BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Smart City dan E-Government
E-Government sebagai paradigma baru pelayanan publik pada dasarnya dipicu oleh konsep administrasi negara yang terus berkembang. Berawal dari paradigma Old Public Administration (OPA). Namun secara konseptual Old Public Administration (OPA) bersifat kaku dan sentralistik. Lalu kemudian akibat dari kritikan OPA, maka lahirlah paradigma New Public Management (NPM) yang mengacu kepada sekelompok ide dan praktik kontemporer untuk menggunakan pendekatan-pendekatan dalam sektor privat (bisnis) pada organisasi sektor publik. Dalam pandangan New Public Management (NPM), organisasi pemerintah diibaratkan sebagai sebuah kapal. Peran pemerintah di atas kapal tersebut hanya sebagai nahkoda yang mengarahkan (steer) lajunya kapal bukan mengayuh (row) kapal tersebut.
Urusan mengayuh tersebut diserahkan kepada organisasi di luar pemerintah, yaitu organisasi privat (swasta) dan organisasi masyarakat sipil sehingga mereduksi fungsi dominasi dan monopoli yang dimiliki pemerintah. Tugas pemerintah yang hanya sebagai pengarah memberikan pemerintah untuk mengurus persoalan-persoalan domestik dan internasional yang lebih strategis. Melihat bahwa dalam NPM belum juga bisa menyelesaikan isu-isu semacam demokratisasi, hak asasi manusia, hukum, transparansi, civil society, good coorporate governance, maka kemudian lahir paradima terbaru yakni NPS (Indrajit. 2002: 7).
Istilah e-Government mengacu pada cukup banyak definisi. Secara umum, istilah yang berawalan “e” biasanya memiliki nuansa teknologi internet sebagai sarana utama yang menggantikan media konvensional. Mengingat bahwa esensi tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan publik, maka konsep e-Government akan mengandung arti pada bagaimana pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan berbagai media teknologi, terutama internet, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan berbagai media teknologi, terutama internet, untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat sebagai „customer”-nya (Ariyanto, 20015:20).
E-Government adalah salah satu program dari Smart City. Smart City merupakan pengembangan dan pengelolaan kota dengan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komuniksi untuk mengetahui, memahami, dan megendalikan berbagai sumber daya yang ada di dalam kota dengan lebih efektif dan efisien untuk memaksimalkan pelayanan kepada warganya serta mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Smart governance merupakan bagian atau dimensi pada smart city yang mengkhususkan pada tata kelola pemerintahan. Adanya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat mewujudkan tata kelola dan jalannya pemerintahan yang bersih, jujur, adil, dan demokrasi, serta kualitas dan kuantitas layanan publik yang lebih baik. Smart governance terdiri atas tiga bagian sebagai berikut:
a. Keikutsertaan masyarakat di dalam penentuan keputusan secara langsung maupun online.
b. Peningkatan jumlah dan kualitas layanan publik. Implementasi smart city dalam hal ini memanfaatkan teknologi informasi dapat dilakukan
dengan cara penyedian sistem informasi berbasis web dan mobile untuk pelayanan publik (pembuatan KTP, SIM dan lain-lain), penyediaan layanan administrasi keuangan/pembayaran yang efektif, hemat waktu, dan otomatis (pembayaran listrik, air dan lain-lain), dan adanya database yang terstruktur dan tertata baik di dalam penyimpanan data dan informasi terkait dengan layanan publik.
c. Adanya transparansi di dalam pemerintahan, sehingga masyarakat menjadi tahu dan cerdas.
Didalam suatu pemerintahan, sangat dibutuhkan para pemerintah/birokrat yang smart, yang berarti orang-orang yang benar-benar memiliki kemampuan dibidangnya, transparansi, adil, berperilaku baik, serta memiliki kualitas yang baik.
Hal ini dapat menentukan berjalan atau tidaknya suatu kebijakan yang dibuat, serta para pemerintah la yang memegang kekuasaan akan Negara, sehingga sangat diperlukan pemerintah yang pintar dalam menjalankan tugas Negara. E-Goverment adalah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk mempromosikan pemerintah yang lebih effisien dan penekanan biaya yang efektif, kemudian pasilitas layanan terhadap masyarakat umum dan membuat pemerintah lebih bertanggung jawab kepada masyarakat.
