• Tidak ada hasil yang ditemukan

VISI & MISI PEMBANGUNAN PROPINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2008

3.1 Visi Pembangunan

Visi Pembangunan Sulawesi Selatan Tahun 2028, adalah:

Wilayah Terkemuka di In do ne sia Melalui Pendekatan Keman di ri an Lo kal yang Bernafaskan Keagamaan

Visi Sulawesi Selatan ini mengandung pengertian yang luas dan meng gam bar kan aspirasi serta cita-cita masyarakat Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 20 tahun yang akan datang.

Wilayah terkemuka, menyiratkan asa untuk memosisikan Sulawesi Selatan di da - lam kelompok wilayah di In do ne sia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur sesuai de ngan indikator yang ditetap kan pada Visi In do ne sia 2025 di dalam Rencana Pemba ngun an Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Indikator dimaksud diterjemahkan dan dija bar kan

secara spesifik sesuai dengan kondisi dan as pirasi masyarakat Sulawesi Selatan me la lui pendekatan Kemandirian Lokal.

Sulawesi Selatan, dari perspektif pendekatan Kemandirian Lokal, merupakan sua - tu tatanan (sistem organis-liv ing sys tem) yang mewujud akibat adanya interko nek sitas dinamis antartatanan internalnya. Tatanan in ter nal itu setidaknya dapat dikelom pokkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu yang berbasis wilayah yang mewujud dalam bentuk ka - bu paten dan atau kota, serta tatanan fungsional yang mewujud dalam bentuk ke lem - bagaan ma sya rakat yang berfungsi untuk menangani satu atau beberapa aspek kehi dup - an sosi al kemasya rakatan. Pada dasarnya, cakupan kegiatan kedua jenis tatanan itu tidak ber beda, yaitu berupa upaya- upaya menyediakan dan menciptakan berbagai pilihan (choice) guna me menuhi ke bu tuhan masyarakat dalam semua aspek kehidupan (sosial, ekonomi, politik dan budaya), serta pada semua strata kebutuhan, mulai dari kebutuhan dasar (ba sic needs), kebutuhan akan rasa aman, keterlibatan dan hubungan sosial, harga diri (ego), sampai kepada kebutuhan untuk aktualisasi diri; serta mening kat kan ke mam - puan me milih, termasuk me nya lurkan aspirasi (voice), masyarakat ter ha dap pi lih an- pi - lih an yang tersedia itu.

Pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 dican tum kan bahwa kemandirian merupakan hakikat kemerdekaan, yaitu hak setiap bangsa un tuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi diri bangsanya. Oleh karena itu, pembangunan, sebagai usaha untuk mengisi kemerdekaan, haruslah pula merupakan upaya membangun kemandirian. Dikaitkan dengan penger - tian bah wa propinsi merupakan perwujudan dari interkoneksitas dari sejumlah tata - nan in ter nal sebagaimana disebutkan sebelumnya, maka mu dah dimengerti bahwa pem ba ngunan pada tataran propinsi semestinya difokuskan pada upaya-upaya un - tuk me ningkatkan kualitas kemandirian tatanan in ter nal.

Kemandirian dimaksud merupakan kemampuan untuk melaksanakan dua fungsi uta ma tatanan, yaitu menyediakan choice dan meningkatkan voice dari masyara kat, me - lalui pemanfaatan sumberdaya lokal dan sumberdaya yang diperoleh atau ter cipta aki - bat interkoneksitas dengan tatanan lain (emerg ing re sources) dengan mengandalkan pe - man faat kan pengetahuan dan kearifan lokal sehingga mampu menghasilkan produk yang spe si fik atau bahkan memiliki keunggulan lokal.

Kemandirian bukanlah keterisolasian, justru sebaliknya. Hakikat dari keman dirian adalah membangun interkoneksitas walaupun setiap keputusan senantiasa menga cu ke - pa da identitas diri (self-ref er ence). Interkoneksitas antartatanan mewujud dalam ben tuk saling ketergantungan dalam kehidupan bermasyarakat pada berbagai tataran, mulai dari individu, kelompok, dan bahkan bangsa. Hanya tatanan yang mampu memelihara interkoneksitas dengan lingkungannya yang mampu memper ta hankan keberlang sung - an keberadaannya. Ini adalah wujud hukum kedua Ther mo dinamika dan juga telah me - wujud sebagai keniscayaan dalam kehidupan kema sya rakatan sehari-hari. Dengan de - mi kian, hakikat dari kemandirian adalah kemampuan untuk senantiasa mengacu ke -

pada diri sendiri, kepada identitas diri. Dengan kondisi seperti itu, suatu tatanan dapat terus mengembangkan diri antara lain dengan memanfaatkan hasil interkonek si tas de - ngan lingkungannya, tanpa pernah kehilangan identitasnya.

