• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wujud dan Perkembangan Peradaban. Wujud peradaban

Dalam dokumen Buku Isbd Baru (Halaman 36-42)

1. Moral

Berbicara soal moral berarti berbicara soal perbuatan manusia dan juga pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tidak patut untuk dilakukan. Karena norma moral merupakan standar prilaku yang disepakati, maka moral bisa dipakai untuk mengukur prilaku orang lain. Oleh karena itu, norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Maka dengan norma moral kita betul-betul dinilai, apakah kita ini baik atau buruk, yang menjadi permasalahan bidang moralxxv.

2. Norma

Kata norma sudah begitu memasyarakat dan bukan monopoli dunia moral. Kata ini telah lama digunakan dalam dunia meteologi, hukum, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam pengertian dasariah, kata norma berarti pegangan atau pedoman, aturan, tolok ukurxxvi. Dalam dunia etika moral atau hukum, kata ini biasanya menyangkut orientasi tingkah laku dan tindakan manusia sesuai dengan takaran-takaran objektif. Kata ini bernada menuntut perbuatan baik.

3. Etika

Adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagimana sebaiknya manusia hidup dalam bermasyarakat, apa yang baik dan buruk. Etika hampir sama atau dekat dengan moral dalam arti pertama, etika adalah nilai-nilai dan norma-norma tentang apa yang baik dan yang buruk yang menjadi pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tinggkah lakunya. Arti kedua, Etika berarti juga kumpulan azas atau nilai moral atau kode etik. Arti ketiga, dalam kehidupan sosial terutama di Indonesia, etika lebih populer

dengan sebutan etiket yang berarti sopan santun, lebih dikenal dengan istilah etiket, seperti etika makan, etika berbicara, berpakaian dan sebagainya.

4. Estetika

Berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam keindahan, mencakup kesatuan (unity), keselarasan (balance), dan kebalikan (contrast).

Ada perbedaan antara nilai dengan norma. Misalnya: mengenai keadilan putusan pengadilan ada yang secara hukum, dari tinjauan norma yang ada sudah benar. Namun bisa jadi putusan tersebut belum memenuhi rasa keadilan bagi para pihak, juga masyarakat. yang acuannya adalah nilai keadilan dari masyarakat itu sendiri.

Evolusi Budaya dan Tahapan Peradaban

Newel Le Roy Sims menyatakanxxvii : Civilization is the cultural development, the distinctly human attributes and attainments of a particular society. In ordinary usage, the term imolies a fairly high stage on the culture evolutionary scale. Reference is made to ‘civilized peoples’. More civilized usage would refer to more highly and less highly civilized peoples, the refer to more highly and less highly civilized peoples, the determinative characteristic being intellectual, aesthetic technological, and spiritual attainments.

Dari pernyataan Sims tersebut dapat dikatakan bahwa peradaban merupakan pengembangan budaya, atribut manusia secara jelas dan merupakan pencapaian masyarakat tertentu. Jika mengacu pada perbedaan manusia antara yang beradab dan biadab (manusia yang berbudaya), maka peradaban dapat pula berarti tahapan yang tingi pada skala evolusi. Karakteristik utama melekat pada perbedaan tingkat intelektual, perasaan keindahan, penguasaan teknologi, dan tingkat spiritual yang dimilikinya.

Evolusi budaya, menurut Alvin Tofler dalam bukunya “The Third Wave“xxviii, terjadi dalam 3 (tiga) gelombang, yaitu :

 Gelombang Pertama.

Gelombang ini terjadi pada masa-masa tradisional, dimana tekhnologi masih belum ditemukan. Kehidupan sosial-budaya masyarakat pada gelombang ini pun masih dianggap tradisional. Dengan kata lain gelombang ini dianggap sebagai tahap peradaban pertanian, dimana dimulai kehidupan baru dari budaya meramu ke bercocok tanam. Toffler menyebutnya sebagai revolusi agraris.

 Gelombang Kedua.

Gelombang kedua dari evolusi budaya adalah tahap peradaban industri. Yang ditandai dengan penemuan mesin

uap, energi listrik, mesin untuk mobil dan pesawat terbang. Toffler menyebutnya sebagai revolusi industri

 Gelombang Ketiga.

Gelombang ini dianggap sebagai tahapan evolusi budaya yang lebih modern dan serba canggih atau dapat juga disebut sebagai tahap peradaban informasi. Penemuan-penemuan di bidang tekhnologi informasi dan komunikasi dengan komputer atau alat komunikasi digital dapat dijadikan tolok ukur dalam evolusi budaya gelombang ketiga oleh Toffler ini. 3. Peradaban dan Perubahan Sosial.