Sedangkan dalam buku Goverment In Action (2005:5) menguraikan E-Goverment adalah suatu usaha menciptakan suasana penyelanggaraan pemerintah yang sesuai dengan objektif bersama (Shared goals) dari sejumlah komunitas yang berkepentingan, oleh karena itu visi yang dicanangkan juga harus mencerminkan visi bersama dari pada stakholeder yang ada misalnya:
a. Memperbaiki produktifitas dan kinerja operasional pemerintah dalam melayani masyarakatnya;
b. Mempromosikan pemerintah yang bersih dan transparans;
c. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat meluli kinerja pelayanan publik;
d. Menjamin terciptanya penyelengaaan negara yang demokratis;
Karena visi tersebut berasal “Dari, Oleh dan Untuk” masyarakat atau komunitas dimana E-Goverment tersebut diimplementasikan, maka masanya akan sangat bergantung pada stuasi dan kondisi masyarakat setempat. Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa E-Goverment adalah upaya untuk penyelanggaraan pamerintah yang berbasis elektronik dalam rangka mengingkatkan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efesien. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa E-Goverment merupakan proses pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat untuk membantu manjalankan sistem pemerintah secara efesien.
Teknologi meliputi seluruh proses transformasi yang terjadi dalam organisasi, yang juga menyangkut mesin-mesin yang digunakan, pendidikan dan keahlian karyawan, serta prosedur kerja yang digunakan dalam pelaksanaan seluruh kegiatan.
Teknologi dalam organisasi memiliki peranan utama dalam mempelajari sifat-sifat dari teknologi suatu organisasi dan hubungan teknologi terhadap struktur organisasi.
Robbins (1994:195), Perhatian pertama terhadap teknologi sebagai determinan struktur dapat dirunut balik ke pertengahan 1960-an dan pada karya Joan Woodward. Penelitiannya berfokus pada teknologi produksi, adalah usaha besar pertama yang melihat struktur organisasi dari perspektif teknologi. Penelitian Woodward memperlihatkan adanya hubungan antara teknologi, struktur dan keefektifan. Perusahaan yang kurang lebih mendekati struktur yang khas bagi teknologi adalah yang paling efektif. Perusahaan yang menyimpang dari struktur ideal mereka adalah yang kurang berhasil. Oleh karenaya, Woodward mengatakan bahwa keefektifan adalah fungsi dari suatu kesesuaian teknologi struktur yang tepat.
Organisasi yang mengembangkan struktur yang sesuai dengan teknologi adalah yang paling berhasil dibandingkan yang tidak mengembangkannya sesuai dengan teknologi.
Adanya teknologi maka suatu organisasi menjadi lebih efektif. Jika suatu organisasi atau perusahaan tidak mengikuti perkembangan teknologi sesuasi struktur, maka organisasi atau perusahaan tersebut tidak akan berhasil dan menyimpang.
Dengan demikian, organisasi yang mengembangkan struktur yang sesuai dengan teknologi adalah yang paling berhasil dibandingkan yang tidak mengembangkannya sesuai dengan teknologi.
Teknologi pengetahuan (knowledge technology) harus lebih diperhatikan dari pada teknologi produksi dan mendefinisikan teknologi sebagai “tindakan yang dilakukan seorang individu terhadap sebuah objek, dengan atau tanpa bantuan alat atau perlengkapan mekanis, untuk membuat perubahan tertentu pada objek tersebut.
