• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selain itu, pasal-pasal yang diajukan Judicial

Dalam dokumen Edisi 9 Majalah PA Edisi 9 (Halaman 74-76)

Review oleh Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) sebagai Kuasa Hukum dari Mahkamah Agung RI, karena bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1), Pasal 24B ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, pasal-pasal yang diajukan Judicial Rerview tersebut, juga bertentangan dengan dua asas Lex certa dan Lex superior derogate l e g i i n fe r i o r i . A s a s p e r t a m a menyatakan suatu materi dalam peraturan perundang-undangan tidak dapat diperluas atau ditafsirkan lain selain yang tertulis. Dan asas kedua menyatakan suatu undang-undang yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.

Keadaan tersebut berakhir setelah Mahkamah Konstitusi pada 28 Oktober 2015 membacakan putusan Nomor 43/PUU-XII/2015 bahwa kewenangan Komisi Yudisial untuk ikut bersama Mahkamah Agung dalam seleksi hakim tingkat pertama, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan

demikian, Mahkamah Agung menjadi otoritas tunggal pelaksana seleksi hakim tingkat pertama. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur oleh Mahkamah Agung.

Ekses defisit hakim

Mutasi bagi hakim di lingkungan peradilan agama baik di pengadilan tingkat pertama maupun di tingkat banding, dilakukan apabila hakim yang bersangkutan telah menjalankan tugas sekurang-kurangnya 3 sampai 4 t a h u n , k e c u a l i y a n g a k a n dipromosikan sebagai pimpinan. S e m e n t a ra b a g i h a k i m ya n g ditugaskan di daerah terpencil atau di daerah rawan konflik, dapat dilakukan m u t a s i a p a b i l a h a k i m y a n g bersangkutan telah menjalankan tugas sekurang-kurangnya 2 tahun.

REKRUTMEN HAKIM

YANG TERTUNDA

TOKOH KITAPOSTUR

Selain itu, pasal-pasal

yang diajukan Judicial

Rerview tersebut, juga

bertentangan dengan

dua asas Lex certa dan

Lex superior derogate

legi inferiori.

Ketentuan mengenai masa kerja hakim pengadilan agama sebagaimana di atas, terdapat dalam Lampiran Surat Keputusan Mahamah Agung RI Nomor 192/KMA/SK/XI/2014 tanggal 25 November 2014 tentang Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama (SK KMA 192/KMA/SK/XI/2014).

SK KMA 192/KMA/SK/XI/2014 merupakan aturan mutakhir terkait pola mutasi dan promosi hakim di lingkungan peradilan agama. Sebelumnya, pelaksanaan pola promosi dan mutasi berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang sudah mengalami dua kali perubahan melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU 50/2009), dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan P e r a d i l a n A g a m a N o m o r 2246/DJA/OT.01.3/SK/XI/2013 tentang Pedoman Pola Karir Tenaga T e k n i s P e r a d i l a n A g a m a .

Penerapan pola mutasi dan promosi di atas belum masih menghadapi beberapa kendala antara lain seperti hakim dengan masa kerja lebih dari empat tahun belum dimutasi ke pengadilan agama tertentu. Hakim dengan pangkat dan golongan tertentu yang seharusnya berpindah tugas ke pengadilan agama

dengan kelas lebih tinggi, juga mengalami kendala. Hakim yang baru penempatan pertama, atau pangkat dan golongannya masih muda di suatu pengadilan agama tertentu, “terpaksa” harus bertahan lebih lama dari ketentuan ideal (3-4 tahun). Beberapa kendala tersebut muncul akibat tidak adanya generasi hakim di bawahnya.

Kendala-kendala tersebut di atas semakin bertambah genting dengan semakin bertambahnya jumlah hakim yang memasuki masa purnabakti. Sehingga, selama kurun waktu lima tahun tersebut, jumlah hakim tidak lagi memadai dengan kebutuhan ril. Jika keadaan seperti ini belum dapat d i s e l e s a i k a n , m a k a p o t e n s i permasalahan yang akan muncul akan semakin krusial terkait dengan beban kerja dan jumlah hakim yang tidak sepadan. Ekses lain akibat tidak adanya penerimaan hakim adalah adanya moratorium promosi dan mutasi baik bagi hakim di pengadilan agama kelas II, kelas I, maupun bagi hakim tingkat banding.

