• Tidak ada hasil yang ditemukan

13 sitem dagang,

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.4 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik pengamatan berperan serta (participant-observation), Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam secara langsung pada tineliti – studi riwayat hidup. Dengan menekankan pada atribut-atribut elit ekonomi lokal (ponggawa) yang diasumsikan sebagai motor penggerak beroperasinya ekonomi lokal, peneliti tidak bermaksud untuk mengabaikan hubungan warga lokal biasa dalam proses pertumbuhan ekonomi lokal. Hal ini, lebih dikarenakan mereka (ponggawa) adalah kunci utama dari beroperasinya industri perikanan, yang juga menjadi simpul beroperasinya ekonomi lokal, sekaligus penghubung antara warga lokal biasa, klien, buyer dan pemerintah dalam kegiatan perikanan budidaya (udang). Studi riwayat hidup tineliti, dalam penelitian ini mencakup sebelas orang ponggawa yang berdomisili di sekitar kawasan Delta Mahakam yang dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1) Satu orang ponggawa besar/ eksportir, yaitu Haji Mangkana

2) Empat orang ponggawa menengah, yaitu Haji Aco, Haji M. Ali, H. Hatta S dan Haji Alimuddin

79

3) Enam orang ponggawa kecil, yaitu Haji Samir Bin Saleng, Haji Sukri, Haji Sultan, Haji Alwi, Djumadi dan Haji Dahlan.

Wawancara mendalam – studi riwayat hidup yang dilakukan pada tiga kelompok aktor pengusaha lokal (ponggawa), juga meliputi ponggawa berbeda generasi (perintis, pengikut dan penerus), untuk dapat memberikan gambaran komprehensif tentang dinamika keberadaan pengusaha lokal dari masa ke masa. Meskipun peneliti telah berulangkali melakukan pengamatan berperan serta dengan waktu yang cukup panjang di sekitar kawasan Delta Mahakam, namun harus diakui bahwa melakukan wawancara mendalam secara langsung pada tineliti – studi riwayat hidup bukanlah perkara mudah. Dalam berbagai kesempatan, peneliti sering mendapatkan penolakan, mulai dari penolakan halus hingga yang kasar dari sejumlah ponggawa bahkan dari para klien

yang menjadi target wawancara.

Dalam sebuah kesempatan observasi di Desa Muara Pantuan misalnya, peneliti harus mendapatkan penolakan kasar (jika tidak ingin disebut pengusiran) dari seorang

ponggawa yang sejak awal ditetapkan sebagai target wawancara mendalam. Menurut informan kunci (peduduk lokal) yang juga menjadi pemandu dalam kunjungan itu, sepertinya ponggawa tersebut mencurigai peneliti sebagai “aparat” yang ingin mengorek infromasi tentang keterlibatan yang bersangkutan bersama sejumlah kliennya dalam berbagai kasus kekerasan di desa itu. Sementara sejumlah ponggawa lainnya melakukan penolakan secara halus, menjawab sejumlah pertanyaan seperlunya dan tidak antusias menerima kehadiran peneliti, sehingga tidak memadai untuk dilakukannya penyusunan studi riwayat hidup yang komprehensif. Berbagai kondisi tersebut setidaknya telah memaksa peneliti melakukan sejumlah langkah pendekatan yang tidak terencana dan mengadaptasi situasi dan kondisi di lapangan, bahkan seringkali harus rela “menunggu” untuk mendapatkan momentum yang tepat.

Untuk mendapatkan kesempatan mewawancarai ponggawa besar Delta Mahakam (seperti Haji Mangkana) yang merupakan aktor kunci dalam penelitian ini misalnya, peneliti harus menunggu hampir satu tahun lamanya. Berbagai jalur dan cara telah ditempuh peneliti untuk bisa mendapatkan akses bertemu Haji Mangkana, namun hasilnya tetap saja nihil. Tidak hanya surat resmi “pengatar penelitian” dari Pascasarjana IPB yang tidak berhasil memperantarai peneliti untuk bisa mewawancarai Haji Mangkana. Jalur formal melalui bantuan pendekatan dari aparat penyuluh lapangan (kantor perikanan kecamatan) hingga Dinas Perikanan Kabupaten, bahkan aparatur kecamantan pun gagal total. Demikian pula pendekatan jalur informal melalui para