Modernisasi.

Manifestasi proses modernisasi pertama kali tampak di Inggris pada abad ke 18 yang kemudian dikenal dengan sebutan revolusi industri. Penyebaran gejala modernisasi pada awalnya hanya terdapat pada daerah-daerah yang kebudayaannya satu jenis, yaitu kebudayaan Barat yang direpresentasikan oleh Eropa dan Amerika Utara, dan kemudian menyebar lebih luas lagi kebeberapa daerah yang kebudayaannya jauh berbeda dengan kebudayaan barat (Eropa dan Amerika Utara). Penyebaran modernisasi ini dilihat sebagai suatu hal yang biasa atau wajar, karena modernisasi dianggap sebagai suatu hal yang baru dan sesuai dengan perkembangan jaman yang semakin maju, sehingga masyarakat dunia sering dibagi menjadi dua kategori negara yaitu negara maju dan negara yang sedang bekembang. Negara maju dianggap sebagai negara yang telah menerapkan modernisasi dalam setiap aspek bidang kehidupannya, sedang negara yang sedang berkembang dianggap sebagai negara yang sedang mengadakan modernisasi.

Koentjaraningratxxix menyatakan modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang. Anthony D Smithxxx (1973:62) menyatakan modernisasi bukan semata-mata proses yang spontan dan tanpa perencanaan. “modernization then is a conscious set of plant and policies for changing a particular society in the direction of contemporary societies which the leaders think are more ‘advanced’ in certain respect”. Modernisasi merupakan proses yang dilandasi oleh seperangkat rencana dan kebijakan yang didasari untuk mengubah masyarakat ke arah kehidupan masyarakat kontemporer yang menurut pemikiran para pemimpin lebih maju dalam derajat kehormatan tertentu. Modernisasi merupakan proses mengangkat kehidupan, suasana batin yang lebih baik dan maju daripada kehidupan sebelumnya, suasana kehidupan yang serasi dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu, pada kehidupan modern, tercermin alam pikiran

rasional, ekonomis, efektif, efisien menuju ke kehidupan yang makin produktif.

Modernisasi sebagai konsep dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dapat diartikan sebagai suatu sikap pikiran yang mempunyai kecenderungan untuk mendahulukan sesuatu yang baru daripada yang bersifat tradisi, dan satu sikap pikiran yang hendak menyesuaikan hal-hal yang sudah menetap dan menjadi adat kepada kebutuhan-kebutuhan yang baruxxxi.

Adapun efek-efek prkatis dari pada sikap modern itu dapat bersifat konservatif maupun revolusioner. Dapat bersifat konservatif oleh karena sikap penyesuaian itu pada prinsipnya dan pada tujuannya yang terakhir masih hendak menyelesaikan yang lama, yang telah menjadi tradisi dengan menghindarkannya dari kerusakan dan sikap masa bodoh, sesudah datang perubahan dan pembaharuan. Sedang efek yang bersifat revolusioner adalah karena ada keinginan untuk sama sekali mengganti adat tradisi dengan cara meninggalkannya sama sekali. Adapun sikap modern yang berarti mendahulukan sesuatu yang baru dari pada yang sudah menjadi tradisi itu, terutama disebabkan oleh penggunaan ilmu pengetahuan positif, sehingga modernisasi dapat pula kita batasi sebagai sesuatu pikiran yang hendak berusaha untuk mengharmoniskan hubungan antara lembaga-lembaga yang telah lama ada dengan ilmu pengetahuanxxxii.

Alex Inkeles memberikan pendapatnya mengenai modernisasi dalam upaya melengkapi uraian-uraian tentang modern dan modernisasi. Inkeles meninjau arti modernisasi sebagai sikap dan nilai-nilai yang ada pada manusia. Menurutnya ada sembilan unsur yang terdapat pada konsep tentang manusia modernxxxiii, yang antara lain yaitu :

1. Seorang manusia modern memiliki sikap untuk siap menerima ha-hal atau pengalaman-pengalaman yang baru dan terbuka untuk inovasi dan perubahan. Sebaliknya manusia tradisional kurang bersikap untuk menerima ide-ide baru, cara-cara baru untuk berperasaan dan bertindak. Sikap ini bukan suatu ketrampilan, melainkan suatu sikap batin. Oleh karena modern adalah suatu sikap pikiran, maka orang yang bekerja di sawah dengan bajak memiliki suatu sikap modern dan dapat membuka pikirannya terhadap perubahan dan pembaharuan dan bersedia mengganti alat kerjanya dengan yang baru yang lebih efektif.