Perrow menyatakan bahwa metode kontrol dan kordinasi harus bervariasi sesuai dengan jenis teknologi, yaitu routine, engineering, craft, dan nonroutine. Makin rutin teknologinya maka makin tinggi organisasi tersebut di struktur. Sebaliknya, teknologi non rutin membutuhkan fleksibilitas struktural yang lebih besar. Aspek-aspek utama dari struktur yang dapat dimodifikasi kepada teknologi: (1) tingkat keleluasaan yang dapat dilakukan untuk tugas, (2) kekuasaan kelompok untuk mengontrol tujuan dan strategi dasar unit. (3) tingkat saling ketergantungan antara kelompok tersebut, dan (4) tingkat sejauh mana kelompok tersebut turut serta dalam mengkordinasikan pekerjaan mereka baik dengan menggunakan umpan balik atau perencanaan dari orang lain (Robbins 1994 : 200).
Berdasarkan kutipan tersebut, penulis mengemukakan bahwa teknologi merupakan tindakan yang dilakukan seorang individu terhadap suatu objek untuk membuat suatu perubahan pada objek tersebut. Didalam teknologi ada metode kontrol dan kordinasi yang bervariasi, makin rutin teknologinya maka makin tinggi organisasi tersebut di struktur. Adanya aspek dari struktur yang dapat dimodifikasi dalam teknologi, seperti keleluasaan yang dapat dilakukan dalam tugas suatu organisasi, hubungan saling ketergantungan yang dilakukan antara kelompok organisasi, kekuasaan kelompok organisasi untuk mengontrol tujuan serta partisipasi
kelompok organisasi dalam mengkordinasikan pekerjaan kelompok organisasi tersebut .
Pendapat James Thompson, yaitu terletak pada upaya untuk menunjukkan bahwa teknologi menentukan pemilihan strategi untuk mengurangi ketidakpastian dan bahwa pengaturan struktur yang spesifik dapat membantu dikuranginya ketidakpastian. (Robbins 1994 : 206). Thompson mengemukakan bahwa organisasi mau tidak mau harus melakukan beberapa hal mendasar sebagai sebuah keharusan, karena kalau tidak maka tujuan organisasi tidak akan tercapai karena organisasi diharapkan menghasilkan sesuatu, maka tindakannya pun hendaknya masuk akal atau rasional.
Berdasarkan kutipan tersebut, penulis mengemukakan bahwa dengan adanya teknologi dapat mengurani ketidakpastian dan menjadi lebih rasional dan hubungan teknologi dengan struktur ternyata bersifat terbatas dan bahwa pengaruh teknologi terhadap struktur terasa pada bagian dari suatu organisasi ataupun pada organisasi yang ukurannya kecil. Sementara itu, struktur suatu organisasi terutama pada organisasi besar, merupakan hasil akhir dari berbagai macam pengaruh, yaitu pengaruh teknologi, ukuran, dan lingkungan organisasi. Oleh karena itu, dalam merencanakan desain dari suatu organisasi berukuran besar sebaiknya organisasi besar itu dipandang sebagai suaturangkaian bagian yang masing-masing dipengaruhi oleh teknologi dengan cara yang berbeda-beda.
Pada saat ini sudah mulai banyak lembaga-lembaga pemerintahan yang mulai memanfaatkan kemajuan teknologi informasi ini guna diaplikasikan sebagai media dalam memberikan kemudahan penyampaian informasi publik dan kemudahan pelayanan publik. Hal ini tentunya bukan saja penerapan e-gov bukan semata-mata karena perkembangan itu dari perspektif lingkungan strategik, tetapi lebih penting lagi adalah dirasakan adanya kebutuhan akan penerapan teknologi informasi dan
teknologi komunikasi tersebut guna mencapai kualitas pelayanan prima kepada masyarakat, disamping juga adalah guna tercapainya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, efisiensi, koherensi dan daya guna lainnya yang dimungkinkannya.
Tujuan teknologi komunikasi dalam bidang administrasi pemerintah :
1. Mempermudah perkerjaan kita dalam hal pendataan baik itu orang, produk dan sebagainya
2. Lebih efisien dalam hal waktu
3. Hilangnya batasan ruang dan waktu dengan adanya administrasi membuka peluang baru untuk melakukan pekerjaan dari jarak jauh.