ponggawa menengah/ kecil yang menjadi supplier PT. Syamsurya Mandiri milik Haji Mangkana, juga melalui salah seorang karabat Haji Mangkana (yang kebetulan adalah teman lama peneliti), semuanya tidak membuahkan hasil. Hal ini tentu saja semakin

membuat peneliti penasaran, karena informasi menyangkut diri Haji Mangkana tidak sesuai dengan kenyataan. Sejumlah informan menyebut Haji Mangkana bukanlah tipe orang yang suka mempersulit orang lain dan sukar untuk ditemui, dia adalah seorang yang low profile tanpa batasan-batasan tertentu yang bisa ditemui siapapun dan dimanapun, meskipun cenderung tertutup. Namun, kenyataan menunjukkan hal lain.

Titik terang baru terlihat, ketika Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Kalimantan Timur bersedia memfasilitasi peneliti, menghubungkan dengan Haji Mangkana melalui PT. Syamsurya Mandiri. Dengan “bersurat dinas” pada PT. Syamsurya Mandiri – selanjutnya didampingi salah seorang staf senior Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Kalimantan Timur, akhirnya peneliti berhasil menembus “ilusi barikade” yang melingkupi Haji Mangkana. Keberhasilan pendekatan jalur formal “tingkat atas” tersebut, tidak terlepas dari “campur-tangan” otoritas pemerintahan yang memiliki pengaruh terhadap kepentingan PT. Syamsurya Mandiri. Perlu diketahui, bahwa Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Kalimantan Timur selain menjadi regulator kebijakan perikanan, juga memiliki Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) yang bertugas melakukan berbagai pengujian produk perikanan (penentu kelayakan produk yang akan di ekspor). Dengan fungsi melekat seperti itu, tentu saja Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Kalimantan Timur, memiliki kemampuan untuk melakukan “intervensi” terhadap stakeholder yang terikat ketentuan ekspor perikanan.

Intervensi dari otoritas yang memiliki pengaruh secara langsung terhadap kepentingan diri Orang Bugis seperti inilah yang menurut hemat penulis sangat efektif dalam membuka “ruang transformatif” bagi terjadinya peluruhan kecurigaan dan sikap apatis, sehingga akan sangat fungsional dalam ikut mentransformasikan ide-ide baru. Hal ini sekaligus menjadi penjelas bahwa pengusaha Bugis tidak hanya penuh kecurigaan terhadap hal baru, namun juga sangat pragmatis dalam menyikapi berbagai hal. Artinya, ketika dihadapkan pada kenyataan harus menerima hal baru, mereka akan cenderung mengkalkulasi kepentingan yang dipertaruhkan dan kekuatan seperti apa yang dihadapi. Selain faktor oportunisme dalam melihat realitas tersebut, sehingga tidak semata-mata karena alasan karakter pribadinya (misalnya; cenderung tertutup, low profile, suka mempersulit orang lain atau tidak).

Meskipun pada awalnya peneliti hanya ditemui Wakil Direktur PT. Syamsurya Mandiri (yang juga adik Haji Mangkana) di dalam kantornya yang megah, didampingi Manejer Produksinya. Melalui sebuah diskusi ringan yang cukup hangat, kedua orang kepercayaan Haji Mangkana tersebut tidak hanya bersedia berbagi informasi terkait dengan riwayat serta seluk-beluk perusahaan, namun juga berhasil diyakinkan untuk bisa mengatur waktu bagi peneliti untuk mewawancarai Haji Mangkana secara

81

langsung. Akhirnya pada keesokan harinya peneliti berkesempatan mewawancarai “sang fenomenal” secara mendalam, di rumah pribadinya yang besar dan asri. Sebuah tahapan penelitian yang tidak hanya menguras energi, tapi juga membutuhkan kesabaran yang tak terkira.

Selain melakukan wawancara mendalam – studi riwayat hidup dengan kesebelas orang ponggawa, peneliti juga melakukan wawancara mendalam dan FGD dengan sejumlah informan yang memiliki hubungan dekat dengan para ponggawa

diatas, ada yang masih terikat hubungan keluarga, teman (sesama ponggawa dan teman sebaya), petambak bebas, klien (petambak terikat/ penjaga empang), pekerja/ buruh dan mantan pekerja/ buruh, tetangga dekat. FGD tidak dilakukan dengan tehnik yang ketat, namun disesuikan dengan situasi dan kondisi dilapangan, terkadang dilakukan di warung, di masjid setelah sholat ataupun di rumah-rumah penduduk, bahkan terkadang di pondok empang dengan sejumlah informan lokal tanpa direncanakan sebelumnya. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara mendalam dengan sejumlah informan kunci dan tokoh pemerintahan di tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa/ kelurahan yang memiliki informasi luas dan kredibel terkait dengan keberadaan kegiatan usaha pertambakan di kawasan Delta Mahakam, berikut aktivitas para ponggawa-nya.