Potret ideal

Pada Maret 2015, Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama Direktorat Jenderal Badan Peradlian Agama (DitbinGanis Ditjen Badilag), melalui berita di laman resmi badilag.net, menyampaikan data bahwa hakim di lingkungan peradilan agama seluruhnya berjumlah 3078 hakim dan tersebar di 359 pengadilan

agama/mahkamah syar'iyah. Jumlah tersebut jauh dari jumlah ideal yaitu 5539 hakim. Dengan demikian, dibutuhkan tambahan 2461 hakim.

Adapun jumlah 359 pengadilan tingkat pertama di lingkungan peradilan agama tersebut terdiri dari 56 PA Kelas IA, 100 PA Kelas IB dan 203 PA Kelas II. PA adalah versi singkat dari pengadilan agama/mahkamah syar'iyah. Dengan demikian, jumlah yang standar ialah 1400 hakim untuk 56 PA Kelas IA, 1500 hakim untuk 100 PA Kelas IB dan 2639 untuk 203 PA Kelas II.

Faktanya, saat ini hanya ada 845 hakim di 56 PA Kelas IA, yang berarti kurang 555 hakim. Di 100 PA Kelas IB, hanya ada 873 hakim, sehingga kurang 627 hakim. Di PA Kelas II, cuma terdapat 1414 hakim, sehingga kurang 1225 hakim.

Dengan adanya kendala dalam seleksi hakim tingkat pertama, ditambah dengan semakin banyaknya jumlah hakim yang memasuki masa purnabakti, maka kekurangan jumlah hakim di lingkungan peradilan agama semakin tahun semakin bertambah banyak. Untuk itu, pasca putusan MK Nomor 43/PUU-XII/2015 perlu segera dibentuk peraturan khusus terkait seleksi hakim tingkat pertama, agar persoalan defisit hakim bisa diminimalisir.[]

|Rahmat Arijaya, Edi Hudiata

POSTUR

Selasa, 16 Desember 2014 menjadi hari bersejarah bagi PA Purbalingga. Ya, karena pada tanggal tersebut, pengadilan yang terletak di daerah kelahiran Panglima Besar Jenderal Soedirman ini meluncurkan program andalan yang kemudian hari menjadi trademark yang dikenal luas. Program itu adalah Pendaftaran Perkara Satu Pintu atau yang juga dikenal dengan one stop service.

S e j u m l a h p e j a b a t t i n g g i Mahkamah Agung dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang tergabung dalam tim monitoring pelayanan publik, hadir pada acara itu. “Merinding saya melihat pelayanan publik di PA Purbalingga ini,” kata Arif Christiono Subroto, Direktur Hukum dan HAM Bappenas, setelah hampir tiga jam melakukan observasi langsung.

Terkesan dengan optimalnya pelayanan publik di PA Purbalingga, Bappenas kemudian mendorong p e m b e r i a n a n g g a r a n u n t u k

penyediaan gedung pelayanan yang lebih luas dan nyaman. Gedung

pelayanan publik itu kini sudah dapat dimanfaatkan masyarakat pencari keadilan setelah tanggal 12 Maret 2016 lalu diresmikan penggunaannya oleh Dirjen Badilag dan Wakil Bupati Purbalingga.

Jika di banyak pengadilan, para pencari keadilan harus bolak balik antara kantor pengadilan, tempat fotokopi, bank, dan kantor pos untuk melengkapi syarat-syarat pendaftaran perkara, maka aktivitas yang menguras tenaga, waktu dan juga biaya itu tidak berlaku di PA Purbalingga.

Para pengguna pengadilan di sana 'dimanjakan' dengan pelayanan pendaftaran satu pintu yang terpadu dan terintegrasi. Tidak hanya dilakukan secara efektif dan efisien, beberapa pelayanan juga diberikan secara gratis.

Mencontoh Pelayanan Publik

Dalam dokumen Edisi 9 Majalah PA Edisi 9 (Halaman 74-76)