terhadap unit usaha Pangan Asal Hewan (PAH) sehingga bersama-sama melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan higiene sanitasi pada unit RPH-R/TPH, RPH-U dan kios daging yang dilanjutkan dengan sosialisasi dan bimbingan kepada produsen/pelaku usaha.

Sosialisasi dilaksanakan melalui pertemuan dan pembinaan pada unit usaha daging, susu dan telur yang meliputi RPH-R/TPH, RPH-U/RPU-SK, kios daging, unit usaha pengolahan daging, TPS dan tempat pemrosesan telur. Beberapa aspek yang disosialisasikan dalam penerapan higiene sanitasi antara lain fasilitas konstruksi bangunan utama, peralatan, perlengkapan pegawai dan higiene personal terutama untuk pembangunan dan renofasi yang diberasal dari anggaran pemerintah baik APBD maupun APBN. Adapun hasil identifikasi kondisi higiene sanitasi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6.31. Status Higiene Sanitasi Unit Pangan Asal Hewan

No. Unit Pangan

Asal Hewan Kondisi

1. RPH Ruminansia

A. 26 unit RPH-R yang dikelola olah Pemerintah berdasarkan Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) maka tidak seluruhnya memenuhi persyaratan lagi sehingga perlu dilakukan pembinaan dan fasilitasi agar fungsinya dapat berjalan.

Tahun 2012 dibangun 2 unit RPH-R baru yaitu dari anggaran bantuan keuangan/DAK di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Kuningan.

B. Saat ini Kabupaten/Kota yang belum memiliki RPH-R adalah Kab.

Sumedang, Kota Cimahi dan Kab. Bandung Barat.

C. Dengan adanya kebijakan pemerintah Indonesia untuk membatasi importasi ternak sapi dan daging sapi sebagai upaya pencapaian Program Swasembada daging Sapi dan Kerbau Tahun 2014 maka pemotongan banyak dilakukan terhadap ternak sapi lokal dan masih ditemukan pemotongan ternak betina dengan alasan bahwa harganya lebih murah dari ternak jantan dan mengandung banyak lemak dan jeroan yang dibutuhkan oleh konsumen (kebutuhan daging masih didominasi oleh kebutuhan rumah tangga dan penjual makanan bakso

Laporan Tahunan 2011 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 129

No. Unit Pangan

Asal Hewan Kondisi

dan soto) kecuali pada hari-hari besar keagamaan pemotongan lebih banyak ternak jantan karena kebutuhan akan daging (tanpa lemak) lebih tinggi.

D. Bangunan RPH milik Pemerintah pada umumnya permanen (100%), lantai/dinding cukup baik (88,89%), namun ruang bersih dan ruang kotor belum terpisah (65,56%), memiliki kandang penampungan (100%), gangway (92%), sarana pengelolaan limbah (75,56%), sarana air bersih (87,02%). Hanya 45,17% RPH Pemerintah yang memiliki sarana penggantung karkas dan melaksanakan penyelesaian pemotongan dengan cara digantung. Sisanya masih melaksanakan penyelesaian pemotongan di lantai.

E. Pemeriksaan post mortem masih sulit dilaksanakan secara kontinyu hanya dilakukan terbatas secara inspeksi, jarang sekali dilakukan insisi. Hal ini disebabkan antara lain terbatasnya petugas terutama Dokter Hewan. Jumlah petugas meat inspector sedikit, berkisar 1 - 2 orang/RPH

F. RPH Pemerintah pada umumnya belum memenuhi persyaratan sesuai Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) atau SNI RPH Nomor 01-6159-1999. Kondisi diatas berpengaruh terhadap proses pemotongan ternak dan berdampak terhadap kualitas daging yang dihasilkan.

G. Pada tahun 2012 RPH Pemerintah (2 unit) dan RPH swasta (5 unit) telah memenuhi standar minimal higiene dan sanitasi serta telah memiliki NKV, namun 2 unit RPH swasta sudah tidak ditarik sertifikat NKV karena 1 unit sudah tidak beroperasional dan 1 unit pindah ke Provinsi lain.

Laporan Tahunan 2011 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 130

No. Unit Pangan

Asal Hewan Kondisi

2. RPU

- Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kebutuhan daging ayam. Hal ini merupakan peluang bagi pelaku usaha skala kecil di sektor hilir.