Di dalam melakukan wawancara mendalam yang tidak terencana, peneliti seringkali harus “mengkondisikan” terbentuknya kelompok-kelompok sharing yang terdiri dari beberapa orang warga (3 – 7 orang) dengan berbagai profesi dan latar- belakang non ponggawa. Topik diskusi seringkali tidak terfokus pada satu hal, kadang topiknya menyangkut budaya dan kemasyarakatan, terkadang juga tentang sejarah dan kehidupan pribadi ponggawa yang menjadi patron mereka, selain praktek patronase yang mereka tradisikan. Sedangkan observasi partisipasif dilakukan dengan mengikuti kegiatan jual-beli udang (hasil panen tambak) yang merupakan manifestasi praktek patronase di kawasan Delta Mahakam. Peneliti juga mengunjungi sejumlah pos pembelian milik beberapa orang ponggawa yang menjadi ujung tombak beroperasinya usaha patronase pertambakan, selain mengunjungi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Samarinda, dimana sejumlah hasil produksi tambak yang tidak memenuhi standar ekspor dilempar.

Beberapa temuan menarik pun berhasil terungkap dari kegiatan observasi pada pos-pos pembelian milik sejumlah ponggawa, seperti keberadaan sejumlah “ponggawa

keturunan Cina” di Sungai Meriam, Muara Jawa dan Sanga-Sanga yang berhasil beradaptasi dan diterima oleh komunitas petambak Bugis di kawasan Delta Mahakam. Meskipun dengan menerapkan konsep patronase yang berbeda dengan para ponggawa

berhasil eksis berkat kemampuan mereka beradaptasi dan berasimilasi melalui proses perkawinan. Dengan mengamati begitu banyak transaksi jual-beli di pos-pos pembelian milik para ponggawa, penulis berusaha mendapatkan konsepsi umum yang mendasari operasi patronase pertambakan, sehingga dapat membantu peneliti dalam merumuskan kekhasan patronase di kawasan Delta Mahakam. Sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait serta studi pustaka baik dari hasil-hasil penelitian terdahulu maupun tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan penelitian dan dokumen sejarah.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif yang terdiri dari dua bagian. Pertama analisis data kualitatif yang merupakan hasil penelusuran terhadap pernyataan-pernyataan umum tentang hubungan antara berbagai ketegori data untuk membangun pemahaman konseptual tentang realitas berdasarkan temuan data empirik. Meliputi analisis terhadap data yang dihasilkan dari pengamatan langsung secara berpartisipasi, FGD dan wawancara mendalam saat penelitian – studi riwayat hidup. Juga analisis terhadap data yang merupakan data sejarah dan teks-teks tentang kejadian masa lampau maupun kontemporer berkaitan dengan gejala sosial yang diteliti. Selanjutnya bagian kedua, merupakan pengkategorian data yang dilakukan sesuai dengan rumusan pertanyaan yang diajukan untuk mempermudah interpretasi, seleksi dan penjelasan dalam bentuk deskripsi analisis.

Meskipun demikian, data-data dalam studi ini tidak semuanya terkait langsung dengan pertanyaan penelitian, sebagai data merupakan bagian dari upaya peneliti untuk memberikan perspektif historis dari diaspora etnik Bugis berikut tradisi patronasenya dalam konteks sosio-ekonomi lokal. Studi ini berusaha mengeksplorasi praktik patronase migran Bugis hingga jauh ke masa lampau, sehingga dinamika dan kebertahanan patronase yang berdimensi luas dalam perjalanan sejarah bangsa ini dapat tergambar dengan lebih utuh. Karenanya penelitian ini bukan hanya sekedar mencatat kondisi patronase saat ini, tetapi juga mencoba merekonstruksi peradaban yang berhasil dibangun migran Bugis diberbagai belahan nusantara. Bahkan, jauh sebelum bangsa Eropa berhasil menemukan pusat rempah-rempah dunia, hingga mampu membangun hegemoni kapitalismenya menjelang 1870. Para saudagar dan pelaut Bugis tampaknya telah melakukan kegiatan ekonomi yang berjangkauan luas, menghubungan hampir seluruh wilayah pesisir nusantara dengan aktifitas perdagangan antar pulau yang menguntungkan.