Di samping itu, kemandirian merupakan prasyarat bagi terjadinya proses adap ta si- krea tif, proses yang diperlukan untuk menjaga atau bahkan meningkatkan kua litas kebe - rada an suatu tatanan. Proses dimaksud pada satu sisi akan memperkaya iden titas ta tan - an berdasarkan masukan yang diterimanya dari lingkungannya, sedangkan pada sisi la - in memberikan masukan balik kepada lingkungannya untuk melakukan perubahan yang setara. Dengan demikian, adaptasi-kreatif merupakan evolusi bersama suatu tata - nan dan lingkungannya menuju kondisi yang lebih baik, yaitu kondisi di mana inter ko - nek sitas antar keduanya tetap dipelihara atau bahkan ditingkatkan. Dalam arti praktis, upa ya peningkatan kemandirian tatanan in ter nal di Sulawesi Selatan secara tidak lang - sung akan meningkatkan kualitas keberadaan Sulawesi Selatan. Yang disebutkan ter - akhir pa da gilirannya akan ikut pula memberikan kontribusi terhadap keberhasilan pem - ba ngun an nasional yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas Ketahanan Nasio nal.

Uraian di atas sekaligus menunjukkan bahwa kemandirian merupakan cerminan si kap seseorang atau sebuah tata nan mengenai dirinya dan semangatnya dalam menyi - kapi dinamika lingkungannya. Kemandirian adalah perwujudan sikap spir i tual atau ke - sa daran akan makna (atau modal spir i tual) ke hidupan bagi seseorang yang dalam banyak kasus menjadi hakikat (core) dari seseorang atau suatu tatanan yang tercerahkan. Ka rena terkait dengan sikap, maka kemandirian pada dasarnya merupakan masalah bu - da ya dalam arti seluas-luasnya. Kemandirian tergan tung kepada kualitas manusia dan kuali tas kelembagaan ma sya rakat (yang pada dasar nya merupakan hasil interkoneksitas antara manusia dengan sumberdaya lokal). Oleh karena itu, pembangunan kemandirian semestinya difokuskan kepada peningkatan kua litas manusia dan kualitas kelembagaan masyarakat. Tepatnya, difokuskan kepada pro ses aktualisasi diri, bukan hanya pada pe - me nuh an kebutuhan fisik seperti yang selama ini banyak diadopsi dalam praktek pem - ba ngun an a la modernisasi.

Kemajuan adalah konsekuensi logis dari keberhasilan membangun kemandirian. Dengan kata lain, kemajuan merupakan indikator kualitas kemandirian yang telah di ca - pai. Olehnya, kemajuan pertama-tama harus diukur dari ketersediaan dan kua li tas pilih - an- pilihan yang tersedia pada berbagai aspek kehidupan yang diiringi de ngan me ning - katnya kemampuan untuk memilih dan menyalurkan aspirasi dari seluruh ang gota ma - sya rakat tanpa kecuali.

Kemandirian tatanan in ter nal, baik yang berbasis wilayah maupun yang bersifat fungsional, menghadirkan keberagaman pilihan pada berbagai bidang. Di bidang eko no - mi misalnya, kemandirian itu antara lain berupa meningkatnya kemampuan pe man faat - an sumberdaya alam secara arif (kearifan lokal) yang bermuara pada keberhasilan me - ma sarkan produk dan jasa yang memiliki keunggulan lokal serta me ning katnya secara

berkesinambungan pendapatan dan distribusinya. Keberagaman dan akses yang pro - por sional terhadap pilihan-pilihan di bidang politik menumbuh kem bangkan demokrasi atau partisipasi politik masyarakat. Demikian pula halnya untuk bidang-bidang kehi - dup an lainnya.