4. Kemudahan dalam melakukan pengolahan data dan menyelesaikan perhitungan yang rumit.
Keuntungan dari penerapan teknologi informasi menurut Sutarman (2009:19) adalah sebagai berikut:
1. Kecepatan (Speed)
Komputer dapat mengerjakan sesuatu perhitungan yang kompleks dalam hitungan detik, sangat cepat, jauh lebih cepat dari yang dapat dikerjakan oleh manusia.
2. Konsistensi (Consistency)
Hasil pengolahan lebih konsisten tidak berubah-ubah karena formatnya (bentuknya) sudah standar, walaupun dilakukan berulang kali, sedangkan manusia sulit menghasilkan yang persis sama.
3. Ketepatan (Precision)
Komputer tidak hanya cepat, tetapi juga lebih akurat dan tepat (persis).
Komputer dapat mendeteksi suatu perbedaan yang sangat kecil, yang tidak dapat dilihat dengan kemampuan manusia, dan juga dapat melakukan perhitungan yang sulit.
4. Keandalan (Reliability)
Keuntungan dari penerapan teknologi informasi untuk membuat suatu pekerjaan menjadi efektif dan efisien. Sehingga suatu pekerjaan dilakukan dengan baik dan benar. Ketika suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan benar, maka pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan.
Pengembangan e-Government mengacu pada INPRES No. 3 Tahun 2003, yaitu tentang melaksanakan strategi keenam dengan melaksanakan pengembangan
secara sistematik melalui tahapan-tahapan yang realistis dan terukur, maka dapat dilaksanakan dalam empat tingkatan yaitu persiapan, pematangan, pemantapan, dan pemanfaatan (Irawati, 2014:4).
Semenjak dikeluarkan instruksi presiden saat itu, hampir seluruh daerah di Indonesia sudah memiliki banyak kemajuan dengan menampilkan sistem teknologi pemerintahan berbasis e-Government. Karena pada praktiknya Good Governance dalam meningkatkan pelayanan publik terutama melalui pemanfaatan teknologi e-Government bertujuan juga dalam pembangunan Kota dan penerapan Smart City (Kota Cerdas) yang tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai penyedia layanan yang dominan dan memegang kendali. Kota-kota berbagai belahan dunia pada mulanya Smart City bertujuan untuk menciptakan kemandirian daerah dan meningkatkan layanan publik. Konsep dan implementasinya pun makin berkembang.
Kini Smart City sudah diterapkan di banyak negara termasuk di Indonesia.
Implementasi Smart City juga terjadi di sejumlah kota dan daerah di Indonesia.
Menurut Rosyada dkk, (2003:180), good governance merupakan tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan kehidupan keseharian. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000, good governance adalah kepemerintahan yang mengembankan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrsi, efisiensi, efektivitas supremasi hokum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
New Public Service (NPS) meletakkan pelayanan publik sebagai kegiatan utama para administrator negara. Salah satu intisari dari prinsip New Public Service (NPS) ini adalah bagaimana administrator publik mengartikulasikan dan membagi kepentingan (shared interests) warga Negara. Agar kepentingan warga negara tersebut dapat terdistribusi dengan baik dan adil, diperlukan media pertemuan antara pemerintah dengan warga masyarakat, sehingga semua kepentingan warga masyarakat dapat terakomodasi dengan baik. Agar kebutuhan masyarakat dapat segera direspon dengan baik oleh pemerintah maka diperlukan media komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Pemanfataan teknologi informasi komunikasi (e-Government) mampu menjadi mediator untuk memfasilitasi komunikasi tersebut dengan cepat (Irawan: 2013).
Indrajit (2002:1) mendefinisikan e-Government tidaklah cenderung universal seperti e-Commerce dan e-Business. Ini dikarenakan setiap negara memiliki skenario implementasi atau penerapannya yang berbeda, seperti kondisi internal baik secara makro maupun mikro, kemudian sangat ditentukan oleh sejarah, budaya, pendidikan, pandangan politik, kondisi ekonomi dari negara yang bersangkutan. Dengan demikian e-Government merupakan suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan, dengan melibatkan penggunaan teknologi informasi (terutama internet) dengan tujuan memperbaiki mutu (kualitas) pelayananan (Indrajit. 2002: 36). E-Government adalah penyelenggaraan kepemerintahan berbasiskan elektronik untuk meningkatkan kualitas layanan publik secara efisien, efektif dan interaktif. Intinya e-Government
adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain (penduduk, pengusaha maupun instansi lain).