Mengingat penelitian ini dilakukan dengan pendekatan subyektif, maka dibutuhkan mekanisme pertanggungjawaban keabsahan data, sejauh mana validitas internal atau kredibilitasnya. Sejauh mana temuan-temuan penelitian dapat dipercaya

83

sebagai “kebenaran” tentang gejala kebangkitan pembentukan ekonomi lokal pada masyarakat Bugis migran di kawasan Delta Mahakam. Upaya untuk mencapai kredibilitas menjadi penting untuk dicapai, mengingat peneliti adalah “orang luar” Bugis yang tidak berasal dari kebudayaan yang sama dengan tineliti. Beruntung, peneliti cukup familiar dengan kawasan Delta Mahakam, yang sejak 2002 telah menjadi “medan penelitian” bagi sejumlah penelitian profesional dan penulisan tesis S2 peneliti. Berbagai penelitian yang pernah diikuti peneliti di kawasan ini (dalam kurun waktu yang cukup lama), setidaknya telah menyediakan “ruang akses” yang cukup solid dari sejumlah informan kunci, sehingga mempermudah terbentuknya “lumbung informasi”. Selain, menjadi modal dasar bagi peneliti untuk melakukan observasi awal yang sistematis, terkait dengan perencanaan stategis dalam pengupulan data lapangan. Dalam kaitan tersebut peneliti juga menempuh sejumlah langkah yang telah digunakan Sitorus (1999) untuk lebih meningkatkan kredibilitas penelitian, melalui:

a) Pengamatan berperan serta dan Interaksi berulang: Peneliti setidaknya telah melakukan aktivitas penelitian, advokasi dan pendampingan pada masyarakat di sekitar kawasan Delta Mahakam secara temporer sejak 2002 hingga 2005. Pra- penelitian tentang Ponggawa dan Patronase Pertambakan di Kawasan Delta Mahakam: Teori Pembentukan Kapitalisme Lokal telah dilakukan sejak bulan Maret 2007 hingga bulan Agustus 2008, untuk mendapatkan gambaran aktual dan komprehensif, serta menghimpun sejumlah data up to date yang terkait dengan rencana penelitian. Pra-penelitian tersebut, dilakukan dengan mengunjungi sejumlah desa di kawasan Delta Mahakam secara bertahap, pada bulan Maret, Mei dan Agustus 2007, serta pada bulan Agustus 2008, dengan waktu kunjungan lapang yang bervariasi. Dengan menggunakan data pra- penelitian tersebut, berhasil disusun sejumlah isu permasalahan, serta profil sosial budaya dan sumberdaya Delta Mahakam yang sangat mendukung penyusunan proposal penelitian, hingga pelaksanaan penelitian lanjutan. Penelitiannya lanjutan mulai dilakukan secara intersif pada bulan Maret s/d Juli 2009, selanjutnya dilakukan kunjungan ulang pada November 2009 s/d Maret 2010, Mei 2010 dan Agustus 2011.

b) Triangulasi: Dilakukan dengan mengklarifikasi data dan informasi yang berasal dari sumber informasi dan cara pengumpulan data yang berbeda. Selain dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan secara intensif terhadap sebelas orang ponggawa pertambakan dan sejumlah informan kunci melalui diskusi atau FGD, data juga diperoleh dari wawancara bebas dengan aparat pemerintahan dan informan yang ditemui secara sengaja atau secara kebetulan. Selain

sumber primer, peneliti juga memanfaatkan data dari sumber-sumber sekunder dari berbagai instansi dan arsip, laporan serta buku yang terkait penelitian. c) Masukan Tineliti dan Informan Kunci: Hasil penelitian (disertasi) dan laporan

project kegiatan yang diikuti peneliti (seperti telah disinggung pada bagian sebelumnya, peneliti juga terlibat secara intensif dalam berbagai penelitian di kawasan Delta Mahakam dengan sejumlah lembaga riset profesional pada saat melakukan penelitian disertasi). Hasilnya secara berkala dipresentasikan dan didiskusikan pada sejumlah forum formal maupun informal yang kadang dihadiri tineliti, informan dan aparat pemerintahan (yang pernah diwawancarai) untuk mendapatkan masukan dan kritikan.