Namun pesatnya perkembangan usaha produksi daging ayam skala kecil tidak diimbangi dengan peningkatan aspek kualitas. Bahkan cenderung mengabaikankannya. Belum ada kesadaran bahwa konsumen berhak mendapatkan pangan yang aman dan layak dikonsumsi.

- Pemotongan ayam yang dilakukan di pasar tradisional cenderung tidak memperhatikan aspek higiene sanitasi, bahkan aspek halal masih ada yang diragukan. Selain itu terjadi praktek buruk yang bertentangan dengan etika bisnis seperti ayam berformalin, ayam bangkai (ayam tiren, ayam duren), penyuntikan air kedalam karkas, dll.

- Jumlah RPU pada tahun 2012 mengalami kenaikan dibanding pada tahun 2011, hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan akan kebutuhan daging unggas untuk wilayah Jawa Barat dan sekitarnya (karena pemotongan di Jawa Barat juga untuk memenuhi kebutuhan DKI Jakarta dan beberapa Provinsi lain terutama yang berasal dari RPU Swasta) serta upaya perbaikan kualitas daging ayam yang dihasilkan.

- Daging ayam produksi RPU relatif lebih baik dari yang diproduksi di RPU-SK apalagi dari TPU. Namun hanya 63% daging yang berasal dari RPU-SK dan TPU yang memenuhi syarat SNI, sebanyak 37%

masih tercemar mikroba sehingga masih perlu peningkatan pembinaan untuk penerapan higiene sanitasi

- Permasalahan lainnya adalah aspek kehalalan pemotongan ayam di pasar-pasar tradisional masih menjadi permasalahan karena pengawasannya belum optimal.

- Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas karkas dan daging unggas maka pada tahun 2012 dilakukan pembangunan 2 unit RPH-U dan tempat penampungan unggan (TPnU) yang berasal dari anggaran APBN TP (2 unit) yaitu di Kabupaten Cirebon dan Kab. Ciamis.

3. Kios Daging

- Kondisi kios daging di pasar tradisional pada umumnya masih belum memenuhi persyaratan higiene sanitasi diantaranya adalah lingkungan yang kotor, tempat dan peralatan yang tidak memadai serta pelaku usaha (pekerja) yang tidak memperhatikan aspek higiene sanitasi.

- Sebagian kecil pedagang daging di kios daging memakai wadah dari stainless, selebihnya menggunakan plastik, melamin, kayu, bahkan sebahagian tidak menggunakan wadah dan bercampur dengan jeroan dan tanpa wadah namun tidak bercampur dengan jeroan

Laporan Tahunan 2011 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 131

No. Unit Pangan

Asal Hewan Kondisi

- Kios daging pada umumnya bercampur dengan komoditas lain dan keterbatasan persediaan air bersih sehingga sulit untuk menghindari kontaminasi dan penerapan higiene sanitasi.

- Masih ada kios daging yang memakai dinding dari triplek/kayu.

Lantai yang digunakan sebagian besar sudah berkeramik namun masih ada yang dari ubin, kayu, semen bahkan tanah. Sebagian besar kios sudah beratap tertutup namun masih ada yang terbuka, berlokasi di tepi jalan raya atau di emper kios resmi.

- Fasilitas mencuci tangan pada umumnya hanya berupa ember plastik yang berisi air dan jarang diganti. Perlengkapan kebersihan lainnya adalah sabun batang, sabun cair dan hanya sedikit yang memakai desinfektan

- Kios daging sapi di pasar-pasar besar pada umumnya memiliki freezer.

Namun penggunaan freezer tidak untuk menyimpan daging yang baru tetapi justru menyimpan daging yang sudah seharian dipajang dan tidak terjual, hal ini yang mengakibatkan konsumen enggan membeli daging dingin.

- Kios daging sapi pada umumnya sudah dilengkapi dengan penggantung daging. Ada beberapa yang memakai showcase. Ada penghalang antara pembeli dan penjual terutama pada beberapa kios daging yang sudah mendapat anggaran renovasi bersumber dari anggaran APBN. Penggantung daging pada umumnya terbuat dari besi yang di tidak dicat.

- Air bersih hanya sebagian kecil dari PAM. Pada umumnya berasal dari air sumur yang tidak pernah diuji kualitasnya serta jumlahnya terbatas. Hal ini yang menyulitkan penerapan higiene sanitasi baik personal maupun sarana dan prasarananya.