Secara umum, jenis layanan e-government menurut Indrajit (2006:21) antara lain:
a. Jenis layanan yang bertujuan untuk penyediaan informasi seperti visi dan misi pemerintah, berbagai peraturan perundang-undangan, prosedur pendirian usaha, berbagai data kependudukan, pertanian dan perdagangan. Untuk jenis layanan yang pertama ini, pembangunan aplikasi e-government sangat bertumpu pada penciptaan halaman web yang menarik dan komunikatif.
b. Jenis layanan yang bersifat komunikasi interaktif dua arah, seperti konsultasi perpajakan, diskusi tentang rancangan undang-undang dan lain sebagainya.
Untuk jenis layanan ini, maka aplikasi e-government perlu kelengkapan fasilitas seperti video konferensi, atau aplikasi chatting dan email.
c. Jenis layanan yang bersifat transaksi, seperti permohonan KTP, IMB, pembayaran wajib pajak, listrik, PBB, air, telepon secara online, sistem e- procurement. Dengan jenis layanan tersebut, maka aplikasi e-government juga harus dilengkapi dengan sistem informasi on-line yang mendukung pencatatan setiap transaksi yang terjadi.
Berdasarkan kutipan tersebut, penulis mengemukakan bahwa adanya berbagai jenis layanan -government menurut Indrajit, yaitu jenis layanan yang bertujuan untuk penyediaan informasi seperti visi dan misi pemerintah yang didalamnya terdapat peraturang perundang-undangan, adanya fasilitas-fasilitas didalam setiap aplikasi yang memiliki fungsi dalam memberikan pelayanan publik.
Penerapan e-government nantinya dapat memberikan manfaat (Sari dan Winarno: 2012) diantaranya; terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel; meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik; berkurangnya secara nyata praktek KKN di birokrasi; dan terjamin konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundangan-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Kemudian untuk dari sisi masyarakat, manfaat penerapan e-government adalah masyarakat menerima berupa layanan dan pemberian informasi yang lebih cepat, akses yang cepat terhadap dokumen dan formulir elektronik, pelayanan masyarakat yang terus-menerus (24 jam sehari), meningkatnya kemampuan melayani diri sendiri (self service), meningkatnya kemampuan untuk mencari informasi, meluasnya akses terhadap informasi, dan sebagainya.
Secara jelas dua negara besar yang terdepan dalam mengimplementasikan konsep e-government, yaitu Amerika dan Inggris melalui Al Gore dan Tony Blair (Indrajit 2003:16-17), telah secara jelas dan terperinci menggambarkan manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep e-government bagi suatu negara, antara lain:
1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara;
2. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep good corporate governance;
3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas sehari-hari;
4. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan; dan
5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada; serta
6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.
Di Negara-negara maju memandang bahwa implementasi e-government yang tepat akan secara signifikan memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat di suatu negara secara khusus, dan masyarakat dunia secara umum. Maka perlu dipahami
bahwa teknologi hanyalah merupakan instrument untuk terciptanya sebuah transformasi peranan pemerintah, dari yang bersifat birokrasi, menjadi sebuah lembaga yang berorientasi proses untuk melayani pelanggannya yang dalam hal ini adalah masyarakat, komunitas bisnis (industri), dan para stakeholder lainnya. Sebuah Negara memutuskan untuk mengimplementasikan e-government karena percaya bahwa dengan melibatkan teknologi informasi di dalam kerangka manajemen pemerintahan, akan memberikan sejumlah manfaat seperti meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat dan komunitas Negara lainnya, memperbaiki proses transparansi dan akuntabilitas di kalangan penyelenggara pemerintahan, mereduksi biaya transaksi, komunikasi, dan interaksi yang terjadi dalam proses pemerintahan, dan menciptakan masyarakat berbasis komunitas informasi yang lebih berkualitas.