Indikator kemajuan yang kedua adalah tumbuhkembangnya komunitas masyara - kat pada berbagai tataran, dari desa sampai propinsi. Dalam hal ini, komunitas merupa - kan satu entitas berbasis wilayah yang memiliki kelembagaan masyarakat yang unik da - lam arti mampu menjembati masyarakat dengan sumberdaya lokal, sehingga dapat meng hasilkan pro duk dan jasa yang unik atau memiliki keunggulan lokal. Di samping itu, kelembagaan masyarakat yang tercipta mampu mewadahi kepentingan yang ber be - da dari setiap anggota atau kelompok masyarakat sedemikian rupa sehingga tidak meng ganggu kepentingan komunitas. Ini adalah bentuk modal sosial (so cial cap i tal) yang men jadi penyangga utama berkembangnya secara berkesinambang suatu komunitas.

Kemajuan merupakan pula ukuran dari kualitas partisipasi (individu dan atau ta - ta nan in ter nal) dalam menciptakan choice. Itulah bentuk dari aktualisasi diri. Semakin ting gi kualitas partsipasi anggotanya akan semakin maju pula suatu tatanan.

Pada tataran propinsi, kemajuan diukur dari meningkatnya kualitas in ter ko nek si - tas antartatanan in ter nal yang merajut Sulawesi Selatan sebagai suatu komunitas pem be - lajar (evo lu tion ary learn ing com mu nity), yaitu suatu komunitas terbuka yang memi liki ke - mam puan swatata (self-or ga niz ing) yang tinggi sehingga senantiasa mampu bera dap tasi- kreatif terhadap dinamika lingkungan glo bal dan pergeseran aspirasi dari tata nan inter - nal nya serta se ka ligus memberikan kon tribusi terhadap perkembangan ling kungan nya (dalam hal ini propinsi lain di In do ne sia dan In do ne sia secara keseluruhan).

Kemajuan dari perspektif Kemandirian Lokal bukan hanya mencakup mening kat - nya indikator yang bersifat pemenuhan kebutuhan fisik dan eko no mi, tetapi lebih dititik be ratkan kepada pencapaian indikator-indikator yang men cer minkan terpelihara dan ber kembangnya budaya lokal dalam proses pembangunan. Dengan kata lain, pem ba - ngunan justru diarahkan untuk memelihara dan mengaktualisasi pengetahuan dan ke - arif an lo kal yang dimiliki suatu tatanan. Konsekuensinya, indikator kemajuan perlu se - cara eksplisit merefleksikan keberagaman.

Indikator kemajuan yang tidak kalah pentingnya--malah yang terpenting--adalah meningkatnya kualitas manusia Sulawesi Selatan. Kualitas dimak sud dicerminkan oleh keseimbangan antara kesejahteraan fisik, berupa kesehatan, makanan, pakaian, hunian yang layak, serta bebas dari penderi taan fisik dan serangan terhadap tubuh; kesejah te - raan men tal, berupa kapasitas kognitif untuk memersepsi, membayangkan, bernalar, mempertimbangkan dan memutuskan; hubungan per sonal yang mendalam yang me - mung kinkan seseorang memiliki kepekaan terhadap tujuan dan penghormatan kepada diri sen diri; dan kesempatan-kesem pat an untuk mengungkapkan iden ti tas diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemajuan merupakan wujud keberhasilan dari proses aktualisasi diri, baik pada tingkat individu maupuan pada ting - kat tatanan in ter nal.

Keadilan, adalah ukuran dari meningkatnya kualitas kemajuan, yaitu semakin ter - bu kanya akses bagi seluruh tatanan in ter nal dan segenap anggota masyarakat untuk berpartisi pa si dalam pembangunan. Dalam arti ikut serta dalam proses penciptaan pi lih - an-pilihan serta menikmatinya, termasuk--ini sebenarnya yang lebih penting--mening - kat nya kemampuan memilih dan menyalurkan aspirasi (voice) di dalam semua aspek ke - hi dup an.

Dalam praktik kehidupan sehari-hari, keadilan sering diinterpretasikan sebagai kon disi di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam meningkatkan ta - raf kehidupannya; memperoleh pekerjaan; mendapatkan pelayanan sosial, pendidikan dan kesehatan; mengemukakan pendapat; melaksanakan hak politik; mengamankan dan mempertahankan negara; serta mendapatkan perlindungan dan kesamaan di depan hukum. Singkatnya, keadilan berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antarindividu, gen der, maupun wilayah.