- Talenan daging yang dipakai pada umumnya masih terbuat dari kayu namun ada juga yang menggunakan marmer dan nillon (kios daging ayam).

- Penjualan daging pada umumnya diletakkan diatas meja terbuka (terutama daging/karkas ayam) dan sebahagian yang digantung (daging sapi). Pada umumnya penempatan daging sudah terpisah dengan jeroan.

- Untuk meningkatkan kualitas daging yang dijual di kios daging maka pada tahun anggaran 2012 telah dibangun 1 unit kios daging di Kabupaten Cirebon dengan anggaran yang bersumber dari APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Laporan Tahunan 2011 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 132

- Secara keseluruhan terdapat 278 TPS yang berlokasi di 10 Kabupaten namun hanya 2 unit yang memenuhi standar hygiene sanitasi (sudah memiliki sertifikasi NKV)

- Masih ada TPS yang belum memiliki bangunan yang permanen dan hanya merupakan lokasi tempat pengambilan susu dengan menggunakan drum plastik, sebahagian bangunan hanya berupa pos dengan dinding dan lantai dari keramik serta belum memiliki fasilitas pendingin. Kondisi bangunan TPS belum memenuhi persyaratan karena masih merupakan satu ruangan terbuka tidak ada pembagian ruang bersih dan kotor dimana ruang bersih untuk menyimpan susu dan ruang kotor untuk tempat pencucian milkcan susu belum dilakukan sehingga memungkinkan peningkatan cemaran pada saat penyetoran

- TPS digunakan pada saat Penyetoran susu dan biasanya dilakukan sebanyak 2 kali sehari, pada pagi hari (pukul 05.00-07.00) dan sore hari (pukul 15.00-17.00).

- Kurang lebih 24% Peternak menyetorkan susunya masih menggunakan ember tertutup, sehingga belum seluruhnya menggunakan milk can dari stainless/aluminium.

- Pada saat penyetoran dilakukan pengujian alkohol dan berat jenis, dan susu dituangkan ke tangki dengan disaring terlebih dahulu menggunakan kain kasa namun perlakuannya belum memenuhi persyaratan higiene sanitasi.

- Kondisi dinding dan lantai sebahagian besar sudah menggunakan bahan kedap air berupa keramik namun dalam kondisi kotor dan tidak dipelihara dengan baik sehingga masih banyak yang berlubang dan tidak diperbaiki yang mengakibatkan tumpahan susu tertinggal dan menimbulkan bau serta mengundang lalat dan tikus.

- Sarana air bersih belum cukup tersedia dan pembersihan alat-alat dilakukan setiap hari 2 kali setelah susu dipindahkan ke tangki susu, sedangkan pembersihan milk can dilakukan di rumah masing-masing peternak tidak di TPS sehingga sulit dilaksanakan pengawasan terhadap kebersihannya.

- Sosialisasi higiene sanitasi kepada para petugas di TPS dan peternak masih harus lebih ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan nilai jual susu.

Laporan Tahunan 2011 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 133 3. Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner.

Nomor Kontrol Veteriner (NKV) merupakan registrasi atau sertifikasi kelayakan usaha dibidang pengumpulan, penampungan, penyimpanan, pengolahan dan pengawetan Pangan Asal Hewan yang diterbitkan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam bidang kesmavet. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan maka sejak tahun 2006-2012 di Jawa Barat sudah memiliki 9 (sembilan) orang auditor NKV. Auditor bertugas melaksanakan audit penerapan higiene sanitasi pada unit usaha pangan asal hewan untuk kemudian memberikan rekomendasi kepada Kepala Dinas Peternakan untuk memberikan sertifikat NKV kepada unit usaha yang sudah memenuhi syarat penerapan higiene sanitasi di unit usahanya

Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) bertujuan untuk :

A. Memberikan jaminan dan perlindungan kepada masyarakat, baik pelaku usaha maupun konsumen, bahwa Pangan Asal Hewan (PAH) atau hasil olahan yang dihasilkan telah memenuhi syarat sesuai dengan standar yang ditetapkan.