2. Opini. Manusia dikatakan sebagai manusia modern apabila dia mempunyai disposisi untuk membentuk atau memiliki opini atau pendapat tentang berbagai masalah dan isu yang timbul tidak hanya yang berasal dari dalam lingkungannya namun juga yang berasal dari luar lingkungannya. Dengan kata lain,

manusia modern memiliki sikap demokratis dengan tidak menolak opini-opini orang lain, dan menganggapnya sebagai sebuah keanekaragaman opini tetapi tidak mudah begitu saja menerima opini orang lain tanpa pertimbangan-pertimbangan yang cukup. Mampu berbeda pendapat dengan orang lain dan menyatakannya adalah sikap manusia modern.

3. Faktor waktu. Manusia di nilai modern apabila dia lebih banyak berorientasi ke masa yang akan datang dari pada berorientasi ke masa yang silam. Manusia modern menghargai waktu dan manusia modern membuat rencana kerja berdasarkan waktu secara tetap.

4. Perencanaan (Planning). Manusia modern dalam tata kerjanya mengadakan perencanaan dan pengorganisasian serta berpendapat bahwa cara-cara tersebut adalah baik untuk mengatur kehidupan.

5. Manusia modern percaya bahwa manusia dapat belajar dalam batas-batas tertentu untuk menguasai lingkungannya guna mencapai dan memajukan tujuannya. Disini penekanannya bukan pada hasil yang dicapai tetapi lebih kepada kepercayaan bahwa suatu saat nanti dia dapat menguasai alam sekelilingnya.

6. Sikap bahwa segala sesuatunya itu dapat dilaksanakan dengan perhitungan, bahwa lembaga-lembaga yang terdapat di dalam masyarakatnya akan mampu untuk memcahkan segala persoalan. Perbedaannya dengan manusia tradisional adalah dalam menghadapi permasalahannya manusia tradisional lebih banyak berorientasi pada “nasib” atau pada klasifikasi-klasifikasi kosmis, dimana segala sesuatunya sudah ditetapkan fungsi dan tempatnya.

7. Manusia modern menghargai harkat manusia lain. Sikap modern ini tampak sekali pada sikap yang ditujukan kepada wanita dan anak-anak.

8. Manusia modern lebih percaya pada ilmu dan tekhnologi.

9. Manusia modern menjunjung tinggi suatu sikap bahwa pahala yang diterima oleh seseorang itu seharusnya seimbang dengan prestasinya dan kontribusinya di dalam serta kepada masyarakat dan tidak pada ukuran-ukuran lain yang tidak rasional.

Masyarakat Madani.

Wirutomoxxxiv menerjemahkan kata “civil society” yang dikenal di Indonesia sebagai “masyarakat sipil”, “masyarakat warga”, “masyarakat madani” atau “masyarakat adab”. Pada dasarnya konsep ini sebenarnya sudah lama, berasal dari kata societas civilis atau political society. Tekanan konsep ini lebih kepada hubungan antara pemerintah dan rakyat, negara dan

masyarakat. Karena bidang politik pada masa lalu selalu dikaitkan dengan negara, maka muncul konsep civil society sebagai arena bagi negara yang aktif dalam politik. Tetapi lebih luas lagi konsep ini sering juga dikaitkan dengan “peradaban masyarakat” (civilization) yaitu suatu kualitas kebudayaan masyarakat yang ditandai oleh supremasi hukum.