Kondisi seperti dimaksud, dalam banyak kasus diupayakan melalui kebijakan pe - me rintah yang memerlukan dukungan dana yang tidak sedikit yang umumnya sulit di - penuhi sepenuhnya oleh pemerintah. Sebenarnya, keadilan yang hakiki dapat tercipta de ngan sendirinya jika setiap individu dan setiap tatanan in ter nal dapat memiliki tingkat kemandirian yang memadai. Tepatnya, keadilan merupakan konsekuensi logis dari ke - mandirian. Keadilan sulit di cip takan apalagi dipaksakan. Keadilan hanya akan mewu jud secara alamiah jika didu kung oleh keberadaan tatanan in ter nal yang mandiri. Se ba liknya juga benar, bahwa tingkat perkembangan atau kualitas kemandirian yang berbeda akan me micu terjadinya kesenjangan (baik pada tataran in ter nal maupun pada tataran indi - vidu).

Dengan demikian, keadilan perlu diposisikan sebagai acuan utama dalam peru - musan kebijakan publik dan strategi pembangunan (bukan pada pembangunan fisik dan pertumbuhan ekonomi), karena, secara langsung maupun tidak langsung akan mendo - rong tingkat perkembangan sosial yang tinggi (yang dinilai berdasarkan ukuran-ukuran kualitas hidup seperti tingkat kematian dan tingkat harapan hidup, pendidikan dan kemelekhurufan, serta partisipasi politik. Pendekatan ini jelas berlawanan dengan pen - de katan yang dianut selama ini oleh banyak pengambil keputusan (pemerintah) dan para perencanan yang percaya bahwa tingkat pertumbuhan sosial yang tinggi tidak akan dapat dicapai tanpa pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Simpulannya, keadilan me ru pakan ukuran atau kualitas partisipasi seseorang atau suatu tatanan in ter nal, baik dalam menciptakan choice dan terutama dalam menya lur kan voice. Sekaligus merupakan perwujudan dari keberhasilan ak tuali sasi diri dari individu dan tatanan in ter nal. Aktualisasi diri yang berhasil akan membuat seseorang atau suatu

tatanan dapat menciptakan kesempatan yang sama untuk meningkatkan taraf kehi dup - an nya sendiri.

Kemakmuran secara umum diartikan sebagai meningkatnya kualitas keadilan. Dalam hal ini berarti semakin beragam dan berkualitasnya pilihan-pilihan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, lahir maupun batin, dan diiringi dengan semakin meningkatnya pula kemampuan untuk memilih secara mandiri pilihan-pilihan yang tersedia itu.

Dengan demikian, jelas bahwa kemakmuran tidak hanya berkaitan dengan ter pe - nuhinya kebutuhan fisik ekonomi semata, tetapi lebih dititikberatkan kepada peme - nuhan terhadap kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan pal ing tinggi), baik pada tataran tatanan terlebih lagi pada tataran individu.

Berlandaskan keagamaan menegaskan bahwa aga ma diposisikan sebagai acu an uta ma dalam pro ses pembangunan, khususnya dalam proses aktualisasi nilai-nilai bu - daya Sulawesi Selatan dalam rangka pro ses adap tasi- krea tif terhadap dinamika ling - kungan strategis serta pergeseran as pi rasi dari tatanan in ter nal Sulawesi Selatan. Sekali - gus untuk menjamin bahwa pro ses pembangunan senan tiasa mengacu dan dina fasi oleh tatanan keagamaan yang membentuk perilaku manusia religius de ngan nilai- nilai spir i - tual yang merupakan ciri dasar dan tetap melekat pada kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada masa kini dan terutama di masa depan. Tegasnya, keagamaan dicantumkan secara eksplisit untuk mengingatkan kepada kita se mua agar proses pembangunan tidak terjebak ke dalam perangkap materialisme- po si tivisme yang mewujud da lam budaya hedonisme.

Salah satu konsekuensi logis dari faktor ini adalah pengukuran keberhasilan pem - ba ngun an manusia tidak hanya mengacu kepada Indeks Pem bangunan Manusia (IPM) murni, tetapi di kombinasikan dengan indikator lainnya yang mencerminkan akhlak dan moral se se orang (termasuk dimensi spiritualitas dan aktualisasi diri).