B. Terlaksananya tertib hukum dan tertib administrasi.

C. Mempermudah pelaksanaan sistem pengawasan usaha Pangan Asal Hewan (PAH)

D. Meningkatkan daya guna, hasil guna dan produktifitas dalam mencapai mutu produk yang memenuhi standar sehingga adanya jaminan keamanan pangan produk hewan.

Pemberian sertifikasi Kontrol Veteriner harus dapat menjamin bahwa produk peternakan berkualitas sesuai dengan standar yang ditetapkan sehingga harus dilakukan peninjauan dan evaluasi secara periodik agar Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang diberikan dapat dilaksanakan, dipertahankan bahkan ditingkatkan.

Selama 6 (enam) tahun berturut turut telah dilaksanakan sosialisasi kepada para pelaku usaha pangan asal hewan yang ada di Jawa Barat tentang prosedur sertifikasi NKV dan kewajiban sertifikasi NKV sudah harus diterapkan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan

Laporan Tahunan 2011 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 134 Kesehatan Hewan pada Pasal 60 (1) ”Setiap orang yang mempunyai unit usaha produk hewan wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh nomor kontrol veteriner kepada pemerintah daerah provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh menteri”, serta Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan Pasal 23 (1) Setiap Unit Usaha produk Hewan wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh Nomor Kontrol Veteriner kepada pemerintah provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri”.

Sampai dengan tahun 2012 telah diterbitkan 125 sertifikat NKV terhadap unit usaha pangan asal hewan dari 168 unit usaha yang mengajukan dengan pelaksanaan audit kepada unit usaha Pangan Asal Hewan (PAH) yang ada di wilayah Jawa Barat.

Tabel 6.32. Jumlah Unit Pangan Asal Hewan yang Sudah Mendapat Sertifikat NKV di Jawa Barat Tahun 2006 sd. 2012

No. Unit Pangan Asal Hewan Jumlah yang mendapat NKV (unit)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1. RPH- Ruminansia

Pemerintah - - - 1 - -

Swasta 2 1 2 2 - -

2. RPH- Unggas Swasta 1 1 2 2 1 2 3

3. Tempat Pemrosesan Daging

(TPD) Swasta - - 2 2 2 3 3

4. Tempat Penampungan Susu

(TPS) Swasta - - - 2 - - -

5. Unit Pemrosesan Susu (UPS) Swasta - - - 1 2 4 9

6. Industri Telur (IT) Swasta - - - 1 - 1 3

7. Pengolahan Produk Hewan

(PPH) Swasta - - - - - - -

8. Gudang Swasta 1 2 8 9 5 12 16

8. Retail Swasta 1 - - - 1 13 2

JUMLAH 5 4 12 20 11 35 37

Pada tahun 2012 kegiatan sertifikasi NKV diawali dengan sosialisasi sertifikasi NKV kepada pelaku usaha pangan asal hewan di Jawa Barat yang dilaksanakan di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya kegiatan yang sama dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota diantaranya oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan Dinas Perekonomian Kota Bekasi dengan mengundang pelaku usaha Pangan Asal Hewan diwilayah kerjanya. Selain sosialisasi Kabupaten/Kota juga melaksanakan pembinaan kepada pelaku usaha

Laporan Tahunan 2011 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 135 pangan asal hewan agar memenuhi syarat untuk mengajukan sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV).

Pembinaan NKV yang dilaksanakan pada tahun 2012 diantaranya :

A. Sosialisasi kepada pelaku usaha Pangan Asal Hewan (daging, susu dan telur).

B. Sosialisasi NKV oleh Kabupaten/kota kepada unit usaha pangan asal hewan dimasing-masing lokasi.

C. Pembinaan bersama Dinas yang membidangi fungsi Kesehatan Masyarakat Veteriner di Kabupaten/Kota.

D. Pelatihan pasca panen pangan asal hewan terutama dalam penerapan higiene sanitasi.

E. Pembinaan penerapan higiene sanitasi di Rumah Potong Hewan.

Tabel 6.33. Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Tahun 2006 – 2012

No. Jenis Usaha Pengajuan Sertifikat Proses

1. Gudang 67 54 13

2. RPH-R 9 7 2

3. RPH-U 19 12 7

4. TPD 13 12 1

5. TPS 2 2 0

6. UPS 20 17 3

7. IT 6 5 1

8. Retail 32 16 16

Total 168 125 43