Safrudin Setia Budi membedakan pengertian antara masyarakat madani dan civil societyxxxv. Dia menjelaskan bahwa istilah masyarakat madani diperkenalkan pertama kali oleh Timbalan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Anwar Ibrahim, dalam ceramahnya di festival Istiqlal tahun 1991. Istilah masyarakat madani berdasarkan pada konsep negara kota Madinah pada tahun 622 masehi yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Konsep ini tertuang dalam piagam Madinah yang bernuansakan islami yang berisi wacana kebebasan beragama, persaudaraan antar umat beragama, perdamaian dan kedamaian, persatuan, etika politik, hak dan kewajiban warga negara, serta konsistensi penegakan hukum berdasarkan kebenaran dan keadilan. Jadi, pada prinsipnya masyarakat madani mengarah kepada terciptanya masyarakat yang demokratis dan dapat menghargai hak-hak azasi manusia sebagai individu yang sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh Al-Quran. Sedangkan istilah Civil Society, berasal dari kata latin yaitu “Civilis Societas”, yang merupakan pendapat dari Cicerio, yang hidup pada abad pertama sebelum kristus. Pengertian awalnya terkait dengan konsep tentang warga dan bangsa Romawi yang hidup di kota-kota yang memiliki kode hukum. Kode hukum itu merupakan ciri dari masyarakat atau komunitas politik yang beradab, yang berhadapan dengan masyarakat di luar Romawi yang (oleh bangsa Romawi dianggap) belum beradab. Konsep Cicerio ini mencakup kondisi individu maupun masyarakat secara keseluruhan yang telah memiliki budaya hidup di kota yang menganut norma-noram kesopanan.

Pada perkembangannya, pada akhir abad 17 dan awal abad 18, istilah civil society lebih ditekankan kepada “masyarakat politik”, yang membedakan diri dari lingkungan keluarga atau masyarakat kecil yang dipimpin oleh bapak keluarga atau bapak masyarakat yang belum melek politik. Namun konsep “masyarakat politik” ini mendapat bantahan dari Hegel (1770-1871) yang mengatakan civil society bukanlah masyarakat politik dengan tekanan-tekanan moral yang mewarnai perilaku mereka, melainkan masyarakat ekonomi. Karl Marx (1818-1883) kemudian mengikuti pendapat Hegel dengan mengatakan bahwa civil society disebut juga masyarakat borjuis yang merupakan ciri masyarakat barat modern. Dengan kata lain bahwa civil society adalah aspek non-politis dalam masyarakat

modern yang sekarang kapitalis. Marx menyatakan bahwa negara dalam masyarakat kapitalis tidak lebih hanya badan pelaksana kepentingan borjuis. Sedang pengertian masyarakat madani di Indonesia adalah perpaduan antara pengertian masyarakat madani yang tercantum dalam Piagam Madinah dengan civil society yang berkembang dalam negara-negara industri. Ke dua pengertian tersebut dapat dianggap saling mengisi serta saling melengkapi, dan penerapannya disesuaikan dengan karakteristik manusia modern Indonesia yang bersifat Sosialis Religiusxxxvi.

Dari pengertian masyarakat madani di Indonesia, muncul satu pertanyaan bagaimana dengan realitasnya di Indonesia ?. Menurut Sulardixxxvii, di Indonesia masyarakat madani masih berada pada tataran perdebatan, dan perdebatan mengenai konsep masyarakat madani di Indonesia tidak terlepas dari apa yang terjadi pada hubungan masyarakat dan negara. Lebih lanjut, Kunto Wijoyoxxxviii membahas mengenai hubungan antara negara dan masyarakat ke dalam 4 (empat) konsep, yaitu Pertama, berasal dari pikiran Hegel yang menyatakan bahwa yang rasional adalah aktual dan yang aktual adalah rasional, sedang keberadaan negara adalah aktual yang lahir karena di dalam masyarakat terjadi konflik. Oleh karenanya kemerdekaan sejati tidak akan ditemukan dalam masyarakat, dalam negaralah kemerdekaan itu terwujud.

Kedua, berasal dari pandangan K. Marx, bahwa negara adalah alat represi dari negara, oleh karenanya harkat manusia dapat terwujud dengan hapusnya negara, oleh karenanya harkat manusia dapat terwujud dengan hapusnya negara, bersamaan dengan itu hapus pula represi. Ketiga, adalah pandangan A. Gramsci yang menyatakan bahwa negara adalah mewakili paksaan dan dominasi, sedang masyarakat mewakili budaya, konsensus dan ideologi. Dan keempat, menyatakan ada hubungan fungsional antara masyarakat dan negara, masyarakat terpecah antara kepentingan pribadi dan umum, antara individu dan masyarakat. Dan Indonesia berada pada suasana ketiga, yakni terpisahnya antara political society dan civil society.

Dengan terpisahnya masyarakat dan negara, maka bila selama ini masyarakat madani yang lazimnya disetarakan dengan civil society belum terbentuk di Indonesia, kuncinya pada demokratisasi yang belum berjalan, sebab secara historis bisa dilihat bagaimana perjalanan bangsa ini yang tertatih-tatih dalam penegakan demokrasinya.

Dalam dokumen Buku Isbd Baru (Halaman 36-42)