Gambar 1: Fungsi Tradisional Sistem Informasi sebagai Pendukung Pelayanan Masyarakat
Sumber: Adi Cahyadi, E-Government: Suatu Tinjuan Konsep dan Permasalahan, Journal The Winners, Vol. 4, No. 1, Maret 2003‟.
Adi (2003) menjelaskan dalam e-Government, sistem informasi/komputer tidak hanya digunakan sebagai alat pendukung dalam melayani masyarakat (Gambar 1) tetapi juga difungsikan sebagai pelayan itu sendiri. Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, dimana dalam hal ini e-Government diarahkan untuk mencapai empat tujuan yaitu :
1. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat secara luas serta dapat terjangkau diseluruh wilayah pada setiap saat, tanpa dibatasi waktu dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
2. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan perkembangan perekonomian nasional dan mempercepat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional.
3. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembagalembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpastisipasi dalam perumusan kebijakan.
4. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonomi.
Adanya tujuan yang ingin dicapai dari e-Government, yaitu untuk pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat secara luas serta dapat terjangkau diseluruh wilayah pada setiap saat, tanpa dibatasi waktu dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat, pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan perkembangan perekonomian nasional dan mempercepat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional, pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-lembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpastisipasi
dalam perumusan kebijakan dan pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonomi. Dengan tujuan-tujuan tersebut, diharapkan e-Government mampu menjadikan pencapaian pelayanan publik menjadi lebih optimal dengan menggunakan teknologi sebagai alat bantu.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam tata kelola dan layanan publik tidak secara otomatis menghasilkan tata kelola yang efisien, transparan, akuntabel, dan partisipatif yang merupakan pilar tata kelola yang baik.
Pengenalan teknologi dalam pemerintahan tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan kelembagaan dalam membangun kepercayaan tetapi juga secara signifikan ditentukan oleh budaya organisasi dan nilai-nilai masyarakat. Membangun kepercayaan sama pentingnya dengan peningkatan kapasitas pada pengetahuan dan infrastruktur teknologi. Memupuk kredibilitas sulit dan membutuhkan waktu lama. Namun, layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) dan unit pelayanan pengadaan ULP perlu mempublikasikan data, proses dan keputusan penawaran segera di situs web mereka sehingga transparansi akan terwujud yang kemudian akan menghindari spekulasi tentang penawaran dan kegiatan terkait e-procurement lainnya. Lebih banyak perhatian dan penekanan perlu diberikan pada aspek politik dan budaya dari e-government dalam mewujudkan pemerintahan yang baik seperti penguatan kapasitas organisasi masyarakat (masyarakat sipil) yang lebih melihat pada keterlibatan masyarakat dalam e-government daripada daripada sekadar berfokus pada peningkatan kapasitas teknokratis pemerintah. Untuk e-governance agar
mendukung pencapaian tata kelola yang baik diperlukan peningkatan interaksi yang mendalam antara warga dan pemerintah. Seperti Fang (2002) dengan singkat berargumen bahwa e-governance bukan hanya tentang situs web atau bukan hanya digitalisasi pemberian layanan, itu pasti berdiri pada definisi yang lebih besar dari keterlibatan dan kedalaman hubungan yang mengelilingi baik warga dan pemerintah dalam menghambat korupsi dan risiko penipuan sementara pada saat yang sama meningkatkan persaingan yang adil dan memastikan nilai harga (Siahaan, AY : 2017).
Dalam kehidupan sehari-hari, pemanfaatan TIK untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi hidup manusia di perkotaan telah banyak dipraktekkan, salah satunya melalui pengembangan konsep kota cerdas (smart city). Smart city adalah tempat di mana orang ingin hidup, bekerja, berkreasi, dan bermain dengan nyaman
Dalam kehidupan sehari-hari, pemanfaatan TIK untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi hidup manusia di perkotaan telah banyak dipraktekkan, salah satunya melalui pengembangan konsep kota cerdas (smart city). Smart city adalah tempat di mana orang ingin hidup, bekerja, berkreasi, dan bermain dengan